LP Stroke Non Hemoragik

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

I.

KONSEP DASAR STROKE NON HEMORAGIK

1. Definisi Stroke
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak. (Smeltzer C. Suzanne,2000) di dalam buku
KMB ed. 8; vol.3
Stroke adalah penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui system suplai arteri otak. (Sylvia A.Price, 2003)
Menurut Mansjoer (2000), stroke adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler . Menurut kriteria WHO (1995) stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan
peredaran darah. (Nugraheni, 2010).

2. Epidemiologi Stroke non hemoragik


Epidemiologi dari Stroke non hemoragik seperti di pusat – pusat
pelayanan neurologi di Indonesia dicatat penderita gangguan peredaran
darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh
penderita rawat ina. Trombosis lebih sering pada umur 50-an hingga 70-
an. GPDO pada anak muda banyak dijumpai akibat infark karena emboli,
yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada decade ke-4
hingga ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang
lebih tua.
Di amerika Serikat setiap tahunnya terdapat sekitar 200.000 kasus
kematian yang disebabkan oleh stroke. Stroke merupakan penyebab
kematian ketiga tersering di negara ini. Sekitar setengah juta orang
Amerika setiap tahunnya mengalami gangguan pembuluh darah otak akut.
Diperkirakan sekitar 2 juta orang Amerika Serikat menderita gangguan
neurologis akibat stroke. Sekitar 50 % dari orang dewasa yang dirawat
pada rumah sakit saraf disebabkan oleh suatu penyakit pembuluh darah.
Stroke non hemoragik merupakan klasifikasi stroke yang banyak terjadi,
presentasenya mencapai sekitar 80% sampai 85% dari keseluruhan kasus
stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum.

3. Etiologi Stroke non hemoragik


Stroke non hemoragik ditimbulkan oleh adanya kemacetan aliran darah
artery yang menyuplai otak. Sering terjadi pada cabang salah satu arteri
karotis internal. Etiologi dari stroke iskemik meliputi 2 penyebab, yaitu:
a. Thrombosis serebri
Thrombosis ditemukan pada 40 % kasus stroke yang dibuktikan oleh
ahli patologi. Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat
aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada
tunika intima arteri besar. Plak cenderung terbentuk pada percabangan
atau tempat yang melengkung. Pembuluh darah yang mempunyai resiko
adalah arteri karotis interna, arteri vertebralis bagian atas. Hilangnya
tunika intima membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit akan
menempel pada permukaan yang terluka sehingga permukaan dinding
menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin difosfat
yang mengawali proses koagulasi (Sylvia, 1995). Sebuah ateroma di
dinding artery mungkin berakumulasi dengan material lemak dan
menjadi cukup lebar untuk menyumbat arteri. Atau gumpalan darah
dapat terbentuk kemudian menyumbat arteri. Gumpalan darah terbentuk
karena ateroma membatasi arteri dan memperlambat aliran darah. Hal
ini meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan darah sehingga
lambat laun akan menyumbat aliran darah ke otak dan jaringan yang
disuplai oleh arteri tersebut akan mati (Sharp, 2010)
b. Emboli serebri
Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih
muda,kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus di jantung
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya adalah perwujudan
penyakit jantung. Selain itu, emboli juga dapat berasal dari plak
ateroma karotikus atau arteri karotis interna. Setiap bagian otak dapat
mengalami emboli, tempat yang paling sering adalah arteri serebri
media bagian atas (Sylvia, 1995). Gumpalan darah ataupun ateroma
dapat terangkut bersama dengan aliran darah menuju arteri yang
menyuplai darah ke otak sehingga menyumbat aliran darah pada artery
tersebut (embolisme mengacu pada penyumbatan arteri yang
disebabkan oleh material yang diangkut dalam aliran darah) (Sharp,
2010)

4. Patofisiologi dari Stroke non hemoragik


Iskemik stroke atau stroke non hemoragik dapat terjadi akibat iskemia
pada jaringan otak ang disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah
otak oleh thrombus atau embolus. Thrombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke daerah thrombus menjadi
berkurang, menebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia
akhirna terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok
pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang
cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat
disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

5. Manifestasi klinis Stroke non hemoragik


Biasanya gejala terjadi secara tiba-tiba dan sebagian besar berkisar
beberapa menit setelah terjadi serangan karena kebanyakan stroke iskemik
terjadi secara tiba-tiba, berkembang dengan cepat, dan menyebabkan
kematian jaringan otak hanya dalam hitungan menit sampai jam.
Manifestasi klinis yang terjadi dapat berbeda-beda tergantung pada arteri
yang disumbat dan bagian mana dari otak yang disuplai oleh arteri
tersebut. Ketika cabang arteri yang disumbat berasal dari arteri karotis
interna, maka gejala yang mungkin timbul yaitu:
a. Kebutaan pada satu sisi mata
b. Ketidakmampuan untuk melihat sisi yang sama menggunakan kedua
mata
c. Sensasi yang abnormal, kelemahan atau paralisis di satu lengan atau
salah satu bagian tubuh.
Ketika arteri dari cabang arteri vertebra yang disumbat, maka gejala yang
mungkin timbul yaitu:
a. Rasa pusing
b. Penglihatan yang double
c. Kelemahan umum pada kedua sisi tubuh
System vertebrobasilar, maka gejala yang timbul:
a. Tanda bilateral motorik atau sensorik atau keduanya dalam kombinasi
dengan saraf kranialis, cerebellum, atau struktur lain yang berkaitan
dengan batang otak
b. Buta episodic di satu mata (amaurosis fugak) adalah manifestasi lazim
sumbatan ipsilateral arteria karotis dan cabang arteria oftalmika ke
retina pada suatu TIA.
Tanda iskemia stroke yang mengenai arteria serebri media adalah:
Monopharesis biasanya mengenai lengan atau hemiparesis kontralateral
mendadak
Banyak gejala lain yang mungkin timbul seperti kesulitan bicara,
gangguan kesadaran (misalnya kebingungan), kehilangan koordinasi,
inkontinensa urine juga bisa terjadi. Beberapa stroke mungkin mengarah
pada kehilangan kesadaran seperti pingsan atau koma. Selain itu, stroke
dapat menyebabkan depresi atau ketidakmampuan dalam mengontrol
emosi. Sebagai contoh pasien mungkin menangis atau tertawa secara tidak
sesuai. Jika gejala terutama kehilangan kesadaran bertambah buruk selama
2-3 hari pertama, maka sering timbul pembengkakan yang berhubungan
dengan penumpukan cairan (edema ) di dalam otak. Pembengkakan ini
menjadi berbahaya karena tulang tengkorak tidak dapat diperluas.
Hasilnya adalah peningkatan tekanan yang akan menekan otak sehingga
mengganggu fungsi otak. (Sharp, 2010)

6. Pemeriksaan fisik dan penunjang Stroke non hemoragik


- Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: gangguan kesadaran, kadang mengalami gangguan
bicara seperti sulit dimengerti, dan pada TTV tekanan darah meningkat
dan nadi bervariasi.
b. Breathing: pada inspeksi terlihat klien batuk, peningkatan produksi
sputum, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
pernafasan auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronkhii pada
klien dengan peningkatan produksi secret.
c. Blood: pengkajian pada system kardiovarkular di dapatkan renjatan
(shock hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
d. Brain: stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arteria
yang perfusinya terhambat, dan aliran darah kolateral.
e. Pengkajian tingkat kesadaran: kualitas edasaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting
membutuhkan pengkajian.
f. Pengkajian fngsi cerebral : meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, hemisfer
g. Pengkajian saraf cranial:
 Saraf 1: biasanya tidak ada kelainan pada fungssi penciuman
 Saraf 2: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer diantara mata dan korteks visual
 Saraf 3, 4, dan 6: jika akibat stroke menyebabkan paralisis,
pada satu sisi otot otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan, konjugat unilateral disisi yang sakit.
 Saraf 5: pada n=beberaoa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah kesisi
ipsilateral serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus
 Saraf 7: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris
 Saraf 8 : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
 Saraf 9 dan 10 : kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut
 Saraf 11 : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
 Saraf 12 : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal
h. Pengkajian system motoric. Stroke adalah penyakit saraf atas (UMN)
dan mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan
motoric
i. Pengkajian refleks. Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada
tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respon
normal.
j. Pengkajian system sensorik. Kemampuan penilaian sensorik raba,
nyeri, dan suhu tidak ada kelainan.
- Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan fungsi lumbal :
menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli cerebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragic subarachnoid
atau perdarahan intrakranial. Kadar protein total meninggkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
b. Pemeriksaan radiology :
- Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke
secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya
titik oklusi atau ruptur
- CT Scan : Menunjukkan adanya edema hematoma, iskemia dan
adanya infark.
- MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragic,
mal formasi arteriovena (MAV)
- Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis, arteriosklerotik)
- EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
- Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang
meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombisis
serebral, klasifikasi partial dinding aneurisma pada perdarahan
subarachnoid.
-
7. Penatalaksanaan medis dan non medis pada Stroke non hemoragik
1) Non Farmakologi/Konservatif
a) Manajemen jalan nafas
Beberapa kondisi pasien pada fase akut stroke didapatkan adanya
hipoksemia (Sulter et al., 2000). Penyebab hipoksemia adalah sangat
kompleks, misalnya akibat penyakit paru atau jantung, penurunan
fungsi ventilasi, kejang umum epilepsi, sumbatan jalan nafas, gagal
jantung, dan penurunan kemampuan perubahan gas pada paru yang
disebabkan oleh pneumonia, atelektasis, dan emboli pulmonum
(Bassetti et al., 2006). Pemeriksaan Analisis Gas Darah (AGD) juga
harus diukur pada pasien dengan gangguan kesadaran, ekspirasi harus
dilakukan terhadap pasien yang didapatkan adanya tanda dan gejala
gangguan fungsi respirasi atau kondisi stroke yang parah. Secara
eksperimantal, penggunaan oksigen intraserebral dapat diukur dengan
pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) atau dilakukan
estimasi terhadap hasil pemeriksaan MRI (Geisler et al., 2006).
Mempertahankan saturasi oksigen diatas 92% sangat direkomendasikan
(Adams Jr et al., 2003; Toni et al., 2004) dan dapat dipertahankan
secara maksimal dengan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui
nasal tube.
b) Manajemen Hipertensi dan tekanan intracranial
Selama masa stroke akut, kebanyakan pasien mengalami peningkatan
tekanan darah (>140/90 mmHg), walaupun mereka tidak mempunyai
sebelumnya (Leonardi-Bee et al., 2002). Walaupun mekanisme
peningkatan tekanan darah selama fase akut stroke belum diketahui
secara pasti, tetapi beberapa faktor diduga berperanan misalnya;
aktivasi sistem neuro-endokrin (kortikotropik, simpatis, renin–
angiotensin), peningkatan cardiac output, kenaikan tekanan darah
sekunder oleh karena adanya peningkatan tekanan intrakranial (Cushing
reflex), nyeri, dan retensi urin (Carlberg et al., 1991). Adanya oklusi
persisten pada arteri serebral, juga akan meningkatkan tekanan darah
secara persisten pada pasien stroke akut (Mattle et al., 2005). Tindakan
konservatif yang dapat dilakukan untuk memanajemen hipertensi
adalah dengan meninggikan kepala 15-30 derajat serta menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan ini dilakukan untuk untuk
Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta
meningkatkan sirkulasi / perfusi cerebr serta untuk emningkatkan
alaliran vena jugularis dan menurunkan tekanan intrakranial
c) Manajemen nutrisi dan Monitoring cairan
Menurut penelitian Davaks dan kawan-kawan, malnutrisi merupakan
faktor independen bagi prognosis buruk pada pasien stroke. Hasil
penelitian yang sama oleh Gariballa dan kawan-kawan bahwa status
nutrisi mempengaruhi perburukan pasien secara signifikan selama
periode tertentu. Mereka menemukan bahwa konsentrasi serum albumin
mempunyai hubungan signifikan dengan komplikasi infeksi dan
merupakan prediktor independen kematian dalam waktu 3 bulan.
Penelitian ini menunjukkan pentingnya suplai kalori dan protein
adekuat pada pasien stroke akut. Monitoring keseimbangan cairan dan
elektrolit perlu dilakukan. ditujukan untuk mengontrol diabetes dan
tekanan darah, misalnya dengan diet rendah lemak. Pedoman
AHA/ASA untuk pencegahan stroke primer juga merekomendasikan
mengurangi asupan sodium dan meningkatkan konsumsi makanan
tinggi kalium untuk mengurangi tekanan darah.
d) Managemen hiperglikemi (Diabetes Melitus)
Terdapat beberapa alasan yang dapat menjelaskan kenapa hiperglikemia
menyebabkan outcome yang buruk pada pasien non diabetes, yaitu
peningkatan asidosis sekunder pada jaringan otak oleh karena glikolisis
anaerob, peningkatan permeabilitas sawar darah otak (Adams Jr et al.,
2003), dan penurunan fibrinolisi kemungkinan melalui mekanisme lain
misalnya katabolisme protein, stres oksidatif, disfungsi endotelium, dan
semuanya dapat menyebabkan berkurangnya jaringan panumbra yang
selamat (Parsons et al., 2002) dan perluasan volume stroke (Toni et al.,
1994). Hiperglikemia juga dapat menurunkan efikasi dan meningkatkan
kejadian perdarahan pada terapi trombolisis (Bruno et al., 1999; Kase et
al., 2001) terapi terbaik pada pasien hiperglikemi adalah pemberian
insulin intravena secara kontinyu. Pemberian insulin tersebut adalah
sesuai dengan guideline terkini, aman serta cepat, dan dalam beberapa
menit segera tercapai kadar gula darah normal secara persisten.
Pemberian insulin subkutan secara intermiten memberikan hasil yang
berbeda yaitu setelah beberapa hari kadar gula darah baru terkontrol.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hiperglikemia harus
diberikan terapi jika kadar gula darah10.0-16.6 mmol/l (180–300
mg/dl) (Adams Jr et al., 2003; Toni et al ., 2004). Terdapat perbedaan
dalam hal pemberian insulin intravena berdasarkan beberapa penelitian
maupun yang sudah diterima (Trence et al., 2003; Goldberg et
a.l.,2004). Selama pemberian infus insulin secara kontinyu, maka
terjadinya kemungkinan hipokalemia harus diperhatikan dan jika terjadi
maka harus dikoreksi. (Trence et al., 2003; Goldberg et al., 2004)
2) Farmakologi
a) Antihipertensi
Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg,jenis Obat
antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya
50-200 mcg/kg/menit
b) Terapi trombolis
Satu-satunya obat yang diakui oleh the US Food dan Drug
Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah activator
plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Setelah disetujui pada
bulan juni 1996 TPA dapat digunakan pada penderita stroke akut
dengan syarat-syarat tertentu baik I.V maupun intra arterial dalam
waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan
pengobatan ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan
otak terjadi sebelum ada perubahan irreversible pada otak yang terkena
terutama daerah penumbra.
c) Pengobatan anti-platelet pada stroke akut
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru-baru ini
sangat dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST ( International Stroke
Trial ) dan CAST ( Chinese Aspirin Stroke Trial ) memberitakan bahwa
pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang
dan menurunkan mortalitas penderita stroke akut.
8. Pencegahan Stroke non hemoragik
Pencegahan stroke non hemoragik :
1) Hindari makanan berlemak, konsumsi makanan sehat dan rendah
lemak
2) Jangan meminum alcohol lebih dari 1 atau 2 kali sehari, lakukan
latihan fisik secara teratur selama 30 meit sehari jika tidak terjadi
kelebihan berat badan dan 60-90 menit jika terjadi kelebihan berat
badan.
3) Periksa tekanan darah setiap 1 – 2 tahun sekali terrutama jika ada
riwayat tekanan darah tinggi di keluarga
4) Periksa kadar kolesterol secara rutin. Jika anda berada pada tingkat
resiko tinggi stroke, maka kadar LDL harus kurang dari 100mg/dl.
5) Ikuti pengobatan yang dianjurkan dokter jika tekanan darah tetap
tinggi, kadar kolesterol tinggi, ada riwayat diabetes dan penyakit
jantung.
6) Hindari merokok (Hoch, 2011)
9. Komplikasi Stroke non hemoragik

1) Pneumonia
Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-
paru atau pneumonia. Itu dibuktikan pada penelitian yang telah
menemukan bahwa dari 58 % kematian pasien stroke penyebab
utamanya adalah radang paru-paru (Bakke, 2001).
2) Trombosis vena profunda
Kira–kira 30 %-50 % pasien stroke menderita trombosis vena profunda
pada deep vein trombosis (DVT) pada tungkai. Resiko terjadinya
emboli paru dengan DVT kurang lebih 10 % pada pasien stroke. Hal ini
disebabkan thrombus dari pembuluh darah balik terlepas membentuk
emboli, bersama darah menuju keparu-paru sehingga terjadilah emboli
paru (Garison, 2001).
3) Decubitus
Decubitus terjadi pada pasien tirah baring lama, pada pasien yang
mengalami stroke maka akan mendapatkan perawatan yang lama dan
secara otomatis intensitas tirah baringnya akan semakin meningkat, hal
ini lama kelamaan akan menyebabkan penekanan pada bagian
punggung pasien sehingga menimbulkan decubitus
4) Penurunan aliran darah serebral, aliran darah serebral bergantung pada
tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral.
Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi
atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON


HEMORAGIK
i. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar,
1990)
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)

5. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat
perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolism. Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut, muntah proyektil.
c. Pola eliminasi. Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d. Pola aktivitas dan latihan. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
e. Pola tidur dan istirahat. Biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f. Pola hubungan dan peran. Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif. Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir, nyeri pada kepala dan tulang
belakang terutama saat membungkuk.
i. Pola reproduksi seksual. Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress. Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan. Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
i. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran.
ii. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
iii. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integument
i. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
ii. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
iii. Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1. Kepala : bentuk normocephalik
2. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
3. Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
4. Mata : selama tidur untuk pergerakan mata REMs yang akan berakibat
penurunan pernafasan akibat akumulasi berlebihan karbondioksida
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Pergerakan volunteer dan sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
a) Pemeriksaan nervus cranialis. Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi :
1. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
2. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn
E. Doenges, 2000)
3. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
4. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)

Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(Satyanegara, 1998)
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
4. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993).
B. Pathway (Terlampir)

C. Analisa data (Terlampir)

D. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnose perawatan utama untuk pasien
stroke adalah:

 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan


embolisme dan hipertensi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (meningkatnya
tekanan intrakranial) yang ditandai dengan perubahan tekanan darah,
masker wajah (meringis), laporan isyarat
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuro
muskular yang ditandai dengan keterbatasan kemampuan untuk
melakukan keterampilan motorik kasar, keterbatasan kemampuan untuk
melakukan keterampilan motorik halus, pergerakan tidak terkoordinasi

ii. Rencana Keperawatan:

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Resiko ketidakefektifan- Intracranial - Tissue - Tissue
perfusi jaringan otak Pressure (ICP) Perfusion: Perfusion:
berhubungan dengan Monitoring Cerebral Cerebral
embolisme dan
hipertensi Setelah diberikan a. Kaji MABP klien a. mengetahui
asuhan keperawatan MABP klien
- Intracranial
selama ….x 24 jam
Pressure (ICP)
- Intracranial
diharapkan perfusi
Monitoring
jaringan cerebaral Pressure (ICP)

klien sudah mulai a. Bantu dengan Monitoring

adekuat dengan penyisipan


a. memabantu
kriteria hasil: perangkat pemantauan ICP
pemantauan ICP
a. MABP (mean b. mengurangi
arterial blood b. Berikan informasi kecemasan
pressure) dalam kepada keluarga / keluarga
rentang normal orang penting
c. mengetahui
(120-140 mmHg) lainnya
b. Klien tidak tekanan ICP

mengalami c. Catat pembacaan


d. memantau
pusing tekanan ICP dan
tekanan perfusi
c. Klien tidak menganalisis
serebral
muntah bentuk
gelombang e. posisi yang
membantu
d. Monitor tekanan
dalam proses
perfusi serebral
peningkatan
e. posisikan klien perfusi serebral
dengan kepala
f. mempertahankan
ditinggikan 30
tekanan
sampai 45 derajat
intracranial
dan dengan leher
pada posisi netral g. agar segera
dilakukan
f. Jaga tekanan
tindakan yang
arteri sistemik
tepat dan
dalam kisaran
menghindari hal-
tertentu
hal yang tidak

g. Beritahu dokter diinginkan

ICP tinggi yang


tidak merespon
terhadap protokol
pengobatan
2 Nyeri akut - Pain Level - Pain Management - Pain
Setelah diberikan a. Lakukan
berhubungan dengan Management
asuhan keperawatan pengkajian nyeri a. untuk
agen cidera fisik
.
selama ….x 24 jam secara mengetahui
(meningkatnya tekanan
diharapkan nyeri komprehensif kondisi klien dan
intrakranial) yang
klien berkurang meliputi lokasi, untuk
ditandai dengan
dengan kriteri hasil: kareteristik, menetapkan
perubahan tekanan
a. Ekspresi wajah
onset/durasi, intervensi yang
darah, masker wajah
klien tampak
frekuensi, kualitas, akan diberikan.
(meringis), laporan
tenang b. untuk
kuantitas atau
isyarat b. Tanda-tanda vital
mengetahui
tingkat keparahan
dalam batas
tingkat nyeri
nyeri, dan factor
normal
yang dirasakan
- Tekanan darah pencetusnya.
b. Observasi isyarat klien.
dewasa c. mengeliminir
ketidaknyamanan
Sistolik: 95- faktor presipitasi
nonverbal,
140, diastolic: dapat
khususnya pada
60-90 menghilangkan
- Nadi dewasa klien yang tidak
nyeri yang
60-100x/menit mampu
- Temperatur dirasakan klien.
mengkomunikasika
d. mengetahui ada
tubuh dewasa nnya secara efektif.
tidaknya
36-37,5 C o c. Kurangi atau obati
- Pernafasan perubahan
factor pencetus
dewasa 12- kondisi klien
nyeri
20x/menit d. Memeriksa tingkat untuk
ketidaknyamanan mengetahui ada
dengan klien, tidaknya nyeri.
- Analgesic
perhatikan
administration
perubahan dalam
a. untuk
catatan medis,
mengurangi
memberi tahu
nyeri yang
profesional
dirasakan.
kesehatan lain yang b. mencegah
bekerja dengan
klien. terjadinya
- Analgesic
kesalahan dalam
administration
pemberian obat.
a. Kolaborasi
Berfungsi
pemberian
sebagai legalitas
analgesic jika perlu
dalam
dan awasi
pemberian obat.
penggunaannya
- Vital Signs
serta efek
Monitoring
sampingnya a. mengetaui
b. Perhatikan prinsip
tekanan darah,
6B dalam
nadi, suhu, dan
pemberian obat
status pernafasan
- Vital Signs
klien.
Monitoring b. mengetahui ada
a. Monitor tekanan
tidaknya
darah, nadi, suhu,
fluktuasi yang
dan status
luas di tekanan
pernafasan,
darah.
sebagaimana c. mengetahui ada
mestinya. tidaknya
b. Perhatikan
perubahan
kecenderungan dan
tekanan darah
fluktuasi yang luas
setelah klien
di tekanan darah
c. Memonitor tekanan melakukan
darah setelah klien pengobatan.
d. mencari
telah melakukan
penyebab
pengobatan, jika
perubahan tanda
mungkin
d. Mengidentifikasi vital.
e. mencegah agar
kemungkinan
tidak terjadi
penyebab
kesalahan dalam
perubahan tanda
pengukuran
vital
e. Memeriksa secara tanda-tanda
berkala akurasi vital.
instrumen yang
digunakan untuk
akuisisi data
pasien

3 Hambatan mobilitas - Mobility - Mobility - Mobility


Setelah diberikan
fisik berhubungan
asuhan keperawatan a. kaji tingkat a. untuk
dengan kerusakan
selama ….x24 jam ambulasi klien mengetahui
neuro muskular yang
diharapkan mobilitas tingkat ambulasi
ditandai dengan - Exercise Therapy:
klien sudah ada klien.
keterbatasan Ambulation
peningkatan dengan
kemampuan untuk - Exercise
kriteria hasil: a. Kolaborasi dengan
melakukan Therapy:
a. Gerakan otot
keterampilan motorik ahli terapi fisik
mulai ada Ambulation
kasar, keterbatasan mengenai rencana
peningkatan dari
kemampuan untuk ambulasi sesuai a. untuk
level 1 ke level 2
melakukan kebutuhan. mempercepat
(rentang skala 1-
keterampilan motorik proses ambulasi
5) b. Bantu klien
halus, pergerakan tidak sesuai yang
ambulasi awal dan
terkoordinasi diharapkan.
jika diperlukan.
b. mempercepat
c. Dorong ambulasi
proses
mandiri dalam
kemandirian
batas aman
klien dalam
ambulasi

c. memandirikan
klien dalam
melakukan
ambulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C.,Guyton dan Jhon E Hall.1991. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc

Chris Winkelman. Neurological Critical Care. American journal Of Critical care.


Nopember 2000-volume 9 Number 6

Fransisca , Asuhan Keperawatan Klien dgn Gangguan Persarafan : asuhan


keperawatan klien dengan stroke, Bab 4. Hal 58

Price, Slyvia A., dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Price,Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson.2006.Pathophysiology edisi


6.Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai