DKK 3 Antiseptik Rongga Mulut (Makalah)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH MAHASISWA

SEMESTER III
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

BLOK PEMERIKSAAN PENUNJANG

MODUL 3. BIOPSI-FNAB-SITOLOGI

DISUSUN OLEH:
1. RIZKA SAFRINA ABI PUTRI NIM : 20170710001
2. NIA KUSUMA RAMADANTI NIM : 20170710002
3. DELLAURA MERCIA VICTREZA NIM : 20170710029
4. STEVEN KUNIDA CHIANGGONO NIM : 20170710030
5. SHERINA SETIA DINATA NIM : 20170710038
6. ADELLA NARULITIA NIM : 20170710049
7. SYARIFAH FATIMATUZZAHRA NIM : 20170710068
8. TIARA SETYANDA AZAROH NIM : 20170710074
9. PUTU ADITYA PRATAMA ARYATUSAN NIM : 20170710089
10. WYNONA ICARESA DEWI AMANDA NIM : 20170710092
11. LUSIANA SETIA ANDRIANI NIM : 20170710096

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2018
MODUL 3
BIOPSI-FNAB-SITOLOGI

A. TOPIK MODUL
SITODIAGNOSIS

B. PENDAHULUAN
Sitologi: Istilah sitologi muncul pada sekitar tahun 1982, dipelopori oleh Georgę N. Papanicoloau yang
dianggap sebagai bapak sitologi. Sitologi berasal dari kata “cytos” yang artinya dan “logos” yang artinya
ilmu, sitologi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang mempelajari tentang sel. Pemeriksaan
sitologi dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal pada kelainan pra kanker, kanker, dan juga tidak
ada proses infeksi. Dasar interpretasi sitologi adalah struktur epitel skuamosa. Pada pemeriksaan
sitologi terdapat indikasi dan kontra indikasi dilakukan tindakan pemeriksaan serta kelebihan dan
kekurangan yang terdapat pada pemeriksaan sitologi. Terdapat macam-macam teknik pemeriksaan
sitologi salah satunya adalah skraping. Fiksasi pada pemeriksaan sitologi terdapat dua macam yaitu
pemeriksaan langsung dan tidak langsung serta larutan yang sering dipakai untuk fiksasi adalah
formaldehid atau formalin dan alkohol seperti aseton dan methanol. Kekurangan dari pemeriksaan
sitologi adalah pemeriksaan sitologi yang terdapat keganasan harus di konfirmasi oleh pemeriksaan
biopsi. Sitodiagnosis adalah diagnosis dari hasil pemeriksaan sitologi dengan melihat gambaran selnya.
Klasifikasi terbagi menjadi 5 kelas yaitu kelas I,II,III,IV, Hingga kelas V, jika pada sitodiagnosis telah
terlihat keganasan pada hasilnya biopsy harus dilakukan, Biopsi merupakan salah satu cara
pemeriksaan patologi anatomi yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi
khususnya yang dicurigai sebagai suatu keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak
hanya menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan tetapi juga untuk menentukan prognosis.
Berasal dari bahasa latin yaitu bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi adalah
pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

PEMICU 1
Seorang pria usia 45 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan adanya sariawan pada mukosa pipi
sebelah kiri yang tidak sembuh-sembuh selama 1 tahun meski sudah diberi obat oles. Anamnesis
diketahui pasien perokok berat sejak usia muda. Setelah dilakukan pemeriksaan intra oral oleh dokter
gigi, maka ditemukan adanya ulcer mayor pada mukosa pipi, single, diameter + 6 mm, tepi induratif
dan tidak nyeri. Dokter gigi curiga akan kemungkinan suatu keganasan. Diagnosis sementara suspek
squamous cell carcinoma. Kemudian dokter gigi tersebut merujuk pasien ke laboratorium Patologi
Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi yaitu oral scrabing.

C. TERMINOLOGI PEMICU 1
1. Sariawan Suatu penyakit yang mempunyai gejala karakteristik berupa ulserasi
rekuren yang terbatas pada mukosa mulut tanpa disertai tanda – tanda
dari penyakit lain
2. Mukosa Lapisan kulit dalam yang tertutup pada epitelium, dan terlibat dalam
proses absorbsi dan proses sekresi

3. Anamnesis Percakapan yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis kepada pasien
untuk mengambil data keluhan dan keadaan klinis yang dialami oleh
pasien
4. Ulcer mayor Uler yang besar dan biasanya tunggal berbentuk oval serta berdiameter
sekitar 1-3 cm
5. Tepi induratif Tepi yang tebal ,keras, tampak batas jelas ( terdapat) keratinisasi
berlebihan)
6. Squamous cell Salah satu jenis kanker kulit selain kanker sel basal dan melanoma.
carcinoma Menyerang sel squamosal,yaitu sel yang membentuk lapisan tengah dan
luar kulit
7. Patologi anatomi Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang anatomi penyakit, mencakup
pengetahuan dan pemahaman terhadap perubahan fungsi dan struktur
pada penyakit
8. Pemeriksaan Pemeriksaan yang menggunakan cairan atau sel tubuh manusia yang
sitologi kemudian diproses secara fiksasi dan dilakukan pembacaan dengan
mikroskop untuk mengetahui morfologinya
9. Oral scrabing Salah satu jenis pemeriksaan sitology dengan megambil se pada mukosa
oral dibagian bukal dengan cara di kerok

D. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Pasien memiliki keluhan adanya sariawan pada mukosa pipi sebelah kiri yang tidak sembuh-
sembuh selama 1 tahun meski sudah diberi obat oles

2. pasien perokok berat sejak usia muda

3. P.I.O : ditemukan adanya ulcer mayor pada mukosa pipi, single, diameter + 6 mm, tepi induratif
dan tidak nyeri

4. Dokter gigi curiga akan kemungkinan suatu keganasan

5. Diagnosis sementara suspek squamous cell carcinoma

6. Dokter gigi merujuk pasien ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan
sitologi yaitu oral scrabing.

E. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa pasien memiliki keluhan sariawan pada mukosa pipi sebelah kiri yang tidak
sembuh selama 1 tahun meski sudah diberi obat oles?
2. Apa hubungan antara kebiasaan merokok pasien sejak muda dengan keluhan yang terjadi
pada pasien?
3. Apa maksud dari hasil pemeriksaan intraoral yang dilakukan pada pasien?
4. Mengapa dokter gigi mencurigai adanya suatu keganasan?
5. Mengapa diagnosis sementara squamosus cell carcinoma?
6. Apa tujuan dokter gigi merujuk pasien ke laboratorium patologi anatomi untuk dilakukan
pemeriksaan sitologi yaitu oral scrabing

F. HIPOTESIS MASALAH
1. Karena sariawan tersebut bukan sariawan biasa yang dapat sembuh jika diobati dengan
obat oles,melainkan adanya keganasan yang terlihat dari pemeriksaan intra oral pasien
atau adanya kelainan pada sel rongga mulut pasien
2. Karena rokok dapat menjadi penyebab terjadinya kondisi yang terjadi pada pasien serta
dapat memperburuk keadaan rongga mulut pasien
3. Menunjukkan adanya keganasan yang dibuktikan dengan adanya ulcer yang besar dengan
diameter 6 mm dengan tepi yang induratif
4. Karena sariawan yang yang tidak sembuh selama 1 tahun meski sudah diberi obat oles dan
keadaan yang terlihat pada pemeriksaan intra oral pasien menunjukkan adanya gejala
terjadinya keganasan
5. Karena berdasarkan keluhan,anamnesis dan pemeriksaan intra oral dokter gigi mencurigai
pasien terkena squamous cell carcinoma
6. Dokter gigi perlu mengetahui tingkat keganasan yang terjadi pada pasien serta dokter gigi
sangat membutuhkan hasil dari pemeriksaan sitologi untuk menegakkan diagnosis akhir

PEMICU 2

Interpretasi hasil pemeriksaan sitologi tampak adanya perubahan sel epitel mukosa mulut yang
mengarah pada neoplasia yang ditandai dengan adanya binucleated cell,fragmen keratin, dan infiltrasi
sel radang kronis,berdasarkan hasil tersebut maka sitodiagnosisnya adalah kelas IV : suggestive of
cancer. Kemudian dokter gigi merujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut untuk dilakukan
pembedahan. Specimen hasil pembedahan (biopsi) kemudian di kirim ke laboratorium Patologi
Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi anatomi untuk menentukan diagnosis akhir dan
stadium kanker

G. TERMIOLOGI PEMICU 2
1. Neoplasia Pembentukan jaringan baru. Dimana hasil dari
pertumbuhan jaringan baru ini dinamakan
neoplasma yang berupa jaringan yang
abnormal

2. Binucleated cell Kelainan inti sel yang tampak dua inti berukuran
kurang lebih sama besar yang terdapat dalam
satu sel dan keduanya Saling terhubung

3. Fragmen keratin Pecahan / potongan-potongan dari keratin

4. Infiltrasi sel radang kronis Masuknya sel plasma, makrofag dan limfosit

5. Sitodiagnosis Diagnosis secara sitologi yang didapatkan dari


hasil pemeriksaan sitology

6. Klas-IV Suggestive of cancer Tingkat keparahan yang menunjukkan adanya


suatu keganasan

7. Spesimen hasil pembedahan (biopsi) biopsi adalah pengangkatan sejumlah jaringan


tubuh yang kemudian akan dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa.

8. Pemeriksaan histopatologi anatomi Pemeriksaan dari jaringan tubuh manusia.


Dimana jaringan itu dilakukan pemeriksaan dan
pemotongan makroskopis,diproses sampai siap
menjadi slide atau preparat yang kemudian
dilakukan pembacaan secara mikroskopis untuk
penentuan diagnosis

9. Stadium kanker Tingkatan keparahan pada penyakit kanker

H. IDENTIFIKASI MASALAH PEMICU 2


1. Interpretasi hasil pemeriksaan sitologi tampak adanya perubahan sel epitel mukosa mulut yang
mengarah pada neoplasia yang ditandai dengan adanya binucleated cell,fragmen keratin, dan
infiltrasi sel radang kronis

2. berdasarkan hasil tersebut maka sitodiagnosisnya adalah kelas IV : suggestive of cancer

3. dokter gigi merujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut untuk dilakukan pembedahan

4. Spesimen hasil pembedahan (biopsi) kemudian di kirim ke laboratorium Patologi

I. RUMUSAN MASALAH
1. Apa maksud dari hasil pemeriksaan sitologi tersebut?
2. Mengapa sitodiagnosisnya kelas IV suggestive of cancer?
3. Mengapa dokter gig merujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut untuk dilakukan
pembedahan?
4. Mengapa spesimen hasil pembedahan( biopsi) dikirim ke laboratorium patologi anatomi?

J. HIPOTESIS MASALAH
1. Menunjukkan adanya kelainan pada sel epitel mukosa mulut yang mengarah pada
neoplasia yang ditandai dengan binucleated cell yaitu kelainan pada inti sel,terdapat
potongan-potongan keratin/framen keratin dan infiltrasi adanya sel radang kronis.
2. Karena berdasarkan klasifikasinya pada pemeriksaan mikroskopis terdapat perubahan yang
abnormal pada sel epitel rongga mulut pasien lebih dari 25% menunjukkan adanya suatu
keganasan yang mengarah pada kelas IV suggestive of cancer.
3. Untuk dilakukan pembedahan pada penyakit pasien agar penyakit pasien tidak menyebar
luas ke daerah yang lain.
4. Untuk menentukan stadium kanker yang terjadi pada pasien dan menegakkan diagnosis
akhir serta terapi yang tepat dilakukan kepada pasien

K. PETA KONSEP
Perokok berat
sejak usia muda

Sariawan

Diagnosis sementara :suspek


squamous cell carcinoma

Pemeriksaan sitologi : Oral


Scrabing

Interpretasi Hasil

Sitodiagnosis klas IV :
Suggestive of cancer

Dirujuk ke spesialis bedah mulut :


dilakukan pembedahan
Spesimen biopsI dikirim ke
laboratorium patologi untuk
pemeriksaan histopatologi anatomi

Diagnosis akhir

L. LEARNING ISSUE
1. Apa yang dimaksud pemeriksaan sitologi?
A. Definisi
B. Indikasi dan kontra indikasi
C. Kelebihan dan kekurangan’
D. Macam-macam teknik
E. Teknik fiksasi sediaan
F. Apa saja bahan fiksasi yang digunakan
2. Apa yang dimaksud dengan sitodiagnosis?
A. Definisi
B. Klasifikasi
C. Dasar hasil interpretasi
D. Apa saja kriteria keganasan di rongga mulut
3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan sitologi pada kasus? Bagaimana tindakan
selanjutnya?
4. Apa yang dimaksud dengan squamous cell carcinoma?
A. Definisi
B. Prosedur diagnosis
C. Gambaran Histopatologi Anatomi
D. Terapi
5. Apa yang dimaksud Biopsi?
A. Definisi
B. Indikasi dan kontra indikasi
C. Macam teknik
D. Teknik fiksasi sediaan biopsy
E. Bahan fiksasi
F. Bagaimana interpretasi Histopatologi anatomi stadium kanker?
M. PEMBAHASAN

1. Apa yang dimaksud dengan Sitologi?

A. Definisi

Pemeriksaan sitologi: Pemeriksaan sitologi adalah prosedur cara pemeriksaan yang dapat dipelopori
oleh George Papanicolou tahun 1982 Pemeriksaan ini dapat berkembang pesat karena teknik
pemeriksaannya sederhana, dan dapat digunakan untuk pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan sitologi
dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal pada kelainan pra kanker, kanker, dan juga tidak ada
proses infeksi. Dasar interpretasi sitologi adalah struktur epitel skuamosa.

Sitologi: Istilah sitologi muncul pada sekitar tahun 1982, dipelopori oleh Georgę N. Papanicoloau yang
dianggap sebagai bapak sitologi. Sitologi berasal dari kata “cytos” yang artinya dan “logos” yang artinya
ilmu, sitologi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang mempelajari tentang sel

B. Indikasi dan kontra indikasi

1. Pada penderita yang kontra indikasi biopsi.


2. Penderita yang menolak biopsi.
3. Suatu diagnosis klinik yang meragukan
4. Check up terhadap kemungkinan kekambuhan sebelum gejala klinik yang nampak
5. Pada lesi-lesi yang tumbuhnya dipermukaan dan ukurannya kecil, misalnya : lesi ulseratif atau
bercak putih.
6. Lesi mukosa yang secara klinis tidak mencurigakan dan tidak perlu untuk dilakukan biopsi.
7. Evaluasi suatu lesi mukosa yang luas dimana tidak memungkinkan bagi dilakukannya insisi
biopsi dalam mendapatkan sampel yang adekuat.
8. Sebagai follow up pada pasien dengan diagnosis sebelumnya permalignan atau malignan lesi
mukosa.
9. Status medis pasien dengan jaringan sangat fragil pada waktu pecim pendarahan atau jika
pasien menolak.
10. Dipastikan suatu oral candidiasis atau infeksi virus.
Sedangkan kontra indikasi mencakup keadaan-keadaan :

1. Lesi yang dicurigai jelas menunjukkan kanker yang memberikasi tindakan biopsi.

2. Bila pasien tidak dapat diharapkan kehadirannya yang berikutnya untuk pemeriksaan lanjutan.
3. Lesi submukosa yang ada di bawah patologik dibawah epitel permukaan yang normal

4. Lesi yang kering atau berkrusta seperti yang tampak pada bibir.

. Lesi putih yang tidak dapat dikerok.

C. Kelebihan Pemeriksaan Sitologi :


 Pembuatan pulasan apus tidak menimbulkan rasa nyeri pada penderita.
 Dapat digunakan untuk pemeriksaan massal.
 Dapat memberikan hasil positif meskipun pada pemeriksaan langsung dan palpasi
tidak menunjukkan kelainan. Karsinoma dapat terdiagnosis meskipun masih dalam
stadium in situ.
 Efektif untuk diagnosis tumor saluran pencernaan, paru, saluran air kemih dan
lambung.
Kekurangan Pemeriksaan Sitologi :
 Hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa mulut.
 Hanya untuk lesi yang tidak tertutup keratin tebak.
 Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif dan hiperkeratotik karena sel-sel
abnormal masih tertutup oleh lapisan keratin.
 Hasil pemeriksaan sitologi yang mengindikasikan keganasan masih perlu dikonfirmasi
dengan biopsi.
 Sering kali bahan yang terambil tidak representatif.

D. Macam-macam Teknik
Dikenal ada beberapa cara pengambilan sediaan sitologi, antara lain :
1. Pembilasan atau Kumur dengan Larutan Garam Fisiologis
a. Selanjutnya endapan yang didapat dismearkan keatas object glass dengan
spatel atau kapas lidi (cotton bud) untuk segera difiksasi.
b. Air kumur-kumur tersebut di sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 20
menit.
c. Terlebih dahulu lesi dibersihkan dengan gaas, kemudian dilakukan kumur-
kumur dengan larutan garam fisiologis.
2. Kapas Lidi / Cotton Bud
a. Lesi dibersihkan dengan gaas.
b. selanjutnya dengan kapas lidi steril, ambil sedimen lesi dengan cara berputar
dari mulai ujung atas sampai ke ujung bawah object glass.
c. Pemindahan sedimen ke object glass harus rata, tipis dan tidak berulang-
ulang.
d. Selanjutnya preparat object glass siap untuk difiksasi.
3. Skraping
a. Lesi dibersihkan dengan gaas.
b. Lesi diskraping dengan spatula kayu atau cement spatle, kemudian sedimen
lesi dipindahkan ke object glass secara paralel dan digerakkan dengan cara
menarik spatula dari ujung atas sampai dengan ujung bawah object glass.
c. Selanjutnya preparat ini siap untuk difiksasi.
4. Imprint
a. Cara ini dilakukan terhadap lesi yang letaknya ada dipermukaan dan mudah
dijangkau, misalnya seperti ujung lidah dan mukosa bibir.
b. Lesi dibersihkan dengan gaas.
c. Object glass ditempelkan ke permukaan lesi dan selanjutnya siap untuk
difiksasi.
5. Cytobrush
a. Pengunaan teknik ini merupakan suatu teknik modern sitologi eksfoliasi
rongga mulut yang khusus didesain secara tersendiri dari bulu sikat berbentuk
sirkuler.
b. Dibandingkan dengan keempat cara sitologi sebelumnya di atas, penggunaan
teknik ini lebih memberikan akurasi yang tinggi mencapai 90%, karena dapat
mengambil seluruh lapisan epitel termasul lapisan basal sel.
c. Lesi dibersihkan dengan gaas.
d. Sedimen yang diambil dengan menggunakan teknik ini adalah dengan cara
memberus secara berputar 360 derajat.
e. Kemudian sedimen yang ada pada cytobrush diberuskan ke atas object glass
secara berputar mulai dari ujung kaca slide paling atas sampai ke ujung yang
paling bawah.
f. Selanjutnya dapat dilakukan fiksasi.
E .Teknik Fiksasi Sediaan

Fiksasi adalah usaha manusia untuk mempertahankan elemen-elemen sel


ataujaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk
maupun ukuran.Bahan/larutan fiksatif yang sering digunakan dalam sitologi antara
lain Alkohol ( Etanol ) dan Metanol ( Methyl Alkohol ).

Cara fiksasi ada 2 :

1. Fiksasi langsung
Ialah fiksasi pada sediaan smear / apusan
Contoh : - Pap smear
- FNAB yang langsung dibuat smear / apusan. - Apusan endapan cairan
yang sudah disentrifuge.
2. Fiksasi tidak langsung
Ialah fiksasi yang dilakukan pada bahan/cairan yang tidak segera di buat sediaan.
Contoh : C. ascites, C.pleura dsb difiksasi dengan alkohol 50 % perbandingan
1:1,kecuali untuk sputum difiksasi dengan alkohol 70 % perbandingan 1:1.
Fiksasi dasar untuk pemeriksaan Sitologi :

a. Pewarnaan Papanicolaou
Preparat apus difiksasi langsung ke alkohol 95 % tanpa menunggu kering. Untuk
Pap smear dan FNAB minimal 15 menit, sedangkan untuk apusan cairan minimal 1
jam.
b. Pewarnaan Giemsa
Preparat apus harus benar-benar kering, kemudian difiksasi minimal 5 menit.
F. Bahan untuk fiksasi

Berikut adalah jenis-jenis larutan fiksasi yang biasa digunakan :

1) Formaldehid

Formaldehid adalah suatu gas yang larut dalam air. Larutan ini bersifat asam dan tersedia dalam
bentuk formaldehid 40% atau formalin, namun dengan konsentrasi ini tidak dapat dipakai untuk fiksasi
karena terlalu cepat mengeraskan jaringan. Sebagai larutan fiksasi harus dicampurkan dalam air biasa
atau larutan garam fisiologis, dengan perbandingan 1 bagian formalin dengan 9 bagian pelarut menjadi
formal saline 10% atau lebih dikenal dengan formalin 10%. Untuk penyimpanan dalam jumlah besar
dan waktu yang lama maka formaline 10% harus diberi garam buffer atau magnesium atau kalsium
karbonat supaya tidak terjadi pembentukan endapan asam formik. Formalin mempunyai bau yang tidak
enak dan dapat mengiritasim kulit, selaput lendir dan mata. Oleh karena itu dianjurkan memakai sarung
tangan dengan udara terbuka waktu kita sedang mengelola materi berformalin.

2) Alkohol

Merupakan larutan dengan daya dehidrasi yang kuat dan menyebabkan pengerasan dan pengerutan
jaringan. Alkohol dapat mengkoagulasi protein dan.presipitasi glukogen dan melarutkan lemak. Fungsi
alkohol yang utama adalah sebagai bahan fiksasi sediaan sitologi namun dalam keadaan terpaksa
dapat digunakan sebagai fiksasi sediaan histopatologi. Hal ini disebabkan daya tembus alkohol yang
kurang baik oleh karena jaringan cepat menjadi keras dan mengkerut sehingga sediaan sukar dipulas.

Alkohol mempunyai rumus umum R-OH. Strukturnya serupa dengan air, tetapi satu hidrogennya
diganti dengan satu gugus alkil. Gugus fungsi alkohol adalah gugus hidroksil, -O. Alkohol tersusun dari
unsur C, H, dan O.

• Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol.

• Alkohol adalah asam lemah.

• Struktur alkohol ada tiga jenis, yaitu : R-OH primer, sekunder, dan tersier .

R-CH2-OH (R)2CH-OH (R)3C-OH

Primer sekunder tersier

Rumus kimia umum alkohol adalah CnH2n+1OH'

• Sifat fisika alkohol :

- TD alkohol > TD alkena dengan jumlah unsur C yang sama (etanol = 78oC,

etena = -88,6oC)

- Umumnya membentuk ikatan hidrogen

- Berat jenis alkohol > BJ alkena

- Alkohol rantai pendek (metanol, etanol) larut dalam air (polar)

Dua jenis alkohol paling sederhana adalah methanol dan etanol.


a) Ethanol

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja adalah sejenis cairan
yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan jenis alkohol yang paling sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan
pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal,
dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Alkohol merupakan isomer konstitusional
dari dimetil eter.

b) Methanol

Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus adalah senyawa kimia dengan
rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer",
methanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan
beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Methanol digunakan sebagai
bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.

3) Aceton

Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida,
dan β-ketopropana adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton
merupakan keton yang paling sederhana. Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air,
etanol, dietil eter, dll. Aseton sendiri juga merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk
membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Selain dimanufaktur secara
industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan
kecil.

4) Acetic acid ( Asam Asetat )

Asam asetat, asam etanoat, atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2.
Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni
(disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana setelah asam format. Larutan
asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi
ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting.
Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan
polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat
digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan
sebagai pelunak air.

5) Chromik acid ( Asam Kromat )

Dalam ilmu kimia, Asam Kromat adalah sebuah senyawa kromium (Cr). Senyawa ini memiliki rumus
kimia H2CrO4. Basa konjugat dari asam ini adalah ion kromat dan dikromat, yang dapat membentuk
beberapa garam (misalnya kalium dikromat, K2Cr2O7). Anhidrida dari asam kromat adalah kromium
trioksida, atau disebut juga kromium (VI) oksida, CrO3. Pada asam kromat, dikromat ataupun semua
turunannya, atom kromium mempunyai bilangan oksidasi +6. Larutan ini bersifat oksidator kuat,
berwarna merah kecoklatan, jingga atau kuning tergantung konsentrasi kromium (VI).

Di laboratorium, asam kromat digunakan sebagai oksidator maupun katalis. Dalam industri, asam
kromat digunakan sebagai senyawa intermediet dalam chromium plating, bahan untuk kaca berwarna,
pembersih logam, bahan untuk tinta, dan cat. Asam kromat biasanya digunakan sebagai cairan fiksasi
dengan konsentrasi 0,5-1%. Asam kromat dapat mendenaturasi protein pada jaringan agar cairan
pewarna dapat terserap dengan baik. Selain itu, asam kromat juga dapat mengeraskan struktur
jaringan. Asam kromat baik digunakan untuk memfiksasi lemak, mitokondria, badan Golgi, dan
Glikogen. Sifat asam kromat sebagai cairan fiksasi yaitu memiliki daya penetrasi yang lambat dan tidak
mengkerutkan jaringan. Keuntungan menggunakan asam kromat sebagai fiksasi adalah jaringan dapat
terpulas dengan baik

6. Larutan Zenker’s

Larutan zenker’s adalah salah satu cairan fiksasi yang terdiri atas :

1. Mercuric chloride

2. Pottasium dichromate

3. Aquadest

4. Sodium sulfate

5. Acidum aceticum glacial


Kelebihan menggunakan cairan fiksatif ini adalah inti dan jaringan ikat terpulas dengan baik, terutama
untuk jaringan tumor. Disamping itu, larutan Zenker’s memiliki kekurangan yaitu jaringan akan terpulas
lebih tebal dan jaringan bersifat rapuh/mudah patah.

7) Larutan Bouin

Larutan Bouin adalah suatu cairan fiksasi yang terdiri atas :

1. Picric Acid 5%

2. Formalin 40%

3. Acetic acid glacial

Sifat larutan ini memiliki daya penetrasi yang cepat serta inti dan jaringan ikat akan terpulas dengan
baik. Tetapi, jika proses fiksasinya terlalu lama jaringan akan rapuh.

8. Larutan Helly

Komposisi dari larutan Helly ini adalah :

1. Chloroform

2. Alkohol Absolute

3. Acetic acid glacial

Dengan pemakaian larutan fiksasi ini lebih menghemat waktu karena proses fiksasi dan dehydrasi
dapat berjalan sekaligus. Selain itu, larutan ini juga dapat mengawetkan glikogen dalam jaringan. Jika
dalam pengerjaan fiksasinya terlalu lama, jaringan akan mengeras sehingga sulit untuk diiris.

9) Larutan ORTH

Larutan ORTH juga dapat digunakan untuk cairan fiksasi. Keuntungan memakai larutan ini adalah
mitosis dapat terlihat. Selain itu, eritrosit dan jaringan ikan dapat terlihat dengan baik. Sifat dari larutan
fiksasi ini adalah memeiliki daya penetrasi yang sangat lama sehinnga tidak cocok digunakan untuk
memfiksasi jaringan yang ukurannya besar.

Komposisi dari larutan ini adalah :

1. Pottasium dikromat
2. Sodium sulfate

3. Aquadest

2. Apa yang dimaksud sitodiagnosis?

A. Definisi

Sitodiagnosis adalah diagnosis dari hasil pemeriksaan sitologi dengan melihat gambaran selnya.

B. Klasifikasi

Hasil pemeriksaan sitologi terbagi menjadi 5 klas yaitu :

Klas I Normal

- Sel-sel belum mengalami perubahan / normal dan perlu observasi

Klas II Atypical

- ditemukan sel-sel dengan sedikit perubahan atypia tetapi belum ada perubahan keganasan

Klas III Indeterminate

- Gambaran menunjukan antara kanker dan bukan kanker

- Sel-sel dengan perubahan atypia lebih banyak ditemukan tetapi belum jelas adanya
keganasan

- Kemungkinan lesi adalah pra kanker / karsinoma

- Biopsy dianjurkan

Klas IV Suggestive Of Cancer

- Ditemukan sejumlah kecil sel sudah menunjukan perubahan ganas

- Sejumlah besar sel menunjukan perubhan kearah keganasan

- Biopsi harus dilakukan

Klas V Positive Of Cancer

- Nampak sel-sel yang jelas ganas


- Biopsy harus dilakukan

C. Bagaimana dasar interpretasi?


1. Morfologi Epitel Skuamosa
 Mukosa rongga mulut dilapisi atau ditutupi oleh epitel berlapis pipih atau epitel gepeng tanpa
penandukan (non cornified stratified squamous ephithelium).susuna sel epitel skuamose normal
terdiri atas :
1. Sel lapisan superfisial (Sel Superficialis)
Adalah sel yang berasal dari lapisan stratum korneum secara histologi yang etrdiri atas dua
macam sel :

a) Sel epitel superficialis basophil inti besar


b) Sel epitel superficialis asidofil inti piknotik
 Sel besar dengan bentuk poligona; penampang sel biasanya antara 35-45 um
 Sitoplasma rata, halus, transparent, eusinofilik berwarna merah muda

 Inti yang piknotik, sering nampak fragmen kecil yang melekat pada materi inti
2. Sel Lapisan Intermediet (Sel Intermediet)
a) Besarnya lebih kurang saa dengan sel superficial atau sedikit lebih kecil
b) Berbentuk polygonal atau bulat panjang
c) Sitoplasma biasanya basofilik atau kadang eosinofilik dan Nampak lebih kental
d) Inti lebih besar (ukuran 8 mikron), bulat atau bulat panjang, belum piknotik, padat basofil,
dan warna agak gelap dengan batas dinding yang jelas, khromosenter dan khromatin
dapat terlihat. Inti semacam ini biasanya disebut sebagai inti vesikuler
e) Variasi fisiologik dari sel superficial dan intermedia ialah pembentukan mutiara tanduk,
dimana sel tersusun konsentris seperti irisan bawang.
3. Sel Parabasal
4. Sel Lapisan Basal
 Sel basal interna
 Sel basal externa
2. Sel-sel lain yang dapat ditemukan pada sediaan apusan / sitologi
1. Sel Superficial Tanpa Inti ( Fragmen Keratin )
2. Sel-Sel Radang
a. Radang
b. Infeksi
c. Perubahan akibat radang yang tidak spesifik dapat diketahui melalui hasil hasil
pemeriksaan sitologi
d. Secara sitologi tanda-tanda yang nyata akibat radang adalah banyaknya sel 
radang,
terutama sel PMN yang menutupi sel epitel atau sebagai latar belakang 
sediaan (pada
radang akut) dan atau sel histiosit, sel limfosit, dan sel plasma ( pada radang kronis)
e. Tanda-tanda radang yang terjadi pada sel epitelnya sendiri yaitu : Perubahan degenerasi
pada sel berupa :
 Pembengkakan inti sel
 Halo perinuklear yang kecil
 Hilagnya ketajaman pola kromatin inti karena proses kariopiknotik, 
karioeksis, dan
kariolisis
 Sitoplasma bervakuolisasi, sitolisis, debris atau kondensasi eosinofilik.
 Pada sediaan apusan sel-sel yang terinfeks yang sering dijumpai adalah 
metaplastik
bervakuolisasi.
D. Keganasan Didalam Rongga Mulut
o Perubahan pada inti sel dalam ukuran, biasanya membesar.
o Bentuk (bervariasi atau pleomorfik)
o Distribusi kromatin yang tidak normal dan warna menjadi lebih gelap
(hiperkromatik)]
o Perbandingan inti – sitoplasma bertambah
o Dinding tidak teratur
o Serta anak inti lebih dari satu dan tidak teratur
3. Bagaimana Interpretasi Sitologi dan bagaimana tindakan selanjutnya?
o Interpretasi sitologi
Kriteria interpretasi hasil sitologi yang dapat digunakan oleh sitopatologis sebagai petunjuk akan
adanya keganasan adalah: perubahan pada inti sel dalam ukuran (membesar), bentuk (bervariasi atau
pleomorfik), distribusi kromatin yang tidak normal dan warna menjadi lebih gelap (hiperkromatik),
perban- dingan inti-sitoplasma bertambah, dinding inti tidak teratur, serta anak inti lebih dari satu dan
tidak teratur. (Sudiono, 2008)
o Tindakan lanjutan
Akurasi pemeriksaan sitologi dalam mendiagnosis kanker mulut sama dengan
pemeriksaan histopatologi. Diagnosis sitologi berbeda dengan biopsi, umumnya kasus
dikategorikan sebagai normal, dicurigai, atau ganas. Apabila terdapat keraguan akan hasil
sitologi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang atau segera dilakukan biopsi, terutama pada
kasus-kasus: secara klinis masih tetap dicurigai sebagai suatu keganasan atau kelak akan
berubah menjadi ganas hasil menunjukkan kecurigaan akan adanya keganasan dan perlu
segera ditegak- kan diagnosis yang pasti. Hasil pemeriksaan sitologi bukanlah merupakan di-
agnosis akhir, setiap kasus yang dicurigai atau didiagnosis ganas memerlukan tindak lanjut
berupa biopsi pada tempat tersebut. Pada kasus keganasan atau dicurigai ganas, sitopatologis
berkewajiban menghubungkan gambaran karakteristik sel dengan pemeriksaan histopatologis
lanjutan dan data laboratoris lainnya (Sudiono, 2008
4. SQUAMOUS CELL CARCINOMA (SCC)

A. Definisi

Squamois Cell Karsinoma (SCC) adalah neoplasma maligna yang berasal dari keratinosit suprabasal
epidermis. Neoplasma ini merupakan jenis neoplasma non melanoma kedua terbanyak setelah
karsinoma sel basal (Laurentia, 2009).

B. Prosedur Diagnosis

 Gejala Klinis
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa meliputi eksofitik, endofitik, leukoplakia (bercak putih),
eritroplakia (bercak merah), eritroleukoplakia (kombinasi bercak merah dan putih). Pertumbuhan
eksofitik (lesi superfisial) dapat berbentuk bunga kol atau papiler, dan mudah berdarah. Untuk
pertumbuhan endofitik biasanya terdapat batas tegas antara lesi dan jaringan normal, invasinya dapat
merusak tulang yang dapat menyebabkan nyeri dan penampakan pada radiografnya adalah
radiolucency yang hampir sama dengan penyakit osteomyelitis. Penampakan klinis berupa ulser
dengan diameter kurang dari 2 cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai komponen
putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi yang minimal. Karakteristik dari lesi karsinoma yang
berlubang dengan dasar merah dan ditutupi oleh krusta karena hiposalivasi.
Penampakan klinis karsinoma sel skuamosa rongga mulut yang paling sering terlihat adalah
leukoplakia dan eritroplakia. Karsinoma sel skuamosa rongga mulut yang telah berinfiltrasi sampai ke
jaringan ikat hanya menyebabkan sedikit perubahan pada permukaan tetapi timbul sebagai daerah
yang berbatas tegas dengan hilangnya mobilitas jaringan.

 Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan gigi, dokter gigi sebaiknya melakukan anamnesis terhadap keluhan
pasien, bagaimana perjalanan penyakit, faktor etiologi dan resiko, pengobatan yang telah diberikan,
hasil pengobatan dan berapa lama keterlambatan.

 Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi untuk diagnosis pasti prabedah merupakan prosedur yang sangat penting.
Pada tahap awal, diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sitologi eksfoliatif dari bahan
kerokan ulkus atau lesi dengan pengecatan Papanicolaou atau Hematoksilin eosin. Bila ditemukan sel
ganas dilanjutkan dengan biopsi untuk diagnosis pasti. Lesi kecil yang secara klinis mencurigakan
suatu keganasan langsung dilakukan biopsi eksisional dengan mengikut sertakan jaringan normal 0,5 -
1 sentimeter dari tepi lesi dan dilakukan pemeriksaan potong beku atau vriescoupe (VC) pada tepi-tepi
sayatan. Pada tumor yang besar dilakukan punch biopsy dengan menggunakan cunam seperti forceps
Blakesley atau biopsi insisional dengan pisau.
 Sitologi
Sitopatologi eksfoliatif adalah cabang ilmu patologi yang mempelajari morfologi sel
terdeskuamasi baik yang normal maupun yang berubah karena proses patologis. Gambaran
sitopatologi eksfoliatif yang sampelnya diambil dari mukosa oral berhubungan erat dengan
struktur morfologi jaringan epitel skuamosa. Kelebihan dari sitopatologi eksfoliatif diantaranya:
metode ini lebih mudah dan cepat untuk diagnosis penunjang dibandingkan histopatologi.
Sitopatologi eksfoliatif juga memiliki beberapa kekurangan yang harus diperhatikan yaitu
perubahan morfologis satu sel tidak bisa dibandingkan dengan sel yang disebelahnya karena
pada saat pengambilan sel, jaringan akan terpisah. Kekurangan lainnya, jika sel yang terambil
tidak mencukupi, diagnosis harus tetap dikonfirmasi dengan histopatologisnya.

C.Gambaran HPA

Gambaran Histopatologi

Sel tumor mirip dengan sel stratum spinosum, besar, poligonal, berada dalam proses mitosis, dan
jembatan-jembatan sel menghilang. Pada bagian tepi kelilingi oleh sel-sel tipe embrionik dan primitif
bagian tengah terdiri dari sel sel epitel yang sudah mengalami pertandukan (kornifikasi). Jenis adenoid
yaitu memberi gambaran struktur menyerupai sel-sel kelenjer dengan akantolisis. Jenis kumparan yaitu
sel-sel yang paling banyak ialah sel epitel yang menyerupai kumparan (spindle cell).
D. Terapi

1.Kulit yang terkena kanker akan dipotong dan dijahit.

2.Electrodessiccation and curettage (ED&C). Tumor dihilangkan dengan cara dikuret, kemudian lapisan
dasar kanker dibakar dengan jarum elektrik.

Kuret dan cryotheraphy. Prosedurnya sama seperti ED&C, hanya saja setelah kuret, area biopsi
dibekukan dengan nitrogen cair.

3.Cryosurgery, yaitu prosedur pembekuan sel-sel kanker menggunakan nitrogen cair.

4.Terapi sinar laser untuk menghancurkan sel kanker.

5.Operasi Mohs, yaitu pengangkatan kanker selapis demi selapis yang kemudian diteliti di bawah
mikroskop. Umumnya digunakan pada kanker di bagian wajah, seperti hidung atau telinga.

6.Radioterapi. Prosedur ini dilakukan jika kanker sudah menyebar ke organ lain dan ke kelenjar getah
bening, atau jika kanker tidak bisa ditangani dengan bedah.

7.Kemoterapi dengan obat oles yang mengandung imiquimod atau 5-fluorouracil.

8.Photodynamic therapy (PDT). Pada prosedur ini, sel-sel kanker akan dihancurkan menggunakan
sinar khusus.

5. BIOPSI

A.Definisi

Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai suatu keganasan.
Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan
tetapi juga untuk menentukan prognosis. Berasal dari bahasa latin yaitu bios:hidup dan opsi: tampilan.
Jadi secara umum biopsi adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim
ke laboratorium untuk diperiksa.

Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Pemeriksaan penunjang seperti X-ray,
CT scan ataupun ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu untuk mengalokasikan area biopsi. Biopsi
dapat dilakukan juga dengan proses pembedahan. Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan
penunjang untuk membantu diagnosa dokter bukan untuk terapi kanker kecuali biopsi eksisional
dimana selain pengambilan sampel juga mengangkat semua massa atau kelainan yang ada.Kemajuan
teknologi radiologi yang pesat dan merupakan mitra utama biopsi, terutama pada tumor yang terletak di
rongga dada dan rongga abdomen. Keberadaan fluoroskop-TV, ultrasonogram dan CT Scan sangat
bermanfaat dalam menuntun ujung jarum sampai mencapai massa tumor. Kemajuan teknlogi
laboratorium, tersedianya pewarnaan dan ditopanng kerja sama patologist dan radiologist, sitologi
biopsi dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.

B. Indikasi Dan Kontra indikasi

Indikasi suatu tindakan Biopsi adalah sebagai berikut :

• Lesi yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa diketahui penyebabnya

• Ulserasi yang menetap tidak menunjukkan tanda tanda kesembuhan sampai 3 minggu

• Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma

• Lesi tulang yang tidak diidentifikasi setelah pemeriksaan klinis dan radiologis

• Lesi hiperkeratotik yang menetap

• Lesi yang mengganggu fungsi lokal normal rongga mulut

• Bercak putih pada membran mukosa, terutama yang berbentuk seperti kutil

• Pada beberapa kasus, eksisi luas lesi dapat menentukan diagnosis dan terapi (Sitorus and
Julianto, 2018)

Sedangkan Kontra Indikasi Biopsi antara lain :

• Infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif)

• Gangguan faal hemostasis berat (relatif)


• Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi

C. Macam-macam Teknik Biopsi

Cara-cara biopsi antara lain adalah :

1. Biopsi insisi

Hanya sebagian kecil dari tumor diambil dengan menggunakan pisau untuk pemeriksaan. Disini
penting memilih sampel tumor yang representatif. Kesalahan sampling akan menimbulkan hasil yang
tidak sesuai dengan gambaran klinik.

2. Biopsi eksisi

Seluruh tumor di eksisi untuk pemeriksaan. Untuk tumor jinak tindakan ini sekaligus sudah merupakan
terapi.

3. Biopsi cakot

Dengan menggunakan tang aligator, jaringan dicakot atau digigit sampai lepas dari tempatnya.

4. Punch biopsy

Punch berarti tekan. Punch biopsy biasanya menggunakan suatu alat berbentuk silinder yang ditekan
pada mukosa sehingga memperoleh jaringan sebesar kurang lebih 6 mm.

5. Biopsi truncut (drill biopsy)

Jaringan tumor ditusuk dengan alat biopsi khusus berbentuk jarum besar yang dapat memotong dan
mengambil jaringan. Jaringan tumor yang dapat berbentuk silinder kecil.

6. Biopsi kerokan (curettage)

Dengan kuret permukaan jaringan dikerok sampai lepas. Jaringan yang didapat berbentuk potongan-
potongan tumor.

7. Biopsi jarum (biopsi aspirasi)

• Jarum besar

Tumor ditusuk dengan jarum besar nomor 18 dan disedot dengan spuit 10 cc sampai jaringan tumor
lepas masuk ke dalam spuit.
• Jarum halus

Tumor ditusuk dengan jarum halus nomor 23 dan disedot dengan spuit 10 cc sampai jaringan tumor
lepas, masuk ke dalam jarum.

• Jarum khusus

Tumor ditusuk denga jarum Vin Silverman yang dapat sekaligus mengambil jaringan tumor.

8.Trephine biopsy

Dipakai untuk tulang rawan atau sumsum tulang, digergaji, lalu disedot dan dikeluarkan.

9. The sponge method

tumor digosok dengan kasa, lalu kasa tersebut dicelupkan ke dalam air garam atau lainnya. Cairan
hasil perasan disentrifuse dan diperiksa.

10. Biopsi irigasi (bilas)

Bila dilihat tumor sudah berhamburan, mungkin tidak dioperasi, tetapi untuk melihat secara sitologik
jenis tumor, maka dimasukan air, dibilas lalu diambil.

11. Pemiriksaan langsung

Pemeriksaan langsung dari bahan sputum atau sekret dan dibuat preparat hapus.

12. Biopsi dengan cara tekanan atau pijitan

Biopsi dengan cara tekanan atau pijitan supaya cairan keluar dari lokasi tumor.

13. Biopsi endoskopi

Endoskop mempunyai alat khusus untuk melakukan biopsi atau mengambil bahan sitologi.

14. Biopsi tak disangka

Misalnya pada apendektomi, terdapat suatu jaringan yang dicurigai, jaringan diangkat dan
diperiksakan pada patologis. Pada rongga mulut biopsi yang sering dilakukan adalah sitologi, biopsi
aspirasi, biopsi cakot (punch biopsy) , drill biopsy, biopsi insisi dan biopsi eksisi

Biopsi Aspirasi
Teknik biopsi aspirasi diindikasikan untuk semua lesi yang diperkirakan berisi cairan (kecuali mokokel)
atau semua lesi intraosseous sebelum dilakukan eksplorasi bedah.

Biopsi aspirasi dapat memberikan informasi yang berharga terhadap lesi di dalam atau disekitar rongga
mulut dengan hanya menimbulkan sedikit rasa tidak nyaman pada pasien. Lesi radiolusen pada
rahang dengan warna kekuningan pada aspirasi adalah merupakan suatu kista. Bila pus teraspirasi,
dapat dipertimbangkan suatu proses inflamasi atau infeksi.

Bila udara yang teraspirasi merupakan indikasi terdapat keterlibatan kavitas tulang yang traumatik.
Adanya darah dapat mengarahkan pada beberapa lesi, terutama yang penting adalah adanya
malformasi vaskular pada rahang. Selain itu adanay lesi vaskular juga menghasilkan darah pada
aspirasi. Lesi-lesi seperti aneurysmal bone cysts, central giant cell granuloma dan lesi lainnya dapat
menghasilkan aspirasi berupa darah. Setiap bentuk radiolusensi pada tulang rahang harus dilakukan
aspirasi sebelum dilakukan intervensi bedah untuk menghindari kemungkinan lesi vaskuler yang akan
dapat menyebabkan perdarahan bila dilakukan insisi. Hasil dari biopsi aspirasi kemudian dilakukan
pemeriksaan patologis, analisa kimia atau kultur mikrobiologi.

Teknik aspirasi adalah dengan menggunakan jarum nomor 18 dengan syringe nomor 5 sampai 10 mL.
alat pemegang jarum suntik terbuat dari metal sehingga tabung suntik duduk tepat pada pemegang
tersebut. Beberapa jenis alat pemegang tabung suntik antara lain model Franze, Comeco Syringe
Piston, dst.

Gambar 1. Teknik Biopsi Aspirasi

Gambar 1. Teknik Biopsi Aspirasi

a. Posisi jarum di dalam masa tumor

b. Piston ditarik ke arah proksimal

c. Jarum digerakkan mundur maju di dalam masa tumor beberapa kali


d. Piston dikembalikan ke arah distal secara bebes

e. Jarum ditarik dari masa tumor

f. Aspirat diteteskan di atas kaca.

Daerah lesi diberi anestetikum dan jarum diinsersikan pada masa dengan suatu kedalaman tertentu
untuk memperoleh lokasi pusat cairan (gambar 1a). apabila jarum sudah berada di dalam masa tumor,
piston ditarik ke arah proksimal dan tekanan di dalam tabung menjadi negatif (gambar 1b). Jarum
digerakkan maju mundur sehingga aspirat yang mengandung sejumlah sel tumor masuk ke dalam
lumen jarum atau tabung suntik (gambar 1c). Apabila aspirat sudah kelihatan pada muara jarum,
pegangan piston dilepaskan (gambar 1d). Tujuannya untuk mencegah aspirat masuk ke dalam tabung
suntik sehingga sulit untuk dikeluarkan. Sebelum jarum dicabut, piston dalam tabung suntik
dikembalikan pada tempat semula dengan melepaskan pegangan piston, sehingga tekanan di dalam
tabung kembali seperti semula (gambar 1e). Untuk mengeluarkan aspirat, jarum dibebaskan dari
tabung suntik, piston ditarik ke arah proksimal kemudian jarum disatukan kembalikan dengan tabung.
Lalu ujung jarum diletakkan di atas kaca obyek piston didorong pelan-pelan dan aspirat diteteskan di
atas kaca obyek dan dibuat sedian apus (gambar 1f).

Pada lesi intraosseous, dibutuhkan ekspansi terhadap kortikal tulang dengan cara memasukkan jarum
dengan kuat secara langsung pada mukoperiosteum kemudian diputar sampai tulang kortikal
perforasi. Bila hal ini gagal dapat dilakukan flap mukoperiosteal dan menggunakan bor untuk penetrasi
tulang kortikal. Setelah itu baru digunakan jarum melalui lubang pada tulang kortikal.

III.3 Biopsi Tekan (Punch Biopsy)

Pada beberapa kasus, peralatan khusus untuk biopsi dapat digunakan untuk melakukan biopsi dalam
rongga mulut. Seperti pada pasien dengan SjÖgren syndrome, biopsi pada mukosa bibir dapat
dilakukan untuk memperoleh evakuasi diagnostik adannya kelainan pada kelenjar ludah minor.
Instrumen biopsi khusus untuk punch biopsi sebesar 6 mm dapat digunakan. Jaringan yang terambil
berbentuk selinder yang melibatkan mukosa labial dan kelenjar ludah submukosa (gambar 2).
Gambar 2. Biopsi tekan/ Punch Biopsy.

A. Hasil spesimen jaringan dari teknik punch biopsy

B. Alat punch biopsy yang digunakan pada mukosa bibir bawah dengan tekanan ringan dan
gerakan rotasi.

Drill Biopsy

Spesimen biopsi pada rongga mulut dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat khusus seperti
bor (Modified Ellis biopsy drill) dengan straight dental handpiece. Dengan alat tersebut spesimen
dapat diambil sepanajang 1-2 cm dan diameter 1-4 mm. Alat ini biasanya digunakan untuk mengambil
spesimen lesi central fibro-osseous pada rahang. Dengan teknik ini spesimen dapat diambil dengan
kedalaman yang ideal untuk pemeriksaan tulang(gambar 3).

Gambar 3. Alat Drill biopsy A. Ellis Biopsy Drill B. Drill dengan Handpiece

Biopsi Insisi

Prinsip biopsi insisi adalah pengambilan jaringan pada area lesi harus representatif. Tempat pemilihan
area biopsi harus meliputi jaringan yang mengalami perubahan dengan perluasan ke jaringan normal
pada dasarnya atau pada bagian tepinya. Jaringan nekrotik harus dihindari karena akan tidak berguna
dalam mendiagnosa. Selain itu pengambilan jaringan lebih baik dalam dan sempit daripada lebar
tetapi dangkal, karena perubahan sel pada superfisial akan berbeda dengan bagian jaringan yang lebih
dalam (gambar 4).Bila lokasi sulit untuk dikerjakan dalam anestesi lokal, penggunaan anestesi umum
dapat dipertimbangkan.
Gambar 4. Biopsi insisi

A. Pengambilan spesimen dengan biopsi insisi lebih baik sempit dan dalam daripada lebar dan
dangkal.

B. Tepi spesimen biopsi insisi melibatkan jaringan yang normal di bawahnya.

Biopsi Eksisi

Biopsi eksisi adalah pengambilan seluruh lesi pada saat prosedur diagnosa bedah dilakukan.
Jaringan normal dikelilingi lesi juga harus dieksisi untuk pengambilan secara total. Tidak hanya jaringan
lesi yang berharga untuk dilakukan pemeriksaan patologis, namun eksisi yang lengkap merupakan
bagian dari terapi definitif.

Gambar 5. Biopsi Eksisi pada jaringan lunak

A. Dilihat dari permukaan, insisi berbentuk elips di sekitar lesi sekurang-kurangnya 3 mm


menjauhi lesi.
B. Dilihat dari samping, insisi dibuat dengan kedalaman yang cukup untuk mengangkat lesi
secara keseluruhan.

C. Dilihat dari arah belakang, insisi di buat konvergen ke arah kedalaman lesi untuk mendapatkan
penutupan luka yang baik.

Indikasi biopsi eksisi adalah bila pada pemeriksaan klinis terlihat lesi tersebut adalah jinak, lesi terlihat
lesi vaskular atau berpigmentasi. Semua lesi yang dapat diangkat secara lengkap tanpa menimbulkan
keadaan mutilasi pada pasien merupakan perawatan terbaik dengan biopsi eksisi.

Prinsip biopsi eksisi adalah keseluruhan lesi dengan 2 mm sampai 3 mm jaringan normal
disekelilingnya dieksisi .

Vriescoupe (VC)

Vries Coupe atau (Frozen Section) potong beku adalah salah satu pemeriksaan patologi anatomi pada
yang dicurigai adanya tanda-tanda keganasan. Pemeriksaan ini dilakukan selama operasi. Tumor atau
kanker dibedah dan langsung diperiksakan saat operasi dan hasilnya langsung diperoleh saat itu juga.
Hasil yang diperoleh menentukan jenis tindakan operasi apa yang akan dikerjakan. Melalui metode ini,
penderita cukup sekali saja dioperasinya, dimana pada saat dibius, hasil pengangkatan benjolan sudah
dapat dipastikan jinak atau ganasnya oleh patolog. Tindakan Vriescoupe dilakukan pada waktu
penderita masih di meja operasi untuk mengetahui keganasan tumor dan menentukan terapi nya.

Hasil yang diberikan oleh ahli patologi biasanya terbatas pada diagnosis "jinak" atau "ganas", yang
kemudian dikonfirmasikan ke operator. Tujuan utama dari ahli patologi adalah untuk menginformasikan
ke operator masih ada atau tidaknya sel-sel kanker.

Spesimen jaringan yang diambil dari tepian margin lesi ditempatkan pada disk jaringan logam yang
kemudian dibekukan pada suhu sekitar -20 sampai -30 °C. Kemudian spesimen ditanam dalam gel
seperti media yang terdiri dari poli etilen glikol dan polivinil alkohol, senyawa ini dipilih karena ketika
beku memiliki densitas yang sama seperti jaringan beku. Pada suhu ini, sebagian besar jaringan
menjadi sekeras batu. Biasanya suhu yang lebih rendah diperlukan untuk jaringan kaya lemak atau
lipid. Setiap jaringan memiliki suhu tertentu untuk diproses. Selanjutnya jaringan dipotong beku dengan
bagian mikrotom dari cryostat, bagian ini diletakan pada slide kaca dan diwarnai (biasanya dengan
pewarnaan hematoxylin dan eosin). Penyusunan sampel jauh lebih cepat dibandingkan dengan teknik
histologi tradisional (sekitar 10 menit). Namun, kualitas hasil yang jauh lebih rendah.

D. Teknik fiksasi sediaan biopsi


Jaringan yang telah diambil harus segera diletakkan ke dalam larutan formalin 10% dengan volume
sebanyak 20 kali dari spesimen . seluruh spesimen harus terendam di dalam larutan dan harus
dipastikan bahwa jaringan tidak menempel pada dinding wadah atas larutan formalin. Setelah itu baru
dilakukan penutupan pada luka.

a. Fiksasi Basah (Wet Fixation)

Sediaan segar yang baru saja diperoleh segera dicelupkan ke dalam fiksasi selama 30-40 menit.
Kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi serta botol perendamnya. Untuk mengatasi risiko
pengiriman yang sulit dengan botol yang berisi cairan yang mungkin tumpah, maka setelah sediaan
tersebut difiksasi selama 30 menit, dikeluarkan dari cairan dan dikeringkan di udara kamar. Setelah
kering sediaan dapat dimasukkan ke dalam tabung atau di dalam karton yang telah disiapkan. Bahan
fiksasi sebaiknya digunakan alkohol yang mudah didapat.

b. Fiksasi Pelapis (Coating Fixative)

Zat-zat ini adalah campuran dari alkohol basa yang memfiksasi sel-sel dan bahan seperti lilin yang
membentuk lapisan pelindung yang tipis di atas sel.

c. Aerosol yang dipakai dengan cara menyemprotkannya pada sedikit.

d. Liquid basa diteteskan di atas sediaan sesegera mungkin.

E. apa saja bahan fiksasi yang digunakan?

Mengingat target dari jaringan berbeda-beda seperti jenis sel yang ditemukan atau komponen lainnya
(kimiawi atau imunologi) maka berikut ini akan dibahas tentang jenis-jenis larutan fiksasi untuk jaringan.
1. Formalin
Formalin merupakan nama dagang dari suatu larutan yang mengandung 40% b/v (= 40% b/b)
formaldehida (yang merupakan gas) di dalam air. Sebagian besar formaldehida hadir sebagai polimer
larut, yang dipolimerisasi pada suatu larutan. Formalin mengandung sekitar 10% metanol, yang
ditambahkan oleh produsen untuk menghambat pembentukan polimer yang lebih tinggi, yang
menghasilkan suatu larutan yang biasa disebut dengan paraformaldehida. Ketika penyimpanan
formalin di tempat yang dingin, maka akan terdapat endapan bubuk putih. Formaldehid dalam larutan
dapat melakukan reaksi dengan sendirinya (reaksi cannizzaro) dan berubah menjadi metanol dan
asam formiat. Monomer formaldehida hampir seluruhnya mengandung metilen hidrat, senyawa lain
yang dibentuk akibat reaksi yang reversibel dengan air. Formaldehida itu sendiri adalah senyawa yang
bereaksi dengan protein dan ada pada konsentrasi yang sangat rendah yaitu 4% formaldehida dalam
larutan. Larutan fiksatif yang paling umum digunakan untuk histopatologi adalah larutan 4%
formaldehid yang biasa disebut dengan formalin 10%. Penggunaan larutan ini telah 50 tahun
digunakan, hal ini dikarenakan larutan fiksatif dapat mempertahankan ph netral dan memiliki tekanan
osmotik yang sama dengan cairan ekstraseluler. Untuk memastikan bahwa penggunaan formalin
mencapai pH yang netral maka dilakukan dengan menambah garam sehingga disebut dengan netral
buffered formalin, atau NBF. Larutan NBF melakukan kerjanya sebagai agen fiksasi bukan dengan
koagulasi, tetapi dengan menambahkan ke sisi-rantai dasar asam amino, terutama lisin, dan ikatan
peptida dari atom amida nitrogen. Ikatan silang menghubungkan metilen terbentuk dari dua sisi
formaldehida yang saling mengikat bersama- sama. Dengan ikatan ini, maka NBF dapat menurunkan
permeabilitas untuk makromolekul tetapi struktur molekul protein begitu berubah. Dengan ukuran yang
kecil dari molekul metilen glikol dan formaldehida memungkinkan penetrasi menjadi cepat, dan dengan
akibatnya fiksatif ini cocok untuk spesimen dengan ukuran yang besar atau kecil.
2. Larutan Bouin
Pol André Bouin (1870-1962) menemukan beberapa campuran fiksatif di tahun-tahun 1895-1900.
Larutan fiksasi yang paling sering dikaitkan dengan namanya adalah larutan Bouin yang pertama kali
dilaporkan pada tahun 1897. Larutan Bouin sendiri berisi 10% formaldehida (25% formalin), asam
asetat 0.9 M dan 0.04 M asam pikrat yang dilarutkan di dalam air. Asam pikrat menembus jaringan
agak lambat, mengentalkan protein dan dapat menyebabkan beberapa penyusutan. Selain
penggunaan asam pikrat akan menyebabkan jaringan menjadi berwarna kuning. Larutan Bouin ini
memiliki pH berkisar 1,5 – 2. Penetrasi menggunakan larutan Bouin imi lebih cepat daripada
penggunaan NBF. Efek komplementer dari ketiga komponen penyusun larutan Bouin ini bekerja baik
untuk mempertahankan morfologi sel. Spesimen biasanya direndam dalam larutan Bouin selama 24
jam. Namun ketika penyimpanan terlalu lama di dalam campuran ini dapat menyebabkan hidrolisis dan
hilangnya DNA dan RNA. Hal ini mengharuskan jaringan yang difiksasi dengan larutan Bouin harus
dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum di proses lebih lanjut. Penggunaan larutan Bouin ini
sangat cocok ketika sediaan hendak dilakukan pewarnaan menggunakan pewarnaan Trichrome.
Pewarnaan Trichrome menggunakan kombinasi tiga pewarna dengan tambahan asam
phosphotungstic atau phosphomolibdic sebagai bagian dari peningkatan warna sitoplasma, serat
kolagen dan komponen lainnya dari jaringan.

F. Bagaimana interpretasi HPA untuk stadium kanker?


a) Tumor terdiri dari proliferasi baik komponen sel epitelial maupun mesenkimal dan gambarannya
sangat bervariasi dari kasus perkasusnya.

b) Komponen epitelial misalnya dapat menunjukkan gambaran sel-sel yang tersusun dalam bentuk
deretan, pulau-pulau maupun tersusun mirip duktus, atau masa dari sel yang luas.

c) Komponen epitelial tersebut terdiri dari sel-sel yang bulat bentuknya, polihedral, memanjang
maupun berbentuk stelate.

d) Kadang-kadang ditemui sel-sel yang mirip tulang rawan diduga berasal dari modifikasi sel-sel
myoepitel.

e) Sedangkan komponen mesenkimal terdiri dari jaringan ikat fibrous yang dapat tersususun padat,
atau disertai hyalinisasi, maupun tersusun kendor atau miksomatik atau disebut sebagai bagian yang
terdin dari jaringan miksomatoid.

f) Mengingat gambaran tumor yang sangat bervariasi tersebut maka dapat saja tenadi komponen
epithelial maupun mesenkimalnya mendominasi gambaran mikroskopik daripada tumornya.

g) Pola gambaran mikroskopik yang sangat bervariasi dari kasus perkasusnya, dapat pula terjadi
pada berbagai tempat / regio dari tumor yang sama pada penderita yang sama.

N. KESIMPULAN

pertumbuhan yang mengarah ke neoplasia tidak bisa ditentukan keganasannya berdasarkan hanya
pemeriksaan klinis.untuk mengetahui adanya keganasan atau tidak dibutuhkan pemeriksaan
mikroskopis yang dilakukan pada pemeriksaan laboratoris untuk menentukan jinak atau ganasnya
suatu lesi. Dan pada kasus ini di dapatkan suatu keganasan di dalam rongga mulut oleh karena itu
dibutuhkan pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi sejak dini dengan mengguakan teknik
cytobrush untuk mengambil spesimen dan dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk dilakukan
pengecatan dan interpretasi hasil sesuai klasifikasi sitodiagnosis.pemeriksaan sitologi tidak dapat
menentukan diagnosis akhir karena setiap kasus yang di dapatkan adanya suatu keganasan
memerlukan tindakan biopsi pada tempat terjadinya suatu keganasan. Sitopatologis harus
dihubungkan dengan gambaran karakteristik sel dengan pemeriksaan histopatologis dan data yang di
dapatkan di laboratoris lainnya. Karena pemeriksaan sitologi tidak dapat menggantikan fungsi dari
tindakan biopsi

O. DAFTAR PUSTAKA
o DH Tjahajani Agoeng, dan Karaton R Nina. 2015. Penerapan Sitologi Eksfoliatif dalam Praktek
Rutin Dokter Gigi. JKGUI., Vol. 3(03), 88-89. Diakses pada tanggal 07 November 2018.
Available at :
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=364944&val=6661&title=Penerapan%20Sit
ologi%20Eksfoliatif%20dalam%20Praktek%20Rutin%20Dokter%20Gigi%20(Studi%20Pustaka)
o Sudianto, Janti, 2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta. EGC.
o Miranti,I. P. 2010. Pengolahan jaringan untuk penelitian hewan coba. Media Medika Muda.4: 1-
4
o Tambunan,G.1990. Penuntun Biopsi aspirasi jarum halus. Aspek klinik dan sitologi
neoplasma.Hipokrates. Jakarta
o Laurentia, A., Djawad, K., Vitayanti, S., & Suswardana. 2009. Karsinoma Sel Skuamosa yang
Berkembang dari Ulkus Marjolin Akibat Luka Gigit. p. 84. http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-karsinoma%20sel%20Vol%2021%20%20No%201.pdf. Diakses pada tanggal 6
November 2018.
o Medawati, A. Karsinoma Sel Skuamosa Sebagai Salah Satu Kanker Rongga Mulut Dan
Permasalahannya.https://www.researchgate.net/publication/323107839_Metode_Pemeriksaan
_pada_Sistem_TNM_untuk_Karsinoma_Sel_Skuamosa_Kulit. Diakses pada tanggal 6
November 2018.
o Sabirin, I. P. R. 2015. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai Pemeriksaan Penunjang di
Kedokteran Gigi. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2(1): 158-9.
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jkk/article/download/2553/1387. Diakses pada tanggal 7
November 2018

Anda mungkin juga menyukai