SNNT
SNNT
SNNT
DISUSUN OLEH :
Mahasiswa
Verina Herliyanti
11409717037
Mengetahui,
……………………….. ………………………..
………………………..
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang
sumantri Skep Ns 2011).
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hiper
thyroidisme. (Brunner dan Sudarth 2013)
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat
kekurangna masukan iodium dalam makanan. (kapita selekta kedokteran, jilid
2).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya
diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid terjadinya
pembesran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon
yang dihasilkan (Hidayat, Syamat, dkk, 2015)
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol,
lobak, dan kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada
masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darah didaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2013).
3. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
4. Patofisiologi
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin
releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan
pertumbuhan, diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya
oleh kelenjar tiroid. Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid.
Hormon tiroid dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan
feedback ke pituitari, yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada
reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor antibodi, atau TSH receptor agonist,
seperti chorionic gonadotropin, bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika
sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel peradangan, atau sel-sel keganasan
bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan
kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.
Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,
kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH
receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap
hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin
PATHWAY
STRUMA NODOSA NON TOKSIK (SNNT)
kelenjar tyroid
Nodularitas kelenjar tyroid
Sirkulasi darah
Iskemia
Strumektomi/tiroidektomi
6. Penatalaksanaan
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan
sangat awal, rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma
residif, pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan
akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin
(T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan
dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan
kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun
sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih
baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar.
Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
b. Radioterapi
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya
pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa
gangguan menelan, suara parau dan gangguan pernafasan,
keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy
subtotal sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna,
musculus sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus
serta kelenjar ludah submandibularis
7. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
Trakeumalasia (melunaknya trakea).
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas
b. Nyeri akut berhubungan denga agen pencedera fisik (prosedur operasi)
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular
d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
e. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara
berhubungan dengan c. 2. Respiratory status : nafas pasien
benda asing dalam Airway patency b. Monitor status
jalan nafas d. 3. Aspiration Control oksigen pasien
c. Berikan oksigen
Kriteria Hasil : apabila pasien
a. Menunjukkan jalan menunjukkan
nafas yang paten bradikardi,
(klien tidak merasa peningkatan
tercekik, irama saturasi O2, dll.
nafas, frekuensi
pernafasan dalam 2. Airway Management
rentang normal, tidak a. Buka jalan nafas,
ada suara nafas gunakan teknik
abnormal. chin lift atau jaw
b. Mampu thrust bila perlu
mengidentifikasikan b. Auskultasi suara
dan mencegah factor nafas, catat
yang dapat adanya suara
menghambat jalan tambahan
nafas c. Monitor respirasi
dan status O2
d. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
e. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
f. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
2 Nyeri akut
e. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga f. 2. Pain control 2. Analgesic
agen pencedera fisik
g. 3. Comfort level administration
(prosedur operasi) Setelah dilakukan
tindakan asuhan a. Observasi TTV
keperawatan selama 3 x b. Kaji karakteristik
24 jam diharapkan nyeri nyeri secara
berkurang klien hilang komprehensif
atau berkurang. (penyebab,
kualitas,
Kriteria hasil : intensitas, skala
1. Pasien nyeri) yang
mengatakan nyeri diungkapkan
berkurang yang secara verbal
diekspresikan melalui dan nonverbal
verbal dan non verbal c. Berikan posisi
2. Mampu yang nyaman
mengontrol nyeri d. Ajarkan teknik
dengan manajemen relaksasi baik
nyeri nafas dalam
ataupun distraksi
e. Kolaborasi
pemberian obat
analgesik