Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH Pancasila & kewarganegaraan

Pendidikan anti korupsi

DISUSUN OLEH
KELAS REGULER B MANAJEMEN A
KELOMPOK 12
EMI YUSNIA 17210627
LUTFIYANA JULFA 17210613
M. SEPTIAN AFIFFUDIN 17210625
NOVAN FEBRIANTO 17210632

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAHARDHIKA


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
TAHUN 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat taufik hidayah dan
inayahnya kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang Pendidikan Anti Korupsi.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat membantu bagi semua pihak untuk mendalami Pendidikan Anti
Korupsi terutama dalam lingkungan mahasiswa.

Sidoarjo, Agustus 2017

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………….........................1

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………. 2

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………..3

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………………….. .3

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………………... ..3

1.4 Manfaat…………………………………………………………………………………………………....4

Bab II Pembahasan

2.1 Latar Belakang Pendidikan Anti Korupsi…………………………………………………5

2.2 Definisi Korupsi…………………………………………......................................……………….5

2.3 Pemberantasan Korupsi Di Indonesia…………………….....………………………....... 7

2.4 Pendidikan Anti Korupsi.....................................………………………………………… ...11

2.5 Strategi Pemberantasan korupsi……………………………………………………………..12

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………… 20

3.2 Saran………………………………………………………………………………………………... ……21

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………......22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi merupakan ancaman global di dunia dikarenakan adanya penyalahgunaan kekuasaan


oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk kepentingan pribadi yang sangat merugikan.
Indonesia merupakan negara yang identik dengan tindakan korupsi , hal ini disebabkan karena
buruknya moral para pemimpin bangsa yang melakukan penyimpangan terhadap kepercayaan
masyarakat. Tindakan korupsi dirasakan semakin buruk di negara kita ini, maka dari itu banyak
dilakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi tetapi faktanya masih banyak ditemukan para
pejabat yang melakukan tindakan tersebut. Salah satu upaya yang memang sedang gencar-
gencarnya dilakukanadalah melalui pendidikan, hal ini mengarah pada pokok pembahasan kita
yaitu “Pendidikan Anti Korupsi”.

Pendidikan anti korupsi ini dimaksudkan untuk membentuk moral yang lebih baik bagi para
generasi muda agar mereka tidak menjadi bibit-bibit koruptor di negara kita. seharusnya
memulai pendidikan anti korupsi sedini mungkin agar mereka mengerti bagaimana dampak
besar korupsi di Indonesia dan para mahasiswa diharapkan ikut mencegah perbuatan korupsi
dengan mensosialisakan pendidikan anti korupsi, pencegahan tindakan korupsi, budaya anti
korupsi di lingkungan pendidikan dan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal- hal sebagai berikut :
1. Apa latar belakang pendidikan anti korupsi
2. Definisi dari korupsi
3. Pemberantasan korupsi di indonesia
4. Pendidikan anti korupsi
5. Bagaimana strategi pemberantasan korupsi di indonesia

1.3 Tujuan
Setelah memahami latar belakang diatas kita dapat memperoleh tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui latar belakang pendidikan anti korupsi


2. Mengetahui definisi korupsi
3. Mengetahui pemberantasan korupsi di indonesia
4. Mengetahui pendidikan anti korupsi
5. Mengetahui strategi pemberantasan korupsi di indonesia

4
1.4 Manfaat

1. Agar mengetahui latar belakang pendidikan korupsi di indonesia dan memahami apa itu
korupsi serta dampak nya yang terjadi jika melakukan tindak pidana korupsi.
2. Agar mengetahui bagaimana pemberantasan korupsi di indonesia dan ikut mendukung
setiap kebijakan yang laksanakan oleh semuayang terkait untuk memberantas korupsi.
3. Agar mengetahui penting nya pendidikan anti korupsi yang mulai di sosialisasikan sejak
mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan tujuan menghasilkan generasi yang
memliki moral yang baik kejujuran dalam tindakan dan komitmen yang kuat dalam
mencegah tindakan korupsi dalam berbagai hal di kehidupan sosial maupun
bermasyarakat.
4. Agar mengetahui apa saja strategi pemberantasan korupsi di indonesia melalui
perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi dan tindakan penegakan
hukum yang di laksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan
Kejaksaan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. LATAR BELAKANG


Pendidikan anti korupsi secara umum dikatakan sebagai perilaku budaya yang bertujuan
untuk mengenalkan cara berpikir dan nilai-nilai baru kepada semua individu. Pendidikan
antikorupsi tidak berhenti pada pengenalan nilai-nilai antikorupsi saja, akan tetapi berlanjut
pada pemahaman nilai, penghayatan nilai, dan pengamalan nilai antikorupsi menjadi
kebiasaan hidup sehari-hari. Manfaat jangka panjangnya dapat menyumbang pada
kelangsungan Sistem Integrasi Nasional dan program antikorupsi. Dalam jangka pendek
adalah pembangunan kemauan politik bangsa Indonesia untuk memerangi
korupsi. Pendidikan anti korupsi merupakan usaha sadar untuk memberi pemahaman dan
pencegahan terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan melalui pendidikan.
Menurut Darma (2003) secara umum tujuan pendidikan antikorupsi adalah :
1. Pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi dan aspek-
aspeknya
2. Pengubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi
3. Pembentukan ketrampilan dan kecakapan baru yang dibutuhkan untuk melawan korupsi

2.2. DEFINISI KORUPSI


Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” . Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih
tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Dari asal usul bahasanya
korupsi bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik
yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung


jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan,
kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi
mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-
violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan
penyembunyian suatu kenyataan (concealment).

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:

1. Perbuatan melawan hukum;

6
2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

1. Korupsi kecil-kecilan (petty corruption) dan korupsi besar-besaran (grand corruption)

Korupsi kecil-kecilan merupakan bentuk korupsi sehari-hari dalam pelaksanaan suatu


kebijakan pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas bertemu
langsung dengan masyarakat. Korupsi ini disebut juga dengan nama korupsi rutin
(routine corruption) atau korupsi untuk bertahan hidup (survival corruption). Korupsi
kecil-kecilan umumnya dijalankan oleh para pejabat junior dan pejabat tingkat bawah
sebagai pelaksana fungsional. Contohnya adalah pungutan untuk mempercepat proses
pencairan dana yang terjadi di kppn. Sedangkan korupsi besar-besaran umumnya
dijalankan oleh pejabat level tinggi, karena korupsi jenis ini melibatkan uang dalam
jumlah yang sangat besar. Korupsi ini terjadi saat pembuatan, perubahan, atau
pengecualian dari peraturan. Contohnya adalah pemberian pembebasan pajak bagi
perusahaan besar.
2. Penyuapan (bribery)

bentuk penyuapan yang biasanya dilakukan dalam birokrasi pemerintahan di indonesia


khususnya di bidang atau instansi yang mengadministrasikan penerimaan negara
(revenue administration) dapat dibagi menjadi empat, antara lain:

a. Pembayaran untuk menunda atau mengurangi kewajiban bayar pajak dan cukai.
b. Pembayaran untuk meyakinkan petugas agar tutup mata terhadap kegiatan ilegal.
c. Pembayaran kembali (kick back) setelah mendapatkan pembebasan pajak, agar
di masa mendatang mendapat perlakuan yang lebih ringan daripada administrasi
normal.
d. Pembayaran untuk meyakinkan atau memperlancar proses penerbitan ijin
(license) dan pembebasan (clearance).

3. Penyalahgunaan / penyelewengan ( misappropriation)

Penyalahgunaan / penyelewengan dapat terjadi bila pengendalian administrasi (check


and balances) dan pemeriksaan serta supervisi transaksi keuangan tidak berjalan dengan
baik. Contoh dari korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan, klasifikasi barang yang
salah, serta kecurangan (fraud).

7
4. Penggelapan (embezzlement)

Korupsi ini adalah dengan menggelapkan atau mencuri uang negara yang dikumpulkan,
menyisakan sedikit atau tidak sama sekali.

5. Pemerasan (extortion)

Pemerasan ini terjadi ketika masyarakat tidak mengetahui tentang peraturan yang
berlaku, dan dari celah inilah para petugas melakukan pemerasan dengan menakut-
nakuti masyarakat untuk membayar lebih mahal daripada yang semestinya.

6. Perlindungan (patronage)

Perlindungan dilakukan termasuk dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi staf
berdasarkan suku, kinship, dan hubungan sosial lainnya tanpa mempertimbangkan
prestasi dan kemampuan dari seseorang tersebut.

Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi adalah sejenis
penghianatan. Dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat yang telah memberikan
amanah dalam mengemban tugas tertentu.

2.3. PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA


Perlu diketahui sebelumnya bahwa sejak Indonesia merdeka, sudah terdapat berbagai
lembaga yang khusus dibentuk untuk melakukan tugas khusus pemberantasan korupsi. Tapi
hampir bisa dikatakan bahwa semua lembaga tersebut mengalami kegagalan. Lembaga –
lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
1. Era Orde Lama
Pada masa orde lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantas korupsi, yaitu :
a. ‘’Panitia Retooling Aparatur Negara’’(paran) yang di bentuk dengan perangkat
aturan Undang – undang keadaan bahaya. Badan ini dipimpin oleh A.H.Nasution dan
dibantu oleh dua orang anggota, yakni professor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Namun dalam perjalananya, terdapat perlawan atau reaksi keras dari para penjabat
yang korup pada saat itu dengan dalih yuridis bahwa berbekal alasan doktrin
pertanggung jawaban secara langsung kepada president, formulir itu tidak diserahkan
kepada paran, tapi langsung kepada president. Ditambah lagi dengan kekacauan
politik, paran berakhir tragis, dead lock, dan akhirnya menyerahkan kembali
tugasnya kepada kabinet djuanda.
b. Pada tahun 1963, melalui keputusan president No.275 Tahun 1963, pemerintah
menunjuk lagi A.H.Nasution, yang saat itu menjabat sebagai menteri koordinator
pertahanan dan keamanan/kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo untuk
memimpin lembaga baru yang lebih dikenal dengan ‘’Operasi Budhi’’. Kali ini
dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi kepengadilan dengan
sasaran utama perusahaaan – perusahaan Negara serta lenbaga – lembaga Negara
lainya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi. Namun lagi- lagi operasi ini
juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan uang Negara kurang lebih 11 milyar.

8
Operasi Budhi ini dihentikan oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando
Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (kontrar) dengan presiden soekarno menjadi
ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun
2001 mencatatkan bahwasanya seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan
korupsi dimasa orde lama pun kembali masuk ke jalur lambat bahkan macet.
2. Era Orde Baru
Pada masa orde baru, dibawah kepemimpinan soeharto minimal ada 4 lembaga yang
dipasrahi tugas untu melakukan pemberantasan korupsi. Lembaga – lembaga tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Tim pemberantas korupsi (TPK)
Tim ini dibentuk dengan keputusan president Nomor 228 Tahun 1967. Pada awal
orde baru melalui pidato kenegaraan pada tanggal 16 agustus 1967, Soeharto terang
– terangan mengkritik orde lama yang tidak mampu memberantas korupsi dalam
hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana.
b. Komite Empat
Komite ini terbentuk dikarenakan adanya banyak tuduhan ketidak seriusan tim
pemberantas korupsi sebelumnya dan berjuang pada kebijakan soeharto untuk
menunjuk komite empat. Komite ini dibentuk dengan keputusan president Nomor 12
Tahun 1970 Tanggal 31 januari 1970 dengan beranggotakan tokoh – tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa, seperti prof.Johanes,I.J.Kasimo,Mr.Wilopo dan
A.Tjokrominoto. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan untuk mandek dan
vakum.
c. Operasi Tertip (Opstib)
Berakhirnya Komite Empat memunculkan lembaga baru, yakni ketika laksamana
Sudoso diangkat sebagai pangkopkamtip, dibentuklah Operasi Tertip (Opstib).
Lembaga ini dibentuk dengan intruksi president nomer 9 tahun 1977, Namun karna
adanya perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom
up atau top down dikalangan pemberantas korupsi itu sendiri cendrung semakin
melemahkan upaya pemberantasan korupsi, sehingga Opsib pun hilang seiring
dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor disinggasana Orde Baru.
d. Tim pemberantas korupsi bar
Tim ini dibentuk tahun 1982 melalui modus menghidupkan kembali (reinkarnasi)
tim pemmberantas korupsi sebelumnya tanpa dibarengi dengan penerbitan keputusan
president yang baru. Koruptifnya orde baru seakan memandulkan banyaknya
lembaga yang telah dibentuk untuk membrantas korupsi. Apalagi dengan modus
bahwa lembaga ini berada dibawah kendali president dalam pertanggung
jawabannya. Bukan rahasia lagi kalau memang Orde baru adalah orde korupsi dalam
semua lini.
3. Era Reformasi
Pada era reformasi, usaha pembrantasan korupsi dimulai oleh B.J.Habibie yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, berikut pembentukan berbagai komisi atau badan
baru, seperti komisi pengawas kekayaan penjabat Negara (KPKPN), KPPU, maupun
lembaga Ombudsman.
President berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk tim gabungan pemberantas tindak
pidana korupsi (TGPTPK ) melalui peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2000. TGPTPK
akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib

9
serupa tapi tidak sama juga dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi pemberantas
korupsi, tugas KPKPN melebur masuk kedalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan
menguap. Artinya KPK lah lembaga yang pemberantasan korupsi terbaru yang masih exsis.
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) dibentuk lewat undang – undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang komisi pemberantas tindak pidana korupsi, lembaga baru ini dibentuk dalam
suasana kebencian terhadap praktik kotor korupsi.
Sejak berdirinya tertanggal 29 Desember 2003, KPK telah dipimmpin oleh 2 rezim yang
berbeda. KPK jilid pertama 2003 – 2007 terdiri dari Taufiqurachman Ruki, mantan polisi,
sebagai ketua komisi. KPK jilid kedua yang telah disumpah oleh president Susilo Bambang
Yudoyono pada tanggal 19 Desember 2007, KPK jilid kedua dipimpin oleh Antasari Azhar
(mantan kepala kejaksaan negeri Jakarta selatan), sebagai ketua komisi. Dalam perjalananya
lembaga KPK masih menempati rating tertinggi kepercayaan publik dalam hal penegakan
hukum terutama kasus korupsi. Hal ini memang dipahami dari kenyataan bahwa banyak
pencapaian positif yang dilakukan KPK.

 Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia


Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-
hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya
yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut
betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
4. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki
idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif,
jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-
prinsip keadilan.
5. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah
atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga
baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh
nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat
disalahgunakan, diselewengkan atau dikorupsi.

10
2.4. PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

2.4.1. Pengertian Pendidikan Anti Korupsi

Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar
mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka Pendidikan
Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga
menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan
perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi.

Dasar Pemikiran Pendidikan Anti Korupsi :

1. Realitas dan praktek korupsi di Indonesia sudah sangat akut, maka masalah tidak bisa
diselesaikan hanya melalui penegakan hukum.
2. Menurut Paulo Freire, pendidikan mesti menjadi jalan menuju pembebasan permanen
agar manusia menjadi sadar (disadarkan) tentang penindasan yang menimpanya, dan
perlu melakukan aksi-aksi budaya yang membebaskannya.
3. Perlawanan masyarakat terhadap korupsi masih sangat rendah (jalur penyelenggaraan
Pendidikan Antikorupsi selama ini tidak ada).

2.4.2. Latar Belakang Pendidikan Anti Korupsi

1. Praktek korupsi di Indonesia telah terjadi sejak masa kerajaan di wilayah nusantara,
bahkan telah tersistematisasi mulai pada masa VOC dan pemerintahan HindiaBelanda
2. Secara faktual persoalan korupsi di Indonesia, dikatakan telah sampai pada titik
kulminasi yang akut (tidak hanya mewabah di kultur dan struktur birokrasi pemerintah)
juga menjadi fenomena multi dimensional (telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan
sosial dan kultural).
3. Pergeseran pola hidup masyarakat yang tadinya menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual
mulai bergeser pada nilai-nilai materialistis dan konsumerisme.
4. Korupsi = extra ordinary crime (Upaya menjadikan “musuh bersama / commonenemy”
belum menjadi bagian dari gerakan moral bangsa Karena itu pemberantasan korupsi
harus dijadikan sebagai collective ethics movement).

2.4.3. Signifikansi Pendidikan anti Korupsi

1. Rendahnya tingkat pemahaman terhadap korupsi di Indonesia.

Hal ini tidak hanya dapat menyebabkan kesalahpahaman mengenai bentuk-bentuk


korupsi, namun juga dapat menyeret seseorang terperangkap dalam sistem yang
mangakomodir perilaku korupsi tersebut. Contoh mudahnya adalah kemudahan dalam
pengurusan SIM oleh oknum Kepolisian. Sebagian besar dari kita mungkin beranggapan
bahwa kepengurusan SIM itu mahal, namun bisa sehari jadi dan tanpa tes. Padahal
menurut peraturan, kepengurusan SIM itu adalah murah dan harus melalui tes.

2. Belum jelasnya definisi dan batasan dari korupsi.

11
Rendahnya tingkat pemahaman terhadap korupsi di Indonesia disebabkan karena
belum jelasnya definisi dan batasan korupsi. Sebelum dibentuknya KPK dan
dikeluarkannya peraturan tentang tindak pidana korupsi, masyarakat cenderung gamang
dalam memutuskan apakah hal yang dilakukannya tersebut adalah korupsi ataukah
bukan. Terutama hal-hal yang tidak secara langsung merugikan keuangan Negara.

Contoh : Gratifikasi dan Uang Terima Kasih

3. Prosedur dan mekanisme yang ada di pemerintahan yang bisa menjadi celah terjadinya
korupsi.

Kadang kala, prosedur yang diterapkan di pemerintah bisa menjadi celah terjadinya
korupsi itu sendiri. Hal ini terutama terjadi apabila prosedur tersebut kurang diawasi. Hal
yang lain adalah apabila terjadinya penumpukan wewenang pada satu bagian atau orang,
yaitu satu bagian / orang melakukan fungsi pelaksanaan dan pengawasan sekaligus.

Misal : mark up dalam SPPD yang sistemnya reimbursement, Penumpukan wewenang


pada suatu kantor yang kekurangan orang, dimana satu orang memegang peranan
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan Pengguna Kuasa Anggaran.

4. Kebijakan dan peraturan yang ada di pemerintahan yang bisa menjadi celah terjadinya
korupsi.

Kebijakan dan peraturan yang resmi pun kadang bisa menjadi celah terjadinya korupsi.
Terutama pembuatan kebijakan dan peraturan yang cenderung bersifat politis dan
saratakan kepentingan pihak-pihak tertentu. Hal ini disebabkan masih bobroknya mental
para pembuat peraturan atau kurang kompetennya pembuat aturan tersebut

Contoh: RUU tentang Dana Aspirasi DPR sebesar 15 Milyar

2.5. STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI

BPKP dalam buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional , telah menyusun beberapa strategi
pemberantasan korupsi yang meliputi strategi preventif, detektif dan represif yang perlu
dilakukan, sebagai berikut :

1. Strategi Preventif

Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau
meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat
dilakukan dengan:

1. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;


2. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya;
3. Membangun kode etik di sektor publik ;
4. Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.

12
5. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
6. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan
peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri ;
7. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi
instansi pemerintah;
8. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
9. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN)
10. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
11. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;

2. Strategi Detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi.
Strategi detektif dapat dilakukan dengan :

1. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat;


2. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;
3. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;
4. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat
internasional ;
5. Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;
6. Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.

3. Strategi Represif

Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :

1. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ;


2. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big
fishes);
3. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk
diberantas ;
4. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;
5. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan
pidana secara terus menerus ;
6. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara
terpadu ;
7. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya;
8. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik tindak pidana
korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.

Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan
waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun
judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata

13
yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi
korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem
pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan
pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Korupsi pada dasarnya ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari
itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan
dalam pemerintahan. Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
Adapun penyebabnya antara lain, adanya kesempatan untuk melalukan tindakan korupsi,
pencegahan yang gagal, kelemahan dalam sistem penegakan hukum, integritas penegak
hukum yang belum konsisten, penegakan hukum yang terkesan kurang tegas, hukuman
yang ringan terhadap tersangka korupsi, dan kesadaran dari tiap individu akan bahaya
dan dampak yang ditimbulkan akibat tindakan korupsi. Dampak korupsi dapat terjadi di
berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan
negara. Dibutuhkan kesadaran berfikir dari tiap individu akan bahaya dan dampak dari
tindakan korupsi dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan
lingkungan sosial. Peran aktif mahasiswa dalam pencegahan dan sosialisasi pendidikan
anti korupsi yang harus digiatkan sejak dini agar kesadaran akan bahaya dan dampak
dari korupsi bisa dicegah sejak awal.

3.2. SARAN

1. Diharapkan setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan


sehari-hari.
2. Memiliki sifat takut dalam melakukan korupsi.
3. Peran aktif para mahasiswa dalam sosialisasi bahaya anti korupsi di lingkungan pendidikan
4. Berusaha bersikap jujur didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Mengetahui dampak terjadinya korupsi dan dampak yang ditimbulkan.

14
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://inspirasikecilku.blogspot.co.id/2010/06/bentuk-korupsi-di-indonesia.html

http://ilmuuntukibadah.blogspot.co.id/2016/12/bab-i-pengertian-dan-ruang-lingkup.html

http://andicvantastic.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pendidikan-anti-korupsi-dan.html?m=1

15

Anda mungkin juga menyukai