Makalah Refleksi Dalam Tugas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

Makalah

KODE ETIK KEGURUAN


Dosen Pengampu : Bapak Ruwet Rusiyono, S.Pd., M.Pd.

Disususn Oleh :
Siti Rohayati NIM. 161400001
Rr. Putri Sekar Cahyani NIM. 161300017

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah pada mata kuliah profesi keguruan dengan judul
“Kode Etik Keguruan”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru
Bahasa Indonesia kami Bapak Tanjun yang telah membimbing kami dalam menulis
makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Yogyakarta, 6 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4

C. Tujuan ...................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 6

A. Pengertian Kode Etik ............................................................................................... 6

B. Dasar Kode Etik ....................................................................................................... 7

C. Tujuan Kode Etik ..................................................................................................... 8

D. Fungsi Kode Etik.................................................................................................... 10

E. Kode Etik Guru Indonesia ...................................................................................... 11

F. Organisasi profesional keguruan ............................................................................ 21

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 23

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 23

B. Saran ....................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa
terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda
penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.
Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo
memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia
seutuhnya. Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek
kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan
makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu
pendidikan nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga
dengan profesinya, mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk
belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai
conditio sine qua non (syarat mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek
kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks
ini guru adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan
pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru
profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang
telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru
profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional
terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri
dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kode etik keguruan ?
2. Bagaimana dasar kode etik keguruan ?
3. Bagaimana tujuan kode etik keguruan ?
4. Bagaimana fungsi kode etik keguruan ?
5. Bagaimana isi kode etik keguruan ?
6. Bagaimana organisasi profesional keguruan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui kode etik keguruan
2. Mengetahui dasar kode etik keguruan
3. Mengetahui tujuan kode etik keguruan
4. Mengetahui fungsi kode etik k eguruan
5. Mengetahui isi kode etik k eguruan
6. Mengetahui organisasi profesional keguruan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik

Setiap profesi harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan
dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan
profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran
tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh,
dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik, antara lain sebagai berikut:

Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya


Kode Etik ini, pegawai negeri sispil sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi
masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari urai ini dapat kita
simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.

Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI
menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan
pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan
pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum
PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat
dua unsur pokok yakni:

1. Sebagai landasan moral,


2. Sebagai pedoman tingkah laku.

Dari uraian tersebut terlihat, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma
yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas
keprofesiannya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka
melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang
apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga
menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-
hari di dalam masyarakat.

B. Dasar Kode Etik

Kode Etik Guru Indonesia merupakan usaha pendidikan untuk mencapai cita-cita
luhur bangsa dan negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan
UUD 1945 yang mutlak diperlukan sebagai sarana yang teratur dan tertib sebagai
pedoman yang merupakan tanggung jawab bersama. Dengan demikian Kode Etik
Guru Indonesia yang disusun haruslah merupakan sendi dasar norma-norma
tertentu dari kode eti k tersebut. Sebab dalam falsafah suatu negara terkandung pula
maksud dan tujuan dari suatu negara.
Kode Etik Guru Indonesia harus disusun berdasarkan antara lain kepada:
1. Dasar falsafah negara yaitu Pancasila. Sebab Pancasila juga merupakan dasar
pendidikan dan pengajaran nasional. Sila-sila dari Pancasila di samping
merupakan norma-norma fundamental juga merupakan norma-norma praktis,
sila-sila tersebut menyatakan adanya dua macam interaksi antara hubungan
secara horizontal (manusia dengan sesama makhluk) dan hubungan secara
vertikal (antara manusia dengan Tuhan). Hubungan horizontal tersebut
merupakan realisasi dari sila kedua sampai dengan kelima. Sedangkan
hubungan vertikal adalah merupakan realisasi dari sila pertama. Pancasila
merupakan dasar dari Kode Etik Guru Indonesia yang harus ditanamkan dan
menjiwai setiap pendidik dan profesinya baik sebagai manusia dan sebagai
warga negara yang bertanggung jawab.
2. Tujuan pendidikan dan pengajaran nasional sesuai dengan TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 yang berbunyi : “Tujuan pendidikan adalah membentuk
manusia Pancasila sejati yang berdasarkan ketentuan yang dikehendaki oleh
Pembukaan UUD 1945 dan Isi UUD 45.” Tap MPR No. II/1983 Peraturan-
praturan Pemerintah misalnya, menurut PP Nomor 10 tahun 1979 tentang
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil maupun PP Nomor 30
tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Semua dasar ini dijadikan
pedoman dalam rangka membina aparatur negara agar penuh kesetiaan dan
ketaatan kepada Pancasila dan UUD 45 dan kepada pemerintah untuk bersatu
padu bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih mutu
dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam
pembangunan.

Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan
Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). Kode Etik harus mengintegral pada perilaku
guru. Disamping itu, guru dan organisasi guru berkewajiban menyosialisasikan
kode etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat,
dan pemerintah. Bagi guru, kode etik tidak boleh dilanggar baik disengaja maupun
tidak.

Dengan demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode
Etik. Kode etik profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau
asosiasi profesi guru. Kode etik yang telah disepakati merupakan standar etika
kerja bagi penyandang profesi guru. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen disebutkan bahwa “Guru membentuk organisasi atau asosiasi profesi
yang bersifat independen.” Organisasi atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk
memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan,
perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
mengamanatkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi
profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi dimaksud dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan
meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk kode etik. Kode
etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam
pelaksanaan tugas keprofesian.

C. Tujuan Kode Etik

Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar
atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remes
terhadap profesi akan melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi
akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi
yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin
ini, kode etik juga sering kali disebut kode kehormatan.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya

Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau


material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal
kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat
larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan
menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di
bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi.
Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya
memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan
membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota
profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.

3. Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi

Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pengabian profesi, sehingga bagi anggota profesi dapat dengan mudah
megetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang
perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

4. Untuk meningkatkan mutu profesi


Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu
pengabdian para anggotanya.

5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap


anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi
dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. Dari uraian tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah
untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara
kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan
meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.

D. Fungsi Kode Etik

Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman
yang mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid,
pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya. Pentingnya kode etik guru
dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung
dalam bidang dan menyukseskan misi dalam mendidik peserta didik. Etika
hubungan guru dengan peserta didik dengan terciptanya hubungan berupa
hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar
yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Dengan ditandai dengan adanya
perilaku empati, penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian,
keterbukaan dan ketulusan serta kejelasan ekspresi seorang guru. Seorang guru
apabila ingin menjadi guru yang profesional harusnya mendalam serta memiliki
etika diatas. Etika hubungan garis dengan pemimpin disekolah menuntut adanya
kepercayaan. Bahwa guru percaya kepada pimpinan dalam memberi tugas dapat
yang sesuai dengan kemampuan serta guru percaya apapun yang telah dikerjakan
mendapatkan imbalan dan sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin bahwa tugas
yang telah diberikan telah sukses dilaksanakan. Guru sangat perlu memelihara
hubungan baik dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Guru juga harus
menghaayati apa saja yang menjadi tanggung jawabnya.
Fungsi kode etik dapat disimpulkan dengan beberapa poin berikut:
1. Agar guru memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan
tugasnya, sehingga terhindar dari penyimpangan profesi.
2. Agar guru bertanggung jawab atas profesinya.
3. Agar profesi guru terhindar dari perpecahan dan pertentangan internal.
4. Agar guru dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan.
5. Agar profesi ini membantu memecahkan masalah dan mengembangkan diri.

E. Kode Etik Guru Indonesia

Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan
norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu
sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai
landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam
menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar
sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka
Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan
sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan
dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus
Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI tahun
1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di
Jakarta.
Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan hasil kongres PGRI
XIII yang terdiri dari sembilan poin berikut:
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai
dengan kebutuhan anak didik masing-masing
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi
tentang anak didik tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan. Untuk itu ada ha-hal yang perlu diperhatikan yakni:
a. Segala bentuk kekakuan dan ketakutan harus dihilangkan dari perasaan
anak didik, tetapi sebaliknya harus dirangsang sedemikian rupa sehingga
tercipta sifat terbuka, berani mengemukakan pendapat dan mampu
memecahkan segala masalah yang dihadapinya.
b. Semua tindakan guru terhadap anak didik harus selalu mengandung
unsur kasih sayang ibarat orang tua dengan anaknya. Guru harus bersifat
sabar, ramah dan terbuka.
c. Diusahakan guru dan anak didik dalam satu kebersamaan orientasi agar
tidak menimbulkan suasana konflik.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
baik dengan orang tua murid bagi kepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan baik antarsesama guru, baik
berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu
organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dengan memahami sembilan butir kode etik guru seperti diuraikan di atas,
diharapkan guru mampu berperan secara aktif dalam upaya memberikan motivasi
kepada subjek belajar yang dihadapi oleh anak didik atau subjek belajar berarti
akan dapat dipecahkan atas bimbingan guru dan kemampuan serta kegairahan
mereka sendiri. Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar akan berjalan dengan
baik sehingga hasilnya optimal.
Adapun menurut kesepakatan para guru Indonesia, dalam melaksanakan tugas
profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik
Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang sesuai profesinya,
dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-
puteri bangsa. Sehingga Kode Etik Guru Indonesia pun dirumuskan dalam pasal-pasal
sebagai berikut:
Bagian Satu
Pengertian, tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
1. Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan
diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku
dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat
dan warga negara.
2. Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal
ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan
buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-
tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan
sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Pasal 2
1. Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang
dilindungi undang-undang.
2. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma
moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan
seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama,
pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.

Bagian Dua
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
1. Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud
pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi
nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai
pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan
masyarakat.
2. Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi
profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
3. Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara
satuan pendidikan.
Pasal 4
1. Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
2. Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara
perorangan atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.

Bagian Tiga
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
1. Nilai-nilai agama dan Pancasila
2. Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional.
3. Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi
perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan
spiritual,
Pasal 6
1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik,
mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah,
dan anggota masyarakat.
c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik
secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan
pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan
menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana
sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif
dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar
batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan
yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya
secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta
didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar,
menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-
alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan,
hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya
kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial,
kebudayaan, moral, dan agama
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional
dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.
2. Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien
dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
b. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan
objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain
yang bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan
berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai
kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada
umumnya.
f. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin
dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak
atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional
dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan
pribadi.
3. Hubungan Guru dengan Masyarakat :
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan
efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan
pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan
dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat
d. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan
prestise dan martabat profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan
masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan
kesejahteraan peserta didiknya
f. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan
masyarakat.
g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya
kepada masyarakat.
h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam
masyarakat.
4. Hubungan Guru dengan sekolah:
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi
sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam
melaksanakan proses pendidikan.
c. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
g. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan
kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya
untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang
relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan
dan pembelajaran
j. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan
dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat
meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan
tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari
kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat
profesionalnya.
m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan
dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya
atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarnya.
p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung
atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
5. Hubungan Guru dengan Profesi :
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu
pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggung jawab atas
konsekuensiinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab,
inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional
lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat profesionalnya.
g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari
tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di
bidang pendidikan dan pembelajaran.
6. Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya :
a. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta
secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi
kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang
memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan
masyarakat.
d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas
konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-
tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai
organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
7. Hubungan Guru dengan Pemerintah :
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program
pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD
1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang
Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.
b. Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan
berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
berdasarkan pancasila dan UUD1945.
d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh
pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan
pembelajaran.
e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang
berakibat pada kerugian negara.

Bagian Empat
Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi
Pasal 7
1. Guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan Kode
Etik Guru Indonesia.
2. Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru
Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan
pemerintah.
Pasal 8
1. Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode
Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan
dengan protes guru.
2. Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
3. Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
1. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran
terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan
Kehormatan Guru Indonesia.
2. Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus objektif
3. Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan
kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan
martabat profesi guru.
5. Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru
Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia,
organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
6. Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa
bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan
jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru
Indonesia.

Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di
Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
1. Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan serta
menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
2. Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih
organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang
telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

F. Organisasi profesional keguruan

Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan profesi
harus mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan mengendalikan
keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah
ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan
singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945,
sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita
perjuangan bangsa.

Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan
profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya,
Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu:(a) Misi politis/ideologi, (b)
Misi persatuan organisatoris, (c) Misi profesi, dan (d) Misi kesejahteraan.
Kelihatannya, dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama-
misi politis/ideologis, dan misi perasatuan/oranisasi lebih menonjol realisasinya
dalam program-program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-
wakil PGRI dalam badan legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih
menonjol ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan bangsa dalam
era orde baru ini.
Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi kesejateraan, kelihatannya masih perlu
ditingkatkan. Sementara misi ketiga, misi profesi, belum tampak kiprah nyatanya
dan belum terlalu melembaga.
Dalam kaitannya dengan perkembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini
masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan
melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu
lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program kualifikasi
guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang
dihadapi oleh para guru dewasa ini.
Kebanyak kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya
dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan ulangtahun atau kongres, baik di
pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu, peranan organisasi ini dalam peningkatan
mutu profesional keguruan belum begitu menonjol.
Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui
pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru
Mata pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat
Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan
mutu dan profesional dari gur dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-
kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Sayangnya,
belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam
MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional di bidang pendidikan yang harus kita
ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini
mempunya divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI),
Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan
Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia )HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal
antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata,
sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan
dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana
mungkin juga menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak
anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi di dalam melaksanakan tugas keprofesiannya dan dalam hidupnya
di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota
profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan.
Sedangkan dasar kode etik Indonesia sendiri yaitu dasar Pancasila dan TAP MPRS
No. XXVII/MPRS/1966. Kode etik memiliki fungsi ganda, sebagai perlindungan
dan pengembangan bagi profesi. Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman
bersikap dan berperilaku yang sesuai profesinya, dalam bentuk nilai-nilai moral dan
etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa. Sehingga Kode etik
indonesia dirumuskan dalam pasal-pasal.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://www.sarjanaku.com/2010/11/kode-etik-profesi-keguruan.html

http://kumpulanskripdanmakalah.blogspot.com/2016/03/makalah-kode-etik-profesi-
keguruan.html

https://www.academia.edu/35599949/MAKALAH_KODE_ETIK_GURU

Anda mungkin juga menyukai