Makalah Khunsa
Makalah Khunsa
Makalah Khunsa
MAKALAH
Oleh :
Mujiaroh 16030161
Dhiya
SEMARANG
2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah Yang Maha Adil tidak melalaikan dan mengabaikan hak setiap ahli waris.
Bahkan dengan aturan yang sangat jelas dan sempurna Dia menentukan pembagian hak
setiap ahli waris dengan adil serta penuh kebijaksanaan. Maha Suci Allah. Dia menerapkan
hal ini dengan tujuan mewujudkan keadilan dalam kehidupan manusia, meniadakan
kezaliman di kalangan mereka, menutup ruang gerak para pelaku kezaliman, serta tidak
membiarkan terjadinya pengaduan yang terlontar dari hati orang-orang yang lemah.
Akan tetapi dibalik semua kejelasan itu, terdapat masalah-masalah baru yang selalu
menjadi pembicaraan dikalangan masyarakat terutama dikalangan ulama dan cendekiawan
fiqih atau akademisi yang sedang mempelajari ilmu fiqih. Misalnya saja masalah mengenai
kewarisan wadam atau khuntsa atau dalam istilahnya yaitu banci. Karena pada dasarnya
banci ini memiliki ciri-ciri spesifik tersendiri yang membedakan dengan orang lain atau
jenis lain.
Maka dari itu, ksmi akan mencoba mengungkap mengenai kewarisan banci yang
sering menjadi polemik dalam ilmu dan pembahasan fiqih, baik fiqih kontemporer maupun
fiqih klasik, dari beberapa referensi yang kami dapatkan kami merumuskan masalahnya
sebagai berikut :
1
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Khunsa
Menurut bahasa khunsa diambil dari kata-kata al-khaanats, artinya lemah gemulai.
Disebut ‘khonatsa’ dan ‘takhonnatsa’ artinya omongannya seperti omongan orang
perempuan atau berjalannya atau pakaiannya seperti orang perempuan. 1
Menurut istilah, khunsa ialah seseorang yang mempunya dua alat kelamin, disamping
di samping dia mempunyai penis atau zakar ia juga mempunyai vagina atau faraj. Khunsa
ini banyak di bicarakan dalam kitab-kitab fiqih karena dalam kenyataaannya memang sering
terjadi. Ulama menghendaki kejelasan dari kelamin seseorang yang menjadi subjek suatu
hokum. Meskipun khunsa memiliki dua alat kelamin, namun hokum yang di berlakuukan
padanya hanya satu yaitu laki-laki atau perempuan. Dan untuk maksud itu harus di pastikan
keudukan jenis kelamin seseorang yang khunsa itu. Kepastian kedudukannya itu di ketahui
melalui petunjuk, pada saat ini dnegan adanya alat yang canggih untuk mengetahui jenis
kelamin, tidak sulit untuk mencari kepastian kelamin ini. Ulamaklasik menetapkan
kepastian itu melalui tanda-tanda yang ada.
B. Pembagian Khunsa
Para ulama mebagi khunsa dalam dua keadaaan. Pertama khunsa yang bukan muskil
yaitu khunsa yang melalui alat yang ada dapat di pastikan jenis kelaminnya. Bila melalui
tanda yang ada di pastikan dia adalah laki-laki, maka alat kelamin yang satu lagi adalah alat
kelamin tambahan. Dan begitu pula sebaliknya. Kedua, khunsa yang musykil yaitu manusia
yang dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan, tidak dapat di ketahui apakah dia laki-laki atau
perempuan, karena tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kelakilakiannya atau
keperempuannya, atau samar-samar tanda-tanda itu, khunsa yang dengan segala macam cara
pembuktian tidak dapat di tentukan jenis kelaminnya.
Ibnu Qudamah mengutip dari Ibnu al-Munzairyang menyatakan ijam’ para pakar yang
menetapkan tanda untuk membedakan jenis kelamin khunsa. Tanda tersebut adaah cara dan
bentuk kencing dari khunsa itu. Bila ia kencing dari zakar berarti dia adaah laki-laki dan bila
kencing dari farajnya berarti diaadalah perempuan. Alasan Nabi mnetapkan cara ini unruk
menentukan jenis kelamin darikhunsa adalah karena tanda umum yang bisa di temukan
1 Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni. Hukum Waris (Solo : Anggpta IKAPI , 1994) Hlm 164
2
pada anak kecil atau orang dewasa. Tanda lainnya adalah tumbuh jakun pada laki=laki dan
paudara pada perempuan namun baru akan di ketahui setelah dewasa.
Seandainya kencing keluar dari kedua alat kelamin, maka cara menentukannya adalah
dari alat kelamin yang manakah yang lebih dulu mengeuarkan air seninya pendapat ini di
riwayatkan oleh al-musayyab dan pendapat ini pula yang di ikuti oleh ahmad dan jumhur
ulama.
Selama masih bisa diketahui jenis kelamin khunsa itu dengan menggunkan cara dan
tanda apapun, khunsa itu tidak di sebut khunsa muskil dan hak kewarisannya dapat di
pastikan.
Contoh :
Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak yang
Khuntsa.
Penyelesaiannya: Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada dua orang anak laki-
laki. Keduanya dalam hal ini adalah sebagai ‘ashabah bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta
dengan masing-masing memperoleh 1/2 bagian.Jika dianggap perempuan, berarti ahli
warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah
sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan ketentuan bagian anak laki-laki sama dengan dua kali
bagian anak perempuan. Jadi anak laki-laki memperoleh 2/3, sedangkan anak perempuan
memperoleh 1/3.3
3
Contoh lain, seorang istri meninggal denggan meninggalkan suami, ibu dan khuntsa
muskil seibu, maka khuntsa ini menerima seperenam, baik dia dipandang sebagai laki-laki
atau sebagai perempuan karena dia saudara seibu.4
Para ulama faraidh menetapkan, bahwa para ahli waris khunsa muykil itu hanya
berjumlah tujuh orang dan tercakup dalam empat kelompok yaitu:
Para ahli waris khunsa musykil yang tergantung dalam jihat bunuwah ini ada dua orang,
yaitu anak dan cucu.
Mereka yang tergantung dalam jihat ukhuwah ada dua, yaitu saudara dan anak saudara
(keponakan).
Para ahli waris khunsa musykil dari garis paman ada dua, yaitu pamana dan anak paman
(saudara sepupu).
Ahli waris yang khunsa musykil dari golongan ini hanya seorang saja, yakni maulal
mu’tiq (tuan yang memerdekakan budanya).
Selain tujuh tersebut di atas tidak ada. Suami, istri, ayah, ibu, kakek, dan nenek tidak
mungkin mereka sebagai khunsa musykil, sebab nikah mereka tidak sah dan tidak dapat
mengadakan hubungan biologis sebagai media adanya keturunan.5
Ulama faraidh berbeda pendapat tentang bagian warisan khunsa musykil, yaitu:
4 Teungku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy, Fiqih Mawaris, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1996),
Hlm 250-251.
5 Moh Muhibbin dan Abdul Wahid. Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), Hlm 137
4
Pendapat pertama, yaitu pendapat Ibnu Abbas yang kemudian diikuti Ahmad, Al-
Sya’bi, Ibnu Abi Laila, Al-Tsauri, Ahli Madinah dan Mekkah, Abu Yusuf, Syareik, al-Lu’lu
dan beberapa ulama lainnya, bahwa kunsa musykil ini menerima hak separuh hak laki-laki
dan perempuan.
Pendapat kedua, yaitu pendapat Abu Hanifah dan para pengikutnya, bahwa khunsa
musykil itu menerima jumlah minimum dari kemungkinannya sebagai laki-laki atau ia
perempuan.
Pendapat ketiga, yaitu pendapat Imam Syafi’I dan diikuti oleh Abu Tsaur, Daud, dan
Ibnu Jarir, bahwa khunsa musykil dan orang yang bersamaannya mendapat yang
menyakinkan sampai ada kepastian jenis kelaminnya atau sampai mereka bersama
memutuskan secara damai.6
6 Dr. Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Depok: Pt. Grafindo Persada, 2014) Hlm 87
5
Sementara itu Imam Hambali berpendapat seperti Imam Syafi’I dalam hal khunsa
masih dapat diharapkan menjadi jelas jenis kelaminnya. Tetapi jika dalam hal status khunsa
tidak dapat diharapkan menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat Imam Maliki.7
Contoh :
Seorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang khunsa
Penyelesaiannya :
a. Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada dua orang anak laki-laki. Keduanya dalam
hal ini adalah sebagai ‘ashabah binnafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-
masing memperoleh ½ bagian.
b. Jika dianggap perempuan, maka ahli warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak
perempuan. Dalam hal ini mereka adalah sebagai ‘ashabah bil ghair dengan ketentuan
bagian anak laki-laki sama dengan dua kali bagian anak perempuan, jadi anak laki-laki
memperoleh 2/3, sedangkan anak perempuan memperoleh 1/3
a. Tiada berubah bagian khunsa dan bagian ahli waris lainnya, walaupun dia
dihukumkan laki-laki atau perempuan. Di dalam hal ini, warisan itu langsung dibagi
menurut ketentuan masing-masing ahli waris.
7 Achmad Yani, Faraidh & Mawaris, (Jakarta : Kencana, 2016), Hlm 166-167
6
Contoh : Seseorang meninggal dunia meninggalkan ahli waris; ibu; ayah, anak
perempuan, dan cucu khunsa. Harta warisannya sebesar Rp12.000.000-, maka
penyelesaiannya sebagai berikut:
b. Ada perubahan bagian khunsa dan ahli waris yang lain, jika khunsa dihukumkan laki-
laki atau perempuan.
Apabila khunsa itu dihukumkan laki-laki, maka anak laki-laki mendapat seperdua
(1/2) bagian. Anak khunsa mendapat seperdua (1/2) bagian. Apabila anak khunsa itu
dihukumkan perempuan, maka anak laki-laki mendapat dua pertiga (2/3) bagian
(ingat anak laki-laki mendapat dua kali lipat anak perempuan) dan anak khunsa
mendapat sepertiga (1/3) bagian. Jika terdapat hal semacam ini, maka warisan itu
hanya boleh diberikan kepada masing-masing ahli waris dengan jumlah bagian yang
paling sedikit.
7
Bagia A
Ahli Waris Harta Warisan Penerimaan
n M
Rp12.000.000,
6
.
Anak 3/6x12.000.00
1/2 3 6.000.000
Laki2 0
Anak 2/6x12.000.00
1/2 2 4.000.000
Khunsa 0
Jumlah 10.000.000
Sisa yang seperenam (1/6) atau Rp2.000.000,- ditahan untuk sementara, sehingga
dapat dihukumkan apabila khunsa itu lakia-laki atau perempuan. Jika ternyata
kemudian dia laki-laki, maka sisa itu diberikan kepadanya untuk mencukupkan
bagiannya seperdua (1/2). Apabila ternyata kemudian perempuan, maka sebagian
lagi diberikan kepada anak laki-laki untuk mencukupi bagiannya dua pertiga
(2/3). Walaupun demikian, apabila harta itu hendak dibagi juga, boleh dilakukan
dengan jalan perdamaian dia antara sesame mereka.8
8 Dr. Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Depok: Pt. Grafindo Persada, 2014) Hlm 88-89
8
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Khunsa ialah seseorang yang mempunya dua alat kelamin, disamping di samping dia
mempunyai penis atau zakar ia juga mempunyai vagina atau faraj. Khunsa ini banyak di
bicarakan dalam kitab-kitab fiqih karena dalam kenyataaannya memang sering terjadi.
2. Khunsa dibagi menjadi dua macam yaitu, Pertama khunsa yang bukan muskil yaitu
khunsa yang melalui alat yang ada dapat di pastikan jenis kelaminnya. Bila melalui tanda
yang ada di pastikan dia adalah laki-laki, maka alat kelamin yang satu lagi adalah alat
kelamin tambahan. Dan begitu pula sebaliknya. Kedua, khunsa yang musykil yaitu
manusia yang dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan, tidak dapat di ketahui apakah dia
laki-laki atau perempuan, karena tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan
kelakilakiannya atau keperempuannya, atau samar-samar tanda-tanda itu, khunsa yang
dengan segala macam cara pembuktian tidak dapat di tentukan jenis kelaminnya.
3. Para ulama faraidh menetapkan, bahwa para ahli waris khunsa muykil itu hanya
berjumlah tujuh orang dan tercakup dalam empat kelompok yaitu: Garis Anak (Jihat
Bunuwah), Garis Saudara (Jihat Ukhuwah), Garis Paman (Jihat ‘Ummah), Perwalian
Budak (Jihat Wala’)
4. Bagian waris bagi khunsa menurut para ulama. Pendapat pertama, yaitu pendapat Ibnu
Abbas yang kemudian diikuti Ahmad, Al-Sya’bi, Ibnu Abi Laila, Al-Tsauri, Ahli Madinah
dan Mekkah, Abu Yusuf, Syareik, al-Lu’lu dan beberapa ulama lainnya, bahwa kunsa
musykil ini menerima hak separuh hak laki-laki dan perempuan, Pendapat kedua, yaitu
pendapat Abu Hanifah dan para pengikutnya, bahwa khunsa musykil itu menerima
jumlah minimum dari kemungkinannya sebagai laki-laki atau ia perempuan, Pendapat
ketiga, yaitu pendapat Imam Syafi’I dan diikuti oleh Abu Tsaur, Daud, dan Ibnu Jarir,
bahwa khunsa musykil dan orang yang bersamaannya mendapat yang menyakinkan
9
sampai ada kepastian jenis kelaminnya atau sampai mereka bersama memutuskan secara
damai.
DAFTAR PUSTAKA
IKAPI.
Persada.
Muhibbin, Moh dan Abdul Wahid. 2009. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta :
Sinar Grafika.
10