Artikel

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

TRANFORMASI SENYAWA HUMOLOG AVICELMENGGUNAKAN

MIKROORGANISME DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIKA, KIMIA DAN


FISIKOKIMIA

Harrizul Rivai1), Ramdani2) dan AKMAL DJAMAAN 2)


1)
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
2)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang

ABSTRAK

Penelitian telah dilakukan tentang transformasi senyawa humolog avicel pH 101 menggunakan mikroorganisme dan
karakterisasi sifat fisika, kimia, dan fisikokimianya. Jerami padi dibuat menjadi alfa selulosa dengan metode pilping
multistage. Kemudian alfa selulosa dihidrolisis menggunakan bahan kimia dan enzim selulosa yang dihasilkan oleh
mikroorganisme untuk menghasilkan MCC. Hasilnya sebagai berikut MCC 1 sebanyak 86%, MCC 2 83%, MCC 3
82,67% dan MCC4 84,2%. Karakterisasi organoleptik, identifikasi, susut pengeringan, kelarutan dalam air, uji pati,
uji ph, uji FTIR, SEM dan DSC. Mikrokristalin yang dihasilkan sama dengan pembanding (AVICEL pH 101) dan
memenuhi persyaratan British 2009.

Kata kunci: MCC, Enzim dan Avicel pH 101

ABSTRACT

Research has been conducted on the transformation of Avicel pH 101 homologous compounds using
microorganisms and characterization of physical, chemical, and physicochemical properties. Rice straw is made into
alpha cellulose using the multistage pilping method. Then alpha cellulose is hydrolyzed using chemicals and
cellulase enzymes produced by microorganisms to produce MCC. The following results are MCC 1 as many as
86%, MCC 2 83%, MCC 3 82.67% and MCC4 84.2%. Organoleptic characterization, identification, shrinkage
drying, water solubility, starch test, ph test, FTIR test, SEM and DSC. The microcrystalline produced is the same as
the comparison (AVICEL pH 101) and meets the requirements of British 2009.

Keyword: MCC, Enzime and Avicel pH 101

PENDAHULUAN

Jerami padi merupakan limbah pertanian yang tersedia dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibandingkan limbah
pertanian lainnya dan terdapat hampir di setiap propinsi di Indonesia. Secara umum jerami padi (Oryza sativa) dan
bahan lignoselulosa lainya tersusun dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa tersusun dari
monomer-monomer gula sama seperti gula yang menyusun pati (glukosa). Selulosa ini berbentuk serat-serat yang
terpilin dan diikat oleh hemiselulosa, kemudian dilindungi oleh lignin yang sangat kuat. Akibat perlindungan lignin
dan hemiselulosa ini, selulosa menjadi sulit untuk dipotong- potong menjadi gula (Djamaan et al, 2015a).
Menurut Djamaan et al., (2016) selulosa dan hemiselulosa merupakan senyawa yang bernilai ekonomis jika
dikonversi menjadi gula-gula sederhana. Gula-gula hasil konversi tersebut selanjutnya dapat difermentasi untuk
menghasilkan produk-produk bioteknologi seperti bioetanol, asam glutamat, asam sitrat dan lainnya.
Djamaan et al., (2015) memanfaatkan jerami padi sebagai bahan baku bioethanol, optimasi proses produksi
bioetanol dari bahan dasar jerami padi. Rivai & Djamaan, (2016) dan Gusrianto et al., (2011) juga memanfaatkan
jerami padi sebagai sumber bahan baku biopolimer mikrocristalin cellulosa (MCC) khusus senyawa turunannya
yaitu Homolog VIVACEL. Menurut, Halim (2002) kebutuhan akan mikrokristalin selulosa dalam negeri semuanya
berasal dari impor, adalah sangat relevan bila negara kita mulai memikirkan produksi mikrokristalin selulosa dalam
negeri. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara kimiawi dan enzimatis. Hidrolisis secara kimiawi dapat dilakukan
dengan menggunakan asam, yaitu asam kuat konsentrasi rendah maupun asam lemah konsentrasi tinggi
(Oktavianus, 2013). Hidrolisis asam memerlukan energi aktivasi tinggi dan menghasilkan limbah (asam, basa &
senyawa organik) yang tidak ramah lingkungan (Suryadi, et al., 2017).
Hidrolisis secara enzimatis dilakukan dengan menggunakan enzim selulase. Selulase mengkatalis hidrolisis dari
selulosa dengan tiga tipe yaitu: endoglucanase, cellobiohydrolase, dan β-glucosidase (Li, et al., 2009). Harga enzim

1
selulase yang tinggi akibat proses dan bahan baku murni yag mahal membuat peneliti mencari cara lain untuk
memproduksinya. Enzim selulase dapat diproduksi oleh fungi dan bakteri, diantaranya: Trichoderma viride (Li, et
al., 2009), Aspergilus niger (Kalyani et al, 2015), Acetobacter cylinum (Kulkarni et al, 2012).
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin membuat dan mengkarakterisasi MCC yang dihidrolisis dengan
menggunakan bahan kimia dan mikroba penghasil enzim selulase. Enzime selulosa yang digunakan berasal dari
fungi berfilamen seperti Trichoderma viride dan Aspergillus fungi ini kaya akan aktivitas endoselulase yang selektif
menghilangkan bagian amorf dari selulosa, sehingga potensial untuk menghidrolisis selulosa menjadi mikokristalin
selulosa (Ikram et al, 2005).

METODE PENELITIAN

a. Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan adalah Water bath, desiccator, beaker, test tubes, filter paper, Fourier transform
infrared (FTIR), SEM dan DSC.

Bahan yang digunakan serbuk jerami padi, aquadest, ethanol (Brataco®), asam nitrit (Brataco®), natrium
hidroksida (Brataco®), natrium sulfit (Brataco®), asam nitrat (Brataco®), sodium hypochlorite (Bayclin®), HCl
(Merck®), seng klorida (Merck®), potassium iodide (Merck®), hexane (Brataco®), copper(II) sulphate (Merck®),
ammonia (Merck®), iodine (Merck®), Avicel PH 102 (Rettenmeyer®), hidrogen peroksida, Trichoderma viride
T1sk, dedak gandum, PDA, , Dinitrosolisilat (DNS), Na-K tartrat, fenol, Na bisulfit, Na CMC, Kalium dihidro
pospat (KH2PO4), Magnesium sulfat (MgSO4), Kaliumhidro pospat (K2HPO4) dan Asam asetat (CH3COOH).
b. Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan sampel
Jerami padi dirajang dan dicuci beberapa kali dengan air, kemudian dikeringkan pada suhu 60 ° C selama 24 jam
dan dihaluskan dengan blender. Serbuk jerami padi ditimbang sebanyak 500 g, direfluks dengan campuran heksana
dan etanol dengan perbandingan 2: 1 selama 6 jam, lalu dibiarkan dingin dan disaring. Selanjutnya, sisanya
dikeringkan pada suhu kamar.
2.Ekstraksi alfa-selulosa dengan metode pulping multistage.

500 g bubuk jerami dicampur dengan asam nitrat 6,7 L 3,5% (mengandung 40 mg natrium nitrit) dalam gelas
kimia. Campuran dalam wadah kemudian ditempatkan dalam rendaman air selama 2 jam pada suhu 90 C. Bagian
selanjutnya yang tidak larut dipisahkan dengan filtrasi dan residu yang diperoleh dicuci dengan air suling. Residu
direndam dalam larutan 5 L yang mengandung natrium hidroksida dan natrium sulfit masing-masing 2% b / v pada
suhu 50 ° C selama 1 jam. Kemudian campuran disaring dan dicuci kembali seperti yang dijelaskan di atas untuk
mendapatkan residu. Residu dikelantang dengan mencampurnya menjadi 4 L campuran air dan sodium hipoklorit
3,5% b / v (rasio air dan larutan natrium hipoklorit 3,5% adalah 1: 1), kemudian dididihkan selama 10 menit,
dilanjutkan dengan penyaringan dan pencucian. Residuyang diperoleh dari penyaringan dicampur dengan 4 L
natrium hidroksida 17,5% b / v dan dipanaskan pada suhu 80 ° C selama 30 menit. Kemudian campuran disaring
dan dicuci. Residu yang diperoleh adalah alfa-selulosa. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan mencampur alfa-
selulosa menjadi 4 L campuran air dan sodium hipoklorit 3,5% b / v (rasio air dan larutan natrium hipoklorit 3,5%
adalah 1: 1), dan dipanaskan pada suhu 100 ° C selama 5 menit. Campuran ini disaring dan dicuci dengan air suling
untuk mendapatkan residu yang bersih. Residu tersebut kemudian dikeringkan pada asuhu 60 ° C untuk
mendapatkan alfa-selulosa.
3.Pembuatan mikrokristalin selulosa (MCC)

1 Secara kimia.

Sebanyak 50 g alfa-selulosa dihidrolisa dengan HCl 2,5 N (1,2 L). Didihkan selama 15 menit dalam glass
beaker. Kemudian campuran panas tersebut dituangkan ke dalam air dingin sambal diaduk kuat dengan memakai
spatula dan didiamkan semalam. Mikrokristalin selulosa yang didapat dicuci dengan akuades hingga netral, disaring
dengan corong Buchner, kemudian dikeringkan dengan oven pada temperatur 57-60°C selama 60 menit dan
kemudian digerus. MCC yang didapatkan disimpan pada suhu kamar di dalam desikator (Yanuar, et al., 2003;
Ohwoavworhua, et al., 2009; Halim, et al., 2002; Ilindra & Dhake, 2008).
2 Hidrolisis

2
Alfa selulosa didispersikan dalam penyangga asetat (0,1 M, pH 5) dengan perbandingan 1:10. Hidrolisis
dilakukan dengan menggunakan enzim selulase yang dihasilkan oleh fungi T. viride dengan variasi konsentrasi
enzim 5, 10 dan 15 % v/v pada suhu 50oC selama 1 jam pada kecepatan 150 rpm. Campuran kemudian
disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 20 menit. Endapan yang terbentuk dicuci dengan aquadest untuk
menghilangkan residu enzim, kemudian dikeringkan dalam oven (Suryadi, et al., 2017).

c Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa (MCC)


1. Pemeriksaan Organoleptis

Karakteristik bentuk yaitu sampel diletakkan di atas dasar yang berwarna putih, diamati bentuk atau rupa,
warna, rasa, bau (British Pharmacopeia, 2009).
2. Susut Pengeringan

Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam krus porselen, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu
105oC selama 3 jam sampai diperoleh berat konstan. Kemudian susut pengeringan dihitung dengan rumus:
(B − A) − (C − A)
𝑥= × 100%
(𝐵 − 𝐴)
A = Berat krus kosong (g)
B = Berat krus + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = Berat krus + sampel setelah dikeringkan (g)
(British Pharmacopeia, 2009).
3. Identifikasi

Larutan seng klorida teriodinasi dibuat dengan cara melarutkan 20 g seng klorida dan 6,5 g kalium iodida
dalam 10,5 ml aquadest. Larutan ditambahkan 0,5 g iodin dan diaduk selama 15 menit.
Sebanyak 10 mg sampel didispersikan dalam 2 ml larutan seng klorida teriodinasi, warna yang diperoleh
adalah biru-violet (British Pharmacopeia, 2009)
4. Kelarutan dalam Air

Sebanyak lima gram sampel dikocok dengan 80 mL aquadest selama 10 menit. Campuran disaring, diuapkan
di atas waterbath pada suhu 100-105oC selama satu jam. Setelah dingin, serbuk ditimbang. Selisih berat awal dan
akhir tidak boleh melebihi 12,5 mg (0,25%) (British Pharmacopeia, 2009).
5. Uji pH

Sebanyak lima gram serbuk diaduk dengan 40 mL aquadest selama 20 menit dan disentrifugasi kemudian
diukur pH nya dengan pH meter. pH berada dalam rentang 5,0-7,5 (British Pharmacopeia, 2009).
6. Uji Pati

Sebanyak 10 mg serbuk ditambahkan 90 mL aquadest dan dipanaskan selama 15 menit. Kemudian disaring
selagi panas. Dinginkan dan ditambahkan pada filtrat 0,1 mL iodium 0,05 M, tidak berbentuk warna biru (British
Pharmacopoeia, 2009).
7. Fourier Transform Infrared (FTIR).

Uji dilakukan terhadap sampel dengan Teknik ATR (Attenuated Total Reflectant). Plat horizontal ATR berupa
lempeng Kristal bentuk prisma (ZnSe) di pasang pada alat FT-IR kemudian dilakukan pengukuran background.
Sampel diletakkan di atas permukaan plat dan diukur
8. Anlisis scanning electron microscopy (SEM)

Sampel serbuk diletakan pada holder aluminium dengan ketebalan 10 mm. sampel kemudian diamati
berbagai perbesaran alat SEM. Voltase ddiatur pada 20 kV arus 12 mA. Analisis ini akan memperlihatkan morfologi
bentuk partikel dari senyawa MCC.

3
9. Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Analisis Differential Scanning Calorimetry (DSC) dilakukan menggunakan penganalisis termal Netzsch DSC 200
F3 Maia® (Sanghai, China). Semua sampel MCC (10 mg) dipanaskan dari 30 hingga 400 ° C, didinginkan hingga
20 ° C dan dipanaskan kembali sampai 400 ° C pada 10 ° C / menit

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

1. Pembuatan alfa selulosa

Pada pembuatan alfa selulosa dari jerami padi 500 gram dengan menggunakan metode pulping multistage
di hasilkan serbuk alfa selulosa sebanyak 210 gram (% hasil = 42%). Alfa selulosa serbuk dari jerami padi hasil
penelitian ini berwarna putih kekuning-kuningan.
2. Pembuatan Mikrokritalin selulosa

1. Pembuatan Mikrokristalin selulosa secara kimia


Pada pembuatan mikrokristalin selulosa (MCC) dari 50 gram alfa selulosa yang dihidrolisis menggunakan
HCl 2.5 N di hasilkan mikrokristalin selulosa sebanyak 43 gram (% hasil = 86%). Mikrokristalin selulosa pada hasil
penelitian ini serbuk halus, berwarna putih, tidak berasa dan tidak berbau. Dapat dilihat pada Tabel II

2.Pembuatan Mikrokristalin selulosa secara enzimatis


a. Pada pembuatan mikrokristalin selulosa (MCC) dari 15 gram alfa selulosa yang dihidrolisis menggunakan enzim
dengan konsentrasi 5% di hasilkan mikrkristalin selulosa sebanyak 12.3792 gram (% hasil = 83%). Mikrokristalin
selulosa pada hasil penelitian ini serbuk halus, berwarna putih, tidak berasa dan tidak berbau. Dapat dilihat pada
Tabel III
b. Pada pembuatan mikrokristalin selulosa (MCC) dari 15 gram alfa selulosa yang dihidrolisis
menggunakan enzim dengan konsentrasi 10% di hasilkan mikrkristalin selulosa sebanyak 12.4019 gram (% hasil =
82.67 %). Mikrokristalin selulosa pada hasil penelitian ini serbuk halus, berwarna putih, tidak berasa dan tidak
berbau. Dapat dilihat pada Tabel IV.
c. Pada pembuatan mikrokristalin selulosa (MCC) dari 15 gram alfa selulosa yang dihidrolisis menggunakan enzim
dengan konsentrasi 15% di hasilkan mikrkristalin selulosa sebanyak 12.6301 gram (% hasil = 84,2 %).
Mikrokristalin selulosa pada hasil penelitian ini serbuk halus, berwarna putih, tidak berasa dan tidak berbau. Dapat
dilihat pada Tabel V.
3. Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa

Tabel 1. Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa

No Pemeriksaan Persyaratan Avicel 101 MCC 1 MCC 2 MCC 3 MCC 4

1 Pemerian: Serbuk halus Serbuk halus Serbuk halus Serbuk halus Serbuk halus
Bentuk Serbuk halus Putih Putih Putih Putih Putih
Putih Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau
Warna
Tidak berbau Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa Tidak berasa
Bau
Tidak berasa
Rasa (Farmakope
Indonesia Edisi
III, 1979)
2 Identifikasi Warna yang Warna yang Warna yang Warna yang Warna yang Warna yang
diperoleh diperoleh diperoleh diperoleh diperoleh diperoleh
adalah biru- adalah biru- adalah biru- adalah biru- adalah biru- adalah biru-
violet (BP, violet violet violet violet violet

4
2009)

3 Susut Kehilangan Kehilangan Kehilangan Kehilangan Kehilangan Kehilangan 4,33


Pengeringan tidak boleh 5,287 % ± 5,35 % ± 5,35 % ± 4,97 % ± % ± 0,4526
lebih dari 6 % 0,0896 0,1452 0,1452 0,3842
(BP, 2009)

4 Kelarutan kelarutan tidak


dalam air boleh melebihi
0,25% (BP, 0,102% 0,105% 0,108% 0,106% 0,111%
2009)

5 Uji pH pH 5-7,5
(BP, 2009) 6,7 6,5 6,3 6,1 6,4

6 Uji pati Hasil: Tidak terbentuk Tidak Tidak Tidak Tidak terbentuk
Tidak warna biru terbentuk terbentuk terbentuk warna biru
terbentuk warna biru warna biru warna biru
warna biru
(BP, 2002)
Keterangan : MCC 1(Mikrokristalin Selulosa secara kimia) ,MCC 2(Mikrokristalin Selulosa secara enzimatis
konsentrasi 5%),MCC 3(Mikrokristalin Selulosa secara enzimatis konsentrasi 10%) dan MCC 4(Mikrokristalin
Selulosa secara enzimatis konsentrasi 15%)

4.2 Pembahasan

Jerami padi dibuat menjadi mikrokristalin selulosa dengan menggunakan metode multistage pulping yang
bertujuan untuk menghilangkan lignin dari sampel sehingga didapatkan alfa selulosa. Metode ini terbukti
menghasilkan alfa selulosa yang homogen dan selanjutnya dihidrolisis dengan HCl 2,5 N dan enzim ([5%], [10%]
dan [15%]) untuk mendapatkan MCC. (Ohwoavworhua, et al., 2009: Suryadi, et al., 2017).

Tabel II. Perhitungan Rendemen MCC yang dibuat secara kimi

Jumlah perolehan (g)


Jumlah serbuk jerami padi (g)
Alfa Selulosa MCC (Secara Kimia)dari 50 gram alfa
selulosa
500 g 210 43

210 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen Alfa selulosa = 𝑥 100 %=42 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

43 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen MCC = 𝑥 100 %=86 %
50 𝑔𝑟𝑎𝑚

86
(100 𝑥210 𝑔𝑟𝑎𝑚)
Rendemen MCC dari 500 gram serbuk jerami padi = 𝑥 100 %=36,12 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

5
Tabel III. Perhitungan Rendemen MCC yang dibuat secara enzimatis dengan koentrasi enzim 5 %
Jumlah perolehan (g)
Jumlah serbuk jerami padi (g) Alfa Selulosa MCC (Secara enzimatis 5%) dari 15 gram
alfa selulosa
500 g 210 12.3792

210 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen Alfa selulosa = 𝑥 100 %=42 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

12.3792 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen MCC = 𝑥 100 %=83 %
15 𝑔𝑟𝑎𝑚
s
83
(100 𝑥210 𝑔𝑟𝑎𝑚)
Rendemen MCC dari 500 gram serbuk jerami padi = 𝑥 100 %=34,86 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

Tabel IV. Perhitungan Rendemen MCC yang dibuat secara enzimatis dengan koentrasi enzim 10 %
Jumlah perolehan (g)
Jumlah serbuk jerami padi (g)
Alfa Selulosa MCC (Secara enzimatis 10%) dari 15 gram
alfa selulosa
500 g 210 12.4019

210 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen Alfa selulosa = 𝑥 100 %=42 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

12.4019 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen MCC = 𝑥 100 %=82.67 %
15 𝑔𝑟𝑎𝑚

82.67
( 100 𝑥210 𝑔𝑟𝑎𝑚)
Rendemen MCC dari 500 gram serbuk jerami padi = 𝑥 100 %=34,72 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

Tabel VI. Perhitungan Rendemen MCC yang dibuat secara enzimatis dengan koentrasi enzim 15 %
Jumlah serbuk jerami padi (g)
Jumlah perolehan (g)
Alfa Selulosa MCC (Secara enzimatis
15%) dari 15 gram alfa
selulosa
500 g 210 12.6301
210 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen Alfa selulosa = 𝑥 100 %=42 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

12.6301 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rendemen MCC = 𝑥 100 %=84.2 %
15 𝑔𝑟𝑎𝑚

84.2
( 100 𝑥210 𝑔𝑟𝑎𝑚)
Rendemen MCC dari 500 gram serbuk jerami padi = 𝑥 100 %=35,36 %
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

Mikrokristalin selulosa yang di buat secara kimia maupun secara enzimatis setelah dilakukan uji
organoleptic ternyata sama dengan Vivacel pH 101® yaitu serbuk berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa.
Hasil memenuhi persyaratan British Pharmacopoeia 2002. Untuk uji susut pengeringan terhadap Mikrokristalin
selulosa baik yang dibuat secara kimia maupun secara enzimatis, hasil yang didapat memenuhi persyaratan dari
British Pharmacopeia, 2009 yakni: 5,287 % ± 0,0896 (MCC 1), 5,35 % ± 0,1452 (MCC 2), 4,97 % ± 0,3842 (MCC
3) dan 4,33 % ± 0,4526 (MCC 4). Hasil uji identifikasi terhadap Mikrokristalin selulosa (secara kimia maupun
secara enzimatis) menggunakan laurtan zink klorida beriodium ternyata terbentuk warna biru violet. Pereaksi yang
digunakan merupakan pereaksi yang spesifik untuk mikrokristalin selulosa. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk
Mikrokristalin selulosa (secara kimia maupun secara enzimatis) yang didapat dari jerami padi benar mikrokristalin
selulosa dan terdapat kesamaan dengan Avicel pH 101® dengan hasil yaitu terbentuknya warna biru violet. Hasil
yang didapat memenuhi persyaratan British Pharmacopoeia 2002.
Sedangkan uji kelarutan dalam air terhadap Mikrokristalin selulosa (secara kimia maupun secara enzimatis)
di dapatkan hasil selisih berat awal dan akhir tidak lebih dari 12,5 mg (0,25%) yakni 0,102% (Avicel pH 101®),

6
0,105% (MCC1), 0,108% (MCC 2), 0,106% (MCC 3) dan 0,111% (MCC 4). Hasil ini menunjukan mikrokrsitalin
selulosa yang dibuat memenuhi persyaratan dari British Pharmacopeia, 2009. Kemudian, untuk uji pH terhadap
mikrokristalin selulosa (secara kimia maupun secara enzimatis) dengan rentang pH 5,0-7,5 didapatkan hasil yang
memenuhi persyaratan dari British Pharmacopeia, 2009. Yakni pH 6,7 (Avicel pH 101®), 6,5 (MCC 1), 6,3 (MCC
2), 6,1 (MCC 3) dan 6,4 (MCC 4). Mikrokristalin selulosa murni tidak terdapat pati didalamnya. Hal tersebut dapat
diuji dengan keberadaan pati dalam suatu selulosa dengan mereaksikan selulosa dengan iodium. Menurut
persyaratan, hasil warna yang diperoleh pada uji pati adalah tidak terbentuk warna biru (British Pharmacopoeia
2002). Dari hasil pengujian Mikrokristalin selulosa (secara kimia maupun secara enzimatis) dan Avicel PH 101®
memenuhi persyaratan tersebut.

Gambar 1. Mikrokristalin selulosa dari jerami padi (A. Avicel pH 101; B. MCC 1; C. MCC 2; D. MCC 3;
E. MCC 4).
Gambar 2-6 analisis spektroskopi FT-IR (Fourier Transformasion Infra Red) dilakukan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa berdasarkan besarnya vibrasi yang dihasilkan oleh atom-atom
yang beriteraksi. Vibrasi dari atom-atom yang berinteraksi akan menghasilkan frekuensi tertentu dan muncul pada
bilangan gelombangan tertentu pada spektrum. Setiap pita serapan pada bilngan gelombang tertentu
menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Hasil analisis berupa signal kromatogram hubungan persentase
transmitan terhadap Panjang gelombang (Watson, 2009). Dari analisis gugus fungsi dengan FT-IR diperoleh hasil
bahwa mikrokristal selulosa mengandung gugus fungsi OH bebas pada bilangan gelombang 3875,39 cm -1 untuk
MCC 3 (Dachriyanus, 2004), sedangkan pada Avicel pH 101®, MCC 1 dan MCC 2. kemudian terdapat juga
spektrum yang menunjukan adanya ikatan hydrogen pada bilangan gelombang 3330,61cm -1 (untuk avicel pH 101®),
3329,78 cm-1 (MCC 1), 3340,85 cm-1 (MCC 2), 3346,52 cm-1 (MCC 3) dan 3414,92 cm-1 (MCC 4), pita serapan di
sekitar area ini menggambarkan getaran peregangan kelompok hidroksil. Serta terdapat juga luas pita serapan sekitar
2874,87-3024,00 cm-1 dikaitkan dengan getaran peregangan CH dan berhubungan dengan gugus alifatik pada
polisakarida, serta berhubungan dengan vibrasi-vibrasi C-H asimetri dan simetris. Getaran tarik yang berdekatan
dengan atom hidrogen digambarkan oleh pita vibrasi sekitar 1645,04 cm-1(Avicel pH 101®), 1644,72 cm-1 (MCC 1),
1648,04 cm-1 (MCC 2), 1627,77 cm-1 (MCC 3) dan 1616,17 cm-1 (MCC 4). Pita serapan yang diamati sekitar 899,78
cm-1 berhubungan dengan ikatan β-1, 4 glikosidik sedangkan pita sekitar 1051 cm-1 berhubungan dengan getaran
cincin dan hubungan C-O-C. Absorbansi sekitar 1431, 1360, 1325, 1051, 1044, 1030, 1027 dan 899 cm-1 adalah
mencirikhaskan dari selulosa murni (Granstrom, 2009).

7
Gambar 2. Spektrum Fourier Transformasion Infra Red (FTIR) Alfa Selulosa dari jerami padi

Gambar 3. Spektrum Fourier Transformasion Infra Red (FTIR) avicel pH 101®.

8
Gambar 4. Spektrum Fourier Transformasion Infra Red (FTIR) Mikrokristalin Selulosa dari jerami padi secara
kimia (MCC 1).

Gambar 5. Spektrum Fourier Transformasion Infra Red (FTIR) Mikrokristalin Selulosa dari jerami padi secara
enzimatis [5%] (MCC 2).

9
Gambar 5. Spektrum Fourier Transformasion Infra Red (FTIR) Mikrokristalin Selulosa dari jerami padi
secara enzimatis [10%] (MCC 3).

Gambar 6. Spektrum Fourier Transformasion Infra Red (FTIR) Mikrokristalin Selulosa dari jerami padi
secara enzimatis [15%] (MCC 4).

Penggunaan Scanning Electron Microscopy (SEM) bertujuan untuk melihat morfologi permukaan dari satu
sampel secara mikroskopik dan memberikan informasi tentang tekstur permukaan sampel. Bentuk morfologi dari
suatu sampel dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: permukaan atas, permukaan samping dan permukaan ruang dalam
(Whalley & Langway, 1980). Berdasarkan analisis bentuk partikel dengan menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM) dengan berbagai perbesaran memperlihatkan karakterisasi dari mikrokristalin selulosa (secara
kimia maupun secara enzimatis) terlihat berupa padatan kristal dengan bentuk batang pada perbesaran 1000 kali.
Hasil SEM ini menunjukan bahwa mikrokristalin yang dibuat secara kimia dan enzimatis bentuk kristalnya
menyerupai bentuk kristal dari Avicel pH 101® (Gambar 7-11).

10
Gambar 7. Scanning Electron Microscopy (SEM) Avicel pH 101®

Gambar 8. Scanning Electron Microscopy (SEM) Mikrokristalin selulosa dari jerami padi secara kimia (MCC 1).

Gambar 9. Scanning Electron Microscopy (SEM) Mikrokristalin selulosa dari jerami padi secara enzimatis [5%]
(MCC 2).

11
Gambar 10. Scanning Electron Microscopy (SEM) Mikrokristalin selulosa dari jerami padi secara enzimatis [10%]
(MCC 3).

Gambar 11. Scanning Electron Microscopy (SEM) Mikrokristalin selulosa dari jerami padi secara enzimatis [15%]
(MCC 4).

Anlisis DSC menggambarkan termo-gram yang diperoleh untuk Avicel pH 101®, MCC 1, MCC 2, MCC 3
dan MCC 4. Puncak endotermik besar sekitar 80 ° C tercatat selama pemindaian pemanasan pertama untuk semua
sampel mikrokristalin selulosa. Ini dikaitkan dengan kehilangan air selama pemanasan. Puncak endotermik yang
tersisa diperoleh sesuai dengan puncak dekomposisi (Azubuike et al, 2012). Pada suhu di bawah 140 ° C terjadi
evolusi air dan kedua sampel (MCC 3 dan MCC 4) menunjukkan profil puncak yang mirip dengan Avicel pH 101®.
Pada suhu yang lebih tinggi, antara 300 dan 480 ° C, dekomposisi termal terjadi (Gambar 11-15).

Gambar 11. Differential Scanning Calorimetry (DSC) Avicel pH 101®

12
Gambar 12. Differential Scanning Calorimetry (DSC) Mikrokristalin Selulosa dari jerami padi secara kimia
(MCC 1).

Gambar 13. Differential Scanning Calorimetry (DSC) Mikrokristalin Selulosa dari jerami padi secara
enzimatis [5%] (MCC 2).

13
Gambar 13. Differential Scanning Calorimetry (DSC) Mikrokristalin Selulosa dari jerami padi secara
senzimatis [15%] (MCC 4).

Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


1. Mikrokristalin selulosa dari jerami padi yang diperoleh secara kimia (MCC 1): 86% dari alfa selulosa. Sedangkan
mikrokiristalin selulosa dari jerami padi yang diperoleh secara enzimatis: 83% untuk enzim [5%]; 82,67% untuk
enzim [10%] dan 84,2% untuk enzim [15%].
2. Kosentrasi dan hidrolisis tidak memberikan perbedaan pada mikrokristalin yang dihasilkan, dilihat dari hasil
spektrum FTIR, SEM dan DSC.

Daftar pustaka

1. Djamaan A, Marjoni, R, Mhd., Friardi, I (2015a). The mechanical pretreatment to increase biomass and
bioethanol production from rice straw. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research; 7(12):570-575

2. Djamaan A., D. Lufian, (2016). Rice Straw as a raw material for production of microcrystalline cellulose, (un-
published results).

3. Gusrianto, P. Zulharmita. & Rivai, H. (2011) Preparation dan Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa dari limbah
serbuk kayu penggergajian. J. Sains Tek Far 16 (2), 180-188

4. Ikram-ul-haq, M, M, J., Tehmina S, K., dan Zafar S., (2005). Cotton SaccharifyingActivity of Cellulase Produced
by co-culture of Aspergillus niger and Trichodarma viridi, Res. J. Agri Environ. Microbial. Vol. 61, no.3

5. Li, Xing-Hua, Yang, H.J., Roy, B., Park, E. Y., Jiang, L.J., Wang, D. & Miao, Y. G. (2009). Enhanced Cellolase
Production of The Trichoderma viride Mutated by Microwave and Ultraviolet. Microbiological Research. 165, 190-
198.

6. Rivai H Djamaan A (2016). Optimization of production and characterization of homolog vivacel from rice straw.
Der Pharmacie Lettre, 8(19): 388-394.

7. Suryadi., Herman., Sutriyo., Sari, H.R. & Rosikhoh, D. (2017). Preparation of Microcrystalline Cellulose from
Water Hyacinth Powder by Enzymatic Hydrolysis Using Cellulase of Local Isolate. J.Young Pharm. 9, S19-S23.

14

Anda mungkin juga menyukai