Makalah Pendidikan Anti Korupsi
Makalah Pendidikan Anti Korupsi
Makalah Pendidikan Anti Korupsi
DISUSUN OLEH
KELAS REGULER B MANAJEMEN A
KELOMPOK 12
EMI YUSNIA 17210627
LUTFIYANA JULFA 17210613
M. SEPTIAN AFIFFUDIN 17210625
NOVAN FEBRIANTO 17210632
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat taufik hidayah dan
inayahnya kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang Pendidikan Anti Korupsi.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat membantu bagi semua pihak untuk mendalami Pendidikan Anti
Korupsi terutama dalam lingkungan mahasiswa.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………….........................1
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………. 2
Bab I Pendahuluan
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………………………………....4
Bab II Pembahasan
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………… 20
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………......22
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan anti korupsi ini dimaksudkan untuk membentuk moral yang lebih baik bagi para
generasi muda agar mereka tidak menjadi bibit-bibit koruptor di negara kita. seharusnya
memulai pendidikan anti korupsi sedini mungkin agar mereka mengerti bagaimana dampak
besar korupsi di Indonesia dan para mahasiswa diharapkan ikut mencegah perbuatan korupsi
dengan mensosialisakan pendidikan anti korupsi, pencegahan tindakan korupsi, budaya anti
korupsi di lingkungan pendidikan dan masyarakat.
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal- hal sebagai berikut :
1. Apa latar belakang pendidikan anti korupsi
2. Definisi dari korupsi
3. Pemberantasan korupsi di indonesia
4. Pendidikan anti korupsi
5. Bagaimana strategi pemberantasan korupsi di indonesia
1.3 Tujuan
Setelah memahami latar belakang diatas kita dapat memperoleh tujuan sebagai berikut :
4
1.4 Manfaat
1. Agar mengetahui latar belakang pendidikan korupsi di indonesia dan memahami apa itu
korupsi serta dampak nya yang terjadi jika melakukan tindak pidana korupsi.
2. Agar mengetahui bagaimana pemberantasan korupsi di indonesia dan ikut mendukung
setiap kebijakan yang laksanakan oleh semuayang terkait untuk memberantas korupsi.
3. Agar mengetahui penting nya pendidikan anti korupsi yang mulai di sosialisasikan sejak
mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan tujuan menghasilkan generasi yang
memliki moral yang baik kejujuran dalam tindakan dan komitmen yang kuat dalam
mencegah tindakan korupsi dalam berbagai hal di kehidupan sosial maupun
bermasyarakat.
4. Agar mengetahui apa saja strategi pemberantasan korupsi di indonesia melalui
perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi dan tindakan penegakan
hukum yang di laksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan
Kejaksaan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
6
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
a. Pembayaran untuk menunda atau mengurangi kewajiban bayar pajak dan cukai.
b. Pembayaran untuk meyakinkan petugas agar tutup mata terhadap kegiatan ilegal.
c. Pembayaran kembali (kick back) setelah mendapatkan pembebasan pajak, agar
di masa mendatang mendapat perlakuan yang lebih ringan daripada administrasi
normal.
d. Pembayaran untuk meyakinkan atau memperlancar proses penerbitan ijin
(license) dan pembebasan (clearance).
7
4. Penggelapan (embezzlement)
Korupsi ini adalah dengan menggelapkan atau mencuri uang negara yang dikumpulkan,
menyisakan sedikit atau tidak sama sekali.
5. Pemerasan (extortion)
Pemerasan ini terjadi ketika masyarakat tidak mengetahui tentang peraturan yang
berlaku, dan dari celah inilah para petugas melakukan pemerasan dengan menakut-
nakuti masyarakat untuk membayar lebih mahal daripada yang semestinya.
6. Perlindungan (patronage)
Perlindungan dilakukan termasuk dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi staf
berdasarkan suku, kinship, dan hubungan sosial lainnya tanpa mempertimbangkan
prestasi dan kemampuan dari seseorang tersebut.
Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi adalah sejenis
penghianatan. Dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat yang telah memberikan
amanah dalam mengemban tugas tertentu.
8
Operasi Budhi ini dihentikan oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando
Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (kontrar) dengan presiden soekarno menjadi
ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun
2001 mencatatkan bahwasanya seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan
korupsi dimasa orde lama pun kembali masuk ke jalur lambat bahkan macet.
2. Era Orde Baru
Pada masa orde baru, dibawah kepemimpinan soeharto minimal ada 4 lembaga yang
dipasrahi tugas untu melakukan pemberantasan korupsi. Lembaga – lembaga tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Tim pemberantas korupsi (TPK)
Tim ini dibentuk dengan keputusan president Nomor 228 Tahun 1967. Pada awal
orde baru melalui pidato kenegaraan pada tanggal 16 agustus 1967, Soeharto terang
– terangan mengkritik orde lama yang tidak mampu memberantas korupsi dalam
hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana.
b. Komite Empat
Komite ini terbentuk dikarenakan adanya banyak tuduhan ketidak seriusan tim
pemberantas korupsi sebelumnya dan berjuang pada kebijakan soeharto untuk
menunjuk komite empat. Komite ini dibentuk dengan keputusan president Nomor 12
Tahun 1970 Tanggal 31 januari 1970 dengan beranggotakan tokoh – tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa, seperti prof.Johanes,I.J.Kasimo,Mr.Wilopo dan
A.Tjokrominoto. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan untuk mandek dan
vakum.
c. Operasi Tertip (Opstib)
Berakhirnya Komite Empat memunculkan lembaga baru, yakni ketika laksamana
Sudoso diangkat sebagai pangkopkamtip, dibentuklah Operasi Tertip (Opstib).
Lembaga ini dibentuk dengan intruksi president nomer 9 tahun 1977, Namun karna
adanya perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom
up atau top down dikalangan pemberantas korupsi itu sendiri cendrung semakin
melemahkan upaya pemberantasan korupsi, sehingga Opsib pun hilang seiring
dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor disinggasana Orde Baru.
d. Tim pemberantas korupsi bar
Tim ini dibentuk tahun 1982 melalui modus menghidupkan kembali (reinkarnasi)
tim pemmberantas korupsi sebelumnya tanpa dibarengi dengan penerbitan keputusan
president yang baru. Koruptifnya orde baru seakan memandulkan banyaknya
lembaga yang telah dibentuk untuk membrantas korupsi. Apalagi dengan modus
bahwa lembaga ini berada dibawah kendali president dalam pertanggung
jawabannya. Bukan rahasia lagi kalau memang Orde baru adalah orde korupsi dalam
semua lini.
3. Era Reformasi
Pada era reformasi, usaha pembrantasan korupsi dimulai oleh B.J.Habibie yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, berikut pembentukan berbagai komisi atau badan
baru, seperti komisi pengawas kekayaan penjabat Negara (KPKPN), KPPU, maupun
lembaga Ombudsman.
President berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk tim gabungan pemberantas tindak
pidana korupsi (TGPTPK ) melalui peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2000. TGPTPK
akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib
9
serupa tapi tidak sama juga dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi pemberantas
korupsi, tugas KPKPN melebur masuk kedalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan
menguap. Artinya KPK lah lembaga yang pemberantasan korupsi terbaru yang masih exsis.
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) dibentuk lewat undang – undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang komisi pemberantas tindak pidana korupsi, lembaga baru ini dibentuk dalam
suasana kebencian terhadap praktik kotor korupsi.
Sejak berdirinya tertanggal 29 Desember 2003, KPK telah dipimmpin oleh 2 rezim yang
berbeda. KPK jilid pertama 2003 – 2007 terdiri dari Taufiqurachman Ruki, mantan polisi,
sebagai ketua komisi. KPK jilid kedua yang telah disumpah oleh president Susilo Bambang
Yudoyono pada tanggal 19 Desember 2007, KPK jilid kedua dipimpin oleh Antasari Azhar
(mantan kepala kejaksaan negeri Jakarta selatan), sebagai ketua komisi. Dalam perjalananya
lembaga KPK masih menempati rating tertinggi kepercayaan publik dalam hal penegakan
hukum terutama kasus korupsi. Hal ini memang dipahami dari kenyataan bahwa banyak
pencapaian positif yang dilakukan KPK.
10
2.4. PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar
mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka Pendidikan
Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga
menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan
perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi.
1. Realitas dan praktek korupsi di Indonesia sudah sangat akut, maka masalah tidak bisa
diselesaikan hanya melalui penegakan hukum.
2. Menurut Paulo Freire, pendidikan mesti menjadi jalan menuju pembebasan permanen
agar manusia menjadi sadar (disadarkan) tentang penindasan yang menimpanya, dan
perlu melakukan aksi-aksi budaya yang membebaskannya.
3. Perlawanan masyarakat terhadap korupsi masih sangat rendah (jalur penyelenggaraan
Pendidikan Antikorupsi selama ini tidak ada).
1. Praktek korupsi di Indonesia telah terjadi sejak masa kerajaan di wilayah nusantara,
bahkan telah tersistematisasi mulai pada masa VOC dan pemerintahan HindiaBelanda
2. Secara faktual persoalan korupsi di Indonesia, dikatakan telah sampai pada titik
kulminasi yang akut (tidak hanya mewabah di kultur dan struktur birokrasi pemerintah)
juga menjadi fenomena multi dimensional (telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan
sosial dan kultural).
3. Pergeseran pola hidup masyarakat yang tadinya menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual
mulai bergeser pada nilai-nilai materialistis dan konsumerisme.
4. Korupsi = extra ordinary crime (Upaya menjadikan “musuh bersama / commonenemy”
belum menjadi bagian dari gerakan moral bangsa Karena itu pemberantasan korupsi
harus dijadikan sebagai collective ethics movement).
11
Rendahnya tingkat pemahaman terhadap korupsi di Indonesia disebabkan karena
belum jelasnya definisi dan batasan korupsi. Sebelum dibentuknya KPK dan
dikeluarkannya peraturan tentang tindak pidana korupsi, masyarakat cenderung gamang
dalam memutuskan apakah hal yang dilakukannya tersebut adalah korupsi ataukah
bukan. Terutama hal-hal yang tidak secara langsung merugikan keuangan Negara.
3. Prosedur dan mekanisme yang ada di pemerintahan yang bisa menjadi celah terjadinya
korupsi.
Kadang kala, prosedur yang diterapkan di pemerintah bisa menjadi celah terjadinya
korupsi itu sendiri. Hal ini terutama terjadi apabila prosedur tersebut kurang diawasi. Hal
yang lain adalah apabila terjadinya penumpukan wewenang pada satu bagian atau orang,
yaitu satu bagian / orang melakukan fungsi pelaksanaan dan pengawasan sekaligus.
4. Kebijakan dan peraturan yang ada di pemerintahan yang bisa menjadi celah terjadinya
korupsi.
Kebijakan dan peraturan yang resmi pun kadang bisa menjadi celah terjadinya korupsi.
Terutama pembuatan kebijakan dan peraturan yang cenderung bersifat politis dan
saratakan kepentingan pihak-pihak tertentu. Hal ini disebabkan masih bobroknya mental
para pembuat peraturan atau kurang kompetennya pembuat aturan tersebut
BPKP dalam buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional , telah menyusun beberapa strategi
pemberantasan korupsi yang meliputi strategi preventif, detektif dan represif yang perlu
dilakukan, sebagai berikut :
1. Strategi Preventif
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau
meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat
dilakukan dengan:
12
5. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
6. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan
peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri ;
7. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi
instansi pemerintah;
8. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
9. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN)
10. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
11. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;
2. Strategi Detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi.
Strategi detektif dapat dilakukan dengan :
3. Strategi Represif
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :
Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan
waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun
judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata
13
yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi
korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem
pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan
pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Korupsi pada dasarnya ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari
itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan
dalam pemerintahan. Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
Adapun penyebabnya antara lain, adanya kesempatan untuk melalukan tindakan korupsi,
pencegahan yang gagal, kelemahan dalam sistem penegakan hukum, integritas penegak
hukum yang belum konsisten, penegakan hukum yang terkesan kurang tegas, hukuman
yang ringan terhadap tersangka korupsi, dan kesadaran dari tiap individu akan bahaya
dan dampak yang ditimbulkan akibat tindakan korupsi. Dampak korupsi dapat terjadi di
berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan
negara. Dibutuhkan kesadaran berfikir dari tiap individu akan bahaya dan dampak dari
tindakan korupsi dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan
lingkungan sosial. Peran aktif mahasiswa dalam pencegahan dan sosialisasi pendidikan
anti korupsi yang harus digiatkan sejak dini agar kesadaran akan bahaya dan dampak
dari korupsi bisa dicegah sejak awal.
3.2. SARAN
14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://inspirasikecilku.blogspot.co.id/2010/06/bentuk-korupsi-di-indonesia.html
http://ilmuuntukibadah.blogspot.co.id/2016/12/bab-i-pengertian-dan-ruang-lingkup.html
http://andicvantastic.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pendidikan-anti-korupsi-dan.html?m=1
15