Proposal Penelitian (REVISIII)

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 41

PEMANFAATAN DATA CITRA LANDSAT 8 DAN SPOT-6

UNTUK ANALISIS PROFIL PERTUMBUHAN


KELAPA SAWIT (Studi Kasus : PTPN VIII
Cikasungka, Kab. Bogor)

USULAN PENELITIAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian
Pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Singaperbangsa Karawang

Disusun Oleh:

RANDY AKBAR
1510631090081

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pemanfaatan Data Landsat 8 dan SPOT-6 Untuk Analisis Profil


Pertumbuhan Kelapa Sawit (Studi Kasus: PTPN VIII, Kab. Bogor)
Nama : Randy Akbar
NPM : 1510631090081
Prodi : Agroteknologi
Karawang, Mei 2019

Menyetujui,

Dosen Pendamping I Dosen Pendamping II

Dr. Ir. Wagiono Ir. Ita Carolita, M.Si.


NIP. 195606061986011001 NIP. 19650227 199003 2 002

Dosen Pembimbing Utama

Slamet Abadi, Drs., M.Si.


NIDN. 0401036601

Mengetahui,

Koordinator Agroteknologi / Dosen Dekan Fakultas Pertanian


Pembimbing Utama

Darso Sugiono, SP.,MP. Muharam, Ir., MP.


NIDN. 0001058104 NIP. 1961071496702 1 001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi

kenikmatan kepada kami, mulai dari nikmat lahir dan nikmat hidup. Salawat dan

salam semoga terlimpah curahkan mengalir tanpa akhir mngucur tanpa tertutup

waktu kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun judul yang akan penulis bahas

dalam Usulan Penelitian ini yaitu “Pemanfaatan Data Citra Landsat 8 dan

SPOT-6 Untuk Analisis Profil Pertumbuhan Kelapa Sawit (Studi Kasus :

Cikasungka, Kab. Bogor)”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada pihak-pihak yang senantiasa memberikan dorongan moril maupun

spiritual dalam penyelesaian Usulan Penelitian ini. Penghargaan dan ucapan

terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. H. Moh. Wahyudin Zarkasyi, SE., MS., Ak., CPA. Rektor

Universitas Singaperbangsa Karawang.


2. Muharam, Ir., M.P. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa

Karawang.
3. Darso Sugiono, SP., MP. Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang.


4. Slamet Abadi, Drs., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama
5. Dr. Ir. Wagiono selaku Dosen Pembimbing Pendamping I.
6. Ir. Ita Carolita, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Pendamping II.
7. Staff dan Dosen Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa

Karawang.
8. Pimpinan dan Karyawan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(LAPAN) Jakarta Timur.

iii
9. Orang tua penulis Zachariyas Lambri dan Neneng Suwarni yang

senantiasa memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam

menuntut ilmu.
10. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan Usulan Penelitian

baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis sangat berharap Usulan Penelitian ini dapat berguna dalam rangka

menambah wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya

bahwa di dalam Usulan Penelitian ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata

sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

perbaikan Usulan Penelitian yang telah penulis buat.

Akhir kata kami berharap agar Usulan Penelitian ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan juga bermanfaat bagi para pembacanya.

Karawang, 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah…............................................................. 3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian................................................. 3
1.4 Kegunaan Penelitian................................................................ 3
1.5 Kerangka Pemikiran................................................................. 4
1.6 Hipotesis.................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…........................................................


2.1 Tanaman Kelapa Sawit............................................................ 6
2.1.1 Penyebaran Kelapa Sawit............................................ 7
2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit..................... 7
2.1.3 Varietas Kelapa Sawit................................................. 10
2.1.4 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit...................................... 12
2.1.5 Pemeliharaan Kelapa Sawit......................................... 13
2.2 Penginderaan Jauh................................................................... 15
2.2.1 Citra Landsat............................................................... 17
2.2.2 Citra SPOT.................................................................. 19
2.2.3 Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Kelapa Sawit....... 20
2.2.4 Indeks Kehijauan......................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN….....................................................


3.1 Tempat dan Waktu................................................................... 24
3.2 Bahan dan Alat......................................................................... 24
3.3 Metodologi Penelitian.............................................................. 25
3.3.1 Kajian Pustaka............................................................. 26
3.3.2 Pengumpulan Data Primer (Data Satelit) ................... 27
3.3.3 Pengumplulan Data Sekunder (Studi lapang) ............. 27
3.3.4 Pengolahan Data Satelit............................................... 28
3.3.5 Pengolahan Data Sekunder.......................................... 28
3.3.6 Analisis Data Primer dan Pemodelan......................... 29
3.3.7 Pengujian Hasil Analisis.............................................. 29
3.3.8 Perbaikan Model.......................................................... 29
3.4 Jadwal Kegiatan...................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

v
LAMPIRAN.................................................................................................

vi
DAFTAR GAMBAR

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu jenis

tanaman perkebunan yang menduduki posisi paling penting dalam sektor

pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena

dari sekian banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit

yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Khaswarina,

2001).

Dunia produksi minyak kelapa sawit telah meningkat spektakuler dalam

20 tahun terakhir, terutama di Malaysia dan Indonesia. Pada perkebunan

komersial, kelapa sawit ditanam di blok usia seragam dan kepadatan yang sama.

Perusahaan perkebunan memiliki peta usia blok kelapa sawit, akan tetapi

informasi spasial ini tidak mudah diakses untuk tujuan penilaian dampak

lingkungan. Selain itu informasi mengenai umur kelapa sawit merupakan

informasi yang dapat memberikan informasi besar produksi yang akan dihasilkan

dan besar pajak yang harus dikeluarkan.

Teknologi Satelit penginderaan jauh menggunakan teknik penginderaan

jauh optik dan radar telah berhasil digunakan dalam berbagai aplikasi yang

berhubungan dengan studi sumber daya bumi dan pemantauan

lingkungan.Beberapa keuntungan dari teknik ini adalah efektivitas biaya, cakupan

1
2

yang luas, dekat akuisisi data real-time dan kemampuan perekaman berulang

dengan waktu yang teratur (Carolita dkk, 2015). Penginderaan Jauh memiliki

potensi signifikan untuk membantu pemantauan kelapa sawit dan upaya prediksi.

Penginderaan jauh juga memberikan kemungkinan untuk memberikan metode

dengan biaya yang efektif untuk untuk memetakan kelapa sawit serta memberikan

penilaian secara khusus praktek manajemen dan deskripsi pertumbuhan kelapa

sawit.

Data satelit Landsat Thematic Mapper (Wahid, 1998) dan SPOT (Lukman

dan Poeloengan, 1996) telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi

pertumbuhan kelapa sawit dan untuk memetakan perbedaan usia sawit pada tahap

awal pertumbuhan. Berbagai manfaat dari aplikasi penginderaan jauh untuk

perkebunan kelapa sawit di antaranya adalah mengetahui umur kelapa sawit,

sehingga akan dapat diprediksi umur kelapa sawit dengan menggunakan data

citra, selanjutnya dapat diprediksi produksi yang dihasilkan.

Data satelit Landsat Thematic Mapper (Wahid, 1998) dan SPOT (Lukman

dan Poeloengan, 1996) telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi

pertumbuhan kelapa sawit dan untuk memetakan perbedaan usia sawit pada tahap

awal pertumbuhan. Penelitian oleh LAPAN (Sitorus, 2004) di perkebunan kelapa

sawit di Lampung Sumatera Indonesia menunjukkan bahwa koefisien regresi

antara Landsat spektral band dan usia kelapa sawit adalah 69%. Band 5 dari

Landsat, IRI (indeks Red Infra), dan MIRII (Infra red Tengah) dari Landsat

memberikan korelasi terbesar dengan usia kelapa sawit. Oleh karena itu
3

perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat dipetakan dengan menggunakan data

SPOT dan Landsat yang diterima oleh LAPAN, dan dipantau pertumbuhannya.

Analisis profil pertumbuhan kelapa sawit menggunakan data citra Landsat

8 dan SPOT-6 Studi Kasus Kabupaten Bogor dengan memanfaatkan informasi

penginderaan jauh diharapkan dapat menjadi alternatif dalam upaya mengevaluasi

dan memperbaiki kegiatan penyediaan data profil pertumbuhan dan produktivitas

kelapa sawit di Indonesia yang lebih baik, lebih akurat, dan tepat waktu.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disampaikan, maka dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana klasifikasi penggunaan lahan kelapa sawit dan non kelapa sawit

melalui pemanfaatan data citra Landsat 8 dan SPOT-6 di PTPN VII Oil Palm

Cikasungka Kabupaten Bogor?


2. Bagaimana profil pertumbuhan tanaman kelapa sawit pemanfaatan data citra

Landsat 8 dan SPOT-6 di PTPN VII Oil Palm Cikasungka Kabupaten Bogor?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pertumbuhan

tanaman Kelapa Sawit menggunakan data citra Landsat 8 dan SPOT-6 (Studi

Kasus PTPN VIII Oil Palm Cikasungka Kabupaten Bogor).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lahan kelapa sawit dan non

kelapa sawit dan mengidentifikasi umur kelapa sawit dengan menggunakan data
4

citra satelit Landsat 8 dan SPOT-6 (Studi Kasus PTPN VIII Oil Palm Cikasungka

Kabupaten Bogor).

1.4. Kegunaan Penelitian

Dari sisi praktis diharapkan model yang digunakan dapat dimanfaakan

oleh Pengguna (dalam hal ini Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit) dapat

memantau pertumbuhan kelapa sawitnya di setiap blok, sehingga dapat

memperbaiki manajemen dalam pemupukan dan penataan air, pemberantasan

hama penyakit, serta memprediksi panen yang akan dihasilkan. karena itu

perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat dipetakan dan dipantau

pertumbuhannya dengan menggunakan data Landsat 8 dan SPOT-6. Sedangkan

dari sisi keilmuan yaitu berguna sebagai pengembangan ilmu remote sensing

secara umum.

1.5. Kerangka Pemikiran

Unsur alam dan unsur buatan yang ada di permukaan bumi dapat direkam

dalam bentuk pantulan panjang gelombang atau dalam bentuk citra yang relatif

lebih mendekati gambaran fisik objek objek yang ada di permukaan bumi. Objek

tersebut terekam pada citra landsat 8 maupun SPOT-6 dengan image yang

berbeda. Kedua image tersebut dapat dipakai sebagai pendefinisian suatu objek

nyata dipermukaan bumi.

Pada kelapa sawit terdapat pola khusus sebagai tanaman perkebunan yang

dapat dikenali dari data penginderaan jauh. dimana bentuk area atau blok

perkebunannya terlihat petak persegi dengan pola teratur pada citra hingga dengan

tekstur yang halus pada citra resolusi menengah. Pada resolusi tinggi tekstur
5

terlihat sangat berbeda dari objek lainnya, karena daun-daunya membentuk pola

seperti bintang (Lapan, 2014)

Kelapa sawit umumnya memiliki usia sampai dengan sekitar 25 tahun.

Pada usia muda, batang kelapa sawit masih pendek dan daun-daun belum banyak,

sehingga jarak antar tanaman masih nampak jelas (Lapan, 2014). Semakin

bertambahnya usia kelapa sawit, daun-daunnya semakin rimbun serta semakin

lama jarak antara pohon semakin tertutupi (Lapan, 2014).

Adanya bentuk, warna, dan pola serta tekstur yang khas dari perkebunan

kelapa sawit menyebabkan kelapa sawit dapat dikenali dengan mudah dan baik

pada citra resolusi menengah dan tinggi. Berbagai manfaat dari aplikasi

penginderaan jauh untuk perkebunan kelapa sawit di antaranya adalah mengetahui

umur kelapa sawit, sehingga akan dapat diprediksi umur kelapa sawit dengan

menggunakan data citra, selanjutnya dapat dirprediksi produksi yang dihasilkan

1.6. Hipotesis

Berdasarkan identifikasi masalah dari penelitian ini, dapat diambil hipotesis :

1. Terdapat perbedaan nyata identifikasi kelas lahan kelapa sawit dan non kelapa

sawit.

2. Terdapat perbedaan nyata identifikasi tingkat pertumbuhan tanaman kelapa

sawit pada berbagai umur tanaman.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat.

Tetapi ada sebagian berpendapat justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal

dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena spesies kelapa sawit

banyak ditemukan di daerah hutan Brazil dibandingkan Amerika. Pada

kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti

malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, mampu memberikan

hasil produksi perhektar yang lebih tinggi (Fauzi et al,. 2012). Kelapa sawit

pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada

tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari

Maritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa

sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911.

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Haller, seorang

berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika.

Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya

perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di

Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di

Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu sebesar

5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576

6
7

ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti

sawit sebesar 850 ton (Fauzi et al,. 2012).

2.1.1. Penyebaran kelapa sawit di Indonesia

Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada

tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang

menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan

merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini

telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya

Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera

Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.

Pulau Sumatera terutama Sumatera Utara, Lampung dan Aceh merupakan

pusat penanaman kelapa sawit yang pertama kali terbentuk di Indonesia, namun

demikian sentra penanaman ini berkembang ke Jawa Barat (Garut selatan, Banten

Selatan), Kalimantan Barat dan Timur, Riau, Jambi, Irian Jaya. Pada tahun 1995

luas perkebunan kelapa sawit adalah 2.025 juta, dan diperkirakan pada tahun 2005

luas perkebunan menjadi 2.7 juta hektar dengan produksi minyak sebesar 9.9

ton/tahun.

2.1.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Klasifikasi tanaman kelapa sawit menurut Pahan (2012), sebagai berikut:

Divisi : Embryophyta Siphonagama


Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
8

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.


Morfologi tanaman Kelapa Sawit menurut PTPN VII (2006) dideskripsikan

sebagai berikut :

a. Akar

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar

tunggang. Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah

bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 meter.

Akar primer kelapa sawit terus berkembang. Susunan akar kelapa sawit terdiri

dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke

samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan

ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar

tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa

mencapai 8 meter hingga 16 meter secara vertikal.

b. Batang

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.

Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang

yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang

kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk

seperti kubis dan enak dimakan. Pada batang tanaman kelapa sawit terdapat

pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun

daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang

masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak

berwarna hitam beruas.

c. Daun
9

Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu

burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang

sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun

berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk

lidi sebagai tulang daun.

d. Bunga dan buah

Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan

mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk

lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit

mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari

pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan

perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk. Buah kelapa sawit tersusun dari

kulit buah yang licin dan keras (epicarp), daging buah (mesocrap) dari susunan

serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau

tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang

berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo). Lembaga

(embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah, yaitu:

1. Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula yang

selanjutnya akan menjadi batang dan daun.

2. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut dengan radicula yang

selanjutnya akan menjadi akar.

Plumula tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar

adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan


10

seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit

kelapa sawit memerlukan waktu 3 bulan untuk memantapkan dirinya sebagai

organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan menyerap makanan dari

dalam tanah. Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua

warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan

setelah matang menjadi merah kuning (orange). Jika sudah berwarna orange, buah

mulai rontok dan berjatuhan (buah leles).

e. Biji

Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda.

Biji dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gam, sehingga

dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gam per biji, dan

biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gam per biji. Biji kelapa sawit

umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat

berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar

perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih

tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.

2.1.3. Varietas Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman

monokotil yang tergolong dalam famili palmae. Tanaman kelapa sawit

digolongkan berdasarkan ketebalan tempurung (cangkang) dan warna buah

(Pahan, 2012). Menurut Pahan (2012), berdasarkan ketebalan cangkang, tanaman

kelapa sawit dibagi menjadi tiga varietas, yaitu:


11

1. Varietas Dura, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkangnya 2-8 mm, dibagian

luar cangkang tidak terdapat lingkaran serabut, daging buahnya relatif tipis,

dan daging biji besar dengan kandungan minyak yang rendah. Varietas ini

biasanya digunakan sebagai induk betina oleh para pemulia tanaman.

2. Varietas Pisifera, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkang yang sangat tipis

(bahkan hampir tidak ada). Daging buah pissifera tebal dan daging biji sangat

tipis. Pisifera tidak dapat digunakan sebagai bahan baku untuk tanaman

komersial, tetapi digunakan sebagai induk jantan oleh para pemulia tanaman

untuk menyerbuki bunga betina.

3. Varietas Tenera merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera. Varietas

ini memiliki ciri-ciri yaitu cangkang yang yang tipis dengan ketebalan 1,5 –

4mm, terdapat serabut melingkar disekeliling tempurung dan daging buah yang

sangat tebal. Varietas ini umumnya menghasilkan banyak tandan buah.

Berdasarkan warna buah, tanaman kelapa sawit terbagi menjadi 3 jenis yaitu:

1. Nigescens , dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna ungu kehitam

hitaman, sedangkan buah yang telah masak berwarna jingga kehitam-hitaman.

2. Virescens, dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna hijau, sedangkan

buah yang telah masak berwarna jingga kemerah-merahan dengan ujung buah

tetap berwarna hijau.

3. Albescens, dengan ciri-ciri yaitu buah mudanya berwarna keputih-putihan,

sedangkan buah yang telah masak berwarna kekuning-kuningan dengan ujung

buah berwarna ungu kehitaman (Adi, 2011).


12

2.1.4. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan –

hutan, lalu dibudidayakan. Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi

lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal.

Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan kelapa sawit,

di samping faktor – faktor lainnya seperti sifat genetika, perlakuan budidaya, dan

penerapan teknologi lainnya.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada bermacam jenis tanah. Ciri tanah yang

baik untuk kelapa sawit diantaranya gembur, aerasi dan drainase baik, kaya akan

humus, dan tidak memiliki lapisan padas. Tanaman kelapa sawit cocok

dibudidayakan pada pH 5,5 – 7,0. Curah hujan dibawah 1250 mm/th sudah

merupakan pembatas pertumbuhan, karena dapat terjadi defisit air, namun jika

curah hujan melebihi 2500 mm/th akan mempengaruhi proses penyerbukan

sehingga kemungkinan terjadi aborsi bunga jantan maupun bunga jantan maupun

bunga betina menjadi lebih tinggi. Ketinggian tempat yang baik untuk ditanam

tanaman kelapa sawit yaitu antara 0 – 500 m dpl dengan kemiringan lereng

sebesar 0 – 3 % (Tim Bina Karya Tani, 2009).

2.1.5. Pemeliharaan Kelapa Sawit

a. Pengendalian Gulma

Gulma di perkebunan kelapa sawit harus dikendalikan supaya

secara ekonomi tidak berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi.

Adanya gulma di perkebunan kelapa sawit akan sangat merugikan.

Alasannya, gulma mengganggu dan menghambat jalan para pekerja,


13

gulma menjadi pesaing tanaman kelapa sawit dalam menyerap unsur hara

dan air, serta kemungkinan gulma menjadi tanaman inang bagi hama atau

penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit. Jenis-jenis gulma di

perkebunan kelapa sawit adalah krisan, Mikania scandes, eupathorium

(babandotan), melastoma (harendong), pakis kawat, pakis gajah, keladi

dan alang-alang. Selain menggunakan herbisida, pengendalian gulma bisa

dilakukan dengan cara manual memakai cangkul dan garpu.

b. Pengendalian Hama dan Penyakit

pengendalian hama dan penyakit tanaman pada hakikatnya

merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan. Upaya

mendeteksi hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini mutlak harus

dilaksanakan. Selain akan memudahkan tindakan pencegahan dan

pengendalian, keuntungan deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi

ledakan serangan yang tak terkendali atau terduga. Hama yang sering

menyerang tanaman kelapa sawit diantaranya kumbang tanduk, ulat api,

ulat kantong, tikus, rayap, Adoretus, dan Apogonia, serta babi hutan.

Penyakit utama kelapa sawit adalah penyakit busuk pangkal batang kelapa

sawit, penyakit antraknosa dan bercak daun. Konsep yang digunakan

dalam pengendalian hama, penyakit, dan gulma di perkebunan kelapa

sawit adalah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Integrated Pest

Management (IPM). Berbagai cara yang dilakukan dalam PHT

diantaranya adalah: 1. Hama ulat (Tasea asigna, Stora nitens, dan

Darnarima sp.) dikendalikan dengan menyemprotkan Dipterex atau


14

Bayrusil. 2. Hama kumbang (Apogania sp. dan Oryctes rhinoceros)

dikendalikan dengan menyemprotkan larutan Azodrin yang bersifat

sistemik. 3. Hama tikus dikendalikan dengan racun Tomorin, Warfarin,

atau Racumin. Penyakit pada tanaman kelapa sawit hingga saat ini, belum

ditemukan cara pemberantasan yang efektif, sehingga hanya dapat

dilakukan pembatasan penyebaran penyakit. Caranya, menebang tanaman

kelapa sawit yang terserang penyakit ini, pangkal batang dan sisa-sisa akar

dibakar di tempat tersebut (Sastrosayono, 2003).

c. Pemupukan

Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus-

menerus bagi pertumbuan dan perkembangan tanaman kelapa sawit yang

berumur panjang sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan

dalam penyediaan hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur

hara melalui pemupukan. Manfaat pemupukan memberikan kontribusi

yang sangat luas dalam meningkatkan produksi dan kualitas produk yang

dihasilkan.

Salah satu efek pemupukan yang sangat bermanfaat adalah

meningkatnya kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi

tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman

terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang kurang

menguntungkan. Pupuk yang umum digunakan dalam perkebunan kelapa

sawit adalah pupuk anorganik (buatan) dan pupuk organik. Pemupukan

kelapa sawit dilakukan pada 3 tahap perkembangan tanaman, yaitu pada


15

tahap pembibitan dan TBM yang mengacu pada dosis baku, tahap TM

yang ditentukan berdasarkan perhitungan faktor-faktor dasar, serta konsep

neraca hara (nutrient balance).

2.2. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan ilmu yang digunakan untuk memperoleh

informasi tentang objek, daerah atau gejala, melalui data yang diperoleh dengan

menggunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang

akan dikaji (Lillesand and Kiefer, 1990). Penginderaan jauh dilakukan dengan

pengukuran nilai gelombang elektromagnetik pantulan (reflection) maupun

pancaran (emission) dari objek yang diamati. Obyek di permukaan bumi akan

memantulkan energi gelombang elektromagnetik, yang selanjutnya akan

ditangkap dan direkam oleh sensor (Bakara, 2014). Sistem penginderaan jauh

memiliki empat komponen dasar yaitu; objek, sumber energi, alur transmisi, serta

sensor. Keempat komponen tersebut bekerja bersamaan untuk mengukur dan

mencatat informasi dari objek yang diamati.

Sumber energi berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari

target ke sensor, sedangkan sensor merupakan alat yang berfungsi untuk

mengumpulkan dan mencatat gelombang elektromagnetik yang dipancarkan atau

dipantulkan oleh objek. Data tersebut selanjutnya dikirimkan ke stasiun penerima

untuk kemudian diproses menjadi format yang siap dipakai berupa citra. Citra

tersebut yang kemudian diinterpretasikan untuk dapat diambil informasinya

mengenai objek yang diamati. Terdapat tiga kelompok utama objek permukaan
16

bumi yang dapat dideteksi oleh sensor yaitu: air, tanah, serta vegetasi. Masing-

masing obyek tersebut memiliki energi elektromagnetik dengan panjang

gelombang berbeda. Sifat-sifat tersebut yang sering digunakan dalam sistem

penginderaan jauh untuk dapat mengenali objek-objek di permukaan bumi

(Gunawan, 2014).

Interpretasi citra merupakan proses pengkajian dan pengenalan objek

dalam citra. Terdapat tiga tahapan dalam interpretasi citra, diantaranya;

1. Deteksi, yaitu: pengenalan objek dengan karakteristik tertentu oleh sensor.

2. Identifikasi, yaitu: mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan.

3. Analisis, yaitu: mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terperinci.

Tahap pengenalan objek merupakan tahapan terpenting dalam interpretasi

citra yang di dalamnya memadukan berbagai unsur-unsur interpretasi sehingga

objek tersebut dapat dikenali. Menurut Lillesand and Kiefer (1990), unsur-unsur

interpretasi terdiri dari beberapa hal, diantaranya:

1. Rona dan warna, merupakan unsur pengenal utama objek pada citra

penginderaan jauh. Rona merupakan tingkat kegelapan atau tingkat

kecerahan objek, sedangkan warna merupakan wujud yang tampak mata.

2. Bentuk, merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau

kerangka suatu objek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh.

3. Ukuran, merupakan ciri objek berupa jarak, luas, tinggi dan volume.

4. Tekstur, merupakan frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur

dinyatakan dengan kasar, halus atau sedang. Contoh; hutan umumnya

bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.


17

5. Pola atau susunan keruangan yang menandai objek bentukan manusia dan

beberapa objek alamiah. Contoh; perkebunan karet atau kelapa sawit

umumnya ditanam dengan pola dan jarak tanam yang seragam, serta lahan

sawah yang cenderung memiliki pola petak-petak.

6. Asosiasi, merupakan keterkaitan antara objek satu dengan objek yang lain.

Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu objek pada citra

merupakan petunjuk adanya objek lain.

7. Bayangan, sering menjadi kunci pengenalan yang penting bagi beberapa

objek dengan karakteristik tertentu. Contoh; jika objek menara diambil

dari atas, objek tersebut tersebut tidak dapat diindefikasi secara langsung,

sehingga untuk mengenali objek tersebut dapat dilihat dari bayangannya.

2.2.1. Citra Landsat

Menurut Huda N (2014) Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori

oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) Amerika Serikat

dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut

Earth Resources Technology Satellite (ERTS-1) pada tanggal 23 Juli 1972,

menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor Retore Beam

Vidcin (RBV) dan Multi Spectral Scanner (MSS) yang mempunyai resolusi

spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan

berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri- seri

berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6,7 dan terakhir adalah Landsat 8 yang

diorbitkan tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit

Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk
18

citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia

antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada United States

Geological Survey (USGS) sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut.

Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra

masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center.

Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan

melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi

temporal ini tidak berbeda dengan landsat versi sebelumnya.


Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan

ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km

× 183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan

satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi

sensor Operational Land Imager (OLI) dirancang 5 tahun dan sensor Thermal

Infrared Sensor (TIRS) 3 tahun. Tidak menutup kemungkinan umur produktif

landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana terjadi

pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun

ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.


Satelit landsat 8 memiliki sensor OLI dan TIRS dengan jumlah kanal

sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada

OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki

spesifikasi mirip dengan landsat 7. Berikut merupakan tabel yang menjelaskan

karakterisktik band-band yang terdapat pada citra landast 8.

Tabel 1. Band Citra Landsat 8


Band Panjang Gelombang (µm) Sensor Resolusi
1 0,43 – 0,45 Visible 30
19

2 0,45 – 0,51 Visible 30


3 0,53 – 0,59 Visible 30
4 0,64 – 0,67 Near-infrared 30
5 0,85 – 0,88 Near-infrared 30
6 1,57 – 1,65 SWIR 1 (Short 30
Wavelength Infrared)
7 2,11 – 2,29 SWIR 2 (Short 30
Wavelength Infrared)
8 0,50 – 0,68 Pankromatik 15
9 1,36 – 1,38 Cirrus 30
10 10,6 11,19 TIRS 1 100
11 11,5 – 12,51 TIRS 2 100
Sumber : Http://www.usgs.gov.2013

2.2.2. Citra SPOT

Satelit SPOT-6 diluncurkan tanggal 9 September 2012 di Pusat Antariksa

Satish Dhawan, India. Satelit SPOT6 membawa sensor NAOMI (New AstroSat

Optical Modular Instrument) dengan resolusi spasial lebih tinggi dibandingkan

sensor HRVIRSPOT-4 dan HRGSPOT-5 yang beroperasi sebelumnya, yakni 1,5

m. SPOT-6 merupakan generasi satelit mempunyai resolusi spatial tertinggi saat

ini dari seri satelit SPOT. Sensor NAOMI bekerja pada panjang gelombang kanal

spektral lebih lebar daripada kanal Pankromatik SPOT-4 dan SPOT-5, yakni 0,450

- 0,745 µm. Sedangkan kanal Multispektral dengan resolusi spasial 6 m terdiri

dari kanal spektral biru (0,450 - 0,520µm), hijau (0,530-0,590µm), merah

(0,6250,695µm) dan bandNIR (0,760 - 0,890 µm) (wirandha dkk, 2015).

SPOT-6 merupakan satelit generasi SPOT pertama yang mempunyai kanal

spektral warna biru. Kanal spektral biru berpotensi mempertegas batas tepi pantai,

sedimentasi laut dan mendeteksi terumbu karang yang sulit dideteksi oleh kanal
20

multispektral lainnya. SPOT-6 menggunakan orbit sun-synchronous dengan

periode orbit 98.79 menit selama 26 hari. Sun-synchronous merupakan orbit

satelit yang mengsinkronkan pergerakan satelit dalam orbit, presisi bidang orbit

dan pergerakan bumi mengelilingi matahari sedemikian rupa hingga satelit

tersebut akan selalu melewati lokasi tertentu di permukaan bumi pada waktu lokal

yang sama setiap hari. Modus nominal pencitraan berada pada 60 km dan

berorientasi sepanjang sumbu utara ke selatan sampai 600 km. (wirandha dkk,

2015)

2.2.3. Aplikasi penginderaan jauh untuk kelapa sawit

Menurut Lukman dan Poeloengan (1996) dan Chen (2011) sukses

memanfaatkan citra satelit Landsat TM (Tematic Mapper) dan SPOT (Satellite

Pour Observation de la Terre) untuk mengidentifikasi daerah tumbuh kelapa sawit

dan mengklasifikasikan perbedaan usianya pada masa awal pertumbuhan.

Umur tanaman kelapa sawit dapat diteliti dengan menggunakan

penginderaan jauh karena tanaman kelapa sawit memiliki pola penanaman yang

teratur, yaitu pengelompokan penanaman dalam setiap blok secara teratur

berdasarkan tahun tanam yang sama (Sitorus, 2004).

Dalam penelitiannya Sinaga (2011), merancang SIG untuk areal

perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara yang disajikan dalam bentuk

tulisan, tabel, dan peta. Tulisan disini berupa informasi umum mengenai

penjelasan Provinsi Sumatera Utara dan informasi tentang kelapa sawit sehingga

bermanfaat dan memberikan kemudahan bagi pihak manajemen perkebunan

dalam mendapatkan informasi dan mempercepat pengambilan keputusan. Tabel


21

menyajikan data luas lahan dan produksi perkebunan pada tahun 2009 dan 2010,

sedangkan peta memberikan gambaran mengenai letak lokasi perkebunan tiap

kabupaten.

Dalam aplikasi data penginderaan jauh Landsat 7 ETM Tahun 2005 dan

SIG untuk kajian potensi dan pengembangan perkebunan kelapa sawit di

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Dapat diperoleh data kesesuaian lahan,

kerapatan vegetasi, dan penggunaan lahan diperoleh arahan pengembangan

tanaman komoditas kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hilir (Haryani et al, 2005).

Secara nasional, Kementrian Pertanian telah melakukan pemetaan kelapa

sawit dengan menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 dengan pemetaan di seluruh

wilayah Indonesia. Selain untuk pemetaan kelapa sawit, Kementrian Pertanian

bekerja sama dengan Sucofindo, P4W, dan LPPM IPB juga melakukan pemetaan

untuk komoditas tanaman perkebunan lain selain kelapa sawit yaitu karet dan

kakao dan industrinya di seluruh Indonesia (Barus et al, 2011).

2.2.4. Indeks kehijauan

Indeks kehijauan atau indeks vegetasi merupakan salah satu parameter

yang digunakan untuk menganalisa keadaan vegetasi dari suatu luasan wilayah.

Indeks tersebut memiliki berbagai macam variasi algoritma. Indeks vegetasi juga

merupakan suatu metode transformasi citra berbasis data spektral yang banyak

dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti pengamatan tumbuhan, juga efek

soil background dalam analisis vegetasi (Purwanto, 2015).

Tingkat kerapatan vegetasi dapat dikaji melalui penggunaan teknologi

yang saat ini terus berkembang. Vegetasi memiliki ciri khas spektral yang unik
22

sehingga dapat dianalisis dengan berbagai cara untuk mendapatkan indeks yang

mewakili kondisi dari vegetasi. Teknologi tersebut adalah teknologi penginderaan

jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografis (SIG). Metode pengukuran

vegetasi menggunakan citra satelit memanfaatkan reflektansi dari fitur lanskap.

(lufilah, 2017)

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) adalah salah satu cara

yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu

wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam

menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispectral penginderaan

jauh. Secara definisi matematis, dengan menggunakan NDVI, maka suatu wilayah

dengan kondisi vegetasi yang rapat akan memiliki nilai NDVI yang positif.

Sedangkan nilai NDVI perairan bebas akan cenderung bernilai negatif.

Sejumlah penurunan dan alternative NDVI telah diusulkan oleh sejumlah

peneliti untuk menyempurnakan berbagai kekurangan parameter ini, misalnya

Perpendicular Vegetation Index (PVI), Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI),

Atmospherically Resistant Vegetation Index (ARVI), dan Global Environment

Monitoring Index (GEMI), Enhanced Vegetation Index (EVI). Sesuai dengan

namanya, masing-masing indeks tersebut dihitung dengan memasukkan faktor

koreksi terhadap satu atau beberapa faktor yang menjadi kekurangan NDVI

tersebut (Purwanto, 2015).

Rentang nilai NDVI adalah antara -1,0 hingga +1,0. Nilai yang lebih besar

dari 0,1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari

vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0,1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan
23

dan lahan kosong, dan nilai yang kurang dari 0 kemungkinan mengindikasikan

awan es, awan air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0,1

untuk lahan savanna (padang rumput) hingga 0,8 untuk daerah hutan hujan tropis

(Tinambunan, 2006).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada 2 tempat yaitu :

1. Bertempat di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (PUSFATJA),

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jl. Kalisari No.8

Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur.

2. Bertempat di PT Perkebunan Nusantara VIII, Oil Palm Cikasungka

Plantation, Jl. Raya Cigudeg No.18, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei Sampai Agustus 2019

3.2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Data Satelit

a. Data Citra Landsat 8 Tahun 2013 -2019

b. Data Citra SPOT-6 Tahun 2015-2019

2. Data Sekunder

a. Data peta rupa bumi

b. Data peta jenis tanah

c. Data peta Kalender Tanam PT. Perkebunan Nusantara VIII Oil

Palm Cikasungka.

24
25

Alat :

1. Perangkat Keras (hardware) yang terdiri dari :


a. Laptop Acer V5 471g dengan Processor Core i3 dan RAM 8.00 GB,

digunakan untuk proses data, analisis data, penelusuran literatur,

penyusunan laporan.
b. Hardisk Seagate 2 TB, digunakan untuk menyimpan data selama

penelitian.
c. Handphone (Samsung J8), digunakan untuk komunikasi, penelusuran

literatur, pencarian data.


d. Meteran, digunakan untuk pengukuran di lapangan.
2. Perangkat Lunak (software) yang terdiri dari:
a. ArcGIS 10.3, digunakan untuk proses pemetaan.
b. ER Mapper 7.1, digunakan untuk mengolah data citra.
c. Global Positioning System (GPS), digunakan untuk menentukan titik

koordinat di lapangan.
d. Microsoft Word, digunakan untuk penyusunan laporan penelitian.
e. Microsoft Excel, digunakan untuk perhitungan analisis regresi linear.

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian secara umum terdiri

dari beberapa tahapan pengerjaan, yaitu : 1) Kajian pustaka, 2) Pengumpulan data

primer, 3) Pengumpulan data sekunder(survei lapang), 4) Pengolahan data

Primer(data Satelit), 5) Pengolahan data Sekunder, 6) Analisis data, 7) Pengujian

hasil analisa, 8) Perbaikan model.


26

Gambar 3.1 Diagram alur medote penelitian

3.3.1. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dilakukan untuk mendapatkan literatur yang menjelaskan

tentang analisis statistik korelasi dan regresi, karakteristik kelapa sawit,

karakteristik citra satelit, ciri khas kenampakan kelapa sawit dari citra satelit serta

parameter yang digunakan. Kajian pustaka juga ditujukan untuk mendapatkan

hasil penelitian yang telah dilakukan, serta untuk memperoleh metode yang tepat

untuk studi lapang.


27

3.3.2. Pengumpulan Data Primer (Data Satelit)

Data primer yaitu data citra Landsat 8 dan SPOT-6 yang digunakan dalam

penelitian ini berdasarkan time series yang diperlukan. Data citra Landsat 8 dapat

diperoleh dari situs resmi United State Geological Survey (USGS) yaitu,

https://earthexplorer.usgs.gov. Sedangkan untuk data citra SPOT-6 dapat diperoleh

dengan melakukan pengajuan ke Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(LAPAN), dengan cara masuk ke katalog lapan di https://inderaja-

catalog.lapan.go.id/DD4/. Sebelum melakukan pengajuan, harus dilakukan scen

selection untuk memilih data berdasarkan kriteria yang diperlukan.

3.3.3. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dapat diperoleh dengan cara melakukan

pegumpulan data terkait (peta rupa bumi, peta jenis tanah dari lokasi penelitian).

selain itu, dapat dilakukan survey dan pengamatan lapang.

Data-data yang diperoleh dari lapangan diantaranya berupa data tahun

tanam (kalendar tanam, data produksi, data pengelolaan, dan data curah hujan)

dari lokasi blok untuk peneltian. Pengamatan daerah sekitar lokasi pengambilan

titik koordinat juga dilakukan, seperti pengamatan vegetasi, pengamatan

pengelolaan yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII, serta

pengamatan kehidupan sosial masyarakat di sekitar lokasi penelitian PT.

Perkebunan Nusantara VIII.


28

3.3.4. Pengolahan Data Satelit

Pengolahan data terdiri dari pengolahan awal yang meliputi koreksi

radiometrik dan geometrik. Lalu pengolahan lanjut seperti cropping area Kelapa

Sawit. Pengolahan awal meliputi koreksi radiometik dan koreksi geometrik

dengan akurasi < 0.5 pixels yang bertujuan untuk mendapatkan citra yang telah

bebas dari kesalahan kesalahan radiometrik dan geometrik sehingga citra siap

untuk diolah dan dianalisis, sedangkan pengolahan lanjut bertujuan untuk

membedakan objek perkebunan kelapa sawit dari objek lainnya.

Setelah dilakukan koreksi terhadap data Landsat-8, kemudian dilakukan

klasifikasi untuk memisahkan lahan kelapa sawit dari lahan lainnya (non sawit).

Ekstraksi beberapa parameter vegetasi juga dilakukan. dengan menggunakan

formula (Silleos, 2006) :

NDVI = (NIR – VIS)/(NIR + VIS)

Ekstraksi NDVI dilakukan untuk melihat indeks kehijauan setiap tingkat

usia kelapa sawit. Dari citra NDVI terlihat adanya perbedaan tingkat nilai NDVI

pada area perkebunan kelapa sawit.

3.3.5. Pengolahan Data Sekunder

Pengolahan data sekunder merupakan pengolahan data lapangan.

Dilakukan dengan cara menyusun data - data yang diperoleh di lapangan lalu

diinput menjadi bentuk file shp agar mudah ketika melakukan validasi data.
29

3.3.6. Analisis Data Primer dan Pemodelan

Analisis dilakukan untuk mendapatkan model estimasi pendugaan umur

kelapa sawit. Selanjutnya model estimasi dibuat dengan metode statistik regresi,

dimana variable dependen adalah umur, dan variable independen adalah nilai

spektral untuk kanal-kanal SPOT-6, Landsat 8 dan parameter lainnya (indeks yang

diturunkan dari nilai spectral kanal-kanal Landsat 8). Model estimasi juga dibuat

dengan variable dependen adalah luas dan variable independennya nilai spektral

untuk kanal-kanal SPOT-6, Landsat 8 dan parameter lainnya (indeks yang

diturunkan dari nilai spectral kanal-kanal Landsat 8).

3.3.7. Pengujian Hasil Analisis

Pengujian hasil analisis ini dimaksudkan untuk menguji apakah model

yang dihasilkan sudah tinggi akurasinya. Pengujian hasil analisis dilakukan

dengan cara, menerapkan model yang telah diperoleh di area atau blok lain yang

ingin diprediksi umurnya. Blok tersebut belum digunakan untuk modeling serta

memiliki informasi umur dari data lapangan, kemudian data yang dihasilkan

dibandingkan dengan data di lapangan. Apabila terjadi bias atau penyimpangan

yang besar antara hasil prediksi dengan data dari lapangan, maka perlu dilakukan

perbaikan model.

3.3.8. Perbaikan Model

Perbaikan model dilakukan apabila terjadi bias atau penyimpangan yang

besar dari model yang dihasilkan. Sehingga perlu adanya perbaikan hasil, yang
30

dapat dilakukan dengan cara menambahkan sampel, baik dengan menambahkan

blok area atau dengan menambahkan data time series atau multiwaktunya.

3.4. Jadwal Kegiatan


31

DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. 2011. Kaya dengan bertani kelapa sawit. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. 146
hlm.

Bakara, J., (2014), Sistem Menejemen Data Citra Satelit Penginderaan Jauh Resolusi
Tinggi Untuk Kebutuhan Nasional, Deteksi Parameter Geobiofisik dan
Diseminasi Penginderaan Jauh, Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014.

Barus, B., Moentoha, S., Iskandar, L., Sapta, R., Hari, A., Hermanu, W., Supijatno, LS
Iman, Bambang, H., dan Diar S. Pemetaan Komoditas Perkebunan Kelapa
Sawit, Karet dan Kakao dan Industrinya di Indonesia (Mapping of Oil Palm,
Rubber and Cacao Plantation and It’s Industry in Indonesia). 2011.
http://bbarus.staff.ipb.ac.id (diakses 21 Maret 2012).

Fauzi, Y, Widyastuti Y. E, Wibawa I. S, Paeru R. H. 2012. Kelapa Sawit. Jakarta :


Penebar Swadaya. 236 Hal

Haryani, N., Herny, R dan Adhitya, K. 2005. Kajian Potensi dan Pengembangan
Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Rokan Hilir – Riau. Pertemuan Ilmiah
Tahunan MAPIN XIV. 14 – 15 September 2005, Surabaya.

Huda N. 2014 Analisis Debit Maksimum untuk Pembuatan Peta Alokasi Penggunaan
Air Permukaan (Studi Kasus : Das Kupang, Jawa Tengah). [Skripsi].
Universitas Diponegoro. Semarang. [Terhubung Berkala]
http://eprints.undip.ac.id/42806/3/BAB_II.pdf [07/04/2019]

Khaswarina, S., 2001. Keragaman Bibit Kelapa Sawit Terhadap Pemberian Berbagai
Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Jurnal Natur Indonesia. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. 23-25 hal.

Lillesand, T.M and R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Dulbahri, Prapto S, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Fakultas Geografi,
32

Universitas Gajah Mada. Terjemahan dari : Remote Sensing and Image


Interpretation.

Lukman, F. dan Poeloengan, Z. 1996. Application of Remote Sensing Technique for


Oil Palm Plantation, Management. Proceeding of the 1997 PORIM
International Palm Oil Congress - Competitiveness for the 21st Century. 460–
467.

Pahan, I. 2012 . Kelapa Sawit:Manajemen dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya.
Jakarta. 411 hlm.

PTPN VII (Persero). 2006. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Wineka Media. Bandar
Lampung. 167 hlm.

Purwanto, A. 2015. Pemanfaatan citra landsat 8 untuk identifikasi normalized


difference vegetation index (ndvi) di kecamatan silat hilir kabupaten kapuas
hulu. Jurnal Edukasi, Vol. 13, No. 1

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit (Mengatasi Permasalahan Praktis).


Jakarta : Agro Media. 64 Hal

Sinaga, H. 2011. Making Geographic Information System (GIS) Area of Oil Palm
Plantations In North Sumatra Province. Gunadarma University Library

Sitorus, Jansen. Develoment of Model for Prediction of Oil Palm Age using Satellite
data. Journal Penginderaan Jauh Vol 1 No 1, than 2004.

Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Yrama Widya.
Bandung. 128 hlm.

Tinambunan, R. 2006. Analisis Kebutuhan Ruang terbuka Hijau di Kota Pekanbaru.


Sekolah Pasca Sarjana. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan.
Institut Pertanian Bogor.
33

LAMPIRAN
34

Lampiran 1. Area penelitian

Sumber : Google Earth

Anda mungkin juga menyukai