Referat KET UTUL DIDONG InsyaAllah Fix
Referat KET UTUL DIDONG InsyaAllah Fix
Referat KET UTUL DIDONG InsyaAllah Fix
Oleh:
Pembimbing
CIREBON
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya
penulis dapat menyelesaikan laporan refrat yang mengambil topik “Kehamilan Ektopik Terganggu.”
Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah satu kasus di bidang obstetri dan ginekologi,
dipandang perlu untuk mendapatkan perhatian yang serius, karena jika tidak mendapatkan
penanganan yang tepat akan dapat mengakibatkan efek yang fatal bagi penderitanya.
Laporan ini disusun dalam rangka menjalani Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan periode 2018 s/d 2019 di RSUD Waled Cirebon. Tidak lupa
penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan
responsi kasus ini, terutama kepada dr. Rosita Indiriani Sp.OG, selaku dokter pendamping yang telah
memberikan bimbingan kepada kami dalam penyusunan dan penyempurnaan Referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan
manfaat dalam bidang kedokteran khususnya Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Definisi .............................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi ...................................................................................... 4
2.3 Etiologi .............................................................................................. 5
2.4 Patofisiologi ....................................................................................... 8
2.5 Patologi .............................................................................................. 10
2.6 Gambaran Klinis ................................................................................ 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 15
2.8 Diagnosis ........................................................................................... 23
2.9 Diagnosis Banding ............................................................................. 24
2.10 Penatalaksanaan ................................................................................. 25
2.11 Komplikasi ......................................................................................... 30
2.12 Prognosis ............................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 32
DAFTAR GAMBAR
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
menuju ke uterus. Selama tiga sampai empat jam pertama setelah pembuahan,
zigot tetap berada di dalam ampula, karena penyempitan antara ampula dan
saluran tuba uterina sisanya menghambat pergerakan lebih lanjut zigot menuju
uterus. Sekitar tiga sampai empat hari setelah ovulasi, progesteron diproduksi
dalam jumlah memadai untuk melemaskan konstriksi tuba uterin sehingga
morula dapat dengan cepat terdorong ke dalam uterus oleh kontraksi peristaltik
tuba uterin dan aktivitas silia. Penundaan sementara mudigah yang baru
terbentuk masuk ke dalam uterus memungkinkan nutrien-nutrien terkumpul di
lumen uterus untuk menunjang mudigah sampai implantasi berlangsung. Jika
tiba terlalu cepat di uterus, morula akan mati. Dalam 3 hari terbentuk kelompok
sel yang sama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama
ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba
(bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta
getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum
uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi oleh simpai
yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan dan mencairkan jaringan.
Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan endometrium dalam keadaan
sekresi. Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel desidua.
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass) akan
masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan
menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka
desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang
uterus (korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada
rahim akan mulai tumbuh menjadi janin.1
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri
abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran
klinis KET tidak khas, sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat
adalah bahwa setiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan telat haid
yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah perlu dipikirkan kemungkinan
terjadinya KET.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum
uteri. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan
ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik
yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil
konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada
uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis
80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri
(0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya
kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik
mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum
abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1
Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik
2.2. Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan
gejala bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens kehamilan ektopik
yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat
KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung
meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih,
semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula
insidens dan prevalensinya.1
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153
kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di
Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241
kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida.2
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%.1,2
Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang
mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %.
Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-
13 kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah
mengalami kehamilan ektopik.
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang
melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena
perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan banyak
perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.3
B. Temuan objektif
Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan
umum yang buruk karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat.
Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum,
sehingga pada pasien ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan,
nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire). Bila perdarahan berlangsung lamban
dan gradual, dapat dijumpai tanda anemia pada pasien. Hematosalping akan teraba
sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya hematokel retrouterina, kavum
Douglas teraba menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio). Di
samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.3,5,7
Kehamilan ektopik intak Kehamilan ektopik dengan rupture
- Amenore - Terdapat trias rupture kehamilan ektopik :
- Rasa tidak nyaman diabdomen Amenore
- Perdarahan pervaginam Nyeri abdomen mendadak
- Pemeriksaan vaginal : Terdapat perdarahan
Nyeri gerak serviks - Perdarahan pervaginam akibat :
Adneksa tegang atau teraba Deskuamasi endometrium
massa Aliran darah melalui tuba fallopi
Massa adneksa terasa nyeri saat
- Tanda perdarahan intraabdominal positif
palpasi Tanda cairan intraabdomen
- Tanda perdarahan intra
Palpasi abdomen nyeri akibat iritasi
abdominal negatif peritoneum
- Kesimpulan diagnosis sulit - Pemeriksaan dalam :
Terdapat nyeri goyang serviks
Kavum douglasi menonjol dan nyeri
Perdarahan pervaginam
- Konfirmasi diagnosis :
- Kuldosintesis akan terdapat darah
Tabel 1 Perbedaan KE dan KET
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan
sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800
mlU/ml. Kemungkinan bernilai positif pada kehamilan ektopik hanya sampai
50-60%. Kalaupun digunakan tes jenis tabung, dengan gonadotropin korionik
berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan tes ini positif pada 80-85% kehamilan
ektopik. Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-Linked Immunoabsorbent
Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan positif pada 95% kehamilan
ektopik.3
3. β-hCG serum
Imaging
1. Ultrasonografi
Kuldosentesis
a. Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
b. Darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa
bekuan kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Untuk mengataakan bahwa punksi kavum douglasi positif, artinya adanya
perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat warna
merah tua, tidak membeku setelah diisap, dan biasnya di dalam terdapat
gumpalan-gumpalan darah yang kecil.
Laparoskopi
Laparotomi
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan
tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya
bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan
aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan
negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih
banyak dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul
berlokasi di daerah median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat
diraba tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri
tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai
perdarahan pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan
perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih
bulat daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor
dan nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di
titik McBurney
2.8. Tatalaksana
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan
prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi
segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan
apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi
ruptur pada tuba. 4
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar
melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba
yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang
berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari
dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup
besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk
kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan
sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu,
hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang
ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih
jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti
dengan terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi
berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa
ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 4
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum. 4
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan
sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi
B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis
yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan
perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen,
alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat
namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada
sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
2
50 mg/m luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau
evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap
minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat
dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya,
2
maka diberikan MTX 50 mg/m kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993
melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis
tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
a. Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat
meningkatkan risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis
metotreksat).
b. Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan
kehamilan lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan
metotreksat dosis tunggal)
c. Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
d. hemodinamik stabil
e. Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan
diagnosis laparoskopi.
f. Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa
depan tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba
dari tuba kontra-lateral)
g. Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
h. Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
i. + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10
2.9. Komplikasi
Pada pasien ini ditemukan komplikasi berupa syok yang reversibel. Komplikasi
berupa perlengketan dengan usus tidak terjadi
2.10. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang
menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya
60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak
yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali
lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA