Laporan Pendahuluan Acs Igd
Laporan Pendahuluan Acs Igd
Laporan Pendahuluan Acs Igd
Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh:
Rafita Ramdan Nurul Fuadah
18/436146/KU/21002
A. Pengertian
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan istilah yang mencakup spektrum kondisi
klinis yang ditandai dengan iskemia miokard secara akut, diakibatkan karena
ketidakseimbangan antara ketersediaan oksigen dengan kebutuhannya. Infark miokard mengacu
pada rusaknya otot-otot jantung secara permanen disebabkan karena penurunan aliran darah di
arteri koroner. Iskemia berlangusng selama 30-45 menit yang dapat menyebabkan kerusakan
seluler yang ireversibel dan kematian otot atau nekrosis jantung sehingga pada bagian
miokardium yang terkena infark atau nekrosis akan berhenti untuk berkontraksi secara
permanen (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016). Biasanya seseorang yang mengalami infark
miokard akan muncul nyeri dada secara mendadak dan terus berlanjut meskipun beristirahat.
Seseorang tersebut juga dapat merasa cemas dan gelisah, kulitnya terutama pada membran
mukosa menjadi pucat dan teraba dingin, denyut nadi dan pernapsan meningkat. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kurangnya suplai darah ke seluruh tubuh (Yasmara, Nursiswati, & Arafat,
2016).Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram(EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi(Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015):
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevationmyocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segmentelevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
B. Etiologi
Penyebab dari infark miokard dipicu oleh hambatan aliran darah ke arteri koroner sehingga
menimbulkan kemarian miokardium. Faktor risiko seseorang yang dapat mengalami infark
miokard adalah usia dan jenis kelamin. Semakin bertambahnya usia, maka kualitas pembuluh
darah akan semakin buruk, sehingga lansia berisiko tinggi mengalami infark miokard.
Sedangkan wanita sebelum masa menopause memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan
laki-laki dikarenakan keberadaaan hormon estrogen menjaga elastisitas pembuluh darah. Selain
itu pola hidup yang tidak sehat menjadi faktor pencetus serangan infark. Merokok dan
konsumsi minuman beralkohol merupakan pemicu aterosklerosis penyebab infark miokard akut
serta pola makan yang tidak sehat juga berkontribusi terhadap risiko infark miokard. Selain itu,
faktor risiko lain yang dapat menyebabkan sindrom koroner akut ialah adanya tekanan darah
tinggi (hipertensi) dikarenakan akan meningkatkan kerja jantung bertambah sehinggan akan
meningkatkan kekuatan untuk memompa, jika sudah terjadinya aterosklerosis maka oksigen
untuk miokard berkurang dan dibutuhkan oksigen lebih banyak karena terjadinya hipertrofi
jaringan dan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Selanjutnya adalah diabetes meilitus
yang menyebabkan proses penebala membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah
korornaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung, dislipidemia yang
dihubungkan dengan hiperlipidemia yang merupakan terjadinya peningkatan kadar kolesterol
pemicu ateroskeloris.(Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016).
C. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluhdarah koroner
yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahankomposisi plak dan penipisan
tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalurkoagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus).Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secaratotal
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluhkoroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yangmenyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan alirandarah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan
iskemiamiokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20
menitmenyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).Infark miokard tidak
selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darahkoroner. Obstruksi subtotal yang disertai
vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan
kontraktilitasmiokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemiahilang),
distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran danfungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak sepertiditerangkan di atas. Mereka mengalami SKA
karena obstruksi dinamis akibatspasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan
oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP).Beberapa faktor
ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telahmempunyai plak aterosklerosis(Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
Proses aterosklerotik dimulai ketika adanya luka pada sel endotel yang bersentuhan
langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar,
sehingga zat-zat di dalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan
plak yang semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai
menebal dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang
menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri.
Semakin lama semakin banyak plak yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu.Pada sebaian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga mengakibatkan oklusi artei koroner. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.Pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis
(kolagen, ADP epinefrin dan serotonin) memicu aktivitas trombosit, selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktivitas
trombosit juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi faktor VII dan X
sehingga menkonversi protombin menjadi trombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan
trombus pada kaskade koagulasi akan menyebabkan oklusi oleh trombus sehingga
menyebabkan aliran darah berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI (Darliana,
2017).
Pemberian Analgesik
Aktivitas:
1. Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik
2. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
3. Cek perintah pengobatan meliputi
obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang diresepkan
2. Risiko Penurunan Curah Jantung Keefektifan Pompa Jantung Perawatan Jantung
Domain 4. Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan asuhan keperawatan keefektifan Aktivitas:
Kelas 4. Respon Kardiovaskular/ pompa jantung pasien meningkat dengan indikator: 1. Evaluasi adanya nyeri dada (
Pulmonal Indikator Target intensitas,lokasi, durasi)
Definisi:Rentan terhadap Tekanan darah sistol* 5 2. Monitor EKG
ketidakadekuatan jantung memompa Tekanan darah diastol* 5 3. Monitor TTV
darah untuk memenuhi kebutuhan Denyut nadi perifer* 5
metabolisme tubuh yan dapat 4. Catat adanya tanda dan gejala
Keseimbangan cairan* 5
menganggu kesehatan. penurunan curah jantung
Pucat^ 5
Faktor Risiko: Sianosis^ 5 5. Monitor status pernafasan yang
a. Perubahan afterload Dyspnea^ 5 menandakan gagal jantung
b. Perubahan frekuensi jantung Keterangan: 6. Monitor abdomen sebagai indikator
c. Perubahan irama jantung * ^ penurunan perfusi
d. Perubahan preload 1 Deviasi berat Berat 7. Monitor balance cairan
2 Deviasi cukup berat Cukup berat 8. Monitor nilai laboratorium
3 Deviasi sedang Sedang 9. Monitor adanya perubahan tekanan
4 Deviasi ringan Ringan
darah
5 Tidak ada deviasi Tidak ada
10. Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
11. Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
12. Monitor toleransi aktivitas pasien
13. Monitor adanya sesak napas,
kelelahan, tekipneu dan ortopneu
14. Anjurkan untuk menurunkan stress
3. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Keseimbangan Elektrolit Manajemen Elektrolit
Domain 2. Nutrisi, Kelas 5. Hidrasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan keseimbangan Aktivitas:
Definisi: Kerentanan mengalami elektrolit pasien meningkat dengan indikator: 1. Mengambil spesimen untuk analisis
Indikator Target 2. Monitor nilai serum elektrolit yang
perubahan kadar elektrolit serum yang
Serum natrium 5 normal
dapat menganggu kesehatan. 3. Catat asupan dan haluran
Serum potassium 5
Faktor Risiko: Serum kalium 5 4. Berikan cariran sesuai resep
a. Gangguan mekanisme pengaturan Serum PH 5 5. Monitor kehilangan cairan
b. Kelebihan volume cairan Kreatinin 5 6. Posisikan pasien untuk bantuan
BUN 5 ventilasi
Keterangan : 7. Pantau tanda-tanda kegagalan nafas
1 : deviasi berat dari kisaran normal
2 : deviasi cukup berat dari kisaran normal
3 : deviasi sedang dari kisaran normal
4 : deviasi ringan dari kisaran normal
5 : tidak ada deviasi
Daftar Pustaka
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam. (I. Nurjannah, &
R. D. Tumanggor, Eds.) Indonesia: Elsevier.
Darliana, D. (2017). Manajemen Pasien ST Elevasi Miokardinal Infark (STEMI). Idea Nursing
Journal, 14-20.
Farissa, I. P. (2012). Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST Elevasi (STEMI) yang
Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Karya Tulis Ilmiah.
ISIC. (2014, October 5). Serangan Jantung Tipe STEMI (ST-Elevation Myocardial Infarction).
Retrieved from The Indonesian Society of Interventonal Cardiology:
http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/serangan_jantung_tipe_
stemi_st-elevation_myocardial_infarction_5
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes Classification
(NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. (I.
Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Eds.) Indonesia: Elsevier.
NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. (T. H. Herdman, S. Kamitsuru, Eds., B. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, &
M. A. Subu, Trans.) Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
Safitri, E. (2013). ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) Anteroseptal Pada Pasien Dengan Faktor
Resiko Kebiasaan Merokok Menahun Dan Tingginya Kadar Kolesterol Dalam Darah.
Medula, 60-68.
Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah
Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC. doi:ISBN 978-
979-044-707-3