Kti Linda Ayu Lestari

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 73

GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN WIDAL SLIDE MENGGUNAKAN

SERUM DAN PLASMA EDTA PADA PENDERITA DEMAM TIFOID


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Analis Kesehatan

OLEH :

LINDA AYU LESTARI


P00320013117

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2016
iii
iv
RIWAYAT HIDUP PENELITI

A. Identitas Diri
Nama : Linda Ayu Lestari
NIM : P00320013117
Tempat, Tanggal Lahir : Anduonohu, 04 Juni 1995
Suku / Bangsa : Sunda, Bugis / Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam

B. Pendidikan
1. SD Negeri 07 Poasia, tamat tahun 2007
2. SMP Negeri 5 Kendari, tamat tahun 2010
3. SMK Tunas Husada Kendari, tamat tahun 2013
4. Sejak tahun 2013 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan

v
MOTTO

Dalam hidup ada waktu yang kita lalui..


Waktu dimana kita tidak dapat menghentikannya,
Bahkan tidak dapat mengulangnya kembali..
menyerah?? Itu bukanlah solusi.
Karena saat kita berada ditengah kegelapan,
Maka, Sabar, Ikhlas dan Shalatlah Penolongmu..
Percayalah ada cahaya dibalik itu.
Teruslah mengalir bersama sungai kehidupan,
Terus semangat, jangan pernah menyerah pada keadaan apapun itu.
Jadikanlah Ketakutanmu sebagai kekuatanmu.

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau


telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan
yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap
(Q.S Al-Insyiroh: 6-8).

Karya Tulis ini Kupersembahkan Kepada


Almamaterku,
Ayahanda dan ibunda tercinta
Keluargaku tersayang
Sahabat-sahabatku tersayang

Agama, bangsa dan negaraku

vi
ABSTRAK

Linda Ayu Lestari (P00320013117) Gambaran Hasil Pemeriksaan Widal


Slide Menggunakan Serum dan Plasma EDTA pada Penderita Demam
Tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari. Dibimbing oleh Ibu
Anita Rosanty dan Ibu Supiati ( xiv + 4 Daftar Tabel + 1 Daftar Gambar + 10
Daftar Lampiran + 41 Halaman). Pemeriksaan widal sangat peka terhadap kondisi
spesimen. Penggunaan plasma EDTA dapat mempengaruhi hasil titer,
penggunaan plasma EDTA memberikan hasil titer yang lebih rendah
dibandingkan serum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
hasil pemeriksaan widal slide menggunakan serum dan plasma EDTA pada
penderita demam tifoid. Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan serologis untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi dalam tubuh
penderita. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di
laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari pada tanggal 20 juni
sampai 11 juli 2016. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 31 orang yang
merupakan penderita demam tifoid yang diambil secara Accidental Sampling.
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil bahwa dari 31 orang penderita demam
tifoid yang melakukan pemeriksaan widal saat penelitian dengan persentase 100%
memiliki hasil positif untuk sampel yang menggunakan serum maupun plasma
EDTA. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan widal baik
yang menggunakan serum maupun plasma EDTA memberikan hasil titer antibody
yang sama. Saran bagi peneliti selanjutnya terkait penelitian ini dapat melanjutkan
penelitian tentang pengaruh suhu dan waktu penyimpanan serum dan plasma
EDTA terhadap hasil pemeriksaan widal.
Kata Kunci : Pemeriksaan Widal, Serum dan Plasma EDTA, Demam
Tifoid
Daftar Pustaka : 29 buah (1994-2015)

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “Gambaran Hasil Pemeriksaan Widal Slide Menggunakan Serum dan
Plasma EDTA pada Penderita Demam Tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Kendari”. Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma III (D III) pada Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
Proses penulisan karya tulis ini telah melewati perjalanan panjang, dan
penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis juga menghanturkan rasa terimakasih
kepada ibu Anita Rosanty, S.ST., M.Kes selaku pembimbing I dan ibu Supiati
STP.,MPH selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, kesabaran
dalam membimbing dan atas segala pengorbanan waktu dan pikiran selama
menyusun karya tulis ini. Ucapan terima kasih penulis juga tujukan kepada:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
3. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari Dr.Hj.Asridah
Mukaddimah, M.Kes dan Kepala Laboratorium Tuty Dwiyana Amd.Anakes,
SKM atas kesediaan tempat penelitian.
4. Ibu Ruth Mongan, B.Sc., S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis
Kesehatan.
5. Kepada Bapak dan Ibu Dewan Penguji, Ibu Hj. St. Nurhayani,
S.Kep.,Ns.M.Kep, Bapak Muhaimin Saranani ,S.Kep.,Ns.,M.Sc., dan Ibu
Tuty Yuniarty, S.Si.,M.Kes yang telah memberikan arahan perbaikan demi
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik
yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.

viii
7. Teristimewa dan tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada
Ayahanda Hermawan dan Ibunda Nurmawati yang selama ini telah banyak
berkorban baik materi maupun non materi demi kesuksesan penulis serta
terima kasih buat saudara-saudaraku tersayang Sherin Indra Yunita dan
Andhika Diningrat
8. Kepada sahabat-sahabatku tersayang “Dian, Nilu, Rezky, Istiqomah, Winda
Melya, Rani, Arni, Asirudin, Erwan, Ofar, Rita, Devy, Nuzul, Putri, Cindy
Niputu, Mita dan Mhar” terimakasih atas motivasi dan semangat kalian
selama ini.
9. Seluruh teman-teman seperjuanganku mahasiswa jurusan analis kesehatan
yang dari awal kita bersama hingga saat ini yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu. Terimakasih atas dukungan yang kalian berikan.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan
yang ada, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu
dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Karya ini merupakan tugas akhir yang wajib dilewati dari masa studi yang telah
penulis tempuh, semoga menjadi awal yang baik bagi penulis. Aamiin.

Kendari, Juli 2016

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS............................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................ vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Demam Tifoid..................................... 5
B. Tinjauan Umum Tentang Salmonella .......................................... 9
C. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Widal ............................ 11
D. Tinjauan Umum Tentang Darah................................................... 15
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran............................................................................ 21
B. Kerangka Pikir ............................................................................. 22
C. Variabel Penelitian ...................................................................... 22
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................ 22
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 24
B. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 24
C. Populasi dan Sampel.................................................................... 24
D. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 25
E. Instrumen Penelitian .................................................................... 25
F. Prosedur Kerja ............................................................................. 25
G. Jenis Data .................................................................................... 29
H. Sumber Data ................................................................................ 29

x
I. Pengolahan Data .......................................................................... 30
J. Analisa Data ................................................................................ 30
K. Penyajian Data ............................................................................. 30
L. Etika Penelitian ............................................................................ 30
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 32
B. Hasil Penelitian ............................................................................ 34
C. Pembahasan.................................................................................. 36
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 41
B. Saran............................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur di


Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari .................................................................................. 34
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin di
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari .................................................................................. 35
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
Widal Menggunakan Serum di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari ............................................................. 35
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
Widal Menggunakan Plasma EDTA di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Kendari ................................................. 36

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bakteri Salmonella typhi ................................................................. 10

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Permohonan Kesediaan Menjadi Responden


Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3 : Lembar Hasil Pemeriksaan
Lampiran 4 : Tabulasi Data
Lampiran 5 : Master Tabel
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 8 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 10 : Surat Keterangan Bebas Pustaka

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demam tifoid merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
disebagian besar negara berkembang di dunia. Penyakit ini termasuk penyakit
menular yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang
wabah (Irianto, 2014).
Di negara berkembang demam tifoid diperkirakan sekitar 150 kasus
perjuta populasi 1 tahun di Amerika Latin dan 1.000 kasus perjuta populasi
pertahun dibeberapa negara Asia. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi
menahun yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan
paling rentan terkena demam tifoid. Walaupun gejala yang dialami anak lebih
ringan dari dewasa. Di hampir semua daerah endemik, insiden demam tifoid
banyak terjadi pada anak usia 3-9 tahun. Morbilitas di seluruh dunia,
setidaknya 17 juta kasus baru dan hingga 600 ribu kematian dilaporkan tiap
tahunnya (WHO, 2013).
Di Indonesia demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit
terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2009 yaitu sebanyak
80.850 kasus dan yang meninggal sebanyak 1.747 orang. Sedangkan pada
tahun 2010 kasus demam tifoid yaitu sebanyak 41.081 kasus dan yang
meninggal sebanyak 274 orang (Kemenkes RI, 2011).
Di Sulawesi Tenggara kasus demam tifoid masih cukup tinggi
khususnya pada tahun 2012 mencapai 3.701 kasus, sedangkan pada tahun
2014 yaitu tercatat sebanyak 2.476 kasus. Meskipun terjadi penurunan tapi
masih merupakan masalah kesehatan nasional karena tercatat dalam 10
penyakit terbanyak di Provinsi Sulawesi Tenggara
(Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013 dan 2015).
Demam tifoid disebut juga dengan typus abdominalis atau typoid.
Demam typoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan (usus halus) (Astuti, 2013).

1
2

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi) suatu basil
gram negatif, dapat bergerak, memiliki tiga antigen yaitu antigen O (somatik
terdiri dari lopopolisakarida), antigen H (flagel) dan antigen Vi (pili). S. typhi
yang biasanya terdapat dalam feses dan urin dari penderita demam tifoid,
masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Di
dalam usus halus, S. typhi akan masuk ke dalam sirkulasi darah menuju organ
sistem retikuloendotelial untuk bereplikasi dan terjadi bakteremia primer.
Masa inkubasi 10-14 hari diawali dengan gejala prodromal, kemudian timbul
demam, lemah, sakit kepala, konstipasi, bradikardia, dan mialgia
(Hardjoeno, 2007).
Diagnosa demam tifoid dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan widal. Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan aglutinasi
yang menggunakan suspensi bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi sebagai antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kedua
bakteri salmonella tersebut dalam serum penderita. Indikasi pemeriksaan
widal yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit demam tifoid
(Handojo, 2004).
Berdasarkan data dari RSUD Kota Kendari pada tahun 2014 pasien
yang menderita demam tifoid yaitu sebanyak 293 pasien. Pada tahun 2015
yaitu sebanyak 206 pasien. (RSUD Kota Kendari, 2014 dan 2015) dan pada
pemeriksaan widal slide selalu menggunakan plasma EDTA.
Pada pemeriksaan widal beberapa rumah sakit menggunakan serum,
Namun ada yang menggunakan plasma EDTA sebagai pengganti serum.
Menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin bidang
molekuler mikrobiologi Prof. Hatta untuk akurasi penelitian harus
menggunakan serum. Hal ini karena pemeriksaan widal sangat peka terhadap
kondisi spesimen. Pemeriksaan Widal menggunakan plasma EDTA dapat
mempengaruhi hasil titernya, dengan menggunakan Plasma memberikan hasil
titer yang lebih rendah dibandingkan menggunakan serum
(Tusianawati, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dengan jumlah 16 pasien menyatakan bahwa tidak terdapat
3

perbedaan hasil pemeriksaan widal slide menggunakan serum dan plasma


EDTA (Taiso, 2012).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Gambaran Hasil Pemeriksaan Widal Slide Menggunakan Serum dan
Plasma EDTA Pada Penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Kendari”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan widal slide menggunakan
serum dan plasma EDTA pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Kendari?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan widal slide
menggunakan serum dan plasma EDTA di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hasil titer pemeriksaan widal menggunakan
sampel serum.
b. Untuk mengetahui hasil titer pemeriksaan widal menggunakan
sampel plasma EDTA.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumbangan ilmiah terhadap almamater Jurusan Analis
Kesehatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kendari.
Serta bahan informasi dan masukan dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan bagi calon pranata laboratorium kesehatan terutama
di bidang immunoserologi.
4

b. Manfaat Bagi Peneliti


Menambah wawasan, pengalaman, dan pengetahuan serta bahan
dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya tentang
pemeriksaan widal.
c. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menambah dan memperluas keilmuan
khususnya dalam bidang Immunoserologi tentang pemeriksaan widal
serta dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktisi
Sebagai dasar dalam pengembangan teknik dilaboratorium
terutama dalam peningkatan sensitifitas pemeriksaan widal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Demam Tifoid
1. Pengertian Demam Tifoid
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid
fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu
atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Astuti, 2013).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam
paratifoid adalah sejenis yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A,
B dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi
manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit diatas disebut
tifoid (Widoyono, 2008).
Demam tifoid adalah demam akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella thypi. Setelah masa inkubasi 10 – 14 hari, timbul demam
lemah, sakit kepala, dan konstipasi. Demam sangat tinggi limpa serta hati
sangat membesar (Hardjoeno, 2007).
2. Patogenesis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
dan berkembang biak.
Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka
bakteri akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit
oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. selanjutnya dibawa ke
plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus bakteri yang terdapat
di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan

5
6

bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ


retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
menimbulkan keradangan. Proses ini akan berlangsung selama 7-10 hari.
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
bakterimia yang kedua kalinya (Stadium bakteriemi ІІ) dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala dan sakit perut (Irianto, 2014).
3. Gejala Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-
gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan
berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai
komplikasi hingga kematian.
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari.
Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.
Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering
dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor
(coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
7

tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung


(meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula
normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak
berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor,
koma atau gelisah.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan
dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih
jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput (kotor
ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) hepatomegali, spenomegali,
meteorismus dan gangguan mental (Irianto, 2014).
4. Sumber Penularan (Reservoir)
Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke
manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses
atau urin dari penderita tifoid (Siska, 2009).
Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :
a. Penderita Demam Tifoid
Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang
selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika
ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan.
Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih
mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya
(Siska, 2009).
8

b. Karier Demam Tifoid


Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses
atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca
demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam
tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih dapat ditemukan
kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut
karier pasca penyembuhan (Siska, 2009).
Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah
kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan
anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan
obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan
batu atau memperbaiki kelainan anatominya (Siska, 2009).
Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya
tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis
akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada
orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan
meningococcus.
b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam
masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan
penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air,
campak dan pada virus hepatitis.
c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru
sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan
sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa
penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya
kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.
d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang
cukup lama seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada
hepatitis B.
9

5. Diagnosis Demam Tifoid


Demam tifoid sulit untuk ditegakkan tes laboratorium, sebab
gambaran klinis penyakit ini sangat bervariasi dan umumnya tidak khas.
Sarana laboratorium dalam membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dapat dibagi tiga kelompok.
a. Tes serologis untuk mendeteksi kenaikan titer antibodi terhadap
antigen Salmonella typhi dan menentukan adanya antigen spesifik
dari Salmonella typhi
b. Tes biakan untuk mendeteksi bakteri Salmonella typhi dari spesimen
klinik seperti darah, sum-sum tulang, urine, dan tinja.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk melacak DNA
spesifik dari Salmonella thypi
Cara yang terbaik untuk memastikan adanya infeksi dengan
Salmonella thypi yaitu bila dapat diisolasi bakteri tersebut dari spesimen
klinis yang berasal dari penderita yang dicurigai menderita demam tifoid
(Handojo, 2004 ).
B. Tinjauan Umum Tentang Salmonella
1. Pengertian
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobacteria gram-
negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod.
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan
melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe
Salmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit
yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis
2. Klasifikasi
Kingdom : Plantea
Filum : Prateobacteria
Kelas : Gamma Prateobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
10

Spesies : Salmonella thypi, Salmonella paratyphi,


Salmonella enteretidis, Salmonella cholerasuis.
3. Morfologi

Gambar 2.1 Bakteri Salmonella typhi


Bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus
Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk
spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas
seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan
dan khlorinisasi (Jawetz, 2008).
4. Struktur Antigen
Salmonella typhi merupakan bakteri berbentuk batang gram
negatif yang umumnya bergerak dengan flagel dan bersifat aerobik.
Salmonella typhi memiliki sedikitnya 5 antigen, yaitu :
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari
tubuh bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida
atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan
alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae
atau pili dari bakteri. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu
protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap
panas dan alkohol.
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari bakteri yang
dapat melindungi bakteri terhadap fagositosis.
11

d. Outer membrane protein (OMP) antigen OMP Salmonella thypi


merupakan bagian dari dinding sel yang terletak diluar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap
lingkungan sekitar. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang
mengendalikan masuknya zat dan cairan terhadap membran
sitoplasma.
e. Heat shock Protein (HSP) adalah protein yang diproduksi oleh jasad
renik dalam lingkungan yang terus berubah, terutama yang
menimbulkan stres pada jasad renik tersebut dalam usahanya dapat
mempertahankan hidupnya (Handojo, 2004).
C. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan serologis untuk mendeteksi
antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi, berdasarkan reaksi aglutinasi
antara antigen bakteri dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen Widal
menggunakan suspensi bakteri Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium.
Tujuan pemeriksaan Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu aglutinin O (tubuh
bakteri), aglutinin H (flagela bakteri), dan aglutinin Vi (simpai bakteri).
Deteksi aglutinin baik O dan atau H digunakan sebagai penunjang diagnosis
demam tifoid, di mana semakin tinggi titer aglutinin O dan atau H, maka
kemungkinan infeksi bakteri Salmonella makin tinggi. Pembentukan aglutinin
dimulai pada minggu pertama demam, biasanya setelah hari ke-4 yang akan
terus meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat,
akan tetap tinggi selama beberapa minggu.
Aglutinin O adalah aglutinin yang mula-mula timbul pada fase akut
demam tifoid, kemudian disusul dengan peningkatan aglutinin H. Aglutinin O
masih terdeteksi dalam darah penderita demam tifoid yang telah sembuh
hingga 4-6 bulan pasca demam tifoid, sedangkan aglutinin H akan lebih lama
menetap dalam darah yaitu sekitar 9-12 bulan (Irianto, 2014).
12

Titer yaitu pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan positif


No Sampel µl Reagen µl Titer
1. 20 40 1/80
2. 10 40 1/160
3. 5 40 1/320
Reaksi widal adalah suatu reaksi serum untuk mengetahui ada tidaknya
antibodi terhadap Salmonella typhi, dengan jalan mereaksikan serum
seseorang dengan antigen O, H dan Vi dari laboratorium. Bila terjadi
aglutinasi, dikatakan reaksi widal positif yang berarti serum orang tersebut
mempunyai antibodi terhadap Salmonella typhi, baik setelah vaksinasi,
setelah sembuh dari penyakit typhus ataupun sedang menderita typhus.
Reaksi widal negatif artinya tidak memiliki antibodi terhadap Salmonella
typhi.
Pasien dengan riwayat infeksi Salmonella secara immunologis siap untuk
berespon dengan membentuk antibodi terhadap antigen-antigen S. typhi, dan
titer antibodi O dan H cepat meningkat kekadar yang bermakna (Ronald dan
Richard, 2004).
Teknik pemeriksaan pemeriksaan widal dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu metode slide dan metode tabung. Perbedaannya, metode tabung
membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang
lebih rumit dan metode slide hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit
saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang
lebih banyak digunakan pemeriksaan widal metode slide. Sensitivitas dan
spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan
(Wardhani, 2005).
Spesimen yang digunakan dalam tes Widal adalah serum yang
didapatkan dari pembuluh darah vena pasien. Khusus pada kasus yang tes
Widalnya ditunda atau tidak dilakukan segera setelah pengambilan sampel
serum, maka spesimen serum pasien harus disimpan pada tempat yang dingin
dengan temperature 20C-80C.
13

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan widal, yaitu :


1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita
a. Keadaan umum gizi penderita, Gizi buruk dapat menghambat
pembentukan antibodi.
b. Waktu pemeriksaan, Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.
c. Pengobatan dini dengan antibiotik, Pemberian antibiotik dengan obat
antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
d. Penyakit-penyakit tertentu, Pada beberapa penyakit yang menyertai
demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada
penderita leukemia dan karsinoma lanjut.
e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat
menghambat pembentukan antibodi.
f. Vaksinasi, Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin
O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6
bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada
seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya, Keadaan
ini dapat menyebabkan pemeriksaan Widal positif, walaupun titer
aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat
dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.
2. Faktor-faktor teknis
a. Aglutinasi silang, Karena beberapa spesies Salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi
pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada
spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi
tidak dapat ditentukan dengan pemeriksaan widal.
14

b. Konsentrasi suspensi antigen, Konsentrasi suspensi antigen yang


digunakan pada pemeriksaan widal akan mempengaruhi hasilnya.
c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen Daya
aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik
daripada suspensi antigen dari strain lain (Handojo, 2004).
Kelemahan pemeriksaan widal, yaitu :
1. Antigennya
a. Strain Salmonella typhi yang dipakai amat berpengaruh pada hasil
pemeriksaan widal. Antigen yang dibuat dari Strain Salmonella typhi
yang bukan berasal dari daerah endemis yang bersangkutan dapat
memberikan hasil yang negatif maapun positif palsu. Kemungkinan
terjadinya reaksi silang dengan spesies Salmonella yang lain perlu
juga diperhatikan, misalnya dengan Salmonella enteridis, sehingga
dapat menimbulkan hasil positif palsu.
b. Kekeruhan suspensi antigen yang kurang tepat dapat menimbulkan
fenomena prozone maupun postzone. Biasanya dipakai derajat
kekeruhan sebesar 3 U Mc. Farland. Cara terbaik untuk menentukan
kekeruhan antigen yaitu dengan cara spektrofotometris, nefilometris,
atau turbidometris.
2. Kadar aglutinin dalam serum
Kadar aglutinin yang amat tinggi dapat menimbulkan fenomena
prozone sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam pembacaan hasil
pemeriksaan widal.
3. Cara pembacaan hasil pemeriksaan widal
Pembacaan dilakukan dengan makroskopik sehingga amat subjektif
dan dapat memberikan ketidaksesuain hasil pembacaan (discrepancy)
yang cukup besar.
4. Warna aglutinasi
Umumnya tidak berwarna sehingga dapat menyukarkan pembacaan
pemeriksaan widal.
15

D. Tinjauan Umum Tentang Darah


1. Pengertian Darah
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid
cair yang mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium
pertukaran antara sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar,
serta memiliki sifat protektif terhadap organisme dan khususnya terhadap
darah sendiri (Ganong, 2008).
Unsur sel darah yaitu sel darah putih, sel darah merah, dan
trombosit tersuspensi didalam plasma. Volume darah total yang beredar
pada keadaan normal adalah sekitar 8% dari berat badan (5600 mL pada
pria sberat 70 kg). Sekitar 55% dari volume tersebut berupa plasma
(Ganong, 2008).
Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup yang berada
dalam ruang vaskuler, karena peranannya sebagai medium komunikasi
antar sel ke berbagai bagian tubuh dengan dunia luar karena fungsinya
membawa oksigen dari jaringan ke paru-paru ke jaringan dan
karbondioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan, membawa
zat nutrien dari saluran cerna ke jaringan kemudian menghantarkan sisa
metabolisme melalui organ sekresi seperti ginjal, menghantarkan hormon
dan materi-materi pembekuan darah (Tarwoto, 2009).
Struktur sel darah terdiri dari :
a. Sel darah merah
Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter
sekitar 7,5 mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian tengahnya
1 mikron atau kurang, tersusun atas membran yang sangat tipis
sehingga sangat mudah terjadi diffusi oksigen, karbondioksida dan
sitoplasma, tetapi tidak mempunyai inti sel.
Sel darah merah yang matang mengandung 200-300 juta
hemoglobin (terdiri hem merupakan gabungan protoporfirin dengan
besi dan globin adalah bagian dari protein yang tersusun oleh 2
rantai beta) dan enzim-enzim seperti G6PD (glucose 6-phosphate
16

dehydogenase). Hemoglobin mengandung kira-kira 95% besi dan


berfungsi membawa oksigen (oksihemoglobin) dan diedarkan
keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.
b. Sel darah putih
Pada keadaan normal jumlah sel darah putih atau leukosit
5000-10.000 sel per mm3. Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu
bergranulosit dan yang agranulosit.
1) Granulosit yaitu sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya
terdapat granula. Granula-granula ini mempunyai perbedaan
kemampuan mengikat warna misalnya pada Eosinofil
mempunyai granula berwarna merah terang, basofil berwarna
biru dan netrofil berwarna ungu pucat.
2) Agranulosit merupakan bagian sel dari sel darah putih dimana
mempunyai intisel satu lobus dan sitoplasmanya tidak
bergranula. Yang termasuk agranulosit adalah Limfosit dan
monosit. Limfosit terdiri dari limfosit B yang membentuk
imunitas humoral dan limfosit T yang membentuk imunitas
cellular. Limfosit B memproduksi antibody jika terdapat anti-
gen, sedangkan limfosit T langsung berhubungan dengan benda
asing untuk difagosit.
c. Trombosit
Trombosit merupakan sel tak berinti, berbentuk cakram
dengan diameter 2-5 μm, berasal dari pertunasan sel raksasa berinti
banyak megakariosit yang terdapat dalam sumsum tulang. Pada
keadaan normal jumlah trombosit sekitar 150.000-300.000/μL darah
dan mempunyai masa hidup sekitar 1 sampai 2 minggu atau kira-kira
8 hari.
Trombosit atau platelet merupakan bagian dari sel darah yang
sangat penting dalam proses pembekuan darah. Trombosit tersusun
atas substansi fospolipid yang penting dalam pembekuan dan juga
17

menjaga keutuhan pembuluh darah serta memperbaiki pembuluh


darah kecil yang rusak.
Karakteristik umum darah meliputi :
a. Warna
Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen
yang berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah
vena berwarna merah tua/gelap karena kurangnya oksigen
dibandingkan dengan darah arteri.
b. Viskositas
Viskositas darah 3/4 lebih tinggi dari pada viskositas air yaitu
sekitar 1.048 sampai 1.066.
c. pH
pH darah bersifat alkaline dengan pH 7,35 sampai 7,45 (netral
7,00).
d. Volume
Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg
BB, atau sekitar 4 sampai 5 liter darah.
e. Komposisi
Darah tersusun atas dua komponen utama yaitu plasma dan
sel-sel darah.
2. Plasma Darah
Plasma merupakan suatu larutan yang mengandung banyak ion,
molekul anorganik, dan molekul organik yang diangkut ke berbagai
bagian tubuh atau membantu pengangkutan zat lain. Volume plasma
normal adalah sekitar 5% dari berat badan, atau secara kasar 3500 mL
pada seorang pria berbobot 70 kg. Plasma menggumpal bila didiamkan,
dan tetap bersifat cair jika ditambahkan antikoagulan (Ganong, 2008).
Plasma terdiri dari 91 sampai 92% air yang berperan sebagai
medium transpor, dan 8 sampai 9% zat padat. Zat padat tersebut antara
lain protein-protein seperti albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan
dan enzim; unsur organik seperti nitrogen non protein (urea, asam urat,
18

xantin, kreatinin, asam alkohol), lemak netral, fosfot lipid, dan glukosa,
dan unsur organik berupa natrium, flourida, bikarbonat, kalsium, kalium,
magnesium, fosfor, besi dan iodium (Price & Wilson, 2005).
Fungsi protein plasma adalah sebagai berikut :
a. Mempertahankan tekanan osmotik plasma yang diperlukan untuk
pembentukan dan penyerapan cairan jaringan;
b. Bergabung bersam asam dan alkali protein plasma, bertindk sebagai
penyangga dalam mempertahankan pH normal tubuh;
c. Fibrinogen dan protrombin merupakan faktor penting untuk
pembekuan darah;
d. Immunoglobulin merupakan hal yang esensial dalam pertahanan
tubuh melawan infeksi (Syaifuddin, 2011).
Plasma adalah bagian cair darah yang diberi antikoagulan (anti
pembekuan darah). Jika darah ditambah antikoagulan, maka tidak akan
terjadi pembekuan dan darah tetap cair. Darah yang ditambah
antikoagulan tersebut setelah didiamkan beberapa menit atau setelah
dicentriguge pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. akan terpisah
menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Plasma, yang berada di lapisan atas, berupa cairan berwarna kuning.
b. Buffy coat, yang berada di lapisan tengah yang tipis, merupakan
lapisan sel leukosit dan trombosit, dan
c. Eritrosit, yang berada di lapisan bawah.
Sejumlah darah di masukkan dalam tabung dengan penambahan
antikoagulan lalu di biarkan, selang beberapa lama kemudian terjadi
retraksi dengan akibat cairan mengalami perubahan di mana terjadi dua
lapisan. Cairan atas yang berwarna kuning adalah plasma. Plasma masih
mengandung fibrinogen, oleh karena dalam memperoleh cairan ini darah
di campur dengan anti koagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan
darah tersebut sehingga tetap menjadi cairan dimana antikoagulan
tersebut adalah EDTA Ethylene Diamine Tetra-Acetat [ CH2N
(CH2CO2H)2]2).
19

Pemeriksaan Widal menggunakan plasma EDTA dapat


mempengaruhi hasil titernya, dengan menggunakan Plasma memberikan
hasil titer yang lebih rendah dibandingkan menggunakan serum. Hal ini
terjadi karena antikoagulan mempengaruhi stabilitas ikatan antigen
antibodi sehingga menurunkan afinitas ikatan tersebut dan dalam plasma
masih tersuspensi trombosit yang dapat mempersulit pembacaan karena
akan menjadi keruh (Tusianawati, 2013).
EDTA Antikoagulan adalah zat yang mencegah pembekuan darah
dengan cara mengikat (khelasi) atau mengendapkan (presipitasi) kalsium,
atau dengan cara menghambat pembentukan trombin yang diperlukan
untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan.
EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau
potassium (kalium), berfungsi mencegah koagulasi dengan cara mengikat
atau mengkhelasi kalsium (Ca2+) dalam darah. EDTA yang digunakan
dalam praktek laboratorium ada tiga macam yaitu dinatrium (Na2EDTA),
dipotassium (K2EDTA) dan tripotassium (K3EDTA) (Riswanto, 2013).
3. Serum Darah
Serum merupakan cairan darah yang tidak mengandung fibrinogen
(Komponen pembeku darah), sel dan faktor koagulasi lainnya. Serum
pada dasarnya mempunyai komposisi yang sama dengan plasma kecuali
kandungan fibrinogen dan faktor pembekuan ІІ (Protrombin), V
(Proakselerin), dan VІІІ (AHF dan AHG) tidak dimiliki oleh serum.
Serum juga memiliki kandungan serotonin yang lebih tinggi dibanding
plasma, karena terjadi pemecahan trombosit selama proses
penggumpalan (Ganong, 2002).
Serum adalah bagian cair darah yang tidak diberi antikoagulan. Jika
darah dalam tabung didiamkan selama 5-10 menit atau dicentrifuge pada
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. maka darah akan membeku. Darah
akan terpisah menjadi dua bagian yaitu serum berupa cairan berwarna
kuning dan bekuan darah berupa massa solid yang berwarna merah
(Riswanto, 2013).
20

Serum adalah komponen yang bukan berupa sel darah, juga bukan
faktor koagulasi; serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen. Serum
terdiri dari semua protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah)
termasuk cairan elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua
substansi exogenous.
Sejumlah volume darah, di masukkan dalam sebuah wadah
(tabung) lalu di biarkan, maka selang beberapa lama kemudian darah
tersebut membeku dan selanjutnya mengalami retraksi dengan akibat
terperasnya cairan dalam bekuan. Cairan yang terperas dari dalam
bekuan tersebut yang berwarna kuning muda inilah yang di sebut serum.
Oleh karna itu dalam proses pembekuan darah, fibrinogen di ubah
menjadi fibrin, maka serum tidak mengandung fibrinogen lagi tetapi zat-
zat lainnya masih terdapat di dalamnya.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini dapat mencemari
makanan dan minuman. Kemudian makanan dan minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri masuk kedalam tubuh, Sebagian bakteri
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan
berkembang biak di dalam tubuh dan merangsang pembentukan antibodi
yang bersifat spesifik terhadap antigen yang merangsang pembentukannya.
Diagnosa laboratorium untuk demam tifoid dapat dilakukan dengan
pemeriksaan widal. Pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan serologis
untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi, berdasarkan aglutinasi yang terjadi antara antigen yang
terdapat pada reagen dan antibodi yang terdapat di dalam tubuh.
Dalam pemeriksaan widal sampel yang digunakan adalah serum dan
plasma EDTA. Serum merupakan cairan darah yang tidak mengandung
antikoagulan. Sedangkan plasma EDTA merupakan cairan darah yang
mengandung antikoagulan EDTA. Dari kedua sampel tersebut dilakukan
pemeriksaan widal metode slide dan terjadinya aglutinasi merupakan hasil
reaksi antara antigen dan antibodi.

21
22

B. Kerangka Pikir

Pemeriksaan Widal

Serum Plasma EDTA

Hasil Pemeriksaan

C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu hasil pemeriksaan widal slide
menggunakan serum dan plasma EDTA pada penderita demam tifoid.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Serum adalah cairan darah yang berwarna kuning, yang tidak
mengandung antikoagulan.
Kriteria Objektif :
Dikatakan positif (+) jika terjadi aglutinasi pada pengenceran 1/80.
Dikatakan negatif (-) jika tidak terjadi aglutinasi pada pengenceran 1/80.
2. Plasma EDTA adalah cairan darah yang berwarna kuning yang
mengandung antikoagulan.
Kriteria Objektif :
Dikatakan positif (+) jika terjadi aglutinasi pada pengenceran 1/80.
Dikatakan negatif (-) jika tidak terjadi aglutinasi pada pengenceran 1/80.
3. Hasil pemeriksaan widal adalah nilai yang diperoleh dari pemeriksaan
widal yang menggunakan serum dan plasma EDTA.
23

Kriteria Objektif :
Jika terjadi aglutinasi pada volume serum atau plasma 20 μl maka
positif 1 80. Jika tidak terjadi aglutinasi pada volume serum atau plasma
20 μl pada pengenceran 1/80.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
yaitu untuk memperoleh gambaran hasil pemeriksaan widal slide menggunakan
serum dan plasma EDTA pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari dengan waktu penelitian 20 Juni – 11 Juli 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau totalitas objek yang diteliti yang
ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated) (Nasir, 2011). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien penderita demam tifoid yang
melakukan pemeriksaan widal di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Kendari.
2. Sampel
Sampel adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya diungkapkan
dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi (Nasir, 2011). Besar
sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu 15% karena jumlah populasi
>100.
Besar sampel = Total Populasi x 15%
15
206 𝑥 = 31 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100
Maka besar sampel dalam penelitian ini yaitu 31 sampel dan teknik
pengambilan sampel yaitu Accidental Sampling yaitu peneliti mengambil
subjek yang ditemui saat itu.

24
25

D. Prosedur Pengumpulan Data


Data dalam penelitian ini dikumpulkan mulai dari observasi awal
dengan pengumpulan jurnal atau study literature yang mendukung penelitian
ini. Kemudian dilakukan pengambilan sampel pada pasien yang melakukan
pemeriksaan widal. Kemudian dilakukan pemeriksaan widal dengan metode
slide menggunakan serum dan plasma EDTA. Hasil pemeriksaan widal diolah
dan dianalisis.
E. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan instrumen Lembar ceklist.
F. Prosedur Kerja
1. Pra Analitik
a. Persiapan Pasien
Pasien sebaiknya belum diterapi dengan antibiotik.
b. Persiapan alat dan bahan
Mikropipet dan Tip Kuning, Kaca Objek, Tabung EDTA,
Tabung centrifuge, Centrifuge, Spoit, Tourniquet, Reagen Anti
Salmonella typhi O, Reagen Anti Salmonella typhi H, Reagen Anti
Salmonella paratyphi AH, Reagen Anti Salmonella paratyphi BH,
Serum, Plasma EDTA, Batang pengaduk dan Kapas alkohol 70%.
c. Persiapan Sampel
1) Mengisi identitas pasien
2) Pengambilan Darah Vena
a) Persiapan alat dan bahan
b) Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah,
usahakan pasien senyaman mungkin.
c) Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di
lembar permintaan.
d) Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi
obat. Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dan
sebagainya.
26

e) Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang


banyak melakukan aktivitas.
f) Minta pasien mengepalkan tangannya.
g) Pasang tali pembendung (turniket ) kira – kira 10 cm diatas
lipat siku.
h) Pilih bagian vena median cubital atau chepalic. Lakukan
perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena.
i) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan
kapas alkohol 70 % dan biarkan kering.
j) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap
keatas. Jika jarum telah masuk kedalam vena, akan terlihat
darah masuk kedalam semprit.
k) Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien
membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil
kira – kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang di
perlukan untuk pemeriksaan.
l) Letakan kapas kering ditempat suntikan lalu segerah
lepaskan / tarik jarum. Minta pasien menekan kapas
tersebut.
m) Masukkan darah kedalam tabung yang tersedia.
3) Cara memperoleh Serum
a) Disediakan tabung centrifuge yang bersih dan kering.
b) Darah dialirkan 1 ml dalam tabung tersebut kemudian
didiamkan beberapa menit lalu dimasukkan dalam
centrifuge dan diputar selama 10 menit dengan kecepatan
3000 rpm.
c) Tabung dikeluarkan dari centrifuge. Cairan kuning yang
terdapat dibagian atas disebut serum yang digunakan
sebagai bahan pemeriksaan serologis.
4) Cara memperoleh plasma
a) Disediakan tabung centrifuge yang bersih dan kering.
27

b) Alirkan darah ke dalam tabung yang telah berisi EDTA.


c) Dimasukkan ke dalam centrifuge lalu diputar selama 10
menit dengan kecepatan 3000 rpm.
d) Tabung dikeluarkan dari centrifuge. Cairan kuning yang
berada dibagian atas disebut plasma.
2. Analitik
a. Pemeriksaan Widal menggunakan sampel serum
1) Metode : Slide.
2) Prinsip : Serum dicampur dengan antibodi Salmonella
AH, BH, O dan A akan bereaksi dengan antigen dalam serum
dan menghasilkan aglutinasi pada permukaan slide.
3) Prosedur Kerja
a) Disiapkan slide yang kering dan bersih dengan 4 lingkaran.
b) Dipipet reagen tydal dengan volume 40 μl keadalam 4
lingkaran tadi.
c) Selanjutnya dipipet serum sebanyak 20 μl untuk
pengenceran 1/80.
d) Dicampur reagen tydal dan serum hingga homogen dengan
menggunakan batang pengaduk.
e) Kemudian baca hasil dalam waktu 1 menit
f) Diperhatikan reaksi yang terjadi, bila terjadi aglutinasi
dilanjutkan pemeriksaan untuk pengenceran 1/160.
g) Dipipet reagen tydal dengan volume 40 μl keadalam 4
lingkaran tadi.
h) Selanjutnya dipipet serum sebanyak 10 μl untuk
pengenceran 1/160.
i) Dicampur reagen tydal dan serum hingga homogen dengan
menggunakan batang pengaduk.
j) Kemudian baca hasil dalam waktu 1 menit
k) Diperhatikan reaksi yang terjadi, bila terjadi aglutinasi
dilanjutkan pemeriksaan untuk pengenceran 1/320.
28

l) Dipipet reagen tydal dengan volume 40 μl keadalam 4


lingkaran tadi.
m) Selanjutnya dipipet serum sebanyak 5 μl untuk pengenceran
1/320.
n) Dicampur reagen tydal dan serum hingga homogen dengan
menggunakan batang pengaduk.
o) Kemudian baca hasil dalam waktu 1 menit
p) Diperhatikan reaksi yang terjadi.
b. Pemeriksaan widal menggunakan sampel plasma EDTA
1) Metode : Slide.
2) Prinsip : Plasma EDTA dicampur dengan antibodi
Salmonella AH, BH, O dan A akan bereaksi dengan antigen
dalam serum dan menghasilkan aglutinasi pada permukaan
slide.
3) Prosedur Kerja
a) Disiapkan slide yang kering dan bersih dengan 4 lingkaran.
b) Dipipet reagen tydal dengan volume 40 μl keadalam 4
lingkaran tadi.
c) Selanjutnya dipipet serum sebanyak 20 μl untuk
pengenceran 1/80.
d) Dicampur reagen tydal dan serum hingga homogen dengan
menggunakan batang pengaduk.
e) Kemudian baca hasil dalam waktu 1 menit
f) Diperhatikan reaksi yang terjadi, bila terjadi aglutinasi
dilanjutkan pemeriksaan untuk pengenceran 1/160.
g) Dipipet reagen tydal dengan volume 40 μl keadalam 4
lingkaran tadi.
h) Selanjutnya dipipet serum sebanyak 10 μl untuk
pengenceran 1/160.
i) Dicampur reagen tydal dan serum hingga homogen dengan
menggunakan batang pengaduk.
29

j) Kemudian baca hasil dalam waktu 1 menit


k) Diperhatikan reaksi yang terjadi, bila terjadi aglutinasi
dilanjutkan pemeriksaan untuk pengenceran 1/320.
l) Dipipet reagen tydal dengan volume 40 μl keadalam 4
lingkaran tadi.
m) Selanjutnya dipipet serum sebanyak 5 μl untuk pengenceran
1/320.
n) Dicampur reagen tydal dan serum hingga homogen dengan
menggunakan batang pengaduk.
o) Kemudian baca hasil dalam waktu 1 menit
p) Diperhatikan reaksi yang terjadi.
3. Pasca Analitik
1) Pembacaan Hasil;
Bila terjadi aglutinasi, dikatakan reaksi widal positif yang
berarti serum tersebut mempunyai antibody terhadap salmonella
thypi bila tidak terjadi aglutinasi dikatakan reaksi widal negatif yang
berarti serum tidak mempunyai antibodi terhadap salmonella thypi.
Tabel Interpretasi Hasil
No Sampel µl Reagen µl Titer
1. 20 40 1/80
2. 10 40 1/160
3. 5 40 1/320
2) Pencatatan hasil
G. Jenis Data
Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
yaitu nilai hasil pemeriksaan widal slide menggunakan serum dan plasma
EDTA pada penderita demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari.
H. Sumber Data
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil pemeriksaan
widal pasien.
30

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku, jurnal penelitian atau
media lain yang terkait dengan penelitian.
I. Pengolahan Data
1. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul.
2. Coding, yaitu memberikan kode pada data untuk memudahkan dalam
memasukkan data ke program computer
3. Scoring, yaitu setelah melakukan pengkodean, maka dilanjutkan dengan
tahap pemberian skor pada masing-masing sampel yang digunakan dalam
bentuk angka.
4. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk kemudian direkap dan
disusun dalam bentuk tabel agar dapat dibaca dengan mudah.
J. Analisa Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisa dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
𝑓
𝑋= ×𝑘
𝑛
Keterangan :
X : Jumlah presentase variabel yang diteliti
f : Jumlah responden berdasarkan variable
n : Jumlah sampel penelitian
k : Konstanta (100%)
K. Penyajian Data
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk dan kemudian
dijelaskan dalam bentuk narasi.
L. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subyek. Dalam
penelitian ini menekankan masalah etika yang meliputi antara lain :
1. Ananomity (Tanpa nama)
Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada
lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
31

2. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria inklusi, bila subjek menolak, maka
peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subyek.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
RSUD Kota Kendari terletak di Jl. Brigjen Z.A Sugianto No : 39
Kel. Kambu Kec. Kambu Kota Kendari. Pada tahun 2008, oleh
pemerintah Kota Kendari telah mempunyai lahan seluas 13.000 ha.
Batas wilayah RSUD Kota Kendari
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mandonga.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Poasia.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mokoau.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wua-Wua.
2. Sejarah Berdirinya RSUD Kota Kendari
RSUD Kota Kendari merupakan bangunan atau gedung
peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang didirikan pada tahun 1927
dan telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu Dibangun oleh
Pemerintah Belanda pada tahun 1927, Dilakukan rehabilitasi oleh
Pemerintah Jepang pada tahun 1942-1945, Menjadi Rumah Sakit Tentara
pada tahun 1945-1960, Menjadi RSU Kabupaten Kendari pada tahun
1960-1989, Menjadi Puskesmas Gunung Jati pada tahun 1989-2001,
Menjadi RSU Kota Kendari pada tahun 2001 berdasarkan Perda Kota
Kendari No. 17 Tahun 2001.
Diresmikan penggunaannya sebagai RSUD Abunawas Kota
Kendari oleh bapak Walikota Kendari pada tanggal 23 Januari 2003.
Pada tanggal 9 Desember 2011 Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas
Kota Kendari resmi menempati Gedung baru yang terletak di Jl. Brigjen
Z.A Sugianto No : 39 Kel. Kambu Kec. Kambu Kota Kendari. Pada
tanggal 12-14 Desember 2012 telah divisitasi oleh TIM Komite
Akreditasi Rumah Sakit ( KARS ), dan berhasil terakreditasi penuh
sebanyak 5 pelayanan ( Administrasi dan Manajemen, Rekam Medik,
Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Medik dan IGD ).

32
33

Berdasarkan SK Walikota Kendari no 16 Tahun 2015 tanggal 13


Mei 2015 dikembalikan namanya menjadi RSUD Kota Kendari sesuai
PERDA Kota Kendari No. 17 Tahun 2001.
3. Sarana dan Prasarana Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari terbagi atas
beberapa bagian ruang, yaitu:
a. Ruang Administrasi;
b. Ruang Tunggu Pasien;
c. Ruang Sampling;
d. Ruang Pengolahan Sampel, terbagi atas:
1) Ruang Kimia;
2) Ruang Hematologi, Serologi dan Urinalisa;
3) Ruang Bakteri dan Parasit.
e. Toilet, terbagi atas :
1) Toilet Pasien;
2) Toilet Petugas Laboratorium.
f. Ruang Istirahat;
g. Ruang Ganti;
h. Ruang Penyimpanan Alat Gelas dan Reagen.
Dalam menunjang pelayanan kesehatan, laboratorium rumah sakit
umum daerah kota kendari dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium
yang terdiri dari Pemeriksaan Hematologi (Darah Rutin menggunakan
alat Hematologi Analyzer yang pemeriksaannya meliputi Hemoglobin
(Hb), Leukosit, Eritrosit, Hematokrit, MCV, MCH, MCHC, Trombosit,
Laju Endap Darah (LED) (meliputi pemeriksaan CT, BT, Hitung Jenis)
pemeriksaan Kimia Darah (Glukosa : GDS, GDP, GD 2 Jam PP. SGOT,
SGPT, Protein Total, Albumin, Globulin, Bilirubin Total, Bilirubin
Direct, Ureum, Creatinin, Asam Urat, Chol Total, Chol HDL, Chol LDL,
Trigliserida. Pemeriksaan Urinalisa (Kimia Urin (Carik Celup/Strip),
Sedimen Urin). Pemeriksaan Bakteriologi (Basil Tahan Asam (BTA)).
34

Pemeriksaan Parasitologi (DDR Malaria, Feaces, Jamur). Pemeriksaan


Immunologi/Serologi (Plano Test (tes kehamilan), Widal Test, Test
Narkoba, Golongan Darah, HbsAg, Anti Hbs, HIV)
4. Tenaga Laboratorium
Tenaga laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
berjumlah 16 orang terdiri dari kepala laboratorium, administrasi,
penanggung jawab kimia klinik, penanggung jawab hematologi,
penanggung jawab mikrobiologi, penanggung jawab immunoserologi,
penanggung jawab urinalisis, dan 9 tenaga analis.
B. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian perbandingan hasil pemeriksaan widal slide
menggunakan serum dan plasma EDTA pada penderita demam tifoid di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari pada tanggal 20 juni – 11 juli
2016 di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari sebagai
berikut :
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Distribusi responden berdasarkan umur dapat disajikan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur di
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
No Umur Frekuensi (f) Presentase (%)
1 12-16 6 19,35
2 17-25 15 48,39
3 26-35 8 25,81
4 36-45 2 6,45
Jumlah 31 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 31 responden, responden


yang berumur 12-16 yaitu sebanyak 6 orang dengan presentase
19,35%, berumur 17-25 yaitu sebanyak 15 orang dengan presentase
48,39%, berumur 26-35 orang yaitu sebanyak 8 orang dengan
35

presentase 25,81%, berumur 36-45 yaitu sebanyak 2 orang dengan


presentase 6,45%.
b. Jenis Kelamin
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat disajikan
pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin di
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari.
Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
Laki-laki 17 54,84
Perempuan 14 45,16
Jumlah 31 100
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden yang berjenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 17 orang dengan presentase 54,84%
dan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 22 orang dengan
presentase 45,16%.
2. Variabel Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Kendari, diperoleh hasil yaitu :
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Widal
Menggunakan Serum di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari.
No Hasil Pemeriksaan Frekuensi (f) Presentase (%)
1 Positif 31 100
2 Negatif 0 0
Jumlah 31 100
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan
pemeriksaan widal menggunakan serum diperoleh hasil positif yaitu
sebanyak 31 pasien dengan persentase 100%.
36

Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Widal


Menggunakan Plasma EDTA di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari.

No Hasil Pemeriksaan Frekuensi (f) Presentase (%)


1 Positif 31 100
2 Negatif 0 0
Jumlah 31 100
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa distribusi pasien berdasarkan
pemeriksaan widal menggunakan plasma EDTA diperoleh hasil positif
yaitu sebanyak 31 pasien dengan persentase 100%.

C. Pembahasan
1. Pemeriksaan widal slide menggunakan serum pada penderita demam
tifoid.
Dari hasil penelitian 31 pasien yang telah melakukan pemeriksaan
widal menggunakan serum diperoleh hasil positif sebanyak 31 orang
dengan presentase 100%. Reaksi widal positif berarti serum orang
tersebut mempunyai antibodi terhadap Salmonella typhi maupun
Salmonella paratyphi. Reaksi widal negatif artinya tidak memiliki
antibodi terhadap Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi.
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan aglutinasi yang
menggunakan suspensi bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi sebagai antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
kedua bakteri salmonella tersebut dalam serum penderita tersangka
demam tifoid yaitu aglutinin O, H, AH dan BH. Semakin tinggi titer
aglutinin maka kemungkinan infeksi bakteri Salmonella makin tinggi
(Irianto, 2014).
Serum adalah bagian cair darah yang tidak diberi antikoagulan.
Serum merupakan cairan darah yang tidak mengandung fibrinogen
(Komponen pembeku darah), sel dan faktor koagulasi lainnya. Pada
dasarnya serum mempunyai komposisi yang sama dengan plasma kecuali
kandungan fibrinogen dan faktor pembekuan ІІ (Protrombin), V
37

(Proakselerin), dan VІІІ (AHF dan AHG) tidak dimiliki oleh serum.
Serum juga memiliki kandungan serotonin yang lebih tinggi dibanding
plasma, karena terjadi pemecahan trombosit selama proses
penggumpalan (Ganong, 2002).
Serum lebih baik digunakan untuk beberapa pemeriksaan karena
serum tidak mengandung bahan-bahan dari luar seperti adanya
penambahan antikoagulan sehingga komponen-komponen yang
terkandung di dalam serum tidak terganggu aktifitas atau reaksinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
menggunakan serum yaitu penundaan pemeriksaan dalam waktu yang
lama pada suhu yang tidak sesuai sehingga membuat serum rusak. Jika
dilakukan penundaan maka disimpan pada suhu 18-30oC selama 3 hari.
Dan pada suhu 4 oC selama 1 minggu. Darah yang belum membeku
dengan baik kemudian dicentrifuge menyebabkan darah lisis sehingga
menyulitkan pembacaan karena sampel akan menjadi keruh
(Sardini, 2007).
2. Pemeriksaan Widal Menggunakan Plasma EDTA pada Penderita Demam
Tifoid.
Dari hasil penelitian 31 pasien yang melakukan pemeriksaan widal
menggunakan plasma EDTA diperoleh hasil positif sebanyak 31 orang
(100%). Plasma adalah bagian cair darah yang diberi antikoagulan (anti
pembekuan darah). Plasma terdiri dari 91 sampai 92% air yang berperan
sebagai medium transpor, dan 8 sampai 9% zat padat. Zat padat tersebut
antara lain protein-protein seperti albumin, globulin, faktor-faktor
pembekuan dan enzim; unsur organik seperti nitrogen non protein (urea,
asam urat, xantin, kreatinin, asam alkohol), lemak netral, fosfot lipid, dan
glukosa, dan unsur organik berupa natrium, flourida, bikarbonat, kalsium,
kalium, magnesium, fosfor, besi dan iodium (Price & Wilson, 2005).
EDTA adalah antikoagulan yaitu zat yang mencegah pembekuan
darah dengan cara mengikat (khelasi) atau mengendapkan (presipitasi)
kalsium, atau dengan cara menghambat pembentukan trombin yang
38

diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses


pembekuan.
Untuk efisiensi waktu plasma EDTA lebih sering digunakan karena
plasma EDTA tidak berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan.
Penggunaan plasma EDTA dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan jika
penundaan waktu pemeriksaan yang membutuhkan waktu yang lama.
Jika dilakukan penundaan maka disimpan pada suhu 4oC paling lama 24
jam. Penundaan waktu pemeriksaan pada suhu 20-25 oC paling lama 2
jam. Perbandingan antara darah dengan plasma EDTA yang tidak sesuai.
Aturan perbandingan darah dengan plasma EDTA yaitu 1 ml darah : 0,01
ml EDTA (Gandasoebrata, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kelompok umur
yang memiliki hasil positif banyak terjadi pada umur 17-25 tahun yaitu
sebanyak 15 orang dengan peresentase 48,39% dan yang paling rendah
terjadi pada umur 36-45 tahun yaitu sebanyak 2 orang dengan persentase
6,45%. Hal ini sesuai dengan teori Siska (2009) yang menyatakan bahwa
penyakit ini banyak menimbulkan masalah pada kelompok umur dewasa
muda, karena tidak jarang disertai perdarahan dan perforasi usus yang
sering menyebabkan kematian penderita. Pada kelompok usia 3-19 tahun
yaitu kelompok anak sekolah yang kemungkinkan besar diakibatkan
sering jajan di sekolah atau tempat lain di luar rumah. Sedangkan
kelompok umur 20-30 tahun merupakan kelompok pekerja dimana
kelompok usia tersebut sering melakukan aktivitas diluar rumah,
sehingga beresiko untuk terinfeksi Salmonella typhi, seperti
mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi Salmonella
typhi (Siska, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui jenis
kelamin laki-laki lebih banyak positif demam tifoid yaitu sebanyak 17
orang dengan presentase 54,84% dan perempuan sebanyak 14 orang
dengan presentase 45,16%. Hal ini sesuai dengan teori Siska (2009)
menyatakan bahwa jenis kelamin antara penderita pria dan wanita pada
39

demam tifoid tidak ada perbedaan, tetapi pria lebih banyak terpapar
dengan bakteri S.typhi dibandingkan dengan wanita, karena aktivitas di
luar rumah lebih banyak. Hal ini memungkinkan pria mendapat risiko
lebih besar untuk menderita penyakit demam tifoid dibandingkan dengan
wanita.
Kebiasaan makan diluar rumah dapat menjadi salah satu faktor hal
ini dikarenakan apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Dapat juga disebabkan karena makanan tersebut disajikan oleh
seorang penderita tifus laten (tersembunyi) yang kurang menjaga
kebersihan saat memasak. Seseorang dapat membawa bakteri tifus dalam
saluran pencernaannya tanpa sakit, ini yang disebut dengan penderita
laten. Penderita ini dapat menularkan penyakit tifus ini ke banyak orang,
apalagi jika dia bekerja dalam menyajikan makanan bagi banyak orang
seperti tukang masak di restoran (Siska, 2009).
Penularan bakteri Salmonella thypi dapat ditularkan melalui
minuman terkontaminasi dan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar bakteri Salmonella thypi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut, selanjutnya orang sehat akan
menjadi sakit (Addin, 2009).
Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada
penularan demam tifoid yaitu higiene perorangan yang rendah, seperti
budaya cuci tangan yang tidak terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak,
penyaji makanan serta pengasuh anak, higiene makanan dan minuman
yang rendah. Faktor ini paling berperan pada penularan tifoid. Beberapa
contoh untuk ini diantaranya: makanan yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang
dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu,
sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak masak, dan sebagainya.
Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah,
40

kotoran, dan sampah, yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.


Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak yang tidak diobati secara
sempurna (Depkes RI, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan widal, yaitu faktor-
faktor yang berhubungan dengan penderita yaitu keadaan umum gizi
penderita, Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi, Waktu
pemeriksaan, Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah penderita
mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada
minggu kelima atau keenam sakit, Pengobatan dini dengan antibiotik,
Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi, Penyakit-penyakit tertentu, Pada beberapa
penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan
antibodi (Handojo 2004).
Faktor-faktor teknis yaitu Aglutinasi silang, karena beberapa
spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka
reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies salmonella penyebab
infeksi tidak dapat ditentukan dengan pemeriksaan widal, konsentrasi
suspensi antigen, Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada
pemeriksaan widal akan mempengaruhi hasilnya dan Strain salmonella
yang digunakan untuk suspensi antigen dari strain salmonella setempat
lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain (Handojo, 2004).
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang gambaran hasil pemeriksaan widal slide
menggunakan serum dan plasma EDTA pada penderita demam tifoid di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari dengan jumlah pasien sebanyak 31
orang dapat diketahui bahwa pemeriksaan widal slide baik menggunakan
serum maupun plasma EDTA didapatkan hasil yang sama, yang dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksaan widal menggunakan serum didapatkan hasil positif
pemeriksaan widal pada semua pasien yaitu sebanyak 31 orang (100%)
dan tidak ditemukan hasil yang negatif (0%).
2. Hasil pemeriksaan widal menggunakan plasma EDTA didapatkan hasil
positif pemeriksaan widal pada semua pasien yaitu sebanyak 31 orang
(100%) dan tidak ditemukan hasil yang negatif (0%).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka disarankan
untuk :
1. Bagi institusi pendidikan, Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan bacaan atau tambahan kepustakaan bagi pembaca.
2. Bagi peneliti selanjutnya terkait penelitian ini agar lebih
mengembangkan variabel penelitian yang akan diteliti sehingga makna
yang diperoleh dapat lebih detail, jelas dan menyeluruh.
3. Bagi tenaga analis, Sebagai tenaga analis kesehatan senantiasa bekerja
sesuai dengan Standar Operasional (SOP) yang berlaku agar didapatkan
hasil yang teliti dan tepat.

41
DAFTAR PUSTAKA

Addin A, 2009, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Bandung: PT. Puri


Delco
Agus Syahrurachman, dkk, 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta:
Binarupa Aksara
Aris Suyono, 2006, Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan
Dengan Kejadian Demam Tifoid Di Puskesmas Bobotsari Kabupaten
Purbalingga. Skripsi : Universitas Diponegoro.
Astuti, O.R. 2013. Demam Tifoid. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Depkes RI, 2006, Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta : Direktorat
Jendral PP & PL.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2013 dan 2015
E. N. Kosasih & A. Skosasih. 2006. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Klinik Edisi Kedua. Tangerang : Karisma Publishing Group.
Gandasoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat
Ganong, Wiliam. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Hardjoeno. H, dkk. 2007. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik.
Handojo, Indro. 2004. Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi.
Surabaya : AUP
Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, Dan Virologi Medis.
Bandung : Alfabeta
Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Kinanti, 2010. Perbandingan Titer Antibodi Salmonella typhosa O dan H pada
penduduk Perkotaan dan Pedesaan. Surakarta
Mandal. 2006. Penyakit Infeksi. Jakarta : EMS
Nasir, Abdul, dkk. 2011. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari Tahun 2015
Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta : Alfamedia
dan Kanal Medika
Sacher, Ronald.A & Mophersun, Richard. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC
Saryono & Mekar Dwi Anggraeni. 2013. Metode Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif. Yogyakarta : Nuha Medika
Siska Ishaliani H, 2009. Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di
Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi. Skripsi, Universitas
Sumatera Utara
Sutedjo, AY. 2006. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books
Taiso, Rodliyah. 2012. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Widal Metode Slide
Menggunakan Serum dan Plasma Pada Penderita Demam Tifoid Di RSUD
Kota Kendari.
Tarwoto, dkk. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta : TIM
Tusianawati, Lusita. 2013. Serum dan Plasma untuk Test Widal
Wardhani, dkk. 2005. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan Antigen
Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory,Vol. 12 : 31-37
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga
LAMPIRAN
Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth, Responden
di
Tempat

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan, maka saya :


Nama : Linda Ayu Lestari
NIM : P00320013117
Sebagai mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul “Gambaran Hasil
Pemeriksaan Widal Slide Menggunakan Serum dan Plasma EDTA Pada
Penderita Demam Tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari ”.
Sehubungan dengan hal itu, saya mohon untuk bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini, anda berhak untuk menyetujui atau menolak menjadi
responden. Apabila bapak setujui, maka disilahkan untuk menandatangi surat
persetujuan responden berikut ini. Atas partisipasinya dan kerjasamanya, saya
ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Linda Ayu Lestari


Lampiran 2

SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Saya bertanda tangan di bawah ini tidak keberatan untuk menjadi


responden dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Kendari Jurusan Analis Kesehatan dengan judul : “Gambaran Hasil
Pemeriksaan Widal Slide Menggunakan Serum dan Plasma EDTA Pada
Penderita Demam Tifoid Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari ”.
Saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia. Demikianlah surat
persetujuan ini dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun semoga dapat
dipergunakan seperlunya.

Kendari, Juni 2016


Responden

(Nama Lengkap)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI
LABORATORIUM
l.Z.A. Sugianto No.39 Kota Kendari Telp. (0401) 33359171

LEMBAR HASIL PENELITIAN

Judul Penelitian : Gambaran Hasil Pemeriksaan Widal Slide Menggunakan Serum


Dan Plasma EDTA Pada Penderita Demam Tifoid di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Kendari.
Nama Peneliti : Linda Ayu Lestari
NIM : P00320013117

Hasil Pemeriksaan
Jenis
Kode
Umur Kelamin Serum
No Sampel Plasma EDTA
L P O H AH BH O H AH BH
1 A1 20  1/320 1/320 1/160 Neg(-) 1/320 1/320 1/160 Neg(-)
2 A2 19  1/320 1/160 Neg(-) Neg(-) 1/320 1/160 Neg(-) Neg(-)
3 A3 22  1/160 1/160 1/80 Neg(-) 1/160 1/160 1/80 Neg(-)
4 A4 20  1/320 1/160 Neg(-) 1/80 1/320 1/160 Neg(-) 1/80
5 A5 21  1/160 1/160 1/80 Neg(-) 1/160 1/160 1/80 Neg(-)
6 A6 21  1/320 1/320 1/80 Neg(-) 1/320 1/320 1/80 Neg(-)
7 A7 26  1/160 1/160 1/160 Neg(-) 1/160 1/160 1/160 Neg(-)
8 A8 16  1/320 1/320 Neg(-) 1/160 1/320 1/320 Neg(-) 1/160
9 A9 18  1/320 1/160 Neg(-) Neg(-) 1/320 1/160 Neg(-) Neg(-)
10 A10 26  1/320 1/160 Neg(-) Neg(-) 1/320 1/160 Neg(-) Neg(-)
11 A11 20  1/320 1/160 1/80 Neg(-) 1/320 1/160 1/80 Neg(-)
12 A12 27  1/320 1/320 Neg(-) Neg(-) 1/320 1/320 Neg(-) Neg(-)
13 A13 19  1/160 1/160 1/80 Neg(-) 1/160 1/160 1/80 Neg(-)
14 A14 29  1/160 1/160 Neg(-) 1/80 1/160 1/160 Neg(-) 1/80
15 A15 22  1/320 1/160 1/160 Neg(-) 1/320 1/160 1/160 Neg(-)
16 A16 17  1/320 1/160 1/160 Neg(-) 1/320 1/160 1/160 Neg(-)
17 A17 18  1/320 1/160 1/80 Neg(-) 1/320 1/160 1/80 Neg(-)
18 A18 38  1/160 1/160 1/160 Neg(-) 1/160 1/160 1/160 Neg(-)
19 A19 35  1/160 1/160 Neg(-) Neg(-) 1/160 1/160 Neg(-) Neg(-)
20 A20 21  1/320 1/160 Neg(-) Neg(-) 1/320 1/160 Neg(-) Neg(-)
21 A21 36  1/160 1/160 1/80 Neg(-) 1/160 1/320 1/80 Neg(-)
22 A22 28  1/160 1/160 1/160 1/80 1/160 1/160 1/160 1/80
23 A23 35  1/320 1/320 Neg(-) 1/160 1/320 1/320 Neg(-) 1/160
24 A24 30  1/320 1/320 1/160 Neg(-) 1/320 1/320 1/160 Neg(-)
25 A25 17  1/160 1/160 1/80 Neg(-) 1/160 1/160 1/80 Neg(-)
26 A26 20  1/160 1/160 Neg(-) 1/80 1/160 1/160 Neg(-) 1/80
27 A27 19  1/160 1/160 Neg(-) Neg(-) 1/160 1/160 Neg(-) Neg(-)
28 A28 14  1/80 1/80 1/80 Neg(-) 1/80 1/80 1/80 Neg(-)
29 A29 16  1/320 1/320 Neg(-) 1/80 1/320 1/320 Neg(-) 1/80
30 A30 26  1/160 1/160 Neg(-) 1/80 1/160 1/160 Neg(-) 1/80
31 A31 15  1/80 1/80 Neg(-) Neg(-) 1/80 1/80 Neg(-) Neg(-)
Lampiran 4
TABULASI DATA
GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN WIDAL SLIDE MENGGUNAKAN SERUM DAN PLASMA EDTA PADA
PENDERITA DEMAM TIFOID DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI
TAHUN 2016
No Kode Umur Jenis Hasil Pemeriksaan
Sampel Kelamin Serum Plasma EDTA
O H AH BH % Kategori O H AH BH % Kategori
1 A1 20 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
2 A2 19 Thn L 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
3 A3 22 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
4 A4 20 Thn P 1 1 0 1 75 Positif 1 1 0 1 75 Positif
5 A5 21 Thn P 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
6 A6 21 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
7 A7 21 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
8 A8 16 Thn P 1 1 0 1 75 Positif 1 1 0 1 75 Positif
9 A9 18 Thn P 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
10 A10 26 Thn P 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
11 A11 20 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
12 A12 25 Thn L 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
13 A13 19 Thn L 1 1 1 1 100 Positif 1 1 1 1 100 Positif
14 A14 29 Thn L 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
15 A15 22 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
16 A16 17 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
17 A17 18 Thn P 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
18 A18 24 Thn P 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
19 A19 35 Thn L 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
20 A20 21 Thn L 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
21 A21 20 Thn L 1 1 1 1 100 Positif 1 1 1 1 100 Positif
22 A22 28 Thn P 1 1 1 1 100 Positif 1 1 1 1 100 Positif
23 A23 35 Thn P 1 1 0 1 75 Positif 1 1 0 1 75 Positif
24 A24 30 Thn P 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
25 A25 17 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
26 A26 20 Thn P 1 1 0 1 75 Positif 1 1 0 1 75 Positif
27 A27 19 Thn L 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
28 A28 19 Thn L 1 1 1 0 75 Positif 1 1 1 0 75 Positif
29 A29 16 Thn P 1 1 0 1 75 Positif 1 1 0 1 75 Positif
30 A30 29 Thn P 1 1 0 1 75 Positif 1 1 0 1 75 Positif
31 A31 16 Thn P 1 1 0 0 50 Positif 1 1 0 0 50 Positif
Lampiran 5

MASTER TABEL

GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN WIDAL SLIDE MENGGUNAKAN SERUM DAN PLASMA EDTA PADA PENDERITA
DEMAM TIFOID DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KENDARI
TAHUN 2016
No Kode Umur Jenis Kelamin Hasil Pemeriksaan
Sampel 12-16 17-25 26-35 36-45 L P Serum Plasma EDTA
Positif Negatif Positif Negatif
1 A1    
2 A2    
3 A3    
4 A4    
5 A5    
6 A6    
7 A7    
8 A8    
9 A9    
10 A10    
11 A11    
12 A12    
13 A13    
14 A14    
15 A15    
16 A16    
17 A17    
18 A18    
19 A19    
20 A20    
21 A21    
22 A22    
23 A23    
24 A24    
25 A25    
26 A26    
27 A27    
28 A28    
29 A29    
30 A30    
31 A31    
Frekuensi 6 15 8 2 17 14 31 31
Jumlah 31 31 31 31
DOKUMENTASI PENELITIAN

Persiapan alat dan bahan


Melakukan centrifuge Melakukan pemipetan sampel

Melakukan pemipetan reagen Menghomogenkan sampel dan reagen


Mengamati adanya aglutinasi Hasil Pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai