Laporan Magang Pertamina

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

OPTIMASI PENGGUNAAN CHEMICAL KOAGULAN DAN FLOKULAN


DALAM PROSES WATER TREATMENT PLANT
DI PT PERTAMINA EP – ASSET 5 TANJUNG FIELD

UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH KERJA PRAKTIK


(JBKB 389)

OLEH
NAMA : PUPUT NOVITASARI
NIM : 1611012220017

PEMBIMBING
INTERNAL : Dr. URIPTO T. SANTOSO, S.Si., M.Si
EKSTERNAL : NOVAN HENDRIWIBOWO, S.T

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

OPTIMASI PENGGUNAAN CHEMICAL KOAGULAN DAN FLOKULAN


DALAM PROSES WATER TREATMENT PLANT
DI PT PERTAMINA EP – ASSET 5 TANJUNG FIELD

Diterima dan disahkan pada Februari 2019

Peserta Kerja Praktik

Puput Novitasari
NIM. 1611012220017

Pembimbing Eksternal Pembimbing Internal

Novan Hendriwibowo, S.T Dr. Uripto T. Santoso, S.Si., M.Si


NIP. 19730727 200012 1 001

Ketua Program Studi Kimia

Azidi Irwan, S.Si., M.Si


NIP. 19690929 199502 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami munajatkan kehadirat Allah SWT yang telah


menganugerahkan kemudahan serta kelancaran dalam pelaksanaan Kerja Praktik
(KP), serta terselesaikannya penyusunan laporan kerja praktik di PT Pertamina EP
Tanjung, Kalimantan Selatan – Indonesia, yang berjudul “Optimasi Penggunaan
Chemical Koagulan dan Flokulan dalam Proses Water Treatment Plant di PT
Pertamina EP – Asset 5 Tanjung Field” dengan baik dan tepat waktu.
Terselesaikannya laporan Kerja Praktik (KP) ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan banyak pihak, maka kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Azidi Irwan, S.Si., M.Si selaku Ketuan Jurusan Program Studi kimia
FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.
2. Bapak Dr. Uripto T. Santoso, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing internal.
3. Bapak Novan Hendriwibowo, S.T selaku pembimbing eksternal.
4. Bapak Badrun Heriyadi selaku pembimbing di laboratorium.
5. Seluruh pihak yang tidak bisa kami sebutkan semua, atas bantuannya selama
proses magang dan penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan semua
ini tidak lain karena kurangnya pengamalan dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak
sebagai masukan untuk menyempurnakan laporan ini masih sangat kami
harapkan.
Akhir kata, kami berharap semoga laporan kerja praktik yang dilaksanakan di
PT Pertamina EP Tanjung, Kalimantan Selatan ini, bermanfaat bagi kita semua,
khususnya dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Ilmu
Pengetahuan Alam dan Penerapannya.

Banjarbaru, Februari 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................... 3
1.4 Manfaat ............................................................................................. 4
BAB II PROFIL PT PERTAMINA EP TANJUNG
2.1 Sejarah Singkat ................................................................................. 5
2.2 Struktur Organisasi ........................................................................... 6
2.3 Laboratorium Operasi ....................................................................... 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Proses Pengolahan Air ...................................................................... 9
3.2 Water Trearment Plant di Pertamina EP Tanjung............................ 10
3.3 Koagulasi Flokulasi .......................................................................... 11
3.4 Total Dissolve Solid .......................................................................... 15
3.4 Jartest ................................................................................................ 15
BAB IV METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1 Lokasi dan Waktu Praktik Kerja Lapangan ..................................... 17
4.2 Bentuk Kerja Praktik ........................................................................ 17
4.3 Analisis Laboratorium
4.3.1 Pengambilan Sampel .............................................................. 18

iv
4.3.2 Alat dan Bahan ....................................................................... 18
4.3.3 Analisa Sampel ....................................................................... 19
4.3.4 Interpretasi Data ..................................................................... 19
4.3.5 Prosedur Kerja ........................................................................ 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Data Hasil Pengamatan ..................................................................... 21
5.2 Pembahasan ...................................................................................... 22
5.2.1 Pengaruh Komposisi Chemical terhadap pH .......................... 23
5.2.2 Pengaruh Komposisi Chemical terhadap Turbidity................ 24
5.2.3 Pengaruh Komposisi Chemical terhadap Nilai TDS .............. 27
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 29
6.2 Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengaruh Alum & Flokulan terhadap pH, turbidity¸ dan TDS ......... 21
Tabel 2. Pengaruh PAC & Flokulan terhadap pH, turbidity, dan TDS............ 21
Tabel 3. Pengaruh Soda Ash 0,1 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS .......... 22
Tabel 4. Pengaruh Soda Ash 0 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS ............ 22

DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Pengaruh koagulan dan Flokulan terhadap pH ................................. 23
Grafik 2. Pengaruh Koagulan dan Flokulan terhadap Turbidity ...................... 25
Grafik 3. Pengaruh Soda Ash terhadap Turbidity ............................................ 26
Grafik 4. Pengaruh Koagulan dan Flokulan terhadap nilai TDS ..................... 27

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Proses Produksi Minyak Pertamina EP Tanjung ................ 2
Gambar 2. Struktur Organisasi Pertamina EP Tanjung ................................... 7
Gambar 3. Proses Pengikatan Partikel Koloid Oleh Koagulan ....................... 12
Gambar 4. Proses Pengikatan Partikel Koloid Oleh Flokulan ......................... 14

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini menjadi sebuah keharusan untuk
bersaing dalam dunia kerja dengan cara meningkatkan kualitas SDM yang
memiliki kualitas ilmu pengetahuan, kepribadian, keterampilan yang baik.
Perkembangan dunia industrialisasi di Indonesia cukup pesat, baik industri kecil
maupun besar yang dikelola oleh pihak pemerintah melalui Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau yang dikelola oleh pihak swasta. Instansi tersebut
membutuhkan tenaga-tenaga kerja yang terampil serta profesional dibidangnya,
karena sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan. Tenaga kerja yang
dimaksud adalah orang-orang yang tidak hanya menguasai teori belaka namun
juga dapat menerapkan ilmu tersebut secara efektif pada bidang pekerjaan yang
ditekuni. Sebagai mahasiswa yang mempelajari disiplin ilmu kimia, tentunya
dituntut untuk dapat mengaplikasikan ilmunya ketika memasuki dunia kerja.
Pembelajaran tidak hanya mutlak berlangsung pada perkuliahan, di luar daripada
itu masih banyak ilmu yang dapat dikaji dan gali bersama
Program Studi Kimia mempunyai visi, yaitu terwujudnya program studi yang
terkemuka dalam pelayanan Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang sains kimia
yang mendukung pengelolaan sumber daya alam Kalimantan berwawasan
lingkungan pada tahun 2025, dan dengan salah satu misinya adalah membangun
dan mengembangkan kerja sama yang mendukung pengembangan sains kimia
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan Kalimantan. Pulau
Kalimantan sendiri merupakan pulau terbesar di Indonesia yang memiliki potensi
sebagai penghasil minyak dan gas bumi, khususnya Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Adapun instansi yang sangat
berkembang dalam mengelola kekayaan migas negara, seperti eksplorasi,
eksploitasi, produksi, dan distribusinya adalah PT Pertamina EP Tanjung. Potensi
minyak di Kalimantan Selatan yang dieksploitasi sejak zaman penjajahan Belanda
adalah di Kabupaten Tabalong (Tanjung). Lapangan minyak Tanjung terdapat di
beberapa daerah. Secara umum lapangan ini dikenal dengan nama Lapangan

1
Tanjung Raya. Pertamina serta beberapa perusahaan kontraktor melakukan
kerjasama untuk meningkatkan perolehan minyak.
Salah satu komponen penting dalam produksi minyak di PT Pertamina EP
Tanjung adalah air yang diproses di Water Treatment Plant (WTP) yang diambil
dari sungai Tabalong. Air adalah salah satu senyawa yang fleksibilitasnya dapat
dimanfaatkan di berbagai bidang, termasuk di industri perminyakan. Beberapa
manfaat air di bidang ini antara lain: penambahan panas pada unit proses,
biasanya dalam bentuk kukus / steam; penghilangan panas unit proses dalam
bentuk air pendingin , biasanya dalam bentuk air pendingin pada cooling tower;
penghilangan garam dan impurities dari minyak mentah; perlindungan peralatan
dari korosi; produksi gas Hidrogen untuk menghilangkan sulfur dari bahan bakar
motor; pembersihan dan peralatan proses produksi (Guernsey, 2009).
Air dari sungai Tabalong sendiri diproses di WTP dan digunakan untuk
berbagai keperluan seperti pembersihan, perawatan peralatan, dan dialirkan ke
sumur-sumur produksi sehingga membantu untuk mendapatkan tambahan
produksi minyak.
Gambar 1. Skema proses produksi minyak Pertamina EP Tanjung

Well
WIP Well Injection Production
Sungai Tabalong

WTP Power Plant Block


Station

Filter
Utilities
FWKO
RU V Balikpapan

PPP Manunggul
S.B.II S.B.I
(Longikis) (Batu Butok)

Mixing device

2
Kualitas air di WTP perlu dikontrol agar dapat diperoleh beberapa karakteristik
yang diperlukan seperti tidak adanya padatan terlarut yang dapat menyebabkan
korosi atau pembentukan scale, tidak ada reaksi yang merugikan terhadap batuan
dan fluida reservoir, tidak ada kandungan mikroba atau bakteri yang dapat
tumbuh pesat, tidak merusak kualitas minyak, tidak ada kandungan yang
berbahaya dan merusak lingkungan, dan jumlah air yang tersedia mencukupi.
Mengingat air digunakan di hampir semua unit pemrosesan minyak, sehingga
optimasi penggunaan dan kontrol terhadap kualitas air sangat dibutuhkan untuk
menjaga kualitas produk dan keberjalanan pabrik minyak. Oleh sebab itu dalam
penelitian ini topik optimasi penggunaan chemical koagulan dan flokulan dalam
proses Water Treatment Plant cukup menarik untuk dikembangkan, yaitu
bagaimana pengaruh komposisi koagulan, flokulan terhadap turbidity, pH, dan
Total Dissolve Solid (TDS) menjadi hal pokok yang akan dipelajari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian


ini adalah bagaimana pengaruh komposisi koagulan dan flokulan terhadap
penurunan turbidity, pH, dan nilai TDS menggunakan sampel air sungai dari WTP
sebelum diproses.

1.3 Tujuan

Tujuan umum dari kegiatan kerja praktik ini adalah:


(1) Mengetahui beberapa kegiatan analisis yang melibatkan proses kimia di
Laboratorium Pertamina EP Tanjung.
(2) Mampu mengaplikasikan ilmu kimia yang diperoleh di bangku kuliah
dalam bentuk Praktik Kerja Lapangan.
Tujuan khusus dari kegiatan kerja praktik ini adalah mengetahui dan
memahami cara kerja dan tujuan mengoptimasi penggunaan chemical
koagulan dan flokulan dalam proses Water Treatment Plant, begitu juga
pengaruhnya terhadap turbidity, pH, dan nilai TDS.

3
1.4 Manfaat

Manfaat yang dicapai dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan ini adalah:
1. Mahasiswa mendapat pengalaman kerja di PT Pertamina EP Tanjung.
2. Mahasiswa mengetahui analisis basis yang dilakukan untuk penentuan
kualitas crude oil dan air di laboratorium Pertamina EP Tanjung.
3. Mahasiswa mengetahui tujuan penentuan kualitas crude oil dan air di
laboratorium Pertamina EP Tanjung .
4. Adanya hubungan kerjasama yang baik antara pihak fakultas dengan PT
Pertamina EP Tanjung.

4
BAB II
PROFIL PT PERTAMINA EP TANJUNG

2.1 Sejarah Singkat

Pertamina EP - Asset 5 Tanjung Field terletak di Kabupaten Tabalong yang


secara geografis mempunyai luas wilayah 3946 km2 dimana 99% masih berupa
hutan belukar dan sisanya merupakan perkebunan karet rakyat, sawah tadah
hujan, rawa-rawa dan padang ilalang. Visi Pertamina EP Tanjung adalah
menjadikan perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi kelas dunia.
Sedangkan misinya adalah melaksanakan pengusahaan sector hulu minyak dan
gas dengan penekanan pada aspek komersial dan operasi yang baik serta tumbuh
berkembang bersama lingkungan hidup. Perkembangan Pertamina EP - Asset 5
Tanjung Field secara kronologis adalah sebagai berikut:
1) Tahun 1898, pencarian minyak di struktur Tanjung dan pengeboran empat
sumur di struktur Warukin oleh Minjbouw Maatschappij Martapura
(Perusahaan Pertambangan Martapura-Perusahaan Belanda).
2) Tahun 1912, diambil alih oleh B.V. Dordtsche Petroleum Maatschappij
(DPM), anak perusahaan dari Royal Dutch Shell.
3) Tahun 1930, diambil alih oleh N.V. Bataafsche Petroleum Maatschappij
(BPM), anak perusahaan dari Royal Dutch Shell.
4) Tahun 1937-1939, ditemukan struktur Tanjung, Warukin, Dahor, dan
Kambitin.
5) Tahun 1942-1945, pengusahaan minyak diambil alih oleh Jepang.
6) Tahun 1945-1961, BPM mengambil alih kembali dari Jepang. Akhir tahun
1961, pipa penyalur 20” ke Balikpapan selesai dibangun dan digunakan.
7) Tahun 1961, PT Shell Indonesia melanjutkan operasi. Lapangan mulai
berproduksi (crude dikirim ke Balikpapan)
8) Tahun 1965, diambil alih oleh PN PERMINA dan kemudian berubah menjadi
PERTAMINA.
9) Tahun 1967, Struktur Tapian ditemukan.
10) Tahun 1974, bulan Januari dimulai usaha Secondary Recovery di struktur
Tanjung pada lapisan C.

5
11) Tahun 1989, struktur Dahor ditemukan.
12) 11 November 1989, kontrak JOB Enhanched Oil Recovery (EOR) Tanjung
antara 3 perusahaan PERTAMINA – SOUTHERN CROSS (Tanjung) Ltd –
BONHAM (Tanjung) Ltd selama 15 tahun.
13) 1992, terjadi pengalihan hak dan kewajiban Mitra kepada BOW VALLEY
(Tanjung).
14) 27 April 1993, pengoperasian 4 lapangan (Tapian Timur, Warukin Selatan,
Warukin Tengah, dan Kambitin) diserahkan ke JOB dan biaya yang timbul
menjadi beban PERTAMINA.
15) Agustus 1994, terjadi pengalihan hak dan kewajiban Mitra kepada Talisman
Ltd. Participating interest: PERTAMINA 50%, TALISMAN ENERGY 50%.
16) 10 November 2004, kontrak EOR dengan TALISMAN Ltd berakhir.
17) 11 November 2004 - 28 Februari 2013, lapangan Tanjung Raya dikelola oleh
PT PERTAMINA EP – UBEP TANJUNG.
18) 1 Maret 2013-sekarang, Reorganisasi di PT Pertamina EP, Lapangan Tanjung
Raya dikelola oleh PT PERTAMINA EP – Asset 5, Tanjung Field.

2.2 Struktur Organisasi

Agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien, maka diperlukan proses
penyusunan struktur organisasi dalam pengelompokan kegiatan –kegiatan kerja
yang sejenis dan saling berhubungan dapat dikerjakan bersama dan setiap individu
dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan
yang terbatas. Hal ini akan tercermin pada struktur formal organisasi dan tampak
atau ditunjukkan oleh suatu bagan organisasi. Di Pertamina EP Tanjung dipegang
oleh pimpinan tertinggi yaitu Field Manager yang membawahi bagian:
1 ) Health, Security, Safety and Environment 5) Logistik
(HSSE) 6) Administrasi
2 ) Operasi (Engineering) 7) Keuangan
3 ) Produksi
4) Teknik dan Prasarana fisik

6
STRUKTUR ORGANISASI PT PERTAMINA EP TANJUNG

Tanjung
Field Manager

Secretary

Tanjung HR Tanjung Finance Tanjung SCM Tanjung Legal & Relation ICT Operation
Assistant Assistant Manager Assistant Assistant Manager Staff
Manager Manager

Tanjung HSSE Engineering & WO/WS Production Operation Tanjung RAM


Assistant Manager Planning Assistant Manager Assistant Manager Assistant Manager
Assistant Manager

Gambar 2. Struktur Organisasi Pertamina EP Tanjung

7
2.3 Laboratorium Operasi

Laboratorium di Pertamina EP - Asset 5 Tanjung Field adalah laboratorium


operasi yang mendukung kegiatan operasinal di lapangan minyak Tanjung Raya
khususnya dalam mengatasi permasalahan operasional lapangan baik pada
pemboran, reservoir, produksi maupun lingkungan. Selain itu juga dalam upaya
mendukung program pengembangan Secondary mulai didukung oleh kerjasama
dari pengawas utama, analis hingga teknisi laboratorium.
Laboratorium di Pertamina EP - Asset 5 Tanjung Field terdiri atas dua jabatan
yaitu:
1) Pengawasan utama laboratorium (Laboratorium supervisor)
Bertanggung jawab dalam:
a) Membuat program pekerjaan laboratorium.
b) Menyusun laporan hasil penyelidikan laboratorium.
c) Menyusun anggaran belanja laboratorium.
d) Penggunaan anggaran operasi atau investasi laboratorium.
e) Pengadaan data sifat fisik produksi sumur (minyak, gas dan air).
f) Pemeliharaan peralatan laboratorium.
g) Eksperimen-eksperimen yang dilakukan untuk optimasi minyak bumi
yang dilakukan di laboratorium.
2) Analyst Laboratory
Bertanggung jawab dalam:
a) Melakukan pemeriksaan contoh-contoh air maupun fluida reservoir, bahan
kimia, padatan yang bersifat rutin dan non-rutin.
b) Mengamankan peralatan laboratorium dan administrasi laboratorium.
c) Memastikan kehandalan dan keakurasian peralatan laboratorium.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Proses Pengolahan Air

Proses pengolahan air pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga bagian
pengolahan (Reynold, 1982), yaitu:
 Pengolahan fisik, yaitu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan kotoran- kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir,
serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air. Salah satu
pengolahan fisik adalah dengan teknik filtrasi. Teknik filtrasi dapat digunakan
dengan bantuan media filter seperti pasir (misalnya: dolomit, diatomae, silica,
antrasit), senyawa kimia atau mineral (misalnya: kapur, zeolite, karbon aktif,
resin, ion exchange), membran (osmosis, RO, dialysis, ultrafiltrasi), biofilter
atau teknik filtrasi lainnya.
 Pengolahan kimia, yaitu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat
kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Penambahan bahan
kimia tersebut berupa:
a. Koagulan
Koagulan yang dibutuhkan pada proses pengolahan air minum bertujuan
untuk membentuk flok-flok dari partikel-partikel tersuspensi dan koloid yang
tidak terendap. Teknik koagulasi dapat diterapkan dengan bantuan koagulan
kimia seperti Polielektrolit (misalnya: PAC atau Poly Aluminium Chloride,
PAS atau Poly Aluminium Sulfate), garam Aluminat (misalnya: Alum, Tawas),
garam Fe, kitin, dan sebagainya. Untuk Floakulasi dapat digunakan polimer
kationik, anionik, atau nonionik. Sedangkan untuk pengendapan dapat
digunakan teknologi buffle, settler, lumpur aktif, aerasi, dan lain-lain. Untuk
perlakuan yang optimal teknik tersebut dapat digabung.
b. Bahan netralisir
Pembubuhan alkali dimaksudkan untuk menetralkan pH, karena pada
umumnya pH akan turun setelah pembubuhan koagulan yang bersifat asam.
Pembubuhan alkali diperlukan bila air baku yang diolah memiliki kadar
alkalinitas rendah.

9
c. Desinfektan
Bertujuan untuk membunuh bahan patogen yang masih terdapat dalam air
yang sudah melalui tahap filter. Desinfektan yang digunakan adalah substansi
kimia yang merupakan oksidator kuat seperti klor dan kaporit.
 Pengolahan bakteriologis, yaitu tingkat pengolahan untuk membunuh atau
memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung didalam air.

3.2 Water Treatment Plant di Pertamina EP Tanjung

Water Treatment Plant atau lebih populer dengan akronim WTP adalah
bangunan utama pengolahan air bersih (Fandeli, 1995). Fandeli Chafid juga
menerangkan bahwa secara umum bangunan WTP terdiri dari 4 bagian, yaitu :
bak koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi.
Sedangkan urutan pengolahan Air Sungai di Water Treatment Plant (WTP) PT
Pertamina EP Tanjung, adalah sebagai berikut:
1.) Air diangkut dari sungai dengan pompa-pompa penyedot air sungai multistage
vertical centrifugal. Pompa-pompa tersebut dipasang pada struktur baja
lengkap dengan sebuah sumur pengendap untuk menyaring partikel-partikel
yang berkirang lebih besar daripada 25 mm (1 inci) untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada pompa-pompa penyedot.
2.) Penapis (Strainer) yang dilengkapi dengan pembersih terdapat pada saluran
buang pompa. Pompa tersebut dilapisi dengan saringan anyaman kawat 40 x 40
untuk menyaring lagi endapan. Lumpur yang halus sebelum air dimasukkan ke
dalam penjernih air sungai (River Water Clarifier).
3.) Air yang telah dipisahkan dialirkan ke kotak pembagi (Splitter Box) yang
dilengkapi dengan akat pengatur (Adjustable Weir Plate) yang dapat
menyeimbangkan aliran kedua penjernih air sungai.
4.) Sebelum air memasuki penjernih (clarifer), ditambahkan bahan-bahan kimia
berikut untuk membantu proses penjernihan yaitu:
a. Tawas: Untuk menstabilkan dan menggumpalkan partikel halus.
b. Soda Abu/Natrium Carbonate (Na2CO3): Untuk mengembalikan alkalinitas
yang terpakai oleh tawas dan untuk mempertahankan pH air diatas/sama
dengan 7 satuan.

10
c. Polimer: Untuk memperbaiki flokulasi partikel-partikel yang lebih halus
yang diperlukan untuk meniadakan turbidity.
d. Kaporit: Untuk mengembalikan jasad renik/pertumbuhan jamur.
5.) Dari penjernih, air mengalir ke tangki air penjernih (Clarifier Water Tank)
dengan gravitasi. Kaporit diinjeksikan ke dalam air yang sudah diolah
sebelum air tersebut masuk ke dalam tangki air jernih. Tangki ini berkapasitas
10.000 barel. Bagian dari tangki ini diberi alur untuk memberikan waktu
kepada kaporit membunuh pertumbuhan jasad renik.
6.) Dari tangki air jernih, air olahan tersebut dipompakan ke filter air bersih
(Fresh Water Filter). Filter air bersih ini berjenis multimedia dengan lapisan-
lapisan pasir dan antrasit yang didukung oleh kerikil yang bertingkat-tingkat
ukurannya.
7.) Air dari filter diperiksa kejernihannya (turbidity) sebelum mencapai dearator
(Pemisah Udara)
8.) Setelah kualitas air memuaskan, air dimasukkan ke dalam pemisahan udara
(Deaerator) dengan membuka kerangan stream flow utama yang pada saat yang
bersamaan menutup kerangan bypass.
(Hadi, 2002).

3.3 Koagulasi Flokulasi

Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid.
Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit
ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air yang akan
diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan
pengadukan secara cepat. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat
dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan
yang umum dipakai adalah aluminium sulfate, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
 Koagulasi
Air mengandung partikel-partikel koloid yang terlalu ringan untuk mengendap
dalam waktu singkat. Partikel-partikel koloid tersebut tidak dapat menyatu
menjadi partikel yang lebih besar karena pada umumnya partikel-partikel tersebut

11
bermuatan elektris yang sama, sehingga dibutuhkan penambahan bahan kimia
seperti koagulan yang dapat mendestabilkan partikel-partikel koloidal. Koagulasi
adalah proses adsorpsi dari koagulan terhadap partikel koloid sehingga
menyebabkan destabilisasi partikel. Proses ini biasa disebut proses netralisasi
(Russel, 1989).
Gambar 3. Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan (CG)

Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan


logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam
hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang
dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat
kimia alkali, ozone, dan potassium permanganate, tidak optimal karena tidak
mengalami reaksi hidrolisis (Sutrisno, 1991).
Koagulan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Alum dan PAC.
Adapun karakteristik koagulan Alum dan PAC adalah sebagai berikut.
1. Tawas atau alum, Al2(SO4)3.14H2O (dalam bentuk batuan, serbuk, cairan)
Aluminium Sulfat (Tawas) adalah koagulan primer yang efektif berdasarkan
aluminium trivalen. Koagulan ini bekerja dengan menetralkan muatan negatif
pada zat tersuspensi dan zat koloid untuk menghasilkan flok padat yang sesuai
agar mudah dihilangkan baik dengan proses pemisahan atau pengapungan dan
meningkatkan pencernaan lumpur dan pengeringan yang lebih efisien. Massa jenis
alum adalah 480 kg/m3, dengan kadar air 11 – 17 %. Dosis alum dapat dikurangi
dengan cara: penurunan kekeruhan air baku, filtrasi langsung untuk kekeruhan
<50 NTU, penambahan polimer, dan penyesuaian pH optimum (6.0 – 8.0).
Aluminium sulfate memerlukan alkalinitas (seperti kalsium bikarbonat) dalam air
agar terbentuk flok :
Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH)3 + CaSO4 + 18H2O + 6CO2
CaSO4 + Na2CO3 → CaCO3 + Na2SO4

12
Bila alkalinitas alamnya kurang, perlu dilakukan penambahan Ca(OH)2 :
Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2O
Alternatif lain adalah penambahan NaCO3 yang relatif lebih mahal (Al-layla,
1998).
Dua faktor yang penting dalam proses koagulasi terutama pada saat
penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum
koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Kisaran pH
optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai
kisarannya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi ( Cornwell, 1998 ).
2. PAC
PAC adalah polimer aluminium yang merupakan jenis koagulan baru sebagai
hasil riset dan pengembangan teknologi pengolahan air. Sebagai unsur dasarnya
adalah aluminium dan aluminium ini berhubungan dengan unsur lain membentuk
unit yang berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang.
Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan
menjembatani partikel–partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung lebih
efisien. Koagulan-koagulan ini merupakan koagulan-koagulan yang efektif untuk
menghilangkan zat tersuspensi mikroskopik dengan cepat atas rentang kekeruhan,
suhu dan pH yang luas sebagaimana didapati dalam air permukaan alami.
Koagulan-koagulan ini juga efektif untuk mengusir alga. Koagulan-koagulan ini
serupa dengan tawas, dengan beberapa perbedaan penting:
- Sebagian dinetralisasi terlebih dahulu (kebasaan lebih tinggi daripada
tawas)
- Mengandung Cl dan bukan SO4
- Mengandung hingga 3 kali kandungan aluminium
PAC memiliki rantai polimer yang panjang, muatan listrik positif yang tinggi
dan memiliki berat molekul yang besar, PAC memiliki koefisien yang tinggi
sehingga dapat memperkecil flok dalam air yang dijernihkan meski dalam dosis
yang berlebihan (Setyaningsih, 2000).
 Flokulasi
Flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan partikel-partikel yang
tidak stabil setelah proses koagulasi melalui proses pengadukan (stirring) lambat

13
sehingga terbentuk gumpalan atau flok yang dapat diendapkan atau disaring pada
proses pengolahan selanjutnya (Hadi, 1997). Flokulasi merupakan proses
pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan pengelompokan/ aglomerasi
antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukan lambat atau
slow mixing). Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel
menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah
diendapkan.
Gambar 4. Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan

Tujuan dilakukan flokulasi pada air selain lanjutan dari proses koagulasi adalah
(Eckenfelder, 2000) :
- Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan
fisik.
- Memperlancar proses conditioning air.
- Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
- Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam
filtrasi.
Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses
koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok
lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi (Eckenfelder,
2000). Penggoyahan partikel koloid ini akan terjadi apabila elektrolit yang
ditambahkan dapat diserap oleh partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi
netral. Penetralan muatan partikel oleh koagulan hanya mungkin terjadi jika
muatan partikel mempunyai konsentrasi yang cukup kuat untuk mengadakan gaya
tarik menarik antar partikel koloid. Proses flokulasi berlangsung dengan
pengadukan lambat agar campuran dapat membentuk flok-flok yang berukuran

14
lebih besar dan dapat mengendap dengan cepat. Keefektifan proses ini tergantung
pada konsentrasi serta jenis koagulan dan flokulan, pH dan suhu (Pusteklim,
2007).

3.4 Total Dissolve Solid

Kandungan material padatan di perairan dapat diukur berdasarkan padatan


terlarut total (Total Dissolve Solid (TDS) dan padatan tersuspensi total (Total
Suspended Solid (TSS). Namun pada penelitian hanya digunakan pengukuran
TDS. TDS mengandung berbagai zat terlarut (baik itu zat organik, anorganik, atau
material lainnya) dengan diameter < 10-3 μm yang terdapat pada sebuah larutan
yang terlarut dalam air (Mukhtasor, 2007).
 Perbedaan TDS dan TSS
TDS merupakan padatan yang terlarut dalam larutan baik berupa zat organik
maupun anorganik. Sedangkan TSS merupakan padatan yang terdapat pada
larutan namun tidak terlarut, dapat menyebabkan larutan menjadi keruh, dan tidak
dapat langsung mengendap pada dasar larutan.

3.5 Jartest

Menurut Russel (1989), Jartest adalah rangkaian test untuk mengevaluasi


proses-proses koagulasi dan flokulasi serta menentukan dosis pemakaian bahan
kimia. Jartest bertujuan untuk mengoptimalkan pengurangan polutan dengan cara
mengevaluasi koagulan dan flokulan, menentukan dosis bahan kimia, dan mencari
pH yang optimal. Pada proses koagulasi, Jartest digunakan untuk mencari bahan
kimia yang cocok untuk air tertentu dan dosis yang dibutuhkan untuk memperoleh
hasil yang optimal. Proses koagulasi ini dengan pengadukan cepat supaya terjadi
turbulensi yang baik agar bahan kimia dapat menangkap partikel-partikel koloid.
Pengadukan cepat hanya dilakukan sebentar saja ± 30-60 detik.
Setelah selesai dengan proses koagulasi, proses yang terjadi dilanjutkan pada
tahap ke-dua yaitu proses flokulasi dimana terjadi penggabungan partikel-partikel
yang tidak stabil sehingga membentuk flok yang lebih besar dan lebih cepat
dipisahkan. Sering kali flok yang terbentuk tidak begitu bagus sehingga
dibutuhkan bahan kimia tambahan yang dapat membantu penggabungan flok-flok

15
tersebut sehingga menjadi flok yang lebih besar. Flokulasi dilakukan pada
pengadukan lambat dengan waktu 5-30 menit.
Selanjutnya adalah proses presipitasi. Presipitasi adalah proses pengendapan
dari garam-garam solid yang terbentuk karena adanya reaksi kimia. Presipitasi
biasanya untuk penurunan logam berat. Pada presipitasi ini Jartest digunakan
untuk mencari kondisi optimum dimana pada kondisi ini diharapkan logam-logam
berat yang ada di air dapat diendapkan bersama-sama.
Kemudian proses oksidasi dan desinfektan. Pada proses oksidasi mangan dan
besi maupun desinfektan perlu dilakukan Jartest untuk menentukan dosis yang
dipakai agar tidak terlalu banyak sisa klor yang masih tertinggal. Jumlah
desinfektan yang tertinggal dalam air untuk dosis tertentu dapat merusak
kehidupan mahluk hidup lainnya yang sebenarnya bukan tujuan untuk
dihilangkan, dalam industri sisa klor yang berlebihan dapat merusak system
penukar ion dengan menutup pori-pori resin penukar ion.

16
BAB IV
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Lokasi dan Waktu Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan di Fungsi Engineering and


Planning bagian laboratorium PT Pertamina EP Asset 5 Tanjung Field, Jln.
Minyak No. 1, Murung Pudak, Tanjung, Kalimantan Selatan, Indonesia, pada
tanggal 14 Januari 2019 -15 Februari 2019. Kerja Praktik dimulai dari pukul 07.00
- 16.00 WITA pada hari kerja Senin sampai Jumat.

4.2 Bentuk Kerja Praktik

Kegiatan yang dilakukan selama kerja praktik ini yaitu berupa kegiatan
magang dimana mahasiswa ikut melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh
staf laboratorium khususnya dalam menganilisis sampel crude oil. Kegiatan kerja
praktik mahasiswa meliputi pemeriksaan sampel crude oil di laboratorium dan
kunjungan tempat pengambilan sampel crude oil di lapangan, namun lebih
menekankan kepada analisis sampel crude oil yang rutin di tempat kerja. Hasil
analisis ini digunakan sebagai evaluasi secara berkala terhadap kualitas produk
sampel untuk dilakukan proses selanjutnya.
Kegiatan kerja praktik mahasiswa dilakukan untuk memperoleh berbagai
informasi dan analisis kualitas sampel dari berbagai sumber serta merasakan
kondisi dunia kerja. Mahasiswa juga melakukan tugas penelitian sebagai salah
satu syarat mata kuliah praktik kerja lapangan, dengan topik sesuai analisa yang
dilakukan di tempat kerja. Mahasiswa dibimbing oleh pembimbing eksternal,
sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan dalam kegiatan rutin di
laboratorium, dan dalam kegiatannya mahasiswa tidak bisa lepaas dari staf
laboratorium yang membantu mahasiswa dalam melakukan analisis di
laboratorium.

17
4.3 Analisis Laboratorium

4.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan Sampel dilakukan pada tanggal 29 Januari 2019 dan 4


Februari 2019, dengan titik pengambilan sampel di Water Treatment Plant (WTP)
yang masih berupa air sungai (sebelum diproses). Air tidak diambil langsung di
sungai dikarenakan kondisi lokasi pengambilan yang tidak memungkinkan. Air
dari proses WTP tersebut selanjutnya didistribusikan dan diinjeksikan ke dalam
sumur-sumur injeksi untuk mendorong minyak yang terperangkap di dalam
batuan sumur-sumur injeksi untuk reservoir agar terbawa hingga ke sumur-sumur
produksi. Selain itu, air dari WTP juga didistribusikan ke rumah-rumah warga
sekitar.

4.3.2 Alat dan Bahan

a. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: gelas ukur, beaker glass,
batang pengaduk, sudip, jartest, neraca analitik, turbidimeter, pH meter.

b. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: akuades, soda ash
/natrium carbonate (Na2CO3), kaporit. Dalam penelitian ini, koagulan yang
digunakan adalah aluminium sulfate dan poly aluminium chloride dengan dosis 1,
3, 5, 7, dan 10 (mg/L). Flokulan yang digunakan adalah flokulan anionik
Polyacrylamide dengan dosis 1, 3, 5, 7, dan 10 (mg/L). Pemilihan koagulan dan
flokulan tersebut didasarkan pertimbangan (Eckenfelder, 2000) :
1. Jenis koagulan dan flokulan tersebut sesuai untuk pengolahan air
2. Jenis koagulan dan flokulan tersebut memiliki kemampuan untuk mereduksi air
dengan efektif.
3. Mudah diperoleh di pasaran.
4. Harganya ekonomis dalam proses pengolahan air.
5. Ramah lingkungan.

18
Parameter yang diamati adalah persentase penurunan nilai turbidity air sungai,
pH, dan nilai TDS.

4.3.3 Analisa Sampel

Analisa sampel sebelum proses meliputi: pH, turbidity dan TDS

4.3.4 Interpretasi Data

Data penelitian disampaikan dalam bentuk tabel dan grafik.

4.3.3 Prosedur Kerja

a. Pengukuran pH dan TDS

Metode pengukuran pH dengan pH meter mengacu pada SNI 06-6989-11-2004


Larutan uji
- disiapkan
- dikalibrasi pH meter
Akuades
- dibilas elektroda dan dikeringkan dengan tisu
Larutan uji

- dibilas elektroda pH dan TDS


- dicelupkan elektroda
- ditunggu hingga pembacaan stabil
- dicatat angka pembacaan pada pH meter
Hasil

b. Pengukuran Turbidity

Larutan uji

- disiapkan
- dinyalakan alat turbidimeter dengan menekan tombol
On/Off dan dilakukan kalibrasi
- diisikan ke kuvet yang sudah bersih dan kering
- dibersihkan bagian luar kuvet dengan tisu
- dimasukkan kuvet ke dalam alat turbidimeter lalu tekan
”read”
- dibaca dan dicatat hasil pengujian
Akuades
- dibilas kuvet
- dimatikan alat turbidimeter dengan menekan tombol
On/Off
Hasil
19
c. Prosedur Analisis menggunakan Jartest

Metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara Jar mengacu pada SNI 19-
6449-2000.
Larutan uji
- dimasukkan volume contoh uji yang sama (500 ml) ke
dalam masing-masing gelas kimia
- diukur pH, turbidity, dan TDS
- ditempatkan gelas hingga baling-baling pengaduk
berada 6,4 mm (min) dari dinding gelas
Koagulan (PAC; Alum)
- ditambahkan dengan konsentrasi masing-masing 1, 3, 5,
7, dan 10 (ppm)
Soda ash (Na2CO3)
- ditambahkan sebanyak 1 ml (2 ppm)
- dioperasikan pengaduk multi posisi pada pengadukan
cepat dengan kecepatan 120 rpm selama 1 menit
Kaporit
- ditambahkan sebanyak 1,5 ml (3 ppm)
- dikurangi kecepatan mejadi 45 rpm selama 1 menit
Flokulan (polyacrylamide)
- ditambahkan dengan konsentrasi masing-masing 1, 3, 5,
7, dan 10 (ppm)
- dioperasikan pengadukan lambat dengan kecepatan 45
rpm selama 20 menit untuk menjaga keseragaman
partikel flok yang terlarut
- diangkat baling-baling setelah pengadukan lambat
selesai dan diamati pengendapan partikel flok
- didiamkan selama 15 menit agar mengendap
- diukur pH, turbidity, dan TDS
Hasil

20
BAB V
PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK

5.1 Data Hasil Pengamatan

Pengaruh koagulan dan flokulan pada air sungai Tabalong sebelum dan
sesudah treatment terhadap pH, turbidity, dan TDS, dengan pH awal 7.55,
turbidity 26.5 NTU, dan TDS 64.0 mg/L.
Tabel 1. Pengaruh koagulan (aluminium sulfate) dan flokulan terhadap pH, turbidity, dan TDS.

Parameter pH Turbidity TDS


Koagulan Flokulan Sesudah Persen (%) Sesudah Persen (%) Sebelum Sesudah
(mg/L) (mg/L) treatment penurunan treatment penurunan (mg/L) (mg/L)
(NTU)
1 1 7.32 3,04 18.8 29,06 64.0 62.5
3 3 7.25 3,97 13.4 49,43 64.0 62.9
5 5 7.30 3,31 12.1 54,34 64.0 63.3
7 7 7.43 1,58 11.8 55,47 64.0 64.8
10 10 7.24 4,10 8.26 68,83 64.0 68.1

Tabel 2. Pengaruh koagulan (PAC) dan flokulan terhadap pH, turbidity, dan TDS.

Parameter pH Turbidity TDS


Koagulan Flokulan Sesudah Persen (%) Sesudah Persen (%) Sebelum Sesudah
(mg/L) (mg/L) treatment penurunan treatment penurunan (mg/L) (mg/L)
(NTU)
1 1 7.33 2,91 16.9 36,22 64.0 62.8
3 3 7.32 3,04 13.9 47,55 64.0 67.8
5 5 7.35 2,64 11.1 58,11 64.0 65.9
7 7 7.09 6,09 7.60 71,32 64.0 66.6
10 10 7.04 6,75 3.80 85,66 64.0 69.1

21
Pengaruh soda ash pada air sungai Tabalong sebelum dan sesudah treatment
terhadap pH, turbidity, dan TDS, dengan pH awal 7.28, turbidity 105 NTU, dan
TDS 52.9 mg/L.
Tabel 3. Pengaruh soda ash (Na2CO3) 0,1 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS.

Jenis Parameter pH Turbidity TDS


Koagulan Koagulan Flokulan Sesudah Persen (%) Sesudah Persen (%) Sebelum Sesudah
(mg/L) (mg/L) treatment penurunan treatment penurunan (mg/L) (mg/L)
(NTU)
PAC 10 10 7,27 0,14 20,6 80,4 52,9 59,9
Alum 10 10 7,18 1,4 43,0 59,0 52,9 58,6

Tabel 4. Pengaruh soda ash (Na2CO3) 0 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS.

Jenis Parameter pH Turbidity TDS


Koagulan Koagulan Flokulan Sesudah Persen (%) Sesudah Persen (%) Sebelum Sesudah
(mg/L) (mg/L) treatment penurunan treatment penurunan (mg/L) (mg/L)
(NTU)
PAC 10 10 7,28 0 22,4 82,6 52,9 60,4
Alum 10 10 7,28 0,9 38,4 66,6 52,9 58,7

5.2 Pembahasan

Air di WTP yang diperoleh dari sungai Tabalong merupakan salah satu
komponen penting dalam proses produksi minyak di Pertamina EP Tanjung. Oleh
karena itu mengoptimasi penggunaan chemical koagulan dan flokulan dalam
proses Water Treatment Plant merupakan tahap penting agar diperoleh hasil yang
optimal. Kualitas air di WTP perlu dikontrol agar dapat diperoleh beberapa
karakteristik yang diperlukan seperti: tidak adanya padatan terlarut yang dapat
menyebabkan korosi atau pembentukan scale, tidak ada reaksi yang merugikan
terhadap batuan dan fluida reservoir, tidak ada kandungan mikroba atau bakteri
yang dapat tumbuh pesat, tidak merusak kualitas minyak, tidak ada kandungan
yang berbahaya dan merusak lingkungan, dan jumlah air yang tersedia
mencukupi.

22
5.2.1 Pengaruh Komposisi Flokulan Dan Koagulan Terhadap Penurunan pH

Kisaran pH optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi
yang memadai kisarannya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi.
Sedangkan rentang pH untuk PAC adalah 6 – 9, sehingga bila pada kondisi
pencampuran pH dibawah 5.0 untuk alum dan dibawah 6 untuk PAC, maka reaksi
koagulasi ini akan berlangsung kurang optimal. Kurang optimalnya proses
koagulasi flokulasi pada pH rendah menunjukan bahwa koagulasi sangat
dipengaruhi pH. Oleh karena itu penambahan alkali seperti Na2CO3 mutlak
diperlukan untuk mempertahankan pH agar tetap berada dalam batas daerah yang
baik untuk koagulasi. Seperti halnya koagulan, flokulan juga flokulan anionik
yang dipergunakan juga dipengaruhi oleh pH. Pada pH 7 flokulan ini bekerja
optimal dalam menetralisir muatan listrik pada permukaan partikel-partikel koloid
yang secara terus menerus akan membentuk flok yang kuat mengikat partikel-
partikel koloid dalam air. Analisis sampel air sungai didapat pH mula-mula
sebesar 7,55. Nilai pH air sungai hasil penjernihan akan semakin rendah dengan
bertambahnya kadar koagulan. Hal ini disebabkan semakin besar kadar koagulan
yang ditambahkan dalam sampel air, semakin banyak ion H+ yang dilepaskan
dalam air. Hal ini dapat dijelaskan melalui reaksi sebagai berikut:
[Al2(OH)3]3+ + 3H2O → 2Al(OH)3 +3H+
Waktu pengadukan tidak mempengaruhi nilai pH larutan. Demikian pula dengan
kecepatan pengadukan. Penambahan koagulan PAC atau Alum akan
mempengaruhi pH air, semakin banyak dosis koagulan yang diberikan maka pH
akan mengalami penurunan.
Grafik 1. Pengaruh koagulan dan flokulan terhadap pH

23
Dari grafik 1 dapat dilihat perbedaan penurunan nilai pH dari masing-masing
koagulan. Koagulan PAC pada dosis optimum 10 ppm memiliki nilai pH 7,04
sedangkan koagulan alum pada dosis optimum 10 ppm memiliki nilai pH 7,24.
Pada dosis 1, 3, dan 5 ppm terlihat bahwa air hasil olahan dengan menggunakan
koagulan alum memiliki pH yang lebih rendah dibanding PAC. Menurut Murray
(1999), hal ini disebabkan karena alum dapat terhidrolisis dan mudah terionisasi
dalam air, sedangkan PAC dalam air akan terhidrolisis membentuk flok dan ion
klorida yang terlepas akan bergabung dengan flok, sehingga terhindar dari
terbentuknya HCl sebagai produk samping yang dapat menurunkan pH.
Penurunan pH tersebut disebabkan karena adanya reaksi sebagai berikut:
Al2(SO4)3 + 6H2O → 2Al(OH)3↓+ 3H2SO4
3H2SO4 → 6H+ + 3SO42-
Berdasarkan reaksi tersebut, terlihat bahwa penambahan koagulan alumunium
sulfat ke dalam air menyebabkan reaksi hidrolisis yang disertai pelepasan ion
hidrogen sehingga terjadi penurunan pH air. Pada grafik 1, penurunan pH terlihat
tidak stabil. Apabila pH tinggi atau dikatakan kekurangan dosis maka air akan
nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna.
Akan tetapi apabila pH terlalu rendah atau dikatakan kelebihan dosis, maka air
akan tampak keputih-putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang
cenderung berwarna putih (Keenam, 1980). Namun kondisi pH air hasil treatment
ini masih berada dalam kisaran netral yaitu 6-9.

5.2.2 Pengaruh Komposisi Flokulan Dan Koagulan Terhadap Penurunan


Turbidity

Salah satu pengganggu kualitas air adalah tingginya turbidity. Turbidity


adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur
keadaan air baku dengan skala NTU (nephelometrix turbidity unit) atau JTU
(jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit), kekeruhan ini
disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Partikel
yang sangat kecil dengan ukuran kurang dari 5 mm disebut dengan partikel koloid
dan sulit mengendap.

24
Grafik 2. Pengaruh koagulan dan flokulan terhadap turbidity

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada konsentrasi flokulan dan


koagulan sebesar 10 ppm, memberikan hasil yang terbaik terhadap penyisihan
kekeruhan / turbidity yaitu mencapai 85,66% untuk koagulan PAC dan 68,83 %
untuk penggunaan koagulan alum. Dengan demikian komposisi yang paling baik
pada proses pengendapan flok untuk penyisihan kekeruhan pada air sungai yang
akan diproses di ‘Water Treatment Plant’ adalah 10 ppm koagulan dan 10 ppm
flokulan. Sedangkan pada konsentrasi flokulan dan koagulan sebesar 1 ppm,
presentase penyisihan kekeruhan untuk koagulan PAC adalah 36,22 % dan untuk
penggunaan koagulan Alum adalah sebesar 29,06 %. Pada komposisi koagulan
dan flokulan sebesar 1 ppm, flok – flok yang terbentuk dalam wadah belum
mengendap secara sempurna sehingga presentase penurunan kekeruhan yang
dicapai pada komposisi ini sangat sedikit dan effluent yang dihasilkan masih
keruh. seiring bertambahnya koagulan dan flokulan yang ditambahkan ke dalam
air maka jumlah zat kimia yang mampu mereduksi muatan listrik pada permukaan
partikel-partikel koloid bertambah juga sehingga membuat gaya tolak menolak
antar partikel koloid air akan melemah sehingga partikel akan berdekatan
bergabung membentuk flok, kondisi ini akan mencapai kondisi optimum dimana
penambahan koagulan dan flokulan tidak akan menimbulkan endapan tapi malah
memecah endapan karena pada kondisi tersebut jumlah koagulan dan flokulan
yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya deflokulasi atau restabilisasi koloid
karena adanya gaya tolak menolak antar muatan positif partikel.
PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan alum, karena senyawa
yang terdapat di dalam PAC lebih banyak berikatan dengan partikel yang

25
membentuk flok dibandingkan dengan Aluminium Sulfate. PAC memiliki rumus
kimia Alm(OH)nCl(3m-n) dimana senyawa Al2O3 pada PAC tersebut ketika
berikatan dengan air akan membentuk reaksi yang cepat dan menghasilkan garam
dan asam yang mengakibatkan penurunan kekeruhan sangat cepat sehingga
dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat
mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai
sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel – partikel koloid tersebut
saling mendekat ( gaya tarik menarik kovalen ) dan membentuk gumpalan / massa
yang lebih besar. PAC dapat digunakan tanpa penggunaan bahan netralisasi
seperti soda ash, karena dalam reaksinya terbentuk senyawa asam dan basa
sekaligus. Reaksi itulah yang menyebabkan PAC dapat berikatan dengan partikel
dalam air dengan cepat.
Berdasarkan grafik 2 diatas dapat dilihat dengan pemberian dosis yang sama
dengan kekeruhan yang sama menyebabkan persentase penyisihan yang berbeda
juga. Dalam hal ini persentase penyisihan dengan PAC lebih tinggi dibandingkan
dengan Aluminium Sulfate. Kemudian untuk melihat bagaimana jika konsentrasi
soda ash diturunkan, maka dibuat penambahan soda ash dengan konsentrasi 0,1
ppm dan tanpa soda ash pada variasi koagulan flokulan 10 ppm (konsentrasi
optimum pada percobaan sebelumnya). Berikut hasil yang diperoleh:
Grafik 3. Pengaruh soda ash terhadap turbidity, dengan turbidity awal 105 NTU

Dari grafik 3, dapat dilihat bahwa penyisihan kekeruhan tanpa menggunakan soda
ash pada PAC didapatkan penurunan sebesar 82,6% sedangkan untuk Aluminium

26
Sulfate sebesar 66,6%. Jika dibandingkan antara PAC dan Aluminium sulfatee
maka PAC memiliki persentase penyisihan sebesar 16% lebih besar dibandingkan
dengan Aluminium sulfate. Dapat dilihat juga bahwa penyisihan kekeruhan
dengan menggunakan soda ash 0,1 ppm pada PAC sebesar 80,4% sedangkan
untuk Aluminium Sulfatee sebesar 59%. Jika dibandingkan antara PAC dan
Aluminium sulfate maka PAC memiliki persentase penyisihan sebesar 21% lebih
besar dibandingkan dengan Aluminium sulfate. Dari grafik 3 menunjukkan bahwa
penambahan soda ash pada PAC tidak berpengaruh besar, hal ini membuktikan
bahwa PAC dapat digunakan tanpa penggunaan bahan netralisasi seperti soda ash,
karena dalam reaksinya terbentuk senyawa asam dan basa sekaligus. Sehingga
dapat disimpulkan koagulan PAC efisien digunakan dibandingkan dengan
Aluminium Sulfate.

5.2.3 Pengaruh Komposisi Flokulan dan Koagulan terhadap Nilai TDS

Dengan bertambahnya kadar koagulan dan flokulan, nilai TDS akan


semakin kecil sampai karena semakin banyak pengotor-pengotor dalam air yang
dinetralkan oleh kogulan. Tetapi ketika kadar koagulan yang ditambahkan
berlebih, maka akan terjadi deflokulasi, sehingga akan terbentuk kembali partikel
koloid dalam air, hal ini memungkinkan nilai TDS menjadi semakin besar.
Grafik 4. Pengaruh koagulan dan flokulan terhadap nilai TDS

Grafik 4 menunjukkan bahwa setelah dilakukan proses koagulasi dan


flokulasi dengan penambahan aluminium sulfat dan PAC, kandungan TDS dalam

27
air lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum proses koagulasi dan flokulasi. Hal
ini terjadi karena reaksi hidrolisis yang melepaskan SO42- (untuk aluminium
sulfat) dan Cl- (untuk PAC). Dimungkinkan juga terjadi karena dengan
penambahan koagulan ke dalam air menyebabkan aktifnya muatan listrik di
sekitar permukaan partikel koagulan. Partikel-partikel positif air yang tidak
membentuk flok saling tolak menolak di antara partikel koloidal. Menurut
Sukardjo (1985), gerakan partikel koloid akibat adanya medan listrik disebut
elektroforesis. Bila pemakaian medan listrik partikel-partikel koloid ditahan tetap
pada tempatnya, maka pelarut akan bergerak ke arah lawan dari gerakan partikel
dalam elektroforesis. Stabilitas partikel-partikel koloid, terutama disebabkan
karena partikel-partikel ini bermuatan listrik sama. Muatan yang sama selalu tolak
menolak, hal ini yang menyebabkan nilai TDS air meningkat. TDS sendiri
merupakan padatan yang terlarut dalam larutan baik berupa zat organik maupun
anorganik, sehingga lebih sulit dikontrol menggunakan koagulan flokulan,
dibandingkan dengan TSS yang merupakan padatan yang terdapat pada larutan
namun tidak terlarut, dapat menyebabkan larutan menjadi keruh, dan tidak dapat
langsung mengendap pada dasar larutan.

28
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari analisis optimasi penggunaan chemical koagulan dan


flokulan pada air sungai adalah :
1. Nilai pH air sungai hasil penjernihan akan semakin rendah dengan
bertambahnya kadar koagulan. Hal ini disebabkan semakin besar kadar
koagulan yang ditambahkan dalam sampel air, semakin banyak ion H+ yang
dilepaskan dalam air.
2. Koagulan PAC dapat menurunkan kekeruhan air sungai, juga pembentukan
flok yang lebih cepat dibandingkan koagulan Aluminium Sulfate karena
PAC memiliki muatan listrik positif yang tinggi sehingga PAC dapat
dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat
mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel
sampai sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel – partikel koloid
tersebut saling mendekat ( gaya tarik menarik kovalen ) dan membentuk
gumpalan / massa yamg lebih besar.
3. Hasil percobaan menunjukkan setelah dilakukan proses koagulasi dan
flokulasi dengan penambahan aluminium sulfat dan PAC, kandungan TDS
dalam air lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum proses koagulasi dan
flokulasi. Kenaikan nilai TDS terjadi karena partikel-partikel ini bermuatan
listrik yang sama, sedangkan muatan yang sama selalu tolak menolak, hal
ini yang menyebabkan nilai TDS air sungai meningkat.

6.2 Saran

Disarankan untuk pemeriksaan turbidity air sungai pada proses Water


Treatment Plant dilakukan secara rutin, karena kondisi air dapat berubah-ubah,
salah satunya pengaruh cuaca, sedangkan komposisi chemical yang digunakan
selalu sama. Hal ini kemungkinan akan berdampak pada proses-proses
selanjutnya. Diharapkan instansi mencari komposisi chemical yang sesuai dengan
kondisi air.

29
DAFTAR PUSTAKA

Al-layla, A.M., et al. 1998. Water Supply Engineering Design. Ann Abror Science
Publisher Inc the Buffer Worth Group, Amerika Serikat.
Charles, W.K., et al. 1980. The University of Chemistry terj. Aloysius Hadiyana
Heriatmaka, Ilmu Kimia untuk Universitas. Erlangga, Jakarta.
Cornwell, D. A dan Davis, L. 1998. Environmental Engineering. The McGraw-
Hill Companies, Singapore.
Eckenfelder, W.W. 2002 Industrial Water Pollution Control, Edisi Ketiga,
McGraw-Hill Inc., Sydney.
Fandeli, Chafid. 1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan
Pemapanannya dalam Pembangunan. Liberty, Yogyakarta.
Guernsey, C.H. et al. 2009. Optimization of Water Usage at Petroleum Refineries.
Ground Water Protection Council, Salt Lake Utah.
Hadi, Mulyono. 2002. Analisa Kualitas Air Injeksi dengan Berbagai Parameter
Kimia di WIP & WTP Pertamina Tanjung. Tanjung.
Hadi, W. 1997. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. FTSP – ITS,
Surabaya.
Linggawati, A., dkk. Efektivitas Pati-fosfat dan Koagulan, Jurnal Natur
Indonesia. Indonesia.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Penerbit PT Pradnya Paramita,
Jakarta.
Murray, dkk. 1999. Biokim Haper. Edisi ke-24. Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.
Pusteklim. 2007. Pelatihan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Limbah,
Yogyakarta.
Reynold, T.D. 1982. Unit Operation and Process in Environmental Engineering.
Wasworth. Belmot, California.
Russel, W.B., et al. 1989. Colloidal Dispersions. Cambridge Univ. Press,
Cambridge U.K.
Setyaningsih, D. 2002. Perbandingan Efektifitas Penggunaan Koagulan FeCl,
PAC, PE ( Poly Electrolit) Pada Proses Koagulasi Limbah ( White water )
Pabrik Kertas. Skripsi. Teknik Kimia UPN Jatim, Surabaya.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Rineka Cipta, Jakarta.
Sutrisno, T., dkk. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta.
LAMPIRAN

WTP Lokasi Pengambilan Sampel

Hasil Koagulasi Flokulasi PAC

Alum Kaporit
Soda Ash Polimer

pH meter Turbidimeter

Jartest
Laboratorium BS IV (PO)

Stability (WOWS) Gudang 3 (WOWS)

Gudang 5 (SCM) Transport (SCM)

Limbah (HSSE) PPP Manunggul (PO)


Filter Sumur Injeksi

Booster Pump Sumur minyak (pompa elektrik / ESP)

Sumur Minyak (Pompa angguk/SRP) Laboratorium Pertamina EP Tanjung

Anda mungkin juga menyukai