MAKALAH Tifus Abdomen
MAKALAH Tifus Abdomen
MAKALAH Tifus Abdomen
Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Thypus Abdominalis”.
Makalah ini dapat dijadikan bahan sumber bacaan yang membahas mengenai definisi,
anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, patoflowdiagram, tanda & gejala, pemeriksaan
penunjang, penatalksanaan, komplikasi, dan konsep dasar keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, dan intervensi serta merupakan sarana untuk kami sebagai menambah
syarat untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 yang telah
ditugaskan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca maupun bagi kami, saran
serta kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini kami harapkan.
Penyusun
i
Daftar Isi
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Pengertian .................................................................................................................... 4
B. Anatomi Fisiologi ........................................................................................................ 5
C. Etiologi ........................................................................................................................ 5
D. Patofisiologi ................................................................................................................ 9
E. Patoflowdiagram ....................................................................................................... 10
F. Tanda Dan Gejala ...................................................................................................... 11
G. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................. 12
H. Penatalaksanaan Medis ............................................................................................. 13
I. Komplikasi ................................................................................................................ 14
J. Konsep Dasar Keperawatan ...................................................................................... 16
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................ 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhus Abdominalis terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak
tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara
berkembang di daerah tropis. Diare dan Typhoid abdominalis (demam thypoid,
entric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran, penyebab penyakit ini adalah Salmonela
Thyphosa (Ngatsiyah, 236 : 2005).
1
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup
kemungkinan untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran,
urine manusia, dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang
dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus,
tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis,
karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan
menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus,
tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid Fever atau Thypus abdominalis,
karena berhubungan dengan usus pada perut.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada
pasien thypus abdominalis.
b. Tujuan Khusus
Secara Khusus penulisan ini bertujuan agar mahasiswa:
1) Mampu memahami pengertian thypus abdominalis
2) Mampu mengetahui anatomi fisiologi thypus abdominalis
3) Mampu mengetahui etiologi thypus abdominalis
4) Mampu mengetahui ptofisiologi thypus abdominalis
5) Mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien thypus
abdominalis
C. Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini, maka materi-materi yang tertera pada
makalah ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut:
2
BAB II TINJAUAN TEORI: Bab ini berisikan tentang pengertian, anatomi
fisiologi, etiologi, patofisiologi, patoflowdiagram, tanda dan gejala, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan medis, komplikasi, serta konsep dasar keperawatan
yang meliputi: pengkajian, diagnosa, dan intervensi yang mana materi-materinya
kami ambil dari beberapa sumber di internet (jurnal) dan juga dari buku.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran
pencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan masa
inkubasi hari di tandai dengan demam, mual, muntah, sakit kepala, nyeri perut
(Ngastiyah, 2005).
Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
4
B. Anatomi Fisiologi
1. Mulut
5
sempit, atau vestibula,yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan bibir dan
pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh
tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung
dengan awal farink. Disaat kita mengunyah, gigi geligi memecah makanan
menjadi bagian-bagian kecil, sementara makanan bercampur dengan cairan
ludah untuk memudahkan proses menelan. Ketika ditelan, makanan
melewati epiglotis, suatu katup yang mencegah makanan masuk trakeake
paru-paru. Makanan yang telah ditelan dinamakan bolus yang segera masuk
ke dalam farink.
2. Esofagus ke lambung
3. Usus halus
6
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.
Berbentuk sepatu kuda, dn kepalanya mengelilingi kepala pankreas.
Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada
suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula
Vateri, sepuluh sentimeter dari pilorus
b. Usus kosong (Jeujunum )
Jeujunum menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus yang
selebihnya. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-
8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
c. Usus penyerapan (Ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Di dalam ileum terjadi proses absorbsi. Absorbsi makanan yang
telah dicernakan selurunya berlangsung di dalam usus halus melalui
dua saluran, yaitu pembuluh darah kapiler dan saluran limfe di vili di
sebelah dalam permukaan usus halus. Sebuah vilus berisi lakteal,
pembuluh darah, epitelium, dan jaringan otot yang diikat bersama oleh
jaringan limfoid. Lakteal sentralis berakhir menjadi usus buntu,
sedangkan jaringan otot datar melaluinya, dan pembuluh darah kapiler
mengitarinya. Kemudian selurunhnya diselimuti oleh membran dasar
dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka
bersentuhan dengan makanan cair atau kimus, dan lemak diabsorbsi ke
dalam lakteal. Lemak yang telah diabsorbsi kemudian berjalan melalui
banyak pembuluh limfe ke reseptakulum khili dan kemudian oleh
saluran torasika ke dalam aliran darah.
4. Usus besar ( kolon )
7
Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter, merupakan bagian akhir
dari saluran cerna sebagai tempat ,mengumpulkan sisa makanan padat,
tempat mengabsorbsi air dan mineral tertentu serta tempat pertumbuhan
bakteri. Sisa makanan ditahan oleh kolon hingga keluar dalam bentuk feces.
Makanan paling lama ditahan di dalam kolon, sering sampai dua puluh
empat jam. Karena kontraksi peristaltik dan sigmentasi bergerak lebih
lambat dalam kolon, bakteri mendapat kesempatan untuk berkembang biak.
Bakteri mendapat makanan dari sisa makanan yang ada dalam kolon.
Bakteri dalam kolon dapat membentuk beberapa jenis vitamin yang
sebagian diabsorbsi oleh tubuh. Sebagian kecil vitamin B dan K diduga
diperoleh melalui absorbsi ini. Disamping itu bakteri kolon menghasilkan
gas sebagai sisa produk metabolisme makanan. Bila gas ini tertumpuk akan
dikeluarkan melalui anus. Kolon memberi tubuh kesempatan terakhir untuk
mengabsorbsi air serta natrium dan klorida. Bila tidak berhasil akan
menimbulkan Diare. Ini hanya terjadi pada keadaan khusus.
Umbai cacing atau appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Appendiks juga terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus
yang lainnya, hanya lapisan submukosa berisi sejumlah besar jaringan
limfe, yang dianggap mempunyai fungsi yang sama dengan tonsil. Dalam
appendiks jika mengalami suatu inflamasi atau peradangan disebut
appendiksitis, dan harus dilakukan appendiktomi.
8
7. Rektum dan anus
C. Etiologi
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan
melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa,
(food and water borne disease). Seseorang yang sering menderita penyakit tifus
menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk
dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis Gamma
proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus
Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida),
antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam serum
penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut
(Zulkhoni, 2011).
D. Patofisiologi
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut
manusia yang baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus
halus bagian distal (usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin
sehingga menyebabkan darah mengandung bakteri (bakterimia) primer,
selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid plaque menuju limfa dan
9
hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak
dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan
panas dan suhu tubuh dengan demikian akan meningkat, sehingga beresiko
kekurangan cairan tubuh. Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk
zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati
dan penderita berangsurangsur sembuh (Zulkoni.2011).
E. Patoflowdiagram
10
F. Tanda Dan Gejala
Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit berat
yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun
manifestasi klinik yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson,
(2001) dan Mansjoer (2000), antara lain:
1. Demam
Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
11
pada sore dan malam hari. Suhu tubuh meningkat dan dapat terjadi serangan
kejang.
2. Gangguan SistemPencernaan
Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah
tertutup selaput putih kotor (coated tongue). Ujung dan tepinya kemerahan
jarang disertai tremor. Pemeriksaan abdomen di temukan keadaan perut
kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar di sertai nyeri perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi,kadang diare atau BAB tanpa kelainan.
Pasien juga akan mengalami mual, muntah, dan distensi abdomen, selain itu
biasanya juga dijumpai ikterik.
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba demam
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
(kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
4. Gejala lain
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya.
Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-
bitik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat
ditemukan pada minggu pertama demam kadang-kadang ditemukan pula
bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan
hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni laju
endap darah dapat meningkat.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
12
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri
salmonella typhi dengan antibody salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoidenema barium
mungkin juga perlu dilakukan (Mansjoer, 2002).
H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) terdiri atas 3 bagian
yaitu dengan perawatan, diet, dan obat-obatan (medikasi).
1. Perawatan
2. Diet
Makanan harus cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas. Bila kesadaran menurun dapat diberikan makanan cair
melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga
diberikan makanan lunak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan laukpauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman.
13
3. Obat-obatan
a. Obat-obat anti mikroba yang sering di pergunakan ialah:
1) Kloramfenikol; obat anti mikroba yang dapat meredakan
demamdengan cepat.
2) Tiamfenikol; efektifitas tiamfenikol pada demam typoid hampir
sama dengan kloramfenikol.
3) Cotrimoksazol (kombinasi dari Sulfamitoksasol); efektifitas obat
ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.
b. Obat-obat anti biotik yang sering dipergunakan ialah :
1) Ampicillin dan Amoksisilin; indikasi mutlak penggunaannya adalah
pasien demam typhoid dengan leokopenia.
2) Cefalosforin generasi ketiga; beberapa uji klinis menunjukkan
Cefalosforin generasi ketiga antara lain Sefiperazon, Ceftriakson,
dan Cefotaxim efektif untuk demam.
3) Fluorokinolon; efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum di ketahui dengan pasti.
I. Komplikasi
Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi pada
usus halus dan diluar usus halus, antara lain:
b. Perforasi usus
14
kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda
ileus.
c. Peritonitis
15
J. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan Typhus Abdominalis menurut Doenges
(2002) yaitu :
16
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan; adanya pola hidup dan
kebiasaan yang tidak sehat, dan tidak mengetahui pemeliharaan dan
penanganan kesehatan, kebiasaan jajan di tempat terbuka, kebiasaan
tidak mencuci tangan sebelum makan.
2) Pola nutrisi dan metabolisme; adanya mual dan muntah, penurunan
nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan
sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi tubuh. Pasien juga akan
dijumpai adanya demam dan keluhan badannya panas.
3) Pola aktifitas dan latihan; pasien akan terganggu aktifitasnya akibat
adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan
gerak akibat penyakitnya.
4) Pola istirahat dan tidur; kebiasaan tidur pasien akan terganggu
karena suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah
pada saat tidur.
5) Pola persepsi sensori kognitif; adanya nyeri pada ulu hati, nyeri pada
kuadran kanan atas dan menurunya tingkat kesadaran.
6) Pola hubungan dengan orang lain; adanya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta
mengalami tambahan dalam menjalankan peranya selama sakit.
Persepsi diri dan konsep diri; adanya kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri, tampak sakit terhadap diri, kontak mata,
asertif atau pasif, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tidak
berdaya, gugup atau rileks.
7) Pola mekanisme koping; stres timbul apabila seorang pasien tidak
efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
8) Pola nilai kepercayaan atau keyakinan; timbulnya distres dalam
spritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut
akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
17
d. Pemeriksaaan fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital; biasanya pada klien typhoid
mengalami penurunan kesadaran, badan lemah, suhu meningkat
antara 37,5-38oC, tekanan darah mengalami penurunan, dan
penurunan frekuensi nadi.
2) Kepala dan leher; biasanya pada pasien Typhus Abdominalis yang
ditemukan adanya kongjungtiva anemia, mukosa pucat, bibir kering,
lidah kotor ditepi dan ditengah merah.
3) Abdomen; biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati dan
kuadran kanan atas.
4) Sistem integument; turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak,
mungkin muncul roseola.
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan leukosit
Biasanya pada klien dengan demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis, tetapi kenyataannya leukopenia jarang dijumpai.
Pada kebanyakan kasus Typhus Abdominalis, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa Typhus Abdominalis.
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya Typhus Abdominalis.
3) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan Typhus Abdominalis,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan
terjadi demam.
18
4) Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah di vaksinasikan. Antigen yang digunakan pada
uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman). Makin tinggi titter O makin besar
jumlah kuman Salmonella Typhi di dalam tubuh.
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman). Makin tinggi titter H makin besar
jumlah kuman Salmonella Typhi di dalam tubuh.
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari sampai kuman).
19
b. Intervensi
1) Hipertermi b.d infeksi Salmonella Typhi,
Hipertermia adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
atau beresiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus
lebih tinggi dari 37,8°C (100°F) peroral atau 38, 8° (101° F)
perectal karena faktor eksternal (Carpenito, 2007).
Batasan karakteristik (NANDA, 2008):
Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, serangan atau
konvulsi (kejang), pertambahan RR, takikardi, saat disentuh tangan
terasa hangat, memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai berikut:
Tujuan: Suhu tubuh klien turun dan bertahan dalam batas normal
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil: Temperatur tubuh normal 36-37oC, tidak mengalami
pusing
Intervensi:
a) Observasi tanda-tanda vital
Rasional:
Untuk memonitor keadaan umum klien berkaitan dengan
demam selama
proses infeksi dan usia megnetahui tindakan keperawatan serta
mengidentifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang
diharapkan.
b) Observasi dan catat masukkan dan keluaran cairan
Rasional:
Dengan memonitor masukan dan keluaran cairan maka
keseimbangan cairan tersebut dapat diketahui dan terjaga.
c) Observasi keluhan dan tingkat kesadaran
Rasional:
Untuk megnetahui sejauh mana keluhan yang dirasakan klien,
respon
terhadap keluhan dan untuk mengetahui tingkat kesadaran
klien karena demam tinggi dapat menyebabkan gangguan
kesadaran atau kesadaran
menurun.
20
d) Jelaskan penyebab terjadi terjadinya hipertermia
Rasional:
Agar keluarga mengerti bagaimana proses penyakit yang
diderita oleh
klien dan mengurangi kecemasan.
e) Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu
dan keluarga untuk pelaksanaannya meliputi:
i. Lakukan kompres dingin: bertujuan untuk membantu
pasien proses konduksi panas dari tubuh dan membantu
vasodilatasi pembuluh darah sehingga tubuh diharapkan
berangsur-angsur normal.
ii. Tirah baring dan mengurangi aktivitas fisik: dengan tirah
baring maka aktivtias sel-sel dan proses metabolisme
menurun sehingga diharapkan dapat mengurangi
demam.
iii. Banyak minum 1–2 liter/hari (8–9 gelas perhari):
diharapkan dengan pemberian minum yang cukup akan
mempertahankan intake dari dalam tubuh dan
meningkatkan output urin untuk mengurangi demam
klien.
iv. Anjurkan klien mengenakan pakaian tipis dan menyerap
keringat: pakaian tipis akan mempermudah terjadinya
penguapan keringat akibat hipertermia.
f) Laksanakan program medik (antibiotik, antipiretik, infus).
Rasional:
Dengan pemberian anti piretik dapat menunjang upaya-upaya
perawatan dalam usaha menurunkan panas tubuh, serta
memungkinkan klien mendapatkan terapi lebih lanjut untuk
penyakitnya.
21
Kriteria hasil:
a) Intake nutrisi meningkat.
b) Diet habis 1 porsi yang disediakan.
Dengan intervensi:
a) Kaji status nutrisi pasien
Rasional:
Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang
diharapkan.
b) Bantu pemenuhan nutrisi klien, dengan:
i. Berikan makanan yang tidak merangsang saluran
pencernaan dalam porsi kecil dan hangat 5–6 kali/hari:
makanan yang merangsang dapat meningkatkan
peristaltik usus dan merangsang asam lambung. Selera
makan klien diharapkan timbul ketika makanan masih
hangat dan makan dalam porsi kecil tapi sering
dimaksudkan untuk menghindari rangsangan mual,
muntah pada klien.
ii. Bantu dan dampingi klien saat makan, siapkan
lingkungan yang menyenangkan: dengan
mendampinginya diharapkan anak merasa diperhatikan,
sehingga klien mau makan dan lingkungan yang
menyenangkan akan memberikan rasa nyaman pada
klien saat makan.
iii. Monitor makanan dihabiskan setiap makan: untuk
mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan.
c) Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.
Rasional: Anggota keluarga lebih tahu tentang kebiasaan
makan klien, makanan
kesukaannya sehingga diharapkan anggota keluarga dapat
membantu
dalam pemenuhan nutrisi pada klien.
22
d) Timbang berat badan klien
Rasional: Penimbangan berat badan berguna untuk
mengontrol penurunan atau peningkatan berat badan serta
untuk mengetahui efektivitas therapi
yang dilaksanakan.
e) Laksanakan program medik (antiemetik)
Rasional: Dengan pemberian antiemetik diharapkan mual,
muntah berkurang atau hilang dan makanan dapat ditoleransi
lebih baik bila mual muntah tidak ada.
23
c) Berikan stimulasi untuk pasien, dengan:
i. Anjurkan minum air putih 1–2 liter/hari (8–9 gelas/hari);
asupan cairan yang adekuat.
ii. Makan buah-buahan antara lain pepaya, sari buah, dan
lain-lain; sari buah seperti pepaya mengandung vitamin.
iii. Mobilisasi miring kanan dan kiri atau duduk sesuai
dengan yang diizinkan bagi pasien; mobilisasi dapat
merangsang sel-sel tubuh untuk bekerja termasuk sel-sel
dalam saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan
peristaltik usus dan merangsang untuk defekasi.
d) Laksanakan program dokter (pemberian cairan parenteral
laksativ)
Rasional: Pemberian cairan parenteral dapat mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan
pemberian obat-obatan diharapkan dapat mengatasi
kehilangan cairan.
24
d) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional: Relaksasi napas dalam mampu mengurangi
ketidaknyamanan karena nyeri
e) Anjurkan pasien menekan dada saat batuk
Rasional: Menekan dada untuk mengurangi ketidaknyamanan
f) Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, ECG, Jakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 431, 432, Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
27