PERIODONTITIS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rongga mulut terdiri dari gigi dan struktur penunjangnya. Struktur penunjangnya
adalah gingiva, jaringan periodontal, dan tulang alveolar. Dimana antara gigi dan struktur
penunjangnya saling berhubungan, apabila salah satunya mengalami kelainan/cedera maka
akan berdampak pada struktur gigi lainnya, oleh karena itu sangat perlu untuk menjaga
kesehatan gigi dan struktur pendukungnya agar keseimbangan didalam rongga mulut tetap
terjaga.
Dalam rongga mulut terdapat lebih dari 500 spesies bakteri yang berbeda. Dalam
suasana normal dan seimbang tidak terjadi efek patologis dari bakteri-bakteri tersebut. Hal
tersebut berarti terjadi keharmonisan hubungan antara bakteri rongga mulut dengan host,
tetapi dalam kondisi tertentu seperti bertambahnya jumlah bakteri, penekanan sistem imun
dari host maka dapat timbul suatu penyakit.
Pada keadaan yang sehat gingiva biasanya keras, berwarna merah muda, mempunyai
tepi setajam pisau, dan tidak berdarah saat dilakukan penyondean. Daerah leher gingiva atau
sulkus biasanya dangkal dan epitelium junctional melekat erat pada enamel. Gambaran ini
mencerminkan keseimbangan yang stabil namun dinamis dari suatu jaringan yang sehat
(Manson dan Eley., 1993). Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang disebabkan oleh akumulasi
plak dalam jumlah besar pada regio interdental sehingga inflamasi cenderung dimulai pada
daerah papila interdentak dan menyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi.
Periodontitismerupakan kelanjutan dari gingivitis yang tidak tertangani.
Menurut Newman dkk., (2012) periodontitis adalah peradangan pada jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu atau kelompok
mikroorganisme tertentu, yang menghasilkan kerusakan ligamen periodontal dan tulang
alveolar dengan meningkatnya kedalaman poket periodontal. Tanda tanda klinis
terbentuknya poket periodontal seperti kemerahan, penebalan gingiva tepi, perdarahan 2
gingiva dan supurasi, kegoyahan gigi dan terbentuknya celah antar gigi, rasa sakit lokal atau
rasa sakit dalam tulang. Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphiromonas
gingivalis merupakan bakteri utama periodontitis. Selain itu Provotella intermedia dan
Fusobacterium nucleatum juga merupakan bakteri periodontopatogen yang lain (Taughels
dkk., 2012).
Terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan penyakit periodontitis. Faktor
sistemik dapat memodifikasi respon jaringan terhadap iritasi bakteri dan mempengaruhi
perkembangan serta keparahan penyakit periodontal. Oleh karena itu penulis akan
membahas mengenai periodontitis dan faktor yang mempengaruhinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etiologi jaringan periodontal?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi periodontitis?
3. Bagaimana klasifikasi penyakit periodontitis?
4. Bagaimana cara perawatan penyakit periodontitis?
C. Tujuan
1. Mengetahui etilogi periodontitis?
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi periodontitis?
3. Mengetahui klasifikasi penyakit periodontitis?
4. Mengetahui cara perawatan penyakit periodontitis?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal secara umum merupakan tempat tertanamnya gigi dan
pendukung gigi (Daliemunthe, 2001) yang terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamen
periodontal, dan sementum (Ettinger,
2001). Fungsi secara umum dari jaringan
periodontal adalah sebagai kesatuan yang
menjaga gigi tetap pada posisinya, dalam
berbagai macam respon selama proses
pengunyahan. Jaringan periodontal
dikatakan sehat jika secara klinis tidak
terlihat adanya kehilangan perlekatan
serta pada gambaran radiograf jarak
antara tepi puncak tulang dengan cemento
enamel junction (CEJ) adalah 2-3mm. Pada
referensi lain disebutkan bahwa jarak
puncak alveolar kira-kira 1-1,5mm di
bawah CEJ gigi yang berdekatan. Pada gigi posterior, tinggi puncak alveolar sejajar dengan
garis yang menghubungkan CEJ yang berdekatan.
Komponen utama ligamen periodontal adalah kolagen, sehingga ruang ligamen
periodontal pada gambaran radiograf terlihat sebagai ruang radiolusen antara akar gigi dan
lamina dura.Ligamen periodontal memegang peranan penting dalam menyalurkan beban
oklusal yang berlebihan serta menyuplai nutrisi ke sementum, tulang dan gingiva melalui
pembuluh darah.

B. Etiologi Penyakit Jaringan Periodontal (Periodontitis)


1. Faktor Primer
Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Menurut teori non-
spesifik murni bakteri mulut terkolonisasi pada leher gingiva untuk membentuk plak pada
keadaan tidak ada kebersihan mulut yang efektif. Semua bakteri plak dianggap
mempunyai beberapa faktor virulensi yang menyebabkan inflamasi gingival dan
kerusakan periodontal keadaan ini menunjukkan bahwa plak akan menimbulkan penyakit
tergantung komposisinya. Namun demikian, sejumlah plak biasanya tidak mengganggu
kesehatan gingiva dan periodontal dan beberapa pasien bahkan mempunyai jumlah plak
yang cukup besar yang sudah berlangsung lama tanpa mengalami periodontitis yang
merusak walaupun mereka mengalami gingivitis.
2. Faktor Sekunder
Faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada lingkungan gingiva
merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak dan menghalangi pembersihan plak.
Faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak.
3. Faktor Lokal
1. Restorasi yang keliru
2. Kavitas karies
3. Tumpukan sisa makanan

2
4. Geligi tiruan sebagian yang desainnya tidak baik
5. Pesawat ortodonti
6. Susunan gigi geligi yang tidak teratur
7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut
8. Merokok tembakau
9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar

C. Periodontitis
Periodontitis adalah “suatu penyakit inflamasi pada jaringan penyokong gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen
periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi atau keduanya.”
Penampakan klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah keberadaan
kehilangan perlekatan (attachment loss) yang dapat dideteksi. Hal ini sering disertai dengan
pembentukan poket periodontal dan perubahan densitas serta ketinggian tulang alveolar di
bawahnya. Pada beberapa kasus, resesi gingiva marginal dapat menyertai attachment loss,
yang menyembunyikan perkembangan penyakit apabila hanya dilakukan pengukuran
kedalaman poket tanpa dilakukan pengukuran tingkat perlekatan klinis (Carranza et al.,2002)
Tanda klinis inflamasi seperti perubahan warna, kontur dan konsistensi serta
pendarahan pada saat probing, tidak selalu menjadi indikator positif terjadinya attachment
loss. Namun, timbulnya pendarahan yang berkelanjutan pada saat probing dalam
pemeriksaan yang berulang telah menjadi suatu indikator yang terpercaya terhadap adanya
inflamasi dan potensi terjadinya attachment loss pada daerah yang berdarah. Periodontitis
dibagi menjadi dua, yaitu periodontitis kronis dan periodontitis agresif.
Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus dan secara
umum berkembang lambat, tetapi nampak periode destruksi yang cepat. Peningkatan
perkembangan periodontitis dapat disebabkan oleh dampak faktor lokal, sistemik dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi akumulasi plak. Penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus dan HIV dapat mempengaruhi pertahanan hospes; faktor lingkungan seperti
kebiasaan merokok dan stress juga dapat mempengaruhi respon hospes terhadap akumulasi
plak. Karakteristik berikut ditemukan pada pasien dengan periodontitis kronis :
1. Lebih prevalen pada orang dewasa namun juga dapat terjadi pada anak-anak
2. Besarnya kerusakan konsisten/sesuai dengan faktor lokal
3. Berhubungan dengan pola variabel mikrobial
4. Ditemukan kalkulus subgingiva
5. Tingkat perkembangan penyakit lambat sampai sedang dengan kemungkinan periode
perkembangan yang cepat
6. Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan : penyakit sistemik seperti diabetes mellitus
dan infeksi HIV faktor lingkungan seperti merokok dan stress emosional.

Tanda klinis dari periodontitis kronis adalah :

1. Inflamasi gingiva dan pendarahan


Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada status kebersihan mulut; bila
buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan atau
bahkan pendarahan spontan.
2. Poket Secara teoritis
Bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm menunjukkan
adanya migrasi ke apikal dari epithelium krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi
sangat sering mengenai individu usia muda sehingga poket sedalam 3-4 mm dapat

3
seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket ‘palsu’. Poket sedalam 4 mm
menunjukkan adanya periodontitis kronis tahap awal
3. Resesi gingiva
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat menyertai periodontitis kronis tetapi tidak
selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi, pengukuran kedalaman poket
hanya merupakan cerminan sebagian dari jumlah kerusakan periodontal seluruhnya.
4. Mobilitas gigi
Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Grade 1. Hanya dirasakan
b. Grade 2 mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
c. Grade 3 pergeseran labiolingual lebih 1 mm, mobilitas dari gigi ke atas dan ke bawah
pada arah aksial
5. Migrasi gigi
Gerakan gigi (atau gigi-geligi) keluar dari posisi sebenarnya di dalam lengkung rahang
merupakan tanda umum dari penyakit periodontal dan salah satu penyebab yang
membuat pasien cemas. Posisi gigi pada keadaan sehat dapat dipertahankan oleh
keseimbangan lidah, bibir dan tekanan oklusal. Bila jaringan penopang rusak, tekanan ini
menentukan pola migrasi gigi.
6. Nyeri
Salah satu tanda penting dari periodontitis kronis adalah absennya nyeri dan sakit kecuali
bila keadaan tersebut didahului oleh inflamasi. Nyeri atau sakit waktu gigi diperkusi
menunjukkan adanya inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling akut bila ada
pembentukan abses dimana gigi sangat sensitif terhadap sentuhan.
7. Kerusakan tulang alveolar
Resorpsi tulang alveolar dan kerusakan ligamen periodontal adalah tanda paling penting
dari periodontitis kronis dan merupakan salah satu penyebab lepasnya gigi. Tanda
radiografi yang pertama dari kerusakan periodontal adalah hilangnya densitas tepi
alveolar
8. Halitosis dan rasa tidak enak
Rasa dan bau yang mengganggu sering menyertai penyakit periodontal terutama bila
kebersihan mulut buruk. Inflamasi akut, dengan produksi nanah yang keluar dari poket
bila poket ditekan juga menyebabkan halitosis Dari tanda-tanda ini, poket dan kerusakan
tulang alveolar adalah tanda yang penting dari periodontitis kronis (Manson dan Eley.,
1993)

D. Faktor yang Mempengaruhi Periodontitis


Periodontitis merupakan penyakit multifaktorial, dimana ada beberapa faktor yang saling
berhubungan, salah satu faktornya yaitu kurangnya aktivitas fisik seorang individu. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Al-Zahrani dkk menunjukkan prevalensi periodontitis sebesar
25.2% pada individu yang inaktif (kurang aktivitas fisik) yang kemungkinan berdampak kepada
obesitas dan dalam penelitian tersebut juga dianggap bahwa merokok adalah salah satu faktor
terjadinya periodontitis (Zahrani., 2005)
Overweight dan obesitas dianggap sebagai faktor risiko yang penting bagi beberapa
penyakit : diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Jaringan adiposa yang banyak terdapat
pada orang yang obesitas merupakan tempat dimana TNF- α disintesis. Terjadinya obesitas
berkaitan dengan adanya penimbunan asam lemak bebas, yang juga dapat menimbulkan
diabetes mellitus. Hal ini menunjukkan adanya saling keterkaitan antara obesitas, diabetes
mellitus, dan penyakit periodontal. Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

4
adiposa pada orang obesitas akan melepas TNF- α ke dalam plasma, dengan akibat
terhambatnya pensinyalan insulin yang akan menjurus ke resistensi insulin . Keadaan
resistensi insulin tersebut menyebabkan diabetes mellitus disertai keadaan hiperinflamatori,
yang menjadi faktor terjadinya penyakit periodontal. Beberapa penelitian cross sectional telah
menunjukkan tingkat prevalensi penyakit periodontal yang tinggi pada penderita diabetes
dibandingkan pada individu yang tidak menderita diabetes.
Pada penderita diabetes, produk akhir advanced glycation/Advanced Glycation End
product (AGE) terdeposit pada jaringan sebagai akibat dari hiperglikemi dapat merubah
fenotip makrofag dan sel lain melalui reseptor spesifik permukaan sel. Makrofag merupakan
sel utama pada patogenesis periodontitis karena kemampuannya untuk memproduksi sitokin
dalam jumlah besar. Makrofag juga berpengaruh terhadap respon inflamasi, metabolisme
fibroblas dan limfosit dan menstimulasi resorpsi tulang melalui prostaglandin E. AGE yang
dihasilkan mengubah makrofag menjadi sel dengan fenotip destruktif, yang memproduksi
sitokin pro-inflamasi yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan kerusakan lokal yang
parah pada jaringan peridonsium. (Carranza et al.,2002)
Kadar gula darah pada penderita diabetes dapat mengubah lingkungan mikroflora dalam
mulut menjadi lingkungan yang sesuai untuk berkembangnya bakteri tertentu dalam jumlah
yang melebihi normal. Tingginya kadar gula akan menjadi sumber nutrisi yang baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
Bertambahnya bakteri juga berperan secara tidak langsung dalam memproduksi
mediator inflamasi lebih banyak, seperti prostaglandin atau sitokin yaitu IL-1 dan TNF-α yang
dapat memicu terjadinya kehilangan tulang secara akut. Peran IL-1 dan TNF-α adalah
merangsang produksi enzim yang merusak jaringan gingiva dan menyebabkan kematian
fibroblast dimana fibroblas berguna untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Pada tulang,
bakteri dan produknya merangsang makrofag membentuk IL-1 atau TNF untuk meningkatkan
produksi osteoklas yang meresorpsi tulang dan TNF menyebabkan kematian osteoblas yang
dapat memperbaiki tulang (Ulipe., 2011)
Neutrofil adalah sel pertahanan utama pada periodonsium. Berkurangnya fungsi
neutrofil yang terlihat pada pasien diabetes meningkatkan kerentanan pasien diabetes
terhadap periodontitis. Diabetes mellitus juga dianggap sebagai salah satu faktor resiko
terjadinya penyakit kardiovaskular (Atherosclerotic Cardiovascular Disease).

E. Klasifikasi Periodontitis
1. Klasifikasi periodontitis berdasarkan manifestasi klinisnya
Klasifikasi periodonitas menurut Goldman, Schluger, dan Fox (1956) :
a. Inflamasi
Gingivitis (dengan/tanpa pembesaran gingival akut/kronik)
b. Distropi
 Difus
 Traumatik oklusi
 Malfungsi oklusi
 Restorasi yang salah
 Periodontitis marginal
 Periodontitis.
 Penyakit degeneratif-periodontosis.

5
2. Klasifikasi periodontitis menurut Genco, Goldman, dan Cohen (1990)
a. Klasifikasi AAP I, II, III, IV.
b. Epidemiologik: moderately dan rapidly progressing periodontitis.
c. Klinik berdasarkan terapi: refractory dan recurrent.
d. Klinik berdasarkan etiologi: recurrent acute necrotizing ulcerativeperiodontitis
dan post localized juvenile periodontitis (Prayitno dan Herman, 1996).

3. Klasifikasi periodontitis menurut Ranney (1993)


1. Adult periodontitis
 Non-aggravated
 Systemically aggravated
 Neutropenias
 Leukemias
 Lazy leukocyte syndrome
 AIDS
 Diabetes mellitus
 Crohn's disease
 Addison's disease
2. Necrotizing ulcerative periodontitis
 Systemic determinants unkown
 Related to HIV
 Related to nutrition
3. Periodontal abscess (Carranza dan Newman, 1996).
4. Early-onset periodontitis
 Localized early-onset periodontitis
 Neutrophil abnormality
 Generalized early-onset periodontitis
 Immunodeficient
 Early-onset periodontitis related to systemic disease
 Leukocyte adhesion deficiency
 Hypophosphatasia
 Papillon-Lefevre syndrome
 Neutropenias
 Leukemias
 Chediak-Higashi syndrome
 AIDS
 Diabetes mellitus type I Trisomy 21
 Histiocytosis X
 Ehlers-Danlos syndrome (Type VIII)
 Early-onset periodontitis, systemic determinants unknown

4. Klasifikasi periodontitis menurut konggres AAP (America Academy of Periodontology)


a. Periodontitis Kronis
b. Periodontitis Agresif
c. Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik

6
F. Cara Perawatan Periodontitis
Tujuan utama terapi penyakit periodontitis yang berawal dari plak adalah
menghambat perkembangan penyakit periodontal dengan menekan atau mengeliminasi
mikroorganisme subgingiva dengan cara pembersihan plak dan kalkulus serta endotoksin.
Pembersihan ini dapat secara kimia dan mekanis berupa scalling dan penghalusan akar. Hasil
klinis dari skeling dan penghalusan akar tidak menjamin eliminasi seluruh mikroorganisme.
Mikroorganisme masih ditemukan dalam poket dan dapat berkolonisasi dalam waktu
singkat. Kontrol plak adalah usaha untuk menghilangkan plak bakteri dan mencegah
akumulasinya pada gigi dan permukaan gusi. Penghilangan plak dapat menghilangkan
inflamasi gingiva sedangkan. Kontrol plak dapat dilakukan sehari-hari dan efektif untuk
mencegah terjadinya gingivitis yang akan menjadi periodontitis. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa obat kumur dapat menghambat pertumbuhan dan mengurangi radang
gingiva. Berkumur dengan antiseptik dua kali sehari dapat mencegah pembentukan plak,
radang gingiva, serta dapat menekan flora saliva.
Selain itu, perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
 Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor
etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang
dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi emdodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
 Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti
poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu
hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari
penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase
gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah
tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang
 Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase
ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang
alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak
pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Etiologi penyakit jaringan periodontal meliputi faktor primer, faktor sekunder, dan faktor lokal
2. Periodontitis merupakan penyakit multifaktorial, dimana ada beberapa faktor yang saling
berhubungan
3. Menurut menurut kongres AAP (America Academy of Periodontology) periodontitis terbagi
menjadi periodontitis kronis, periodontitis agresif, periodontitis sebagai manifestasi penyakit
sistemik
4. Perawatan periodontitis secara umum terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama, terapi insisal
dengan cara menghilangkan faktor etiologi periodontitis tanpa melakukan bedah jaringan
periodontal. Fase kedua, fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas
anatomikal. Dan fase ketiga, fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal.

8
DAFTAR PUSTAKA

Herawati, D. (2011). TERAPI KOMBINASI ROOT DEBRIDEMENT DAN ANTIBIOTIK TERHADAP


PERIODONTITIS AGRESIF. 201.

Saputri, D. (2018). Gambaran Radiograf pada Penyakit Periodontal. Journal of Syiah Kuala Dentistry
Society, 17.

Sudirman, P. L. (2016). PERIODONTITIS.

Sunarto, H. (n.d.). 2014. PLAK SEBAGAI PENYEBAB UTAMA PERADANGAN JARNGAN PERIODONTAL.