Farmasi Kedokteran Gigi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yanng dimaksud

untuk digunakan untuk dalam menetepakn diagnosis,mencegah ,mengurangkan

,menghilangkan .menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit ,luka atau kelainan

badanila dan rohaniah pada manusia.bahan aktif obat agar digunakan nyaman

,aman ,efisiendan optimal dikemas dalam bentuk sediaan obat (BSO) atau disebut

faramsi.

Bentuk sediaan obat (BSO) dapat mengandung satu atau lebih komponen

bahan aktif .Obat tersedia dalam berbagai bentuk atau preparat. Bentuik obat

menentukan rute obat. Misalnya, kapsul diberikan peroral dan larutan diberikan

perintravena. Komposisi obat dibuat untuk meningkatkan absorpsi dan

metabolisme didalam tubuh.

1.2 Tujuan
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan mengerti tentang farmasi
kedokteran gigi berupa bentuk-bentuk sediaan obat,cara pemberian obat dan
bagaimana menulis resep yang baik

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini ,terutama bagi mahasiswa kedokteran gigi saat
dilapangan dan memperaktekannya dengan baik penulisan resep

1|
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO

Sisi belajar farmokologi dan farmasi kedokteran gigi dan sediaannya . Sisi
( 20 tahun ) merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi yang sedang
mempelajari mata kuliah Farmakologi dan farmasi mengenai obat – obatan yang
dipakai di kedkteran gigi . Sisi diajarkan mengenai bentuk – bentuk sediaan obat
dan dia baru mengetahui cara pemakaian obat itu berbeda masing – masingnya .
Dibuku dijelaskan bahwa obat harus diminum sesuai dengan dosis dan aturan
karena setiap obat mempunyai bioavailibilitas yang berbeda . Obat yang diberikan
kepada pasie pun harus mempertimbangkan interaksi suatu obat dengan obat
dengan obat lain . Hal lain yang juga penting adalah farmakokinetik dan
farmakodinamik oabt . Untuk itu seorang dokter gigi perlu memiliki pengetahuan
yang baik tentang obat dan mampu meresepkan obat secara rasional .

2.2 STEP 1

Identifikasi kata/kalimat yang asing dan sulit :

 Farmakologi : ilmu yang berhubungan dengan obat – obatan ,


sifat kimiawi , aspek fisiologis , dan fisika .
 Farmasi : ilmu yang mempelajari cara membuat ,
menyimpan , dan menyediakan obat .
 Farmakodinamik : ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan
fisiologis dan mekanisme kerja obat dapat menimbulkan efek .
 Farmakokinetik : suatu proses penjalaran obat yang meliputi absorbs
, distribusi , metabolism dan ekskresi .
 Sediaan Obat : merupakan wujud obat padat , setengah padat , dan
cair .
 Bioavailibilitas : tingkat sejauh mana obat diserap dan diedarkan
dalam tubuh .

2|
 Dosis : takaran obat yang diberikan kepada pasien dengan
jumlah obat diberikan sewaktu – waktu .
 Interaksi Obat : perubahan efek obat akibat pemakaian obat dll
 Obat : substansi yang berhubungan dengan fungsi
fisiologis dan mempengaruhi system tubuh tertentu .

2.3 STEP 2

Identifikasi Masalah

1. Apa saja bentuk – bentuk sediaan obat ?


2. Bagaimana cara pemakaian obat ?
3. Bagaimana menetukan dosis obat ? Mengapa obat harus diminum sesuai
dosis ?
4. Apa manfaat dari bioavailibilitas pada obat ? Faktor apa saja yang
mempengaruhinya ?
5. Bagaimana cara interaksi obat ?
6. Bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik suatu obat ?
7. Hal apa saja yang perlu di perhatikan sebelum meresepkan obat ?
8. Bagaimana cara meresepkan obat ?

2.4 STEP 3

Analisis Masalah

1. A. Padat
a. Kapsul : sediaan yang diliputi cangkang yang berbahan gelatin /
pati. Cocok digunakan pada pasien yang tidak tahan terhadap bau
obat .
b. Tablet : sedian yang terdiri dari campuran berbagai bahan obat .
c. Pil : sediaan yang terdiri dari campuran berbagai jenis obat .
d. Serbuk : sediaan yang terdiri dari beberapa jenis obat . Cocok
digunakan pada pasien yang sukar menelan .

B. Setengah Padat
a. Pasta
b. Cream : berupa emulsi .
c. Salep : bentuknya emulsi dan campuran minyak .
d. Lotion : bentuknya emulsi dan campuran minyak .

C. Cair

3|
a. Intravena
b. Intramuskular
c. Sirup : cocok untuk pasien yang tidak tahan rasa pahit . Umumnya
untuk anak – anak .
2. A. Sistemik
Kerjanya langsung ke peredaran darah .No index entries found.
a. Oral : sublingual dan bukal .
b. Injeksi : intravena , intramuksular

B. Lokal

a. Inhalasi

b. Topical

3. Usia dan Berat Badan


 Untuk usia dibawah 8 tahun

n
n+2 x dosis dewasa

 Untuk usia diatas 8 tahun

n
x dosis dewasa
20

4. A. Sediaan Obat
B. Enzim pencernaan

5. PR

6. Farmakokinetik terdiri dari 4 tahap :

a. Absorbsi : - pasif : berupa disfusi dari konsentrasi tinggi ke rendah

- aktif : membutuhkan pembawa ( karier )

- pinositosis : dengan penelanan

4|
b. Distribusi : - aliran darah

- afinitas

- kekuatan penggabungan efek pengikatan dari protein


c. Ekskresi

7. PR

8.

KOP

R/ ( nama obat , sediaan , dosis , jumlah )

S ( cara pemakaian … ) ( paraf )

( identitas pasien )

2.5 STEP 4

Kerangka Konsep

FARMAKOLOGI

BENTUK FARMAKOKI FARMAKOD INTERA


SEDIAAN NETIK INAMIK KSI
OBAT

DOSIS CARA ABSORBSI


PEMAKAIAN 5|
DISTRIBUSI
PENULISAN
RESEP

METABOLISME

EKSKRESI

2.6STEP 5

Identifikasi sasaran belajar


1. Macam – macam sediaan obat
2. Cara pemakaian obat
3. Dosis obat
4. Cara kerja obat
a. Farmakokinetik
b. Farmakodinamik
c. Interaksi obat
5. Cara penulisan resep

6|
2.7 STEP 6

Belajar Mandiri

Pada step ini, kami melakukan pembelajaran mandiri secara individu dan
kelompok serta mencari jawaban learning objective dari berbagai referensi.

2.7 STEP 7 (SINTESIS MASALAH)

2.7.1 Macam-macam Sedian obat


Defenisi Yang Berhubungan dengan Obat

• Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam
maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan
untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap
suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Zat aktif
tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja, sebagai obat terlebih
dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul
sediaan pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salap dan lain-
lain.
• Obat jadi yaitu suatu obat yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan.
• Bentuk sediaan obat adalah sediaan farmasi dalam bentuk tertentu
sesuai kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam
pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar.
• Obat paten atau specialite adalah obat milik perusahaan tertentu
dengan nama khas yang diberikan produsennya dan dilindungi
hukum, yaitu merek terdaftar (proprietary name).
• Obat generik (generic name) adalah obat dengan nama umum tanpa
melanggar hak paten obat bersangkutan.
• Obat generik berlogo yaitu obat yang diprogram oleh pemerintah
dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara Pembuatan Obat

7|
yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah. Logo generik
menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh MenKes RI.
• Obat esensial adalah obat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
banyak dengan nama generik atau resmi untuk pelayanan kesehatan
masyarakat banyak, terutama di rumah sakit atau puskesmas,
tercantum dalam DOEN dan ditetapkan oleh MenKes RI.
(Raharjda.2015)

Manfaat Bentuk Sediaan Obat


Bentuk sediaan obat sangat bermanfaat, yaitu antara lain :
1. Menjaga stabilitas bahan berkhasiat yang dikandungnya.
2. Ketetapan takaran/dosis pemakaian obat setiap kali pemberian.
3. Praktis, aman dan menyenangkan dalam pemakaian, karena BSO
disesuaikan dengan rute pemberian.
4. Dokter bebas menentukan pilihan sediaan untuk pasien sesuai dengan
keperluan.

Bentuk Sediaan Obat


1. BSO Padat
a. Serbuk

http://you-sehat.blogspot.co.id/2015/05/bentuk-sediaan-obat-
farmasi-lengkap.html

Serbuk adalah obat-obat baik tunggal ataupun merupakan


campuran obat-obat yang halus, terbagi rata, kering dan digunakan
baik untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar. Penggunaan
Serbuk harus halus, homogen dan kering. Serbuk terdiri atas :

8|
 Pulvis adalah serbuk yang tidak dibagi-bagi digunakan untuk
pemakaian luar, biasa digunakan untuk pasien yang mengalami
alergi dan gatal-gatal pada kuliat contohnya bedak salicyl.
 Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bungkus-bungkus
sebagai dosis pemakaiannya dan hanya digunakan untuk
pemakaian dalam. Serbuk terbagi dibungkus dengan kertas
perkamen, biasanya digunakan untuk anak-anak atau orang yang
sukar untuk menelan tetapi rasa dan baunya tidak dapat ditutupi.

b. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam
cangkang keras atau lunak bisanya terbuat dari campuran gelatin
(sejenis protein yang dapat larut didalam tubuh) dengan campuran
gula, air dan alcohol seperti sorbito dan polivalen yang tetap stabil
diudara bila dalam keadaan kering, tujuan penggunaan kapsul
sendiri adalah untuk menutupi bau dan rasa dari obat yang tidak
enak , juga agar dapat ditelan dengan mudah. Kapsul tidak
dianjurkan pemberiannya pada pasien yang punya refleks muntah
dan dalam keadaan tidak sadarkan diri

http://you-sehat.blogspot.co.id/2015/05/bentuk-sediaan-
obat-farmasi-lengkap.html

c. Tablet
Sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau
cembung rangkap. Dalam pembuatannya dosis obat diteliti dan
rasa dan iritasi pada lambung dapat dihindari juga praktis dalam
penggunaan dan penyimpanan. Contohnya adalah Tablet Kunyah
yang memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut,

9|
mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.
Jenis tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak,
terutama formulasi multivitamin dan antasida. Tablet Berbuih
(Tablet Efervesen) adalah kombinasi antara senyawa asam yakni
asam sifrat atau asam tartat ataupun kombinasi dari keduanya
dengan senyawa basa yakni Natrium Bikarbonat. Tablet efervesen
sebelum ditelan dilarutkan dalam air, sehingga menghasilkan gas
karbondioksida (CO2) contohnya adalah Vitamin CDR.

d. Suppositoria
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra.
Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistematik
contohnya pada penyakit hemoroid yang obatnya dapat langsung
diserap oleh membran mukosa dalam rektum yang terdapat banyak
pembuluh kapiler dan dapat langsung masuk dalam saluran darah
dan berefek lebih cepat daripada penggunaan peroral. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah dapat diberikan pada pasien muntah-
muntah dan tidak sadar, dapat menghindari kerusakan oleh enzim
pencernaan, dapat menghindari biotrasformasi dihepar juga lebih
sesuai untuk digunakan oleh pasien dewasa, anak-anak dan bayi
yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat. Kerugian dapat
terjadi iritasi odidaerah tersebut.

10 |
http://apoteksejati24.blogspot.co.id/2010/11/pengenalan-
bentuk-bentuk-sediaan.html

2. BSO CAIR
a. Solutiones (Larutan)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang larut, terdapat zat kimia yang terlarut seperti
solud (zat yang terlarut) dan solvent (pelarut) biasanya dilarutkan
dalam air. Sediaan ini dapat digunakan untuk pemakaian dalam dan
pemakaian luar. Contoh larutan obat luar adalah Collutoria =
kolutorium = obat cuci mulut, dan Gargarisma = Gargle = Obat
kumur dan betadine. Contoh Obat dalam adalah Sirup yang
merupakan sediaan cair berupa Larutan yang mengandun sakarosa.
Kecuali dinyatakan lain kadar sakarosa tidak kurang dari 64% dan
tidak lebih dari 66%.

b. Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat
padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat
mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan, endapan harus segera
terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk
menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus
menjamin sediaan mudah digojog dan dituang Pada etiket harus
tertera “kocok dahulu” dan disimpan dalam wadah tertutup baik
dan disimpan di tempat sejuk.
Keuntungan suspensi adalah bentuk sediaan lebih mudah
ditelan dibandingkan dengan sediaan padat lainnya secara oral.
Mudah diberikan kepada bayi dan anak-anak serta dosisnya mudah
diatur. Kerugian suspensi adalah Beberapa zat aktif tidak stabil

11 |
dalam bentuk sediaan cair sehingga akan rusak bila disimpan lebih
lama juga bisa terjadi reaksi penggumpalan dalam penyimpanan
yang agak lama.
Sirup dan suspensi kering adalah sediaan obat yang dalam
perdagangan berada dalam keadaan kering (powder), bila hendak
diberikan kepada pasien harus ditambahkan aquadest sampai garis
tanda kalibrasi yang diinginkan.
Setelah menjadi sirup atau suspensi cair, waktu penggunaan
amat terbatas yaitu 7-10 hari. Kalau waktu pemakaian lebih lama
potensi obat menurun atau hilang.

3. BSO Semi-Padat
a. Salep
Sediaan dengan konsistensi kuat yang jika dioleskan diatas kulit
akan melunak dan membentuk suatu lapisan penutup pada
permukaan kulit.

b. Cream
Sediaan yang banyak mengandung air tidak kurang dari 60%,
mempunyai konsistensi lebih lembut dan halus dari salep asli,
mudah dicuci dengan air dan biasanya digunakan pada daerah yang
terangsang dan sensitif.

c. Pasta
Sediaan kental kaku, biasanya tidak meleleh pada suhu tubuh,
membentuk lapisan pelindung didaerah yang dioleskan dan
mengandung zat padat lebih besar dari 50%. Tujuan penggunaan
mengurangi atau menghilangkan rasa gatal pada kulit juga dapat
memberikan rasa sejuk karena mengandung air.

http://apoteksejati24.blogspot.co.id/2010/11/pengenalan-bentuk-
bentuk-sediaan.html

12 |
d. Gel
Berbentuk seperti jelly, mencair ketika terkena suhu tubuh,
dipergunakan terutama pada membran mukosa sebagai pelicin.

(Ansel,1989)

2.7.2 Cara Pemberian Obat

RUTE PEMBERIAN OBAT

Gambar 1

Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan
obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian
obat yang utama, enteral dan parenteral.
A. Enteral
1. Oral : memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat
yang paling umum tetapi paling bervariasi dan memerlukan jalan yang
paling rumit untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di
lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke
sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar.
Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum
disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau

13 |
hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Minum obat
bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi. Keberadaan
makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung
sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya penisilin menjadi rusak atau
tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin atau obat yang tidak tahan asam
lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat melindungi obat dari
lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung
pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan
preparat lepas lambat.
2. Sublingual : penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut
berdifusi kedalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai
keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan obat tidak
diinaktivasi oleh metabolisme.
(Harvey . 2009)

B. Parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna.
Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar
dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat.

Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang


sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
1. Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral
yang sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering
tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan
oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar
obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran
cerna, obat-obat yang disuntikkan tidak dapat diambil kembali seperti

14 |
emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena
beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi,
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat
obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena
itu, kecepatan masuk harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatian yang sama
juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.

2. Intramuskular (IM) : obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat


berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi
obat dalam vehikulum non aqua seperti etilen glikol. Absorbsi obat dalam
larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung
lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut
mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan
memberikansuatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama
dengan efek terapetik yang panjang.

3. Subkutan : suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan


suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-
kadang dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area
kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi
pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh
lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul
silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi untuk
jangka yang sangat panjang.
(Harvey . 2009)
C. Lain-lain
1. Inhalasi : inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati
permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan
efek hampir sama dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara
intravena. Rute ini efektif dan menyenangkan penderita-penderita dengan

15 |
keluhan pernafasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena
obat diberikan langsung ke tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.
2. Intranasal : ini merupakan rute pemberian obat secara langsung ke dalam
hidung.
3. Topikal : Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat
diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam
bentuk krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis
dan atropin atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi
pupil dan memudahkan pengukuran kelainan refraksi.
4. Transdermal : Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan
pemakaian obat pada kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”.
Kecepatan absorbsi sangat bervariasi tergantun pada sifat-sifat fisik kulit
pada tempat pemberian. Cara pemberian obat ini paling sering digunakan
untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat antiangina,nitrogliserin.
5. Rektal : 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal;
jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal
mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh
enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga
berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika
penderita sering muntah-muntah.
(Harvey . 2009)

2.7.3 Dosis Obat


DOSIS OBAT

Dosis obat adalah jumlah atau takaran tertentu dari suatu obat yang
memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit. Jika dosis terlalu rendah, maka
efek terapi tidak tercapai. Sebaliknya jika berlebih, bisa menimbulkan efek toksik
atau keracunan bahkan kematian.

Faktor-fakttor yang mempengaruhi dosis obat adalah sebagai berikut :

16 |
a. Umur

Umur pasien merupakan suatu pertimbangan untuk menentukan dosis


obat. Dosis yang diperuntukan bagi pediatrik merupakan pecahan dari dosis
orang dewasa. Kebanyakan fungsi fisiologis tubuh mulai berkurang pada
usia dewasa. Penurunan fungsi ginjal dan hati dapat memperlambat
hilangnya obat dari tubuh bahkan meningkatkan kemungkinan akumulasi
dari obat dalam tubuh dan menimbulkan keracunan.

b. Berat badan

Rasio antara jumlah obat yang digunakan dan ukuran tubuh


mempengaruhi konsentarsi obat pada tempat kerjanya. Rasio antara jumlah
obat yang digunakan dan ukuran tubuh mempengaruhi konsentarsi obat
pada tempat kerjanya. Untuk itu dosis obat memerlukan penyesuaian dari
dosis biasa untuk orang dewasa ke dosis yang tidak lazim, pasien kurus atau
gemuk, penentuan dosis obat untuk pasien yang lebih muda, berdasarkan
berat badan lebih tepat diandalkan dari pada yang mendasarkan kepada
umur sepenuhnya.

Dosis obat berdasarkan kepada berat badan, dinyatakan dalam


milligram (obat) perkilogram (berat badan).

c. Status Patologi

Efek obat-obatan tertentu dapat dimodifikasikan oleh kondidi


patologi pasien dan harus dipertimbangkan dalam penentuan obat yang akan
digunakan dan juga dosisnya yang tepat. Obat-obat yang memiliki potensi
berbahaya tinggi pada suatu situasi terapentik tertentu hanya boleh dipakai
apabila kemungkinan manfaatnya melebihi kemungkinan resikonya
terhadap pasien, dan bila sudah tidak ada lainnya yang cocok dan
kemungkinan keracunannya lebih rendah.

d. Terapi dengan obat yang diberikan secara bersamaan.

17 |
Efek-efek suatu obat dapat dimodifikasikan dengan pemberian obat
lainnya secara bersamaan atau sebelumnya. Keterlibatan semacam ini antara
obat-obatan dihubungkan atau dirujuk pada interaksi obat-obatan dan
merupakan akibat interaksi obat-obatan secara fisik, kimiawi, atau karena
terjadinya perubahan pada pola absorpsi, distribusi, metabolisme atau
eksresi salah satu obat tersebut.. Efek dari interaksi
obat dapat bermanfaat dan menggangguterapi.

 Cara perhitungan dosis anak-anak didasarkan pada perhitungan


perbandingan dengan dosis dewasa
a. Berdasarkan umur
- Rumus Young

n
Da= × Dd ( mg ) (untuk anak <8 tah un)
n+12

- Rumus Dilling
n
Da= × Dd ( mg ) (untuk anak >8 ta h un)
20

Keterangan :
Da : Dosis obat untuk anak
Dd : Dosis obat untuk dewasa
n : umur anak dalam tahun

b. Berdasarkan berat badan


- Rumus Thremich – Fier (Jerman)

Berat badan anak dalam Kg


× dosis dewasa
70

 Untuk orang lanjut usia


4
×dosis dewasa
 Usia 60-70 tahun : 5
3
×dosis dewasa
 Usia 70-80 tahun : 4

18 |
2
×dosis dewasa
 Usia 80-90 tahun : 3
1
×dosis dewasa
 Usia > 90 tahun : 2

2.7.4 Cara Keja Obat


A. Farmakokinetik

Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang


dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari
perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam darah
dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2002).

a. Absorbsi

Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat


dari permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem
pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi
distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Absorpsi, distribusi dan
ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa suatu transport melalui membran.
Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi sebagai difusi, difusi
terfasilitasi, transport aktif, pinositosis atau fagositosis. Absorpsi
kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi.

b. Distribusi

Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih


lanjut bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan
konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat meninggalkan pembuluh
darah dan terdistribusi ke dalam jaringan (Mutscler, 1985).

Pada tahap distribusi ini penyebarannya sangat peka terhadap


berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang
terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi
biokimia serta keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu
diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya. Pada tahap
ini merupakan fenomena dinamik, yang selalu terdiri dari fase peningkatan

19 |
dan penurunan kadar zat aktif. Pengertian akumulasi dan penimbunan
terutama penimbunan bahan toksik, harus dijajaki dari sudut pandang
dinamik, maksudnya melihat perbedaan antara kecepatan masuk dan
kecepatan keluar. Sebenarnya penimbunan bahan toksik merupakan efek
racun dan hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya laju
pengeluaran dibandingkan laju penyerapan (Aiache,1993).

c. Metabolisme

Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut


melalui sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai
darah utama dari daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau
sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil
perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif, dimana proses
ini disebut proses diaktivasi atau bio- inaktivasi (pada obat dinamakan first
pass effect). Tapi adapula obat yang khasiat farmakologinya justru
diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam
hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut biotransformasi (Tjay dan
Rahardja, 2002).

Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim


yang dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi. Selain itu inhibisi
enzim yang merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotranformasi obat
diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat, menimbulkan
efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga
berpengaruh terhadap metabolisme dimana terjadi oleh obat yang
dimetabolisir oleh sistem enzim yang sama (contoh alkohol dan
barbiturat). Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme
karena adanya genetic polymorphism, dimana seseorang mungkin
memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama (Hinz,
2005).

Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang


dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus
dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang
mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa
usus dan dalam hepar (Setiawati, 2005).

20 |
Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever (hepar)
sebelum masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh
(misalnya otak, jantung, paru-paru dan jaringan lainnya). Di dalam lever
terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450 yang akan mengubah obat
menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya menjadi lebih larut
dalam air (polar) dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh melalui
urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara dramatik
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami
first pass metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang
di hasilkan juga berkurang (Hinz, 2005).

Tipe metabolisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu


Nonsynthetic Reactions (Reaksi Fase I) dan Synthetic Reaction (Reaksi
Fase II). Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan
dealkilasi. Metabolitnya bisa lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya
tidak dieliminasi dari tubuh kecuali dengan adanya metabolisme lebih
lanjut. Reaksi fase II berupa konjugasi yaitu penggabungan suatu obat
dengan suatu molekul lain. Metabolitnya umumnya lebih larut dalam air
dan mudah diekskresikan (Hinz, 2005).

Metabolit umumnya merupakan suatu bentuk yang lebih larut


dalam air dibandingkan molekul awal. Perubahan sifat fisiko kimia ini
paling sering dikaitkan dengan penyebaran kuantitatif metabolit yang
dapat sangat berbeda dari zat aktifnya dengan segala akibatnya. Jika
metabolit ini merupakan mediator farmakologik, maka akan terjadi
perubahan, baik berupa peningkatan maupun penurunan efeknya (Aiache,
1993).

d. Ekskresi

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan


oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi
berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang
utuh. Tapi adapula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat,
paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay dan
Rahardja, 2002).

Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada


kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan

21 |
kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-
life eliminasi (waktu paruh) yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam
plasma pada fase eliminasi menurun sampai separuhnya. Kecepatan
eliminasi obat dan plasma t ½ -nya tergantung dari kecepatan
biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half life-
nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi
atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t ½ -nya
panjang (Waldon, 2008).

B.Farmakodinamik

Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek


biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari
farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat
dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons
yang terjadi (Gunawan, 2009).

 Mekanisme Kerja Obat


Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada
sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan
biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya
menyerupai senyawa endogen disebut agonis, obat yang tidak mempunyai
aktifitas intrinsik sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu
agonis disebut antagonis.

 Reseptor Obat
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat
merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-
reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen.

 Transmisi Sinyal Biologis

22 |
Penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi
ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik. Reseptor
yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor
tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur
atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatik lain. Bila suatu sel dirangsang oleh
agonisnya secara terus-menerus maka akan menyebabkan efek perangsangan.

 Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dengan reseptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah
(ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract
dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.

2.6 Antagonisme Farmakodinamik


a. Antagonis fisiologik
Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.
b. Antagonisme pada reseptor
Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek
farmakologi secara instrinsik (Gunawan, 2009).

C. Interaksi Obat
Interaksi obat adalah sebagai kerja atau efek obat yang berubah, atau
mengalami modifikasisebagai akibat interaksi dengan satu obat atau lebih.

Interaksi obat:

1. Interaksi farmakodinamik
Interaaksi farmakodinamik adalah perubahan yang terjadi pada absorpsi,
distribusi, metabolisme, atau biotransformasi, atau ekskresi dari satu obat
atau lebih.
I. Interaksi dalam absorbsi obat
Ketika seseorang memakai dua obat atau lebih pada waktu yang
bersamaan , maka laju absorbsi dari salah satu atau kedua obat itu

23 |
dapat berubah. Obat yang satu dapat menghambat, menurunkan,
atau meningkatkan laju absorpsi obat lain.

II. Interaksi dalam distribusi obat


Dua obat yang berikatan tinggi dengan protein atau albumin
bersaing untuk mendapatkan tempat pada protein atau albumin di
dalam plasma. Akibatnya terjadi penurunan dalam pengikatan
dengan protein pada salah satu atau kedua obat itu; sehingga lebih
banyak obat bebas yang bersirkulasi dalam plasma dan
meningkatkan kerja obat. Efek ini dapat menimbulkan toksisitas
obat; obat yng tidak berikatan dengan protein atau obat bebas, obat
aktif, dan dapat menimbulkan respon farmakologi (respon yang
terjadi atau mempengaruhi satu sistem tertentu pada tubuh). Jika
ada 2obat yang berikatan tinggi dengan protein yang harus dipakai
bersamaan, dosis salah satu atau ke dua obat itu mungkin perlu
dikurangi untuk menghindari tooksisitas obat.

III. Metabolisme dan biotransformasi


Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme dari obat lain dengan
merangsang (menginduksi) enzim- enzim hati. Obat- obat yang
dapat meningkatkan induksi enzim- enzim disebut sebagai
penginduksi enzim.. salah satu contoh obatdari penginduksi enzim
barbiturat.

IV. Ekskresi
Obat-obat dapat meningkatkan atau menurunkan ekskresi ginjal
dan mempunyai efek terhadap ekskresi dari obat- obat lain.
Perubahan pH urin mempengaruhi ekresi obat.

2. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah hal- hal yang menimbulkan efek- efek
obat yang aditif, sinergis (potensiasi), atau anatagonis. Jika 2 obat yang
mempunyai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan, maka efek
kombinasi dari kedua obat itu dapat menjadi aditif (efek dua kali lipat),

24 |
sinergis ( lebih besar dari dua kali lipat), atau ( antagonis (efek dari salah
satu atau kedua oabat itu menurun).
Contoh antagonis, bila perangsang adrenergik beta isoproterenol dan
penghambatreseptor beta, propranolor deberikan bersama- sama.

3. Interaksi farmasetik
Interaksi farmasetik adalah interaksi fisika-kimia yang terjadi pada saat
obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat digunakan oleh
penderita.

Contoh: obat ditambah infus akan terjadi pengendapan

2.7.5 Teknik Penulisan Resep

Resep ditulis dalam bahasa latin, karena :


- Bahasa universal, bahasa mati, bahasa medical science
- Menjaga kerahasiaan
- Menyamakan persepsi (dokter dan apoteker)

Ketentuan resep:

- Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap.

- Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker
wajib menanyakan kepada penulis resep.

- Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau


penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep.

- Apabila dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, tanggung jawab


sepenuhnya dipikul oleh dokter yang bersangkutan (dokter wajib
menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang
lazim di atas resep).

- Apabila apoteker menganggap pada resep terdapat kekeliruan yang


berbahaya dan tidak dapat menghubungi dokter penulis resep, penyerahan
obat dapat ditunda.

25 |
- Dokter gigi diberi izin untuk menulis segala macam obat dengan cara
parenteral (injeksi) atau cara-cara pemakaian lain, khusus untuk mengobati
penyakit gigi dan mulut.

- Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera, dokter dapat


memberikan tanda ” cito/statim/urgent (segera), P I M/periculum in mora
(berbahaya bila ditunda)” pada bagian kanan resep, dan harus didahulukan
dalam pelayanannya.

- Resep p.p /pro paupere (resep untuk orang miskin), dimaksud agar apotek
dapat meringankan harga obat atau bila dapat diberi gratis.

- Pada resep asli yang diberi tanda ”n.i”/ne iteratur (tidak boleh diulang),
maka apotek tidak boleh mengulangi penyerahan obat atas resep yang
sama

- Resep yang mengandung narkotika :

harus ditulis tersendiri, tidak boleh ada iterasi (ulangan), dituliskan nama
pasien, alamat pasien ditulis dengan jelas, aturan pakai (signa) ditulis
dengan jelas, tidak boleh ditulis s.u.c /signa usus cognitus (sudah tahu
aturan pakai).

Penulisan resep lengkap harus terdiri dari :

1. Inscriptio
 Terdiri dari nama dokter, alamat dokter, nomor SIP, nama kota, tanggal
resep ditulis oleh dokter, serta R/ (recipe).

Contoh penulisan inscriptio :


Drg. Hendra Tri Hartono
SIP 07062598674
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas
Jalan Jati no.1
Padang
Padang, 12 Agustus 2012

26 |
R/

2. Presciptio
 Terdiri dari nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, cara
pembuatan (kalau racikan).

Contoh penulisan prescriptio :


 Paracetamol tab 500 mg No. X
 Eritromisin tab 500 mg No.XXX

3. Signatura
 Terdiri dari cara pemakaian obat, jumlah obat, serta waktu minum
obat.

Contoh penulisan signatura :


S 3 dd tab. I p.c.
Artinya minum 3x per hari, tiap kali minum 1 tablet, sesudah
makan
4. Pro
 Terdiri dari nama pasien, umur, serta alamat pasien (jika obat
mengandung narkotika)

5. Subscriptio
 Terdiri dari paraf atau tanda tangan (kalau obatnya mengandung
narkotika)

Untuk setiap resep ditutup dengan garis dan kemudian dibubuhi paraf atau tanda
tangan kemudian baru dilanjutkan ke resep kedua.

27 |
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam
maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk
preventif,rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada
manusia maupun hewan. Zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan
begitu saja, sebagai obat terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan.

Bentuk-bentuk sedian obat berupa sediaan padat yaitu kapsul ,tablet


,serbuk dan suppositoria,sedia semi padat yaitu cream,salep gel dan pasta
dan sedian cair yaitu Solutiones (Larutan) dan suspensi
Dan cara pemberain obat dengan enteranl terdiri dari oral dan sub
limgual ,parental terdiri dari intervena.intramuskular dan subkutan dan
yang lain-lain yaitu inhalasi ,topikal internasal dan rektal

Dan terakhir dpenulisn resep terdiri dari bebrapa bagian inscriptio, presciptio,

signatura ,pro dan subscriptio

28 |
3.2 Saran
Agar mahasiswa lebih mempelajari lagi tentang farmasi kedokteran agar tidak
melakukan kesalahan saat dipraktiknya

DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi ke-2. Penerjemah: Dr.
Widji Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentk Sediaan Farmasi Edisi Keempat.


Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta.

Harvey .A,Champe.C.(2009).Farmakologi Ulasan Bergambar.Edisi ke-4.Penerbit


EGC.

Hinz, B. (2005). Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Germany


: Department of Experimental and Clinical Pharmacology and Toxicology,
Friedrich Alexander University Erlangen-Nurnberg, Fahrstrasse 17, D-91054
Erlangen.

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta:


Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Raharjda, K & Tjay. Tan Hoan. 2015. Obat-Obatan Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek Sampingnya Edisi Ketujuh. Penerbit PT Gramedia : Jakarta.

29 |
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima Cetakan Pertama. Penerbit PT Elex Media :
Jakarta

30 |

Anda mungkin juga menyukai