Laporan Polarimetri Dan Refraktometri Wawan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

Polarimetri dan Refraktometri

A. Tujuan Praktikum
1. Menentukan nilai sudut putar spesifik larutan sukrosa dan larutan gula putih pada
suhu dan jenis gelombang tertentu.
2. Menentukan kadar sukrosa dan gula putih dalam larutan cuplikan menggunakan
prinsip polarimetri.
3. Menentukan persamaan kalibrasi larutan etanol dari hasil refraktometri, serta
menentukan hubungan nilai indeks bias dengan nilai konsentrasi etanol yang ada.
4. Menentukan kadar etanol dalam larutan cuplikan menggunakan prinsip
refraktometri.

B. Dasar Teori Praktikum


Dasar Teori Polarimetri
Polarisasi adalah proses getaran-getaran suatu gerak gelombang dengan dibatasi
oleh pola tertentu. Seberkas sinar alami dapat diubah menjadi sinar terpolarisasi
dengan cara pemantulan, pembiasan singular atau ganda, serta absorpsi selektif.
Peristiwa difraksi dan interfrensi cahaya membuktikan bahwa pada hakikatnya
cahaya adalah gelombang. Ditinjau dari cara merambatnya dengan arah getaran,
maka gelombang terbagi atas dua macam yaitu gelombang transversal dan
gelombang longitudinal.

Gambar 1. Gelombang Longitudinal dan Transversal

1
Zat optik aktif adalah zat-zat yang dapat memutar bidang polarisasi cahaya,
yaitu zat-zat yang molekul-molekulnya mempunyai pusat asimetris dan kurang
simetris disekitar bidang tunggal. Gejala pemutaran bidang polirasasi disebut
aktivitas optik.

Gambar 2. Skema Proses Polarimeter

2
Polarimeter ialah alat untuk mengukur besarnya pemutaran (rotasi) bidang
polarisasi larutan zat optik aktif. Beberapa senyawa organik seperti alkaloid,
antibiotika, gula dan komponen minyak atsiri mempunyai sifat memutar bidang
polarisasi sinar terpolarisasi yang melewati senyawa yang memutar bidang polarisasi
kearah kanan (searah dengan perputaran jarum jam) dinamakan pemutar kanan,
sedangkan senyawa yang memutar kiri disebut pemutar kiri. Biasanya didepan nama
senyawa tersebut diberi tanda dengan tanda + atau d (dexrorotatory) untuk pemutar
kanan dan L (Levororatory) untuk pemutar kiri. Suatu senyawa yang dapat sekaligus
menjadi pemutar kanan dan kiri dinamakan zat rasemi.
Polarimeter merupakan suatu alat yang tersusun atas polarisator dan analisator.
Polarimeter adalah polaroid yang dapat mempolarisasi cahaya, sedangkan analisator
adalah polaroid yang dapat menganalisa/mempolarisasikan cahaya. Peristiwa
polarisasi merupakan suatu peristiwa penyearahan arah getar suatu gelombang
menjadi sama dengan arah getar polaroid dengan cara menyerap gelombang yang
memiliki arah getar yang berbeda dan meneruskan gelombang deengan arah getar
yang sama dengan polaroid. Polarimeter juga dapat digunakan untuk mengukur
besar sudut putar jenis suatu larutan optik aktif. Poralimeter adalah alat untuk
mengukur besaran putaran bekas cahaya terpolarisasi oleh suatu zat optik aktif. Zat
yang bersifat optis aktif adalah zat yang memiliki struktur transparan dan tidak
simetris sehingga mampu memutar bidang polarisasi radiasi. Contoh dari materi
yang bersifat optis aktif adalah kuarsa atau gula.
Sinar mempunyai arah getar atau arah rambat kesegala arah dengan variasi
warna dan panjang gelombang yang dikenal dengan sinar polikromatis. Untuk
menghasilkan sinar monokromatis, maka digunakan suatu filter atau sumber sinar
tertentu. Sinar monokromatis ini akan melewati suatu prisma yang terdiri dari suatu
kristal yang mempunyai sifat seperti layar yang dapat menghalangi jalannya sinar,
sehingga dihasilkan sinar yang hanya mempunyai satu arah bidang getar yang
disebut sebagai sinar terpolarisasi. Apabila bidang polarisasi tersebut terputar kearah
kiri (levo) dilihat dari pihak pengamat, peristiwa ini kita sebut polarisasi putar kiri.

3
Demikian juga untuk peristiwa sebaliknya (dextro). Jika sudut putar jenis
(specific rotation) diketahui, maka konsentrasi larutan dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
100 α
C=
L × [∝]tD
Keterangan :
gram
C = konsentrasi larutan ( )
100 mL
α = nilai pengukuran (sudut pemutaran bidang polarisasi)
L = panjang tabung polarimeter (dm)
[∝]tD = sudut putar spesifik (specific rotation) pada suhu t dan pada panjang
gelombang sinar lampu D (natrium dengan panjang gelombang 589
nm)
Sudut putar spesifik (specific rotation) ialah besarnya perputaran oleh 1,00 gram
zat dalam 1,00 mL larutan yang berada dalam tabung dengan panjang jalan (cahaya)
1,00 dm pada temperatur dan panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang
lazim digunakan ialah 589,3 nm (garis D natrium). Sudut putar jenis untuk suatu
senyawa (misalnya pada suhu 20oC) dapat dihitung dari sudut putar yang diamati,
dengan menggunakan persamaan :
α
[∝]20
D= L.C

Keterangan :
[∝]20
D
= sudut putar spesifik pada suhu 20oC dengan gelombang sinar D
α = nilai pengukuran (sudut pemutaran bidang polarisasi)
L = panjang tabung (dm)
gram
C = konsentrasi larutan cuplikan ( )
100 mL

4
A. Jenis – Jenis Polarimeter
1. Spektropolarimeter
Spektropolarimeter merupakan satu jenis polarimeter yang dapat digunakan
untuk mengukur aktifitas optik dan besarnya penyerapan. Pada alat ini mula –
mula sinar berada dari lampu akan melalui suatur monokromator dan melewati
suatu polarisator untuk menghasilkan sinar terpolarisir. Polarisator ini
berhubungan langsung dengan modulator yang berguna untuk menghatur
tingkat sinar yang terpolarisasi secara elektris yang dapat diamati pada servo
amplifier. Kemudian sinar melewati sampel dan analisator sebelum mencapai
tabung pengadaan sinar, dan dapat dilakukan dengan pengamatan pada
indikator.
2. Optical Rotatory Dispersion ( ORD )
Alat ini merupakan modifikasi dari spektropolarimeter, prinsipnya sama
dengan spektropolarimeter, tetapi terdapat perbedaan yaitu pada ORD ini sinar
diatur berdasarkan tingkat polarisasinya, yaitu pada frekuensi 12 Hz oleh motor
driven yang menyebabkan polarisator bergerak – gerak dan membentuk sudut 1
atau 2 derajat atau lebih. Selain itu servoamplifiernya hanya dapat merespon
pada frekuensi 12 Hz sehingga servomotor akan mengatur analisator secara
kontinu dan servomotor juga memposisikan penderkorder untuk menghasilkan
suatu grafik.
3. Circular Dichroism Apparatus ( CDA )
CDA ini merupakan modifikasi dari spektrofotometer konfensional yang
digunakan untuk menentukan dua serapan atau absorban. Nilai polarisasi
sekular ini dapat ditentukan dalam 2 langkah, yaitu yang pertama sinar harus
mengalami polarisasi bidang dan kedua yaitu sinar terpolarisasi tersebut diubah
menjadi komponen terpolarisasi sirkular kanan dan sirkular kiri. Untuk
mengubah komponen menjadi terpolarisasi sekular kanan dan kiri, dapat
digunakan tiga tipe alat, yaitu the Fresnel rhomb, modulator pockets elektro-
optik dan modulator tekanan photo-elastic.
4. Saccharimeter
Saccharimeters membedakan antara gula yang memproduksi kidal rotasi
bidang polarisasi (dekstrosa) dan bidang kiri rotasi (levulosa atau fruktosa). Alat
ini hanya dapat digunakan untuk menentukan kadar gula.Saccharimeter adalah
alat untuk mengukur rotasi bidang polarisasi dari cairan.

5
B. Hal-Hal yang Dapat Mempengaruhi Sudut Putar Larutan
1. Jenis Zat
Masing – masing zat memberikan sudut putaran yang berbeda terhadap
bidang getar sinar terpolarisir.
2. Panjang Lajur Larutan dan Panjang Tabung
Jika lajur larutan diperbesar maka putarannya juga makin besar.
3. Suhu
Semakin tinggi suhu maka sudut putarannya makin kecil, hal ini disebabkan
karena zat akan memuai dengan naiknya suhu sehingga zat yang berada dalam
tabung akan berkurang.
4. Konsentrasi Zat
Konsentrasi sebanding dengajn sudut putaran, jika konsentrasi dinaikkan
maka putarannya semakin besar.
5. Jenis Sinar (Panjang Gelombang)
Pada panjang gelombang yang berbeda zat yang sama mempunyai nilai
putaran yang berbeda.
6. Pelarut
Zat yang sama mempunyai nilai putaran yang berbeda dalam pelarut yang
berbeda.

C. Komponen-Komponen Alat Polarimeter


1. Sumber Cahaya monokromatis
Yaitu sinar yang dapat memancarkan sinar monokromatis. Sumber cahaya
yang digunakan biasanya adalah lampu D Natrium dengan panjang gelombang
589,3 nm. Selain itu juga dapat digunakan lampu uap raksa dengan panjang
gelombang 546 nm.
2. Lensa kolimator
Berfungsi mensejajarkan sinar dari lampu natrium atau dari sumber cahaya
sebelum masuk ke polarisator.
3. Polarisator dan Analisator
Polarisator berfungsi untuk menghasilkan sinar terpolarisir. Sedangkan
analisator berfungsi untuk menganalisa sudut yang terpolarisasi. Yang
digunakan sebagai polarisator dan analisator adalah prisma nikol. Prisma

6
setengah nikol merupakan alat untuk menghasilkan bayangan setengah yaitu
bayangan terang gelap dan gelap terang.
4. Skala lingkar.
Merupakan skala yang bentuknya melingkar dan pembacaan skalanya
dilakukan jika telah didapatkan pengamatan tepat baur-baur.
5. Wadah Sampel (Tabung Polarimeter)
Wadah sampel ini berbentuk silinder yang terbuat dari kaca yang tertutup
dikedua ujungnya berukuran besar dan yang lain berukuran kecil, biasanya
mempunyai ukuran panjang 0,5 ; 1 ; 2 dm. Wadah sampel ini harus dibersihkan
secara hati-hati dan tidak bileh ada gelembung udara yang terperangkap
didalamnya.
6. Detektor
Pada polarimeter manual yang digunakan sebagai detektor adalah mata,
sedangkan polarimeter lain dapat digunakan detektor fotoelektrik. Sinar
monokromatis dari lampu natrium akan melewati lensa kolimator sehingga
berkas sinarnya dibuat paralel. Kemudian dipolarisasikan oleh prisma kalsit atau
prisma nikol polarisator. Sinar yang terpolarisasi akan diteruskan keprisma
setengah nikol untuk mendapatkan bayangan setengah dan akan melewati
sampel yang terdapat dalam tabung kaca yang tertutup pada kedua ujungnya
yang panjangnya diketahui. Sampel tersebut akan memutar bidang getar sinar
terpolarisasi ke kanan atau ke kiri dan dianalisa oleh analisator. Besarnya sudut
putaran oleh sampel dapat dilihat pada skala lingkar yang diiamati dengan mata.

7
Dasar Teori Refraktometri
Pada Pemeriksaan atau pengujian suatu zat, indeks bias zat yang bersangkutan
biasanya penting sekali untuk diketahui. Indeks bias dapat diukur dengan alat yang
disebut refraktometer.
Pengukuran indeks bias suatu zat cair adalah penting bagi penilaian sifat dan
kemurnian cairan, konsentrasi larutan-larutan dan perbandingan komponen dalam
campuran dua zat cair atau kadar (persentase) zat yang diekstarksikan dalam
pelarutnya. Dalam keadaan yang lebih kritik, penentuan indeks bias kadang-kadang
belum menentukkan, tetapi dapat sebagai data yang berharga bagi kelengkapan
penelitian.
Ciri khas refraktometer ialah dapat digunakan untuk mengukur secara cepat dan
sederhana, karena hanya memerlukan zat contoh dalam jumlah yang sangat sedikit,
yaitu kira-kira 0,1 mL dan dengan ketelitian yang tinggi.
Apabila sinar cahaya monokromatik berpindah dari medium optik yang kurang
rapat ke medium optik yang lebih rapat, maka akan terjadi pembiasan ke arah
normal. Sudut yang terbentuk antara sinar datang dengan garis tegak lurus pada
permukaan media disebut sudut datang (i), sedangkan sudut yang terbentuk antara
sinar bias dengan garis tegak lurus tersebut disebut dengan sudut bias (r).

Bila sudut datang pada garis batas kedua permukaan (900), maka sinar yang
dibiaskan merupakan sinar kritik. Perbandingan antara sudut sinar datang I dengan
sinar bias r, adalah sama dengan indeks bias (n).
sin i
=n
sin r
Jika media-I lebih rapat dibandingkan dengan media-II, maka sudut r akan lebih
besar dari sudut i, akibatnya indeks bias (n) akan lebih kecil dari 1. Demikian

8
sebaliknya, jika media II lebih rapat dibandingkan dengan media I, maka sudut r
akan lebih kecil dari sudut I dan akibatnya nilai n lebih besar dari 1.
Secara teoritis, indeks bias ditentukan dengan media I dalam keadaan vakum
(hampa). Tetapi jika media I digunakan udara, hasilnya hanya berbeda 0,03%. Oleh
karena itu untuk mudahnya digunakan media I adalah udara. Harga indeks bias
untuk tiap senyawa dipengaruhi oleh: tekanan dan temperatur 200C dan sinar yang
digunakan adalah sinar kuning dari Na dengan panjang gelombang 598 nm.
Untuk pembiasan spesifikasi (rD) tidak bergantung pada tekanan dan temperatur.
n2 - 1 1
rD= 2
×
n +2 ρ
Dimana rD: pembiasan spesifik; n: indeks bias; ρ: berat jenis
Pembiasan molar suatu senyawa sama dengan pembiasan spesifik dikalikan
dengan berat molekul senyawa tersebut. Pembiasan molar ini tidak berbeda jauh dari
hasil penjumlahan atom dari gugus-gugus yang membentuk senyawa tersebut. Di
bawah ini tabel pembiasan atom dari gugus-gugus yang sering digunakan dalam
senyawa organik.
Group MrD Group MrD
H 1,100 Br 8,865
C 2,418 I 13,900
N (primary aliphatic
Double bond (C=C) 1,733 2,322
amine)
Triple bond (C=C) 2,398 N (sec alophatic amine) 2,499
O (carbonyl) (C=O) 2,211 N (tert aliphatic amine) 2,840
N (primary aromatic
O (hydroxyl) (O-H) 1,525 3,210
amine)
O (ether, esther) (C-O-
1,643 N (sec aromatic amine) 3,590
C)
S (thiocarbonyl) (C=S) 7,970 N (tert aromatic amine) 4,360
S (mercapto) (S-H) 7,690 N (amide) 2,650
F 1,000 -NO2 group (aromatic) 7,300
Cl 5,967 -C=N group 5,459

9
Karena itu pembiasan spesifik merupakan besaran yang dapat menentukan
kemurnian dari suatu zat. Pada senyawa-senyawa yang homolog, pembiasan spesifik
pada umumnya akan semakin besar dengan bertambahnya rantai atom karbon. Harga
indeks bias senyawa organik berkisar 1,2 sampai 1,8.
Karena harga indeks bias bergantung pada panjang gelombang cahaya dan
temperatur, maka indeks bias biasanya dinyatakan: ntD
Dengan n adalah indeks bias, t adalah temperatur pada saat menentukan indeks
bias dan D adalah sinar atau panjang gelombang yang digunakan sebagai sumber
cahaya. Untuk setiap perubahan 10C, harga indeks bias berubah sebesar 4 x 10-4. Jika
temperatur naik maka harga indeks bias akan berkurang. Demikian sebaliknya, jika
temperatur turun maka harga indeks bias akan bertambah. Bentuk bagian gelap-
terang pada refraktometer. Ketelitian refraktometer perlu dikontrol secara teratur.
Cara pengontrolannya dengan mengukur indeks bias air. Harga indeks bias air
destilasi pada beberapa temperatur ialah:
Suhu
Indeks bias (nD)
(dalam 0C)
10 1,3337
20 1,3330
25 1,3325
30 1,3320

Untuk temperatur yang terletak di antara harga-harga tersebut dalam tabel,


indeks bias air dapat dihitung dengan cara interpolasi linier. Jika terdapat
penyimpangan, maka refraktometer harus diputar sehingga teropongnya menjadi
(kira-kira) horizontal. Sistem prisma dibuka, setelah itu permukaan gelas/kaca tera
dan permukaan prisma kerja dibersihkan dengan teliti.

10
C. Alat dan Bahan Praktikum
Alat dan Bahan Polarimetri
Nomor Alat Bahan
1. Refraktometer Aquadest
2. Gelas kimia Larutan etanol 96%
Aseton 100%
3. Labu takar 25 ml (11 buah) (untuk menguapkan etanol pada
refraktometer)
4. Pipet tetes
5. Pipet ukur 5 ml
6. Pipet ukur 10 ml
7. Batang pengaduk
8. Bola hisap (2 buah)

Alat dan Bahan Refraktometri


Nomor Alat Bahan
1. Alat polarimeter dengan tabungnya Sukrosa
2. Labu takar 25 ml 5 buah Aquades
3. Pipet tetes 1 buah Larutan sampel
4. Pipet volume 10 ml 1 buah
5. Gelas kimia 250 ml 3buah
6. Botol semprot
7. Batang pengaduk
8. Neraca analitik
9. Corong gelas

D. Keselamatan Kerja saat Melaksanakan Praktikum


1. Menggunakan perlengkapan APD (Alat Pelindung Diri)
2. Membaca petunjuk mengenai cara pemakaian polarimeter yang baik dan benar
sebelum praktikum.
3. Membaca petunjuk mengenai cara pemakaian refraktometer digital yang baik dan
benar sebelum praktikum.

11
E. Langkah Kerja Praktikum
Langkah Kerja Polarimetri
a) Membuat Larutan Standard
b) Menyiapkan 26 gram sukrosa Menyiapkan aquades sebanyak
dan 13 gr glukosa 700 mL

Mencampurkan masing-masing gula tersebut ke dalam dua labu takar 100 ml yang
berbeda hingga tanda batas

Terbentuk larutan sukrosa 26% dan larutan glukosa 13%

b) Mengkalibrasi Polarimeter

Menghidupkan polarimeter dengan menekan tombol POWER.

Tampilan pada alat akan menunjukkan angka '000' dan skala 'Z' akan menunjukkan
'0.0'. kemudian membiarkan alat beberapa saat sampai lampu 'LED' menyala stabil

Mengisi tabung polarimeter dengan aquades.

Memasang tabung pada alat polarimeter.

Memastikan lampu “zero set” sudah menyala.

Mengamati daerah tampilan cahaya melalui teropong/lensa.

12
Tombol R+ ditekan untuk menyamakan
Jika sisi kanan terang
terangnya

Tombol L- ditekan untuk menyamakan


Jika sisi kiri terang
terangnya

Jika kedua sisi sudah terang tombol ‘zero set’ ditekan

c) Mengukur Konsentrasi Sampel

Menuangkan larutan standard ke dalam tabung polarimeter dan diletakkan ke dalam


alat. Jika sisi kanan yang terang, maka tekan tombol rotasi kanan sampai tampilan sisi
kiri dan kanan sama terang. Jika sisi kiri yang terang, maka tekan tombol rotasi kiri
sampai tampilan sisi kanan dan kiri sama terangnya.

Mencatat nilai sudut putar yang tertera pada alat, kemudian melakukan pengerjaan yang
sama untuk larutan sukrosa dengan konsentrasi berikutnya.

Membuat kurva standar atau kalibrasi antara nilai sudut putar larutan standard terhadap
konsentrasi atau kadar dari data yang diperoleh dari percobaan.

Mengukur sudut putar larutan sampel, kemudian menentukan konsentrasi larutan sampel

13
Langkah Kerja Refraktometri

Menyiapkan larutan standar alkohol dengan konsentrasi 96%.

Mengencerkan larutan alkohol 96% dengan aquades menjadi 10%, 20%, 30%, 40%,
50%, 60%, 70%, 80%, dan 90%.

Menyiapkan dan menyalakan refraktometer.

Meneteskan alkohol dari konsentrasi 10% ke dalam refraktometer, kemudian menekan


tombol read untuk menentukan nilai indeks biasnya.

Membersihkan tempat larutan pada refraktometer dengan tisu dan aseton 100% untuk
membersihkan dan menguaapkan alkohol yang masih tersisa.

Mengulangi percobaan ke-4 dan ke-5 dengan konsentrasi yang berbeda (20% - 96%).

Mengukur indeks bias sampel dan menentukan konsentrasinya, serta mencata suhu
yang tertera pada refraktometer.

14
F. Tabel & Data Pengamatan Hasil Praktikum
Tabel & Data Pengamatan Polarimetri
Tabel 1
Data Pengamatan Kadar Sukrosa dan Glukosa

Massa Zat yang Volume Aquades Kadar Zat


Nomor Nama Larutan
Dilarutkan yang Dilarutkan dalam Larutan

1 Larutan Sukrosa 26 gram 100 mL 26 %


Larutan Gula
2 13 gram 100 mL 13 %
Putih

Tabel 2
Data Pengamatan Nilai Sudut Putar Optik pada Larutan Sukrosa dan Glukosa
Nilai Sudut Putar Optik pada
Nomor Nama Larutan Percobaan Ke- Rata – Rata
1 2 3
1 Larutan Sukrosa 51,3 44,6 44,2 46,70
2 Larutan Gula 19,3 16,2 24,6
20,03
Putih
Catatan : Suhu pada polarimeter saat melakukan pengukuran bernilai 25,5°C
dan panjang tabung polarimeter sebesar 10 cm (1 dm).

Tabel 3
Data Pengamatan Nilai Sudut Putar Optik pada Larutan Cuplikan
Nomor Nama Larutan Sampel Nilai Sudut Putar Optik
1 Larutan Cuplikan 1 3,0
2 Larutan Cuplikan 2 2,0
3 Larutan Cuplikan 3 2,5
4 Larutan Cuplikan 4 1,7
Catatan : Suhu pada polarimeter saat melakukan pengukuran bernilai 25,5°C
dan panjang tabung polarimeter sebesar 10 cm (1 dm).

15
Tabel & Data Pengamatan Refraktometri
Tabel 4
Pengamatan Indeks Bias terhadap Larutan Standar Etanol
Nomor Larutan Konsentrasi Etanol
Indeks Bias Larutan
Standar (dalam 9,6 mL Larutan)
1 10 % 1,3378
2 20 % 1,3431
3 30 % 1,3503
4 40 % 1,3549
5 50 % 1,3584
6 60 % 1,3612
7 70 % 1,3637
8 80 % 1,3668
9 90 % 1,3699
10 96 % 1,3732
Catatan : Suhu yang tercantum pada refraktometer saat pengukuran indeks bias
larutan sebesar 26°C.

Tabel 5
Pengamatan Indeks Bias terhadap Larutan Cuplikan Etanol
Nomor Nama Larutan Cuplikan Indeks Bias Larutan
1 Larutan Cuplikan 1 1,3619
2 Larutan Cuplikan 2 1,3444
3 Larutan Cuplikan 3 1,3538
4 Larutan Cuplikan 4 1,3603
5 Larutan Cuplikan 5 1,3536
Catatan : Suhu yang tercantum pada refraktometer saat pengukuran indeks bias
larutan sebesar 26°C.

16
G. Perhitungan Data Praktikum
Perhitungan Polarimetri
1. Penentuan Nilai Sudut Putar Spesifik
a) Nilai Sudut Putar Spesifik Larutan Sukrosa
∝ 46,70
[∝]25,5
D = =
L × C 1 dm ×26% gram
mL
mL
[∝]25,5
D = 179,615 ≅ 179,62
dm.gram
b) Nilai Sudut Putar Spesifik Larutan Glukosa
∝ 20,03
[∝]25,5
D = =
L × C 1 dm × 13% gram
mL
mL
[∝]25,5
D = 154,076 ≅ 154,08
dm.gram

2. Penentuan Konsentrasi Masing – Masing Larutan Cuplikan


Larutan Cuplikan 1 Larutan Cuplikan 2
Kadar Sukrosa Kadar Sukrosa
∝ ∝
CS = 25,5 CS = 25,5
L × [∝]D L × [∝]D

3,0 gram 2,0 gram


CS = 179,62 = 1,67 % CS = 179,62 = 1,11 %
mL mL

Kadar Glukosa Kadar Glukosa


∝ ∝
CG = 25,5 CG = 25,5
L × [∝]D L × [∝]D

3,0 gram 2,0 gram


CG = 154,08 = 1,95 % CG = 154,08 = 1,29 %
mL mL

Larutan Cuplikan 3 Larutan Cuplikan 4


Kadar Sukrosa Kadar Sukrosa
∝ ∝
CS = CS =
L× [∝]25,5
D L × [∝]D
25,5

2,5 gram 1,7 gram


CS = 179,62 = 1,39 % CS = 179,62 = 0,95 %
mL mL

Kadar Glukosa Kadar Glukosa


∝ ∝
CG = CG =
L× [∝]25,5
D L × [∝]D
25,5

2,5 gram 1,7 gram


CG = 154,08 = 1,62 % CG = 154,08 = 1,10 %
mL mL

17
Perhitungan Refraktometri
1. Penentuan Volume Etanol dalam Pengenceran Larutan
Diketahui : Konsentrasi larutan etanol awal (C1) = 96 %
Konsentrasi larutan etanol setelah pengenceran = C2
Volume larutan setelah pengenceran (V2) = 9,6 mL
Ditanya : Berapakah volume larutan etanol yang dibutuhkan (V1) ?
Jawab :
Larutan Standar 10 % ( C2 = 10 % ) Larutan Standar 20 % ( C2 = 20 % )
C2 × V2 10 % × 9,6 C2 × V2 20 % × 9,6
V1 = = V1 = =
C1 96 % C1 96 %
V1 = 1 mL V1 = 2 mL
Larutan Standar 30 % ( C2 = 30 % ) Larutan Standar 40 % ( C2 = 40 % )
C2 × V2 30 % × 9,6 C2 × V2 40 % × 9,6
V1 = = V1 = =
C1 96 % C1 96 %
V1 = 3 mL V1 = 4 mL
Larutan Standar 50 % ( C2 = 50 % ) Larutan Standar 60 % ( C2 = 60 % )
C2 × V2 50 % × 9,6 C2 × V2 60 % × 9,6
V1 = = V1 = =
C1 96 % C1 96 %
V1 = 5 mL V1 = 6 mL
Larutan Standar 70 % ( C2 = 70 % ) Larutan Standar 80 % ( C2 = 80 % )
C2 × V2 70 % × 9,6 C2 × V2 80 % × 9,6
V1 = = V1 = =
C1 96 % C1 96 %
V1 = 7 mL V1 = 8 mL
Larutan Standar 90 % ( C2 = 90 % )
C2 × V2 90 % × 9,6
V1 = =
C1 96 %
V1 = 9 mL

18
2. Grafik dan Persamaan Kalibrasi

Grafik Indeks Bias terhadap Konsentrasi


Larutan Etanol
1.38

1.375
Indeks Bias Larutan Etanol

1.37
y = 0,03839x + 1,3369
1.365 R² = 0,973
1.36

1.355

1.35

1.345

1.34

1.335
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
Konsentrasi Larutan Etanol

Dari grafik didapat nilai R2 sebesar 0,973, yang berarti data kalibrasi dapat
digunakan. Persamaan kalibrasi yang didapat ialah y = 0,03839x + 1,3369

19
3. Perhitungan Konsentrasi Etanol dalam Larutan Cuplikan
Diketahui : Persamaan kalibrasi y = 0,03839x + 1,3369
Indeks bias larutan cuplikan (n) =y
Ditanya : Konsentrasi etanol dalam larutan cuplikan (x) ?
Jawab :
Larutan Cuplikan 1 Larutan Cuplikan 2
y = 0,03839x + 1,3369 y = 0,03839x + 1,3369
n = y = 1,3619 n = y = 1,3444
1,3619 = 0,03839x + 1,3369 1,3444 = 0,03839x + 1,3369
0,03839x = 0,025 0,03839x = 0,0075
x = 0,6512 = 65,12% x = 0,1954 = 19,54%
Larutan Cuplikan 3 Larutan Cuplikan 4
y = 0,03839x + 1,3369 y = 0,03839x + 1,3369
n = y = 1,3619 n = y = 1,3603
1,3538 = 0,03839x + 1,3369 1,3603 = 0,03839x + 1,3369
0,03839x = 0,0169 0,03839x = 0,0234
x = 0,4402 = 44,02% x = 0,6095 = 60,95%
Larutan Cuplikan 5
y = 0,03839x + 1,3369
n = y = 1,3536
1,3536 = 0,03839x + 1,3369
0,03839x = 0,0167
x = 0,4350 = 43,50%

20
H. Pembahasan dan Kesimpulan Hasil Praktikum
Radian Zulmar Dwi Kuncahyo (15141103)

Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan 2 percobaan untuk mengetahui kadar dari
suatu larutan cuplikan. Percobaan yang dilakukan pertama kali ialah refraktometri
yakni mengukur kadar suatu larutan dari indeks biasnya. Dengan menggunakan alat
refraktometer digital, penguji mengukur indeks bias larutan etanol dengan 10 variasi
kadar larutan dengan beda kadar tiap larutan 10% dan dimulai dari kadar 10%
hingga kadar 96%. Metode penentuan kadaretanol ini ialah dengan menentukan
kadar dari kurva kalibrasi larutan standarnya dulu. Pada saat penetesan larutan
etanol, harus dipastikan saat membuka penutup pada alat refraktometer digital harus
dalam kondisi kering bersih. Lalu penetesan harus dilakukan tepat menutupi seluruh
kaca pada sensor refraktometer, hal ini agar pengukuran yang didapat akan lebih
sempurna. Lalu setelah diteteskan, sensor dibersihkan dengan mengusap sensor
dengan tisu yang sudah dibasahi larutan aseton karena aseton lebih mudah menguap
sehingga cairan yang masih menempel pada sensor akan cepat menguap sehingga
dapat mempersingkat waktu.Pada suhu 26 OC yang ditunjukkan oleh refraktometer,
kurva kalibrasi untuk larutan etanol ialah.

Kurva Indeks Bias terhadap Kadar Larutan Etanol


1.38

1.375 y = 0,03839x + 1,337


R² = 0,972
1.37

1.365
Indeks Bias (nD)

1.36

1.355

1.35

1.345

1.34

1.335
0 20 40 60 80 100 120
Kadar Etanol (%)

Jika dilihat dari grafiknya, terlihat bahwa semakin tinggi kadar dari etanolnya,
semakin besar nilai indeks biasnya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kadar, maka
jumlah mol yang ada akan semakin banyak sehingga cahaya yang datang akan
21
semakin dibiaskan oleh larutan. Setelah dibuat kurva kalibrasinya, kadar larutan
sampel dapat ditemukan dari regresi linier kurva kalibrasi. Saat percobaan, penguji
menggunakan 5 larutan sampel sebagai berikut.
Larutan Indeks Bias (ND)
Sampel I 1,3619
Sampel II 1,3444
Sampel III 1,3538
Sampel IV 1,3603
Sampel V 1,3536

Lalu, nilai indeks bias ini akan dimasukkan pada regresi linier untuk
menentukan kadar larutan etanol sampelnya. Setelah dilakukan regresi linier pada
kalkulator, didapatkan kadar sebagai berikut.

Larutan Kadar (%)


Sampel I 64,97
Sampel II 19,27
Sampel III 43,82
Sampel IV 60,77
Sampel V 43,30

Pada percobaan kedua, dilakukan penentuan kadar bahan sukrosa dan gula
dari suatu sampel. Metode penentuan kadar ini adalah dengan menggunakan rumus
dari sudut putar spesifiknya. Sebelum kadar suatu sampel ditentukan, penguji
mencari sudut putar dari bahan yang sudah diketahui kadarnya agar kadar dari
sampel dapat ditentukan. Digunakan satu larutan standar dari tiap bahan yang
digunakan. Untuk larutan sukrosa kadarnya ialah 26% dan untuk larutan glukosa
digunakan bahan gula putih sebagai zat terlarutnya dengan kadar larutan akhir ialah
13%.
Bahan yang akan digunakan sebagai zat terukur pada polarimetri ialah bahan
optik aktif. Maka bahan yang digunakan pada percobaan ialah sukrosa dan glukosa,
karena kedua larutan ini memiliki rangkaian atom C yang tidak simetris sehingga
bersifat optik aktif dan memungkinkan untuk diukur nilai sudut putarnya. Dan alat

22
yang digunakan saat percobaan ialah polarimeter digital dengan pengukurannya
dengan melihat pada optik alat bagian mana yang lebih terang dan menyamakan
kedua bagian hingga sama terangnya dengan mengatur nilai sudut putarnya. Setelah
kedua bagian sama terangnya, didapatkan nilai sudut putar dari suatu larutan
tersebut.
Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan pengukuran larutan blanko terlebih
dahulu. Bahan larutan blanko yang digunakan ialah aquades. Hal ini dikarenakan
untuk melarutkan gula dan mengencerkan sukrosa, bahan yang digunakan adalah
aquades dan juga karena aquades tidak dapat memutar bidang polarisasi.
Pengukuran blanko bertujuan untuk menstandarkan alat sehingga mengurangi
kesalahan pembacaan pada pengukuran. Pada setiap pengukuran, tabung polarimeter
dipastikan tidak boleh ada gelembung. Hal ini dikarenakan gelembung udara dapat
membentuk cekungan pada larutan sehingga dapat memengaruhi intensitas cahaya
yang terpolarisasi, akibatnya nilai sudut putar akan tidak sesuai. Oleh karenanya
pada tabung polarimeter ada bagian yang berbentuk cembung bulat, hal in
dimaksudkan untuk menangkap gelembung pada saat pengisian larutan ke dalam
tabung polarimeter. Setelah dilakukan pengukuran blanko, selanjutnya dilakukan
pengukuran untuk kedua larutan standar. Pengukuran pada kedua larutan standar ini
dilakukan masing-masing tiga kali pengukuran. Nilai sudut putar kedua larutan
tersebut ialah sebagai berikut.
Nilai Sudut Putar Optik
Nama Larutan
1 2 3
Larutan Sukrosa 51,3 44,6 44,2
Larutan Glukosa 19,3 16,2 24,6
Setelah itu, dilakukan pengukuran untuk larutan sampel. Pada percobaan kali
ini, digunakan 2 larutan sampel untuk masing-masing jenis bahan. Nilai sudut putar
optik untuk keempat sampel ini ialah sebagai berikut
Nilai Sudut Putar
Nama Larutan
Optik
Sampel Sukrosa I 3,0
Sampel Sukrosa II 2,0
Sampel Glukosa I 2,5
Sampel Glukosa II 1,7

23
Setelah itu, dilakukan perhitungan untuk menentukan kadar dari setiap larutan
sampel. Perhitungan dilakukan berdasarkan data pada larutan standar glukosa dan
sukrosa. Ditentukan kadar untuk tiap sampel sebagai berikut.
Nama Larutan Kadar (%)
Sampel Sukrosa I 1,95
Sampel Sukrosa II 1,29
Sampel Glukosa I 1,62
Sampel Glukosa II 1,10

24
Kesimpulan
1. Prinsip Kerja Refraktometri ialah dengan menembakkan cahaya pada larutan
yang berada pada sensor, dan dilakukan pengukuran indeks biasnya dari
pembiasan yang terjadi.
2. Pada grafik, garis linier bersinggungan dengan salah satu titik pada grafik kurva
kalibrasi larutan standar, yakni di titik dengan kadar 70% etanol. Harga indeks
bias untuk larutan etanol 70% tersebut ialah 1,3637 nD.
3. Dari kelima sampel yang digunakan pada percobaan refraktometri. Harga indeks
bias yang tertinggi ada pada sampel pertama dengan harganya ialah 1,3619 nD.
Nilai kadar etanol yang ada pada sampel pertama tersebut ialah 64,97%
4. Metode penentuan kadar dengan alat instrumentasi polarimeter ialah dengan
mencari nilai sudut putar optik dari larutan standar terlebih dahulu dan lalu
menyocokkannya dengan larutan sampel agar kadar sampel dapat ditentukan.
5. Sudut putar optik pada larutan standar sukrosa ialah 46,7 (diambil rata-ratanya
dari ketiga percobaan) dan untuk larutan standar glukosa ialah 20,033.
6. Dengan diukurnya nilai sudut putar optik pada empat larutan sampel, nilai kadar
pada masing-masing larutan dapat ditentukan. Untuk larutan sampel Sukrosa I
kadarnya sebesar 1,95%, sampel sukrosa II kadarnya sebesar 1,29%, sampel
Glukosa I kadarnya sebesar 1,62%, dan larutan sampel Glukosa II kadarnya
sebesar 1,10%
7. Baik alat refraktometer ataupun polarimeter dapat digunakan untuk menentukan
kadar pada suatu larutan sampel/cuplikan.

25
Rani Dewi Eryani (151411054)

Pembahasan
a) Refraktometer
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan etanol dari
harga indeks biasnya, dengan cara melakukan penentuan harga indeks bias larutan
standar lalu menentukan konsentrasi larutan cuplikan dari harga indeks biasnya
menggunakan alat refraktometer. Untuk menentukan harga indeks bias terhadap
konsentrasi digunakan berbagai macam konsentrasi larutan standar etanol (10; 20;
30; 40; 50; 60; 70; 80; 90; 98%) sehingga dapat dibuat kurva kalibrasi untuk
menentukan konsentrasi cuplikan, langakah ini menghasilkan data bahwa nilai
konsentrasi berbanding lurus dengan harga indeks bias, hal ini terjadi karena
semakin tinggi konsentrasi larutan maka akan semakin banyak pula zat ataupun
partikel yang terlarut, banyak partikel yang terlarut mempengaruhi kecepatan pada
medium, kecepatan medium akan melambat sehingga meningkatkan harga indeks
biasnya. Praktikum dilakukan pada suhu berkisar 25,9°C hingga 26°C, akibat dari
suhu yang tidak terlalu drastis perubahannya data harga indeks bias larutan standar
yang didapat stabil.
Kesalahan yang terjadi dalam praktikum ini, kemungkinan adanya sisa etanol
dari konsentrasi yang berbeda yang masih menempel pada prisma, intesitas cahaya
dari sumber cahaya yang tidak stabil, adanya impurities dalam larutan, dan suhu
yang tidak absolut.

b) Polarimeter
Pratikum ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan cuplikan glukosa
dari sudut putarnya dengan cara menentukan sudut putar larutan standar glukosa dan
sukrosa melalui kurva kalibrasi. Namun pada pratikum larutan standar yang terakhir
hanya satu konsentrasi sehingga tidak dapat diperoleh kurva kalibrasi, untuk
menentukan kurva dibutuhkan berbagai konsentrasi dengan tujuan untuk
menentukan pengaruh konsentrasi terhadap sudut putar. Berdasakan dasar teori
pengukuran sudut putar pada polarimeter memiliki prinsip kerja polarizer akan
meneruskan berkas sinar yang masuk dalam berbagai bentuk sinar terpolarisasi,
kemudian diteruskan ke analizer, daya putar optis zat yang diukur akan
menimbulkan terjadinya putaran bidang getar sinar terpolarisir. Pengukuran

26
dilakukan dengan cara menyamakan warna gelap terang menjadi terang sepenuhnya
pada zat yang diukur (metode setengah bayangan). Setiap pengukuran dilakukan
pengkalibrasian terlebih dahulu menggunakan aquades, bertujuan untuk
menormalkan alat dan aquades tidak dapat memutar bidang polarisasi.
Berdasarkan dasar teori, seharusnya semakin tinggi konsentrasi larutan maka
akan semakin besar pula sudut putarnya. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi yang
tinggi melebihi banyak zat atau terlarut yang terlarut dalam larutannya yang
berpengaruh terhadap banyak intensitas cahaya yang masuk dalam polarimeter yang
akan menentukan nilai sudut putar.
Kesalahan yang terjadi dalam praktikum ini, kemungkinan adanya sisa glukosa
atau sukrosa dari konsentrasi yang berbeda yang masih menempel pada kuvet,
adanya impurities dalam larutan, dan suhu yang tidak absolute.

27
Kesimpulan

1. Konsentrasi cuplikan yang didapat setelah menginterpolasikan indeks bias


pada kurva kalibrasi:
Nama Indeks bias (n) Konsentrasi
No.
Cuplikan T = 25,5oC (%)
1. Cuplikan 1 1,3619 65,12%
2. Cuplikan 2 1,3444 19,54%
3. Cuplikan 3 1,3538 44,02%
4. Cuplikan 4 1,3603 60,95%
5. Cuplikan 5 1,3536 43,50%

2. Semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar indeks bias, karena
medium pada larutan konsentrasi lebih tinggi lebih rapat.
3. Semakin besar nilai sudut putar, maka semakin besar konsentrasinya, dan
terbukti bahwa konsentrasi berbanding lurus dengan nilai sudut putar.

28
Reza Fitrayana (151411055)

Pembahasan
a) Refraktometer
Pada percobaan ini dilakukan penentuan konsentrasi alkohol dalam suatu
larutan cuplikan. Sebelum dilakukan penentuan konsentrasi tersebut dibuat terlebih
dahulu larutan standar 10% - 96% alkohol dengan range 10% konsentrasi.Kemudian
masing-masing larutan standar tersebut ditentukan indeks biasnya untuk menentukan
persamaan kurva linear untuk menentukan konsentrasi pada beberapa larutan
sampel.
Pada penentuan konsentrasi larutan standar didapatkan data pada Tabel 3. Pada
tabel tersebut menunjukan kecenderungan bahwa hampir semakin tinggi konsentrasi
suatu larutan atau semakin tinggi konsentrasi alkohol maka semakin tinggi pula
indeks biasnya, artinya besarnya indeks bias juga dipengaruhi oleh kerapatan
medium (larutan) yang diukur. Dimana larutan dianggap medium 1 dan udara adalah
medium 2 dan diketahui bahwa kerapatan alkohol (etanol) pada keadaan standar
0,79 gr/cm3 sedangkan air 1 gr/cm3. Jadi semakin besar konsentrasi alkohol dalam
larutan maka semakin kecil kerapatannya artinya perbedaan kerapatan antara
medium 1 dan medium 2 menjadi lebih kecil. Berdasarkan teori, jadi semakin jauh
perbedaan antara sudut cahaya yang datang terhadap garis normal dengan sudut
yang dibiaskan terhadap garis normal maka akan menyebabkan indeks bias larutan
tersebut menjadi lebih besar.
Setelah diketahui indeks bias dari masing-masing larutan standar selanjutnya
dibuat kurva linear untuk menentukan konsentrasi larutan cuplikan dan berikut
adalah konsentrasi cuplikan yang diukur. (pada saat pengukuran suhunnya 26℃)
 Cuplikan 1 = 65, 12%
 Cuplikan 2 = 19,54%
 Cuplikan 3 = 44,02%
 Cuplikan 4 = 60,95%
 Cuplikan 5 = 43,50%.

29
b) Polarimeter
Pada percobaan kali ini dilakukan penentuan kadar sukrosa dalam larutan gula.
Dibuat larutan standar sukrosa dengan konsentrasi 26% dan gula putih (glukosa)
13% untuk menentukan sudut putar spesifiknya, kemudian dapat ditentukan nilai
konsentrasi dari larutan cuplikannya.
Penentuan pertama adalah penentuan sudut putar larutan standar, ini dilakukan
untuk mengetahui sudut spesifik putarnya, kemudian didapatkan nilai sudut sukrosa
26% sebesar 46,70o dan gula putih (glukosa) 13 % sebesar 20,03o. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasinya maka akan semakin besar
pula nilai sudut putarnya karena konsentrasi berbanding lurus dengan nilai sudut
putar, namun berbanding terbalik dengan nilai sudut putar spesifiknya. Dari nilai
sudut putar tersebut didapatkan nilai sudut putar spesifiknya yaitu sukrosa 26%
sebesar 179,62o dan gula putih (glukosa) 13 % sebesar 154,08o. Dan dari nilai sudut
spesifik tersebut didapatkan nilai konsentrasi dari masing-masing cuplikan dari 1
sampai 4.

30
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkasn sebagai berikut.
1. Nilai sudut spesifik dari larutan standar adalah sebagai berikut.
 Sukrosa 26% = 179,62o
 Glukosa 13% = 154,08o
2. Nilai konsentrasi cuplikan berdasarkan prinsip polarimetri adalah sebagai berikut.

gram gram
Cuplikan Sukrosa (% ) Glukosa (% )
mL mL

Cuplikan 1 1,67 1,95

Cuplikan 2 1,11 1,29

Cuplikan 3 1,39 1,62

Cuplikan 4 0,95 1,10

2. Hubungan konsentrasi dengan nilai indeks bias adalah berbanding lurus, karena
semakin tinggi konsentrasi, maka nilai indeks biasnya juga besar. Persamaan
garis lurusnya adalah y = 0,03839x + 1,3369 (y = indeks bias, x = konsentrasi).
Sedangkannilai kemiringannya adalah 0,973.
3. Konsentrasi etanol dalam larutan cuplikan berdasarkan prinsip refraktometri
adalah sebagai berikut.

Cuplikan Konsentrasi (%)

Cuplikan 1 65,12%

Cuplikan 2 19,54%

Cuplikan 3 44,02%

Cuplikan 4 60,95%

Cuplikan 5 43,50%

31
Ridhwan Rais (151411056)

Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan nilai konsentrasi suatu cuplikan
dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu polarimeter dan refraktometer.
Hal pertama yang dapat dibahas ialah mengenai kecocokan alat yang digunakan
sesuai jenis larutan yang digunakan untuk mengetahui nilai konsentrasinya. Sesuai
percobaan, larutan gula (baik sukrosa dan glukosa) dapat dicari nilai konsentrasinya
menggunakan polarimeter, sedangkan larutan etanol dapat dicari nilai
konsentrasinya menggunakan refraktometer. Hal tersebut dikarenakan larutan gula
memiliki sifat optis aktif, yang berarti gula memiliki struktur transparan dan tidak
simetris sehingga mampu memutar bidang polarisasi radiasi, sedangkan etanol
bukan merupakan zat yang memiliki sifat optis aktif, sehingga tidak dapat ditentukan
konsentrasi cuplikannya dengan menggunakan polarimeter. Maka dari itu, larutan
etanol beserta cuplikannya dapat diketahui nilai konsentrasinya dengan
menggunakan alat yang bernama refraktometer. Larutan gula disarankan tidak
diukur konsentrasinya menggunakan refraktometer karena dapat mengotori lensa
pembaca indeks bias hingga merusaknya.
Hal kedua ialah mengenai nilai sudut putar spesifik larutan sukrosa dan larutan
gula putih (glukosa). Pada literatur umum, nilai sudut putar spesifik yang ada hanya
pada suhu 20°C, sehingga untuk memastikan kebenaran nilai sudut putar spesifik
dari larutan glukosa dan larutan gula putih harus dihitung manual serta peninjauan
kembali mengenai hal – hal yang mempengaruhi nilai sudut putar spesifik. Selama
percobaan, suhu yang terukur ialah sebesar 25,5°C yang berarti nilai sudut putar
akan lebih kecil dibandingkan nilai sudut putar pada literatur, dikarenakan zat yang
diuji akan memuai dengan naiknya suhu, sehingga zat yang berada dalam tabung
akan berkurang. Akan tetapi, konsentrasi larutan yang digunakan cukup tinggi, hal
ini mengakibatkan nilai sudut putar semakin besar dibandingkan nilai sudut putar
pada literatur. Maka dapat diringkaskan bahwa pengaruh nilai konsentrasi terhadap
nilai sudut putar spesifik lebih besar dibandingkan pengaruh nilai suhu. Sehingga
dapat dipastikan bahwa nilai sudut putar spesifik larutan sukrosa pada suhu 25,5°C
mL
dengan menggunakan sinar gelombang D ialah sebesar 179,62 sedangkan
dm.gram
mL
untuk larutan gula putih bernilai 154,08 . Setelah diperoleh nilai sudut putar
dm.gram

32
spesifik tersebut, maka dapat ditentukan kadar sukrosa dan gula putih pada larutan
cuplikan yang akan diuji.
Hal ketiga yang dapat dibahas selanjutnya ialah mengenai kurva kalibrasi dari
grafik indeks bias terhadap konsentrasi larutan etanol dengan prinsip refraktometri.
Dari grafik dapat dilihat hubungan antara nilai indeks bias terhadap nilai konsentrasi,
yaitu semakin tinggi nilai konsentrasi etanol yang digunakan, maka semakin tinggi
nilai pembacaan indeks bias oleh refraktometer. Sehingga dapat dikatakan bahwa
nilai indeks bias suatu larutan akan selalu berbanding lurus dengan nilai konsentrasi
larutan.

33
Kesimpulan
1. Nilai sudut putar spesifik tergantung oleh besarnya suhu ruang dan larutan saat
pengukuran, serta jenis gelombang yang digunakan. Dalam percobaan kali ini,
dapat disimpulkan bahwa nilai sudut putar spesifik larutan sukrosa dan larutan
gula putih pada suhu 25,5°C dengan menggunakan gelombang sinar D (natrium)
ialah :
Sudut Putar Spesifik Larutan Sukrosa
mL
[∝]25,5
D = 154,076 ≅ 154,08
dm.gram

Sudut Putar Spesifik Larutan Gula Putih


mL
[∝]25,5
D = 179,615 ≅ 179,62
dm.gram
2. Kadar sukrosa dan gula putih pada larutan cuplikan ialah :
Larutan Cuplikan 1 Larutan Cuplikan 2
Kadar Sukrosa Kadar Sukrosa
gram gram
CS = 1,67 % CS = 1,11 %
mL mL

Kadar Glukosa Kadar Glukosa


gram gram
CG = 1,95 % CG = 1,29 %
mL mL

Larutan Cuplikan 3 Larutan Cuplikan 4


Kadar Sukrosa Kadar Sukrosa
gram gram
CS = 1,39 % CS = 0,95 %
mL mL

Kadar Glukosa Kadar Glukosa


gram gram
CG = 1,62 % CG = 1,10 %
mL mL

3. Persamaan kurva kalibrasi yang didapatkan dari hasil percobaan refraktometri


ialah :
y = 0,03839x + 1,3369
Hubungan antara nilai indeks bias larutan dengan nilai konsentrasi larutan ialah
semakin tinggi nilai konsentrasi suatu larutan, maka semakin tinggi pula nilai
indeks bias larutan tersebut.

34
4. Kadar etanol dalam larutan cuplikan menggunakan prinsip refraktometri didapat
nilainya sebagai berikut :
Larutan Cuplikan 1 Larutan Cuplikan 2
C = 65,12% C = 19,54%
Larutan Cuplikan 3 Larutan Cuplikan 4
C = 44,02% C = 60,95%
Larutan Cuplikan 5
C = 43,50%

35
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Analitik Instrumentasi. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analitik


Instrumentasi. Bandung: Politeknik Negeri Bandung

36
LAMPIRAN

37
Polarimetri

No Gambar Keterangan

1 Polarimeter

Pembuatan Larutan Gula


2
Putih

Pemasukkan larutan ke dalam


3
tabung polarimeter

4 Penutupan tabung

38
Pengecekan sudut putar optis
5
aktif

Refraktometri

No Gambar Keterangan

Refraktometer
1
Manual

Refraktometer
2
Digital

39

Anda mungkin juga menyukai