Laporan Individu PKL Fix
Laporan Individu PKL Fix
Laporan Individu PKL Fix
Disusun Oleh :
NIM. 15030234025
JURUSAN KIMIA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Yang dilaksanakan oleh mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya :
Menyetujui,
Dosen Pembimbing PKL Jurusan Kimia Dosen Penguji
FMIPA UNESA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) dengan judul “Analisis Kualitas Air Minum Berdasarkan
Parameter Klorida, Sulfat Dan Kekeruhan Di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan Dan Pemberantasan Penyakit Surabaya” dengan lancar tanpa
hambatan yang berarti.
Adapun penyusunan laporan ini penulis ajukan guna memenuhi satuan kredit
semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di Jurusan
Kimia, UNESA. Penulisan laporan PKL ini dapat disusun dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Suyatno, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Surabaya.
2. Prof. Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si selaku Ketua Prodi S1-Kimia FMIPA
Unesa yang telah memberikan arahan mengenai kegiatan Praktek Kerja
Lapangan.
3. Ibu Dra. Nurul Hidajati, M.Si. selaku dosen pembimbing Praktek Kerja
Lapangan FMIPA Universitas Negeri Surabaya yang telah meluangkan waktu
dan sumbangan pikirannya dalam memberikan bimbingan dan petunjuk.
4. Bapak Wahyu Hari Himawan selaku kepala instalasi pendidikan dan pelatihan
teknis, yang telah memberikan waktu, fasilitas, dan kemudahan dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di BBTKL-PP Surabaya.
5. Ibu Retno Widiastuti, Ibu Eny, Ibu Santi, Ibu Mai selaku Pembimbing Lapangan
Praktek Kerja Lapangan di laboratorium kimia fisika media air
6. Staf-staf BBTKL-PP Surabaya yang telah bersedia meluangkan waktu dan
membantu kami selama proses Praktek Kerja Lapangan.
7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang turut serta
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga Praktek Kerja
Lapangan ini dapat terselesaikan dengan baik
Surabaya, 30 Agustus 2018
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi di sisi lain hal itu juga justru membawa
kekhawatiran sebab banyak zat-zat lain yang sama sekali tidak ada
manfaatnya yang bisa dirasakan secara langsung untuk kehidupan. Berbagai
jenis zat yang larut dalam air salah satunya adalah zat kimia inorganik.
Misalnya klorida dan sulfat. Didalam tubuh cl sangatlah penting tetapi dalam
jumlah yang sedikit. Kelebihan dalam tubuh tentunya akan berdampak
negatif. Begitupun dengan sulfat, kadar sulfat yang berlebih akan
mengakibatkan sakit perut, mual dan penyakit saluran pencernaan. Adanya
zat-zat yang terlarut dalam air juga mengakibatkan air menjadi keruh. Kadar
kekeruhan air untuk air minum juga ada aturannya.
Sehubungan dengan berbagai gangguan yang ditimbulkan oleh
kelebihan klorida dan sulfat yang terkandung di dalam air minum, maka perlu
kiranya air minum yang dihasilkan dalam proses pengolahannya haruslah
memenuhi standar kualitas air minum yang telah ditetapkan oleh menteri
kesehatan yaitu PerMenKes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 yang
menyatakan batas maksimum kadar klorida dan sulfat pada air minum
masing-masing sebesar 250 mg/L. Sehingga dilakukan analisis kadar klorida
pada air minum dengan prinsip titrasi argentometri metode mohr, analisis
kadar sulfat pada air dengan metode spektrfotometri dan analisis kekeruhan
menggunakan metode turbidimetri.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka kegiatan ini bertujuan untuk :
2
1. Mengetahui cara pengujian kadar klorida, sulfat dan kekeruhan pada
beberapa sampel air minum sesuai dengan metode SNI digunakan di
BBTKL-PP Surabaya.
2. Mengetahui kualitas beberapa sampel air minum dengan parameter
klorida, sulfat dan kekeruhan di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Tahun 1989 : Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dipindahkan di
bawah Direktorat Jenderal PPM dan PLP Depkes RI sesuai dengan
surat menkes No. 426/Menkes/SK/VI/89 tanggal 23 Juni 1989
Tahun 1993 : BTKL Pos Surabaya berubah nama menjadi BTKL
Surabaya
Pada Tahun 1999 BTKL berada di 10 wilayah regional di seluruh
Indonesia, yaitu Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Banjarbaru, Makassar, Manado, dan Ambon.
Tahun 2004 BTKL Surabaya berubah nama menjadi Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular
(BBTKLPPM)
Tahun 2012 - sekarang : Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Menular (BBTKLPPM) berubah nomenklatur
menjadi Balai Besar Teknik Kesehatan lingkungan dan Pengendalian
penyakit berdasarkan Permenkes RI Nomor
2349/PER/MENKES/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit.
2. BBTKL-PP Surabaya
a. Tugas pokok dan fungsi
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit (BBTKLPP) yang mempunyai tugas melaksanakan
surveilans epidemiologi, kajian dan penapisan teknologi,
laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan
pelatihan, pengembangan model dan teknologi tepat guna,
kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB di bidang pengendalian
penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra.
Fungsi :
Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi
Pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
Pelaksanaan Laboratorium Rujukan
5
Pelaksanaan Pengembangan Model dan Teknologi Tepat Guna
Pelaksanaan Uji Kendali Mutu dan Kalibrasi
Pelaksanaan Penilaian dan Respon Cepat, Kewaspadaan Dini, dan
Penanggulangan KLB/Wabah dan Bencana
Pelaksanaan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Pelaksanaan Kajian dan Pengembangan Teknologi Pengendalian
Penyakit, Kesehatan Lingkungan, dan Kesehatan Matra
Pelaksanaan Ketatausahaan dan Kerumahtanggaan BBTKLPP
b. Visi
Pusat Unggulan Regional Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan untuk Mendukung Tercapainya Masyarakat Sehat yang
Mandiri dan Berkeadilan.
c. Misi
1. Meningkatkan kinerja surveilans berbasis laboratorium dengan
fokus deteksi dini faktor risiko dan respon cepat kejadian penyakit
2. Meningkatkan kinerja kajian dan analisis dampak kesehatan
lingkungan terhadap kawasan dan sentra pembangunan serta
kemampuan analisis risiko kesehatan terhadap kawasan rawan
pencemaran dan bencana
3. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan daya dukung
laboratorium uji dan kalibrasi melalui pengembangan metode dan
manajemen mutu, untuk mempercepat upaya pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan
4. Meningkatkan kemampuan pengembangan teknologi tepat guna
dengan mengutamakan potensi sumber daya lokal berbasis budaya
masyarakat
5. Mengembangkan jejaring kerja dan kemitraan dengan berbagai
pemangku kepentingan guna mempercepat pencapaian tujuan dan
sasaran pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
6. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
6
d. Motto
Bersih Dan Melayani menggambarkan Semangat Reformasi Birokrasi
dan Fungsi Pelayanan kepada Masyarakat yaitu melayani dan bukan
dilayani
e. Wilayah
Wilayah pelayanan BBTKL-PP Surabaya meliputi empat provinsi
yaitu Jawa Timur, Bali, NTT, dan NTB.
f. Struktur Organisasi
1. Bagian Tata Usaha
Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
program dan laporan, urusan keuangan, kepegawaian, dan umum.
Bagian Tata Usaha terdiri atas:
Subbagian Program dan Laporan
Penyiapan bahan penyusunan program, evaluasi dan laporan,
serta informasi.
Subbagian Umum
Melakukan keuangan, kepegawaian, urusan tata usaha,
perlengkapan, dan rumah tangga.
2. Bidang Surveilans Epidemiologi
Bidang Surveilans Epidemiologi mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan dan evaluasi di bidang surveilans epidemiologi
penyakit menular dan penyakit tidak menular, advokasi dan
fasilitasi kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB, kajian dan
diseminasi informasi, kesehatan lingkungan, kesehatan matra,
kemitraan, dan jejaring kerja, serta pendidikan dan pelatihan
bidang surveilans epidemiologi.
Bidang Surveilans Epidemiologi terdiri atas:
Seksi Advokasi Kejadian Luar Biasa
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan
koordinasi pelaksanaan advokasi, dan fasilitasi kejadian luar
biasa, serta wabah dan bencana.
7
Seksi Pengkajian dan Diseminasi
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan
koordinasi kajian, pengembangan dan diseminasi informasi,
serta pendidikan dan pelatihan bidang surveilans epidemiologi.
3. Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium (PTL)
Bidang Pengembangan Teknologi Laboratorium mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan dan evaluasi, pengembangan dan
penapisan teknologi dan laboratorium, kemitraan dan jejaring
kerja, kesehatan lingkungan, kesehatan matra serta pendidikan dan
pelatihan bidang pengembangan teknologi dan laboratorium
pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan dan kesehatan matra.
Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium terdiri dari:
Seksi Teknologi Pengendalian Penyakit
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan koordinasi
pelaksanaan pengembangan dan penapisan teknologi, serta
pendidikan dan pelatihan di bidang pengendalian penyakit,
kesehatan lingkungan dan kesehatan matra.
Seksi Teknologi Laboratorium
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan koordinasi
pelaksanaan pengembangan teknologi laboratorium, pendidikan
dan pelatihan di bidang pengendalian penyakit, kesehatan
lingkungan dan kesehatan matra.
4. Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)
Bidang mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi
pelaksanaan analisis dampak lingkungan fisik dan kimia, serta
dampak lingkungan biologi, dan pendidikan dan pelatihan di
bidang pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan, dan
kesehatan matra.
Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan terdiri atas:
Seksi Lingkungan Fisik dan Kimia
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi, dan koordinasi
pelaksanaan analisis dampak lingkungan fisik dan kimia di bidang
8
pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, dan kesehatan
matra.
Seksi Lingkungan Biologi
Melakukan penyiapan bahan perencanaan, evaluasi, dan koordinasi
pelaksanaan analisis dampak lingkungan biologi di bidang
pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan.
9
Infectious Disease (EID) kerjasama Puslitbang Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Kemenkes RI dengan
WHO – Indonesia.
h. Instalasi
Berdasarkan Keputusan Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya Nomor :
HK.02.03/VIII.2/028/2017 tentang Penataan Penempatan Sumber
daya manusia di Lingkungan Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya
1. Laboratorium Kimia Fisika Limbah Cair
2. Laboratorium Kimia Fisika Media Air
3. Laboratorium Kimia Fisika Media Udara dan Radiasi
4. Laboratorium Pengembangan Teknologi Media dan Reagensia
5. Pengembangan Metode, Kendali Mutu, dan Kalibrasi
6. Laboratorium Biologi Media Lingkungan dan Biomarker
7. Laboratorium Bioteknologi/Virologi Media Lingkungan dan
Biomarker
8. Pemeliharaan Sarana Laboratorium
9. Teknologi Pengendalian Vektor dan Binatang Percobaan
10. Laboratorium Kimia Fisika Padatan Material dan Biomarker
11. Parasitologi
12. Teknologi Tepat Guna
13. Pengendalian Penyakit Tidak Menular
14. Pengamatan Pes dan Zoonosis Lainnya
15. Unit Pelayanan Prima
16. Pendidikan dan Pelatihan Teknis
17. Media Informasi Kehumasan dan Perpustakaan
18. Pemeliharaan Sarana dan K3
i. Fasilitas
Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kalibrasi Terakreditasi
ISO IEC : 2005 dari komite Akreditasi Nasional
10
Laboratorium Penyakit BSL II Plus
Alat –alat Laboratorium :
1. AAS (atomic Absorption Spectrophotometer) untuk pemeriksaan
logam berat autosampel, dilengkapi grafifurnase, MVU untuk
pemeriksaan merkuri dengan ketelitian sampai ppb
2. Gas Chromatography :
3.2 Gas Chromatography & GC Detector untuk memeriksa
pestisida organoklorin/organophosphate/carbamat.
3.3 GC FID untuk pemeriksaan hidrokarbon.
3.4 GC Mass Spectrophotometer untuk memeriksa pestisida
organoklorin/organophosphate/carbamat.
3. Total Organic Carbon (TOC) untuk mengukur kadar total organik
karbon
4. Spectrophotometer untuk pemeriksaan parameter anorganik
dengan panjang gelombang 3000nm.
5. Bio Oxidation untuk pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif
beserta prototype IPAL.
6. Indoor Air Pollution Control Equipment untuk mengukur kualitas
udara ruangan baik biologi maupun kimia.
7. Biosafety Cabinet Level II beserta PCR machine, ELISA
reader+woasher Gell electrophoresis+doc, Laminar Flow, Frezer
– 80°C & -20°C
8. Ambient Air Pollution Equipment (Stationary & Mobile) untuk
mengukur kualitas udara ambient baik sesaat maupun kontinyu
yang bekerja secara otomatis dan komputerisasi.
9. Alat pengukur emisi sumber tidak bergerak serta getaran
10. Alat pengukur medan magnet untuk mengetahui adanya radiasi.
11. Surveymeter Pengion & Non-pengion untuk mengukur intensitas
radiasi secara langsung.
12. Fluorescence mikroskop untuk pemeriksaan mikrobiologi
13. Peralatan kalibrasi massa
14. Peralatan kalibrasi volumetric
11
15. Peralatan Kalibrasi Suhu (thermometer, coldchain, waterbath,
incubator)
16. Peralatan Kalibrasi Spectrophotometer
17. Standar Acuan untuk Kalibrasi pHmeter, TDSmeter,
Turbidimeter
18. Peralatan Kalibrasi Sound Level Meter
19. Peralatan Kalibrasi High Volume Air Sampler
20. High Speed Refrigerated centrifuge untuk kultur bakteri
21. Incubator aerob dan anaerob untuk pengeraman bakteri
22. Alat uji benthos dan plankton
23. Freeze Dryer; alat pengering bakteri dengan suhu rendah.
24. BD Phoenix 100° untuk mengidentifikasi kuman/bakteri dengan
lebih cepat dan akurat.
25. O2 dan CO2 detector, alat untuk mengukur kadar gas
karbondiksida dan oksiden di udara ambien secara portabel.
12
Air minum merupakan air yang dapat diminum langsung tanpa
dimasak terlebih dahulu. Sedangkan air bersih merupakan air yang
digunakan keperluan sehari-hari, memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum setelah dimasak terlebih dahulu.Air yang dapat diminum dapat
diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan
ketidakmurnian secara kimiawi. Air minum harus bersih dan jernih, tidak
berwarna dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau
kekeruhan (Mulia, 2005).
Perusahaan air minum selalu memeriksa kualitas airnya sebelum
didistribusikan pada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi
standar, maka perlu dilakukan pengolahan agar memenuhi standar air
minum. Air minum yang ideal harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa
dan tidak berbau dan tidak mengandung kuman patogen. Air seharusnya
tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan
distribusinya (Mulia, 2005).
Agar air minum tidak menyebabkan gangguan kesehatan, maka air tersebut
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Di Indonesia, standar
air minum yang berlaku dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 492/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 yaitu persyaratan air minum dapat
13
ditinjau dari parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan dan
parameter yang berhubungan tidak langsung dengan kesehatan.
Parameter wajib
2.4 Klorida
Klorida adalah salah satu ion yang penting bagi tubuh karena
merupakan anion yang paling berperan dalam mempertahankan
keseimbangan elektrolit. Mengingat pentingnya ion klorida, diperlukan suatu
metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan kadar klorida dalam
sampel yang mengandung klorida.
14
Di Indonesia untuk mendensifeksi air minum banyak digunakan
Chlorine. Harga lebih murah selain itu Chlorine lebih stabil dan dapat
disimpan lebih lama dari pada serbuk pengelantang. Menurut linsley (1991),
Chlorine telah terbukti merupakan desinfektan yang ideal, bila di masukkan
kedalam air akan mempunyai pengaruh yang segera akan membinasakan
kebanyakan makhluk mikroskopis. Chlorine juga dapat menimbulkan efek
negatif terhadap kesehatan manusia selain dapat menimbulkan bau dan rasa
yang tidak enak pada air. Sebagai contoh Chlorine dapat bersifat merusak
atau korosif pada kulit dan peralatan, selain itu Chlorine juga berpotensi
merusak sistem pernafasan manusia dan hewan.
Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Sekitar ¾ dari
Clorine (Cl2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk larutan. Unsur klor
dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl-). Ion klorida adalah salah
satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah
lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat
dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl) dan
kalsium klorida (CaCl2). Klorida tidak bersifat toksik pada makhluk hidup,
bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotik sel (Effendi, 2003).
Anion Cl- dengan larutan perak nitrat AgNO3 membentuk endapan
perak klorida, AgCl, yang seperti dadih dan putih. Ia tak larut dalam air dan
dalam asam nitrat encer tetapi larut dalam larutan amonia encer dan dalam
larutan-larutan kalium sianida dan tiosulfat (Svehla, 1985).
Ion klorida terdapat dalam bentuk senyawa. Banyak senyawa kimia
dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung klorida. Kadar klorida tiap
senyawa berbeda-beda. Untuk menentukan kadar ion klorida dalam air dapat
menggunakan metode argentometri.
15
penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran
volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas:
1. Asidi dan alkalimetri: volumetri ini berdasarkan atas reaksi netralisasi
asam-basa.
2. Oksidimetri: volumetric jenis ini berdasarkan atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri : volumetric jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi
(pengendapan dari ion Ag+).
16
larutan berwarna merah. Titrasi harus dilakukan dalam suasana asam
berlebih.
3. Metode Fajans (Indikator Absorpsi)
Menurut cara ini, suatu ion halogenida dengan AgNO3 membentuk
endapan perak halogenida yang pada titik ekivalen dapat mengabsorsi
berbagai zat warna sehingga terjadi perubahan warna. Klorida dapat
dititrasi dalam suasana asam atau sedikit basa dengan indikator
fluorescein, bromida, iodida, dan tiosianat dapat dititrasi dalam suasana
lemah dengan indikator cosin.
4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditunjukan dengan
indikator, akan tetapi ditunjukan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika
larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan alkali sianida akan terjadi
endapan putih tetapi pada pengocokan larut kembali karena terbentuk
kompleks sianida yang stabil dan larut.
Metode analisis gravimetri adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada pengukuran berat, yang melibatkan: pembentukan,
isolasi dan pengukuran berat dari suatu endapan. Kinerja dari metode
gravimetri pun relatif lambat, memerlukan sedikit peralatan, tidak
memerlukan kalibrasi, akurasi 1-2 bagian per seribu, sensitivitas: analit
> 1%, selektivitas: tidak terlalu spesifik. Mengenai kelarutan, bila suatu
zat terlarut larut sangat sedikit dalam pelarut (kurang dari 0,1 gram zat
terlarut dalam 1000 g pelarut) maka zat itu disebut sukar larut (insoluble)
(Widiarto, 2009).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung
sebagian besar dan struktur morfologi endapan, yaitu pada bentuk dan
ukuran kristal-kristalnya. Makin besar kristal-kristal yang terbentuk
selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah disaring, dan
mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun
ke bawah keluar dari larutan, yang akan membantu proses penyaringan
(Svehla, 1990).
17
2.6 Sulfat (SO42-)
Sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus SO42- yang
memiliki massa molekul 96,06 satuan massa atom. Ion sulfat terdiri dari atom
pusat sulfur yang dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan
tetrahedral. Ion sulfat bermuatan negatif dua dan merupakan basa konjugat
dari ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yang merupakan basa konjugat dari
asam sulfat, H2SO4 (Aprianti, 2008).
Sulfat secara luas terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama
dalam air limbah industri. Salah satunya adalah air buangan limbah industri
kertas dan pertambangan yang memiliki kadar sulfat yang tinggi karena
oksidasi dari pirit. Konsentrasi sulfat di dalam air alam umumnya terdapat
dalam jumlah yang sangat besar (Aprianti, 2008).
Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari
aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan limbah laboratorium.
Secara ilmiah sulfat biasanya berasal dari pelarutan mineral yang
mengandung S, misalnya gips (CaSO4.2H2O) dan kalsium sufat anhidrat
(CaSO4). Selain itu dapat juga berasal dari oksidasi senyawa organik yang
mengandung sulfat adalah antara lain industri kertas,tekstil dan industri
logam . Ion sulfat merupakan sejenis ion padatan dengan rumus empiris
SO4 dengan massa molekul 96.06 satuan massa atom. Sulfat terdiri atom pusat
sulfur dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahidron ion
sulfat bermuatan dua negatif dan merupakan basa konjugat ion hidrogen
sulfat (bisulfit) H2SO4- yaitu bes konjugat asam sulfat H2SO4 terdapat sulfat
organik seperti dimetil sulfat yang merupakan senyawa kovalen dengan
rumus (CH3O)2SO2 dan merupakan ester asam sulfat (Anonim, 2011)
Ion sulfat adalah salah satu anion utama yang muncul di air alami atau
alam. Sulfat adalah salah satu ion penting dalam ketersediaan air karena efek
pentingnya bagi manusia saat ketersediaannya dalam jumlah besar. Untuk hal
sulfat direkomendasikan batas maksimal sulfat dalam air sekitar 250 mg/L
untuk air yang dikonsumsi manusia. Sulfat dikenal sangat larut dalam air
kecuali di dalam Kalsium Sulfat, Stronsium Sulfat. Barium Sulfat sangat
berguna dalam proses gravimetri sulfat. Penambahan Barium Klorida pada
18
suatu larutan yang mengandung ion sulfat. Kelihatan endapan putih, yaitu
barium sulfat yang menunjukkan adanya anion sulfat. Ion sulfat bisa menjadi
ligan yang menghubungkan mana-mana satu dengan oksigen (monodentant)
dan dua oksigen sebagai kelat atau jembatan (Jakaoktasano, 2012)
Contoh dari Sulfat antara lain: senyawanya H2SO4 (asam sulfat).
Senyawa sulfat mudah dijumpai di alam, seperti dalam air hujan. Senyawa
sulfat juga berasal dari hasil buangan pabrik (limbah) kertas, tekstil (karena
proses pembuatannya atau pewarnaan memakai asam sulfat) dan industri
lainnya Sulfat cukup sulit dihilangkan dari air, karena sifat sulfat yang
sempurna larut dalam air, sehingga untuk memisahkannya harus memakai
membran elektrodialisis. Cara untuk mendeteksi kandungan sulfat dalam air
dapat dilakukan dengan mempergunakan alat spektrofotometer (uji
kuantitatif). Pengujian dengan spektrofotometer akan mengukur absorban
larutan melalui instensitas warna larutan. Oleh karena itu, sampel yang akan
digunakan harus jernih agar tidak mengganggu proses pembacaan absorban
pada spektrofotometer.
Ciri dari sulfat, yaitu
1. Kebanyakan sulfat sangat larut dalam air, kecuali Kalsium Sulfat,
Stronsium Sulfat, danBarium Sulfat. Barium Sulfat yang sangat berguna
dalam analisis gravimetri sulfat dengan panambahan Barium Klorida pada
suatu larutan yang mengandung ion sulfat. Kelihatan endapan putih, yaitu
Barium Sulfat menunjukkan adanya anion sulfat;
2. Ion sulfat bias menjadi satu ligan, menghubungkan satu dengan oksigen
(mono dentat) atau dua oksigen sebagai kelas atau jembatan;
3. Sulfat berwujud sebagai zat mikroskopik (aerosol) yang merupakan dari
hasil pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa. Zat yang dihasilkan
menambahkan keasaman atmosfer dan mengakibatkan hujan asam.
Dampak yang ditimbulkan oleh Sulfat
Konsentrasi maksimum yang masih diperbolehkan dalam air 250 mg/l.
MenyebabkanLaxative apabila kadarnya berupa Magnesium dan Sodiums.
Senyawa sulfat bersifat iritasi pada saluran pencernaan (saluran gastro
intestinal), apabila dalam bentuk campuran Magnesium atau Natrium pada
19
dosis yang tidak sesuai aturan. Sebagai contoh bentuk Magnesium Sulfat
yang biasa ditambahkan ke dalam air minurn untuk membantu pengendapan
(penjernihan air) setelah penambahan Klorin (Anonim, 2011)
2.7 Spektrofotometri
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah
berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu
larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya.
Proses ini disebut “absorpsi spektrofotometri”, dan jika panjang gelombang
yang digunakan adalah gelombang cahaya tampak, maka disebut sebagai
“kolorimetri”, karena memberikan warna. Selain gelombang cahaya tampak,
spektrofotometri juga menggunakan panjang gelombang pada gelombang
ultraviolet dan infra merah. Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah
cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi
kontaminan dalam larutan (Lestari, 2010). Dalam analisis secara
spektrofotometri, terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik
yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700
nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm) (Khopkar, 1990).
20
tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar
spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu:
a. Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki
pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi
cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah
dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari
wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa,
daerah panjang gelombang 350 – 2200 nanometer (nm).
b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
c. Cuvet
Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari
kwars, plexiglass, kaca, plastik dengan bentuk tabung empat persegi
panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai
cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat
dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat
dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya
menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil
data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.
21
diperiksa di dalam kuvet. Jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan
menghasilkan sinyal elektrik pada detektor, yang mana sinyal elektrik ini
sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya sinyal
elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka (Triyati, 1985).
Sel absorpsi dipakai dari bahan silika, kuvet dan plastik banyak dipakai
untuk daerah Sinar Tampak. Kualitas data absorbans sangat tergantung pada
cara pemakaian dan pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat
pengotor pada dinding sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus
bersih sekali sebelum dipakai (Skoog dan West, 1971).
Jenis Spektrofotometer
Jenis-jenis spektrofotometer berdasarlam pada daerah spektrum yang
akan dieksporasi terdiri dari spektrofotometer sinar tampak (Vis) serta
gabungan spektrofotometer sinar tampak (Vis) dan ultraviolet (UV),
sedangkan berdasarkan teknik optika sinar terdiri dari spektrofotometer
optika sinar tunggal (single beam optic) dan spektrofotometer optika sinar
ganda (double beam optic). Berikut penjabaran masing-masing jenis
spektrofotometer:
a. Spektrofotometer Sinar Tampak (Vis)
22
Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu tungsten halogen.
Lampu tungsten halogen menghasilkan cahaya tampak dalam daerah
panjang gelombang 350-800nm. Lampu tersebut terbuat dari tabung
kuarsa yang berisi filament tungsten dan sejumlah kecil iodine.
Spektrofotometer UV-Vis membandingkan cuplikan standar yaitu substrat
gelas preparat. Hasil pengukuran dari spektrofotometer UV-Vis
menunjukkan kurva hubungan transmitan dan panjang gelombang (Basset,
1994).
b. Spektrofotometer Sinar Tampak (Vis) dan Ultraviolet (UV)
Sumber cahaya yang digunakan adalah kombinasi antara lampu
tungsten halogen dan lampu deuterium (D2). Lampu deuterium (D2) dapat
menghasilkan cahaya dalam daerah 160–380nm.
c. Spektrofotometer Optika Sinar Tunggal (Single Beam Optic)
Semua cahaya melewati seluruh sel sampel. Contoh alat
spektrofotometer single beam adalah spektronik 20. Alat ini merupakan
desain paling awal tetapi masih banyak digunakan baik dalam pengajaran
maupun laboratorium industri. Panjang gelombang paling rendah adalah
190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800-1000nm.
d. Spektrofotometer Optika Sinar Ganda (Double Beam Optic)
Cahaya terbagi ke dalam dua arah/berkas. Berkas cahaya pertama
melewati sel pembanding, dan cahaya yang lainnya melewati sel sampel/
Berkas cahaya kemudian bergabung kembali, masuk ke detektor, dan
detektor merespon cahaya netto dari kedua arah. Double beam digunakan
pada panjang gelombang 190-750nm.
23
Keterangan:
A = Absorbance
Iin = Intensitas cahaya yang masuk
Iout = Intensitas cahaya yang keluar
T = Transmittansi
a = tetapan absorpsivitas molar
b = panjang jalur
c = konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi
24
BAB III
METODE PELAKSANAAN
25
- Buret digital
- Pipet
Bahan :
- Sampel air minum
- Larutan K2CrO4 5%
- Larutan AgNO3
Langkah Kerja
- Pembuatan larutan blanko
25 mL aquades
- Perlakuan Sampel
25 mL sampel air minum
26
- Erlenmeyer 250 ml sesuai banyak sampel air
- Pipet volume 1 buah
- Spektrofotometer UV-Vis 1 set
Bahan :
- Sampel air minum
- Larutan buffer A
- Serbuk BaCl2
Langkah Kerja
- Pembuatan Larutan Blanko
25 mL aquades
- Perlakuan sampel
27
3. Analisis kekeruhan
Tujuan
Untuk mengetahui tingkat kekeruhan pada sampel air minum yang
dianalisis
Prinsip
Prinsip umum dari alat turbidimeter adalah sinar yang datang mengenai
suatu partikel ada yang diteruskan dan ada yang dipantulkan, maka sinar
yang diteruskan digunakan sebagai dasar pengukuran (Day and
Underwood, 2002).
Alat dan Bahan
Alat :
- Erlenmeyer 250 ml sesuai banyak sampel air
- Alat hatch turbidmeter 2100 AN 1 set
Bahan :
- Sampel air minum
- Tissue
Langkah kerja
50 mL sampel
- Dikocok
- Dimasukan ke dalam botol sampel
sampai tanda batas
- Dimasukkan ke dalam alat turbidimeter
- Dibaca angka yang stabil dengan satuan
NTU
Nilai kekeruhan
28
BAB IV
PEMBAHASAN
29
1. Uji kadar Cl- pada blanko
Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding bagi air sampel untuk
mengetahui apakah air sampel yang dianalisis termasuk ke dalam syarat
batas air minum atau tidak.
Penentuan kadar klorida pada blanko menggunakan titrasi
argentometri. Titrasi argentometri ini dibedakan berdasarkan atas
indikator yang digunakan, pada percobaan ini digunakan metode Mohr
karena indikator yang digunakan adalah larutan K2CrO4.
Prinsip dari metode ini adalah reaksi pengendapan yang melibatkan
ion Ag+, dimana ion Ag+ dari AgNO3 akan bereaksi dengan ion Cl- dari
sampel membentuk garam yang tidak mudah larut, yaitu AgCl. Setelah
semua ion klorida habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan
indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat (CrO42-),
hasilnya adalah terbentuknya senyawa Ag2CrO4 yang berwarna merah
bata.
Langkah yang dilakukan adalah mengambil 25 mL aquades tidak
berwarna dengan bantuan gelas ukur 25 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 ml. kemudian ditambahkan dengan 3 tetes larutan
K2Cr2O7 5% berwarna kuning. Terjadi perubahan warna yang semula
aquades tidak berwarna menjadi berwarna kuning setelah ditambah
dengan larutan K2Cr2O7 5%. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi
menggunakan larutan AgNO3 tidak berwarna yang telah berada didalam
botol besar dengan dipasang buret digital pada mulut botol. Reaksi yang
terjadi :
AgNO3 (aq) + Cl- (aq) → AgCl (s) + NO3- (aq)
Buret digital digunakan karena hasil analisa menggunakan buret ini
sangat memuaskan. Buret digital ini digunakan untuk meneteskan
sejumlah reagen cair di dalam eksperimen yang membutuhkan presisi,
layaknya pada eksperimen titrasi. Proses titrasi berhenti ketika larutan
berubah warna dari kuning menjadi merah bata yang menandai bahwa titik
akhir titrasi telah tercapai. Terbentuknya warna merah bata ini terjadi
karena ion Cl- telah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3, lalu kelebihan
30
Ag+ bereaksi dengan Cr2O72- dari indikator K2Cr2O7 yang ditambahkan,
sehingga membentuk larutan berwarna merah bata. Reaksi yang terjadi :
31
Cl- telah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3, lalu kelebihan Ag+
bereaksi dengan Cr2O72- dari indikator K2Cr2O7 yang ditambahkan,
sehingga membentuk larutan berwarna merah bata. Reaksi yang terjadi :
2AgNO3 (aq) + K2Cr2O7 (aq) → Ag2Cr2O7 (s) + 2 KNO3 (aq)
Titik ekuivalen pada titrasi argentometri ini dicapai ketika mol Cl-
habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3 yang membentuk AgCl, namun
titik ekuivalen ini sulit untuk diamati. Oleh karena itu digunakan indikator
berupa K2Cr2O7 yang berfungsi untuk mengetahui titik akhir yang dapat
diamati dengan perubahan warna. Diusahakan titik akhir mendekati titik
ekuivalen titrasi sehingga data yang diperoleh akurat.
Kemudian dilihat dan dicatat volume AgNO3 yang dibutuhkan
hingga titik akhir titrasi tercapai pada buret digital. Volume AgNO3 ini
selanjutnya akan dimasukkan ke dalam rumus dalam menentukan kadar
klorida.
(𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜). 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐴𝑔𝑁𝑂3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑙− =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Faktor koreksi diperoleh sebesar 19,9512. Hasil ini diperoleh dengan
melakukan pembakuan larutan AgNO3 yang akan digunakan sebagai
peniter. Proses pembakuan dilakukan dengan cara 25 mL larutan NaCl
0,0141 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambah dengan 1
mL larutan kromat 5% berwarna kuning, kemudian dititrasi secara triplo.
Volume AgNO3 yang dibutuhkan dirata-rata sebagai nilai Vh. Larutan
blanko juga dibuat dengan langkah yang sama, namun yang dititrasi adalah
aquades. Larutan blanko ini dibuat sebagai faktor pengurang pada
penentuan N AgNO3. Volume AgNO3 yang dibutuhkan sebagai nilai Vb.
Kemudain dapat dihitung N AgNO3 dengan rumus :
𝑁 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑥 𝑉 𝑁𝑎𝐶𝑙
𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 =
𝑉ℎ − 𝑉𝑏
Dengan menggunakan rumus diatas, dapat diketahui N AgNO3 yang
digunakan dalam analisis kadar klorida pada beberapa sampel.
Dilakukannya pembakuan ini karena pada pembuatan larutan standar
AgNO3 pasti terdapat kesalahan dalam proses menimbang dan
32
mengencerkannya. Oleh karena itu, perlu dibakukan agar nilai kadar
klorida yang dianalisis akurat.
Normalitas AgNO3 yang diperoleh ketika proses standarisasi,
selanjutnya dimasukkan ke dalam perhitungan faktor koreksi AgNO3
dengan menggunakan rumus :
𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 35450
𝑓 𝐴𝑔𝑁𝑂3 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝐶𝑙
Faktor koreksi AgNO3 ini selanjutnya digunakan sebagai faktor pada
perhitungan kadar klorida dalam sampel yang dianalisis, sehingga kadar
klorida pada sampel air minum yang dianalisis dapat diketahui dengan
akurat. Dengan rumus :
(𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑉 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜). 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐴𝑔𝑁𝑂3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑙− =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Dari rumus diatas dapat diketahui kadar beberapa sampel air minum
yang dianalisis adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Klorida Pada Beberapa Sampel Air Minum
No sampel Klorida(mg/L)
1 10,175
2 17,956
3 21,348
4 14,963
5 7,182
6 24,939
7 29,927
8 28,730
9 25,538
10 28,331
33
4.2 Analisis kadar sulfat (SO42-)
Sulfat merupakan senyawa yang paling stabil secara kimia karena
dalam bentuk oksida paling tinggi. Sulfat di dalam lingkungan (air) dapat
berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah
industri dan limbah laboratorium. Secara ilmiah, sulfat berasal dari pelarutan
mineral yang mengandung sulfur, misalnya CaSO4.2H2O atau gips dan
kalsium sulfat anhidrat (CaSO4).
Penentuan kadar sulfat pada sampel air minum di Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Surabaya menggunakan
metode turbidimetri yang sesuai dengan SNI 6989.20.2009. Prinsip dari
metode ini adalah ion sulfat bereaksi dengan barium klorida dalam suasana
asam akan membentuk suspensi barium sulfat dengan membentuk kristal
barium sulfat yang sama besarnya diukur dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 420 nm. Semakin tinggi konsentrasi sulfat, maka semakin
keruh cairan yang bersangkutan (Mulyono, 2007).
Langkah yang dilakukan adalah :
1. Uji kadar sulfat (SO42-) pada blanko
Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding bagi air sampel untuk
mengetahui apakah air sampel yang dianalisis termasuk ke dalam syarat
batas air minum atau tidak.
Langkah yang dilakukan adalah menakar 25 mL aquades yang tidak
berwarna dengan menggunakan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan dengan 5 mL larutan buffer A
yang tidak berwarna dengan menggunakan pipet volume. Menghasilkan
campuran larutan yang tidak berwarna. kemudian ditambahkan dengan
kristal BaCl2 seujung sendok takar. Menghasilkan campuran larutan tidak
berwarna dan ada endapan putih. Lalu dilakukan pengadukan selama 5
menit untuk menyempurkan reaksi. Menghasilkan larutan agak keruh.
Reaksi yang terjadi :
SO42- (aq) + Ba2+ (aq) BaSO4 (s)
Larutan yang telah dikocok, dibaca menggunakan spektrofotometri
UV-Vis dengan panjang gelombang 420 nm.
34
Prinsip penentuan sulfat secara spektrofotometri adalah dengan
mereaksikan ion sulfat yang ada di dalam sampel air dengan larutan BaCl2,
sehingga terbentuk suspensi BaSO4. kekeruhan yang dihasilkan diukur
dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm.
2. Penentuan kadar sulfat (SO42-) pada air minum
Langkah yang dilakukan dalam penentuan kadar sulfat pada air
minum sama dengan langkah pada uji blanko. Langkah yang dilakukan
adalah menakar 25 mL sampel air minum yang tidak berwarna dengan
menggunakan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL. Ditambahkan dengan 5 mL larutan buffer A yang tidak berwarna
dengan menggunakan pipet volume. Menghasilkan campuran larutan yang
tidak berwarna. Kemudian ditambahkan dengan kristal BaCl2 seujung
sendok takar. Menghasilkan campuran larutan tidak berwarna dan ada
endapan putih. Lalu dilakukan pengadukan selama 5 menit untuk
menyempurnakan reaksi. Menghasilkan larutan agak keruh. Reaksi yang
terjadi :
SO42- (aq) + Ba2+ (aq) BaSO4 (s)
Larutan yang telah dikocok, dibaca menggunakan spektrofotometri
UV-Vis dengan panjang gelombang 420 nm. Prinsip penentuan sulfat
secara spektrofotometri adalah dengan mereaksikan ion sulfat yang ada di
dalam sampel air dengan larutan BaCl2, sehingga terbentuk suspensi
BaSO4. kekeruhan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometri pada
panjang gelombang 420 nm.
Berdasarkan persamaan regresi linear yang dihasilkan pada
pembacaan larutan standar sulfat yaitu y = 0,01012 x – 0,00274 dengan x
adalah kadar sulfat pada sampel dan y sebagai nilai absorbansi dengan R2
sebesar 0,99954 . nilai ini menunjukkan bahwa linearitas dari kurva adalah
baik dan dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi sampel air minum.
Hasil kadar sulfat pada beberapa sampel air minum yang dianalisis dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
35
Tabel 4.2. Hasil Analisis Kadar Sulfat Pada Beberapa Air Minum di
BBTKL-PP Surabaya.
No sampel Sulfat (mg/L)
1 5,0727
2 21,5264
3 94,2633
4 51,1170
5 38,8961
6 40,2999
7 41,6073
8 45,4438
9 4,7408
10 4,0531
36
Tabel 4.3. Hasil Analisis Kekeruhan pada beberapa sampel air minum di
BBTKL-PP Surabaya
No sampel Skala NTU
1 0,1
2 0,17
3 0,15
4 0,15
5 0,17
6 0,16
7 0,11
8 0,13
9 0,15
10 0,17
37
BAB V
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
Aprianti, M. 2008. Analisis Kandungan Boron, Seng, Mangan dan Sulfat dalam Air
Sungai Mesjid sebagai Air Baku PDAM Dumai. FMIPA-UR, Pekanbaru.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Alih bahasa lestari, R.
et al. safitri, A., Simarmata, L., Hardani, H.W. (eds). Erlangga, Jakarta.
Day, R. A & Underwood, A. L. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Gabriel, J.F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Hipokrates.
http://www.btklsby.go.id/ diakses pada tanggal 20 Agustus 2018
Jakaoktasano. 2012. Analisis Grafimetri Penentuan Kadar Sulfat.
http://jakaoktasanovajaka.blogspot.com/2012/02/analisis-gravimetri-
penentuan kadar sulfat.html (diakses 2012/11/19).
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik (terjemahan). Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Mulia, Ricky.M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama,
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
NN. 1988. Guidelines for Drinking Water quality (Vol 2): Belgium: World Health
Organization.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Svehla,G. 1985. “ Vogel I : Buku Teks Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro “.
Jakarta: P.T. Kalman Media Pustaka.
Svehla, G. 1990. Vogel: Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Widiarto, Sonny. 2009. Kimia Analitik. http://staff.unila.ac.id/sonnywidiarto.
Diakses pada tanggal 07 Oktober 2018.
39
STRUKTUR ORGANISASI BBTKLPP SURABAYA
KEPALA
BAGIAN
TATA
USAHA
SUBBAGIAN
SUBBAGIAN
PROGRAM DAN
UMUM
LAPORAN
SEKSI SEKSI
SEKSI TEKNOLOGI
PENGKAJIAN DAN LINGKUNGAN
LABORATORIUM
DISEMINASI BIOLOGI
KELOMPOK
INSTALASI JABATAN
FUNGSIONAL
40
DOKUMENTASI
41
Proses titrasi dengan menggunakan
4. buret digital pada analisis kadar
klorida
42
Proses pembacaan kadar sulfat
7. dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis
43