Profil Kes Kota Cimahi 2017 PDF
Profil Kes Kota Cimahi 2017 PDF
Profil Kes Kota Cimahi 2017 PDF
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena hanya dengan izin-Nya Profil Kesehatan
Kota Cimahi Tahun 2017 dapat kami susun. Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Program prioritas
Pembangunan Kesehatan pada periode 2015 – 2019 dilaksanakan melalui Program Indonesia
Sehat dengan mewujudkan paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan, dan Jaminan
Kesehatan Nasional. Upaya mewujudkan paradigma sehat ini dilakukan melalui pendekatan
keluarga dan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas). Profil Kesehatan Kota Cimahi
merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan
pelayanan minimal di bidang kesehatan dalam mendukung tercapainya Visi Dinas Kesehatan
yaitu Cimahi Sehat Mandiri.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
pendekatan, kebijakan, dan strategi program yang tepat serta sasaran yang jelas. Agar sumber
daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, maka upaya-upaya
pembangunan kesehatan diselenggarakan secara terintegrasi sejak dari perencanaan sampai
kepelaksanaan, pemantauan dan evaluasinya. Sasarannya pun difokuskan kepada keluarga,
dengan dihidupkannya kembali “Pendekatan Keluarga”. Dukungan data dan informasi
kesehatan yang akurat, tepat, dan cepat sangat menentukan dalam pengambilan keputusan
menuju arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Profil Kesehatan
memiliki kedudukan yang sangat strategis, data dan informasi yang terdapat dalam buku ini
dapat dijadikan sebagai acuan penyusunan program atau kegiatan pembangunan kesehatan
lebih lanjut di Kota Cimahi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan buku Profil Kesehatan Kota
Cimahi Tahun 2017 ini masih jauh dari sempurna, untuk itu Kami sangat mengharapkan
masukan dan saran konstruktif untuk perbaikan dalam penyusunan Profil Kesehatan Kota
Cimahi pada masa-masa yang akan datang. Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyusunan Profil
Kesehatan ini.
Kami berharap semoga buku Profil Kesehatan Kota Cimahi Tahun 2017 ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak.
Tabel 9. Standar Minimal Tenaga Dokter Umum dan Dokter Gigi ........................................... 26
Tabel 10. Jumlah Bidan dan Perawat Kota Cimahi Tahun 2017 ............................................. 27
Tabel 11. Rasio Tenaga Kesehatan Kota Cimahi Tahun 2017 ............................................... 37
Tabel 12. Anggaran Kesehatan Menurut Sumber Anggaran di Kota Cimahi Tahun 2017 ........ 38
Tabel 13. Jumlah Kematian Ibu Maternal Kota Cimahi Tahun 2007 – 2017............................. 43
Tabel 14. Pola Penyakit penderita Rawat Jalan Tahun 2017 ................................................... 72
Gambar 10. Rasio Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Per 1.000 Penduduk ........................... 14
Gambar 11. GDR Rumah Sakit Kota Cimahi Tahun 2017 ...................................................... 15
Gambar 14. BTO Rumah Sakit Di Kota Cimahi Tahun 2016 ................................................... 20
Gambar 15. Sarana Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kota Cimahi Tahun 2017 ............... 21
Gambar 18. Jumlah Posyandu & Posbindu Kota Cimahi Tahun 2017 ..................................... 23
Gambar 19. Jumlah Posbindu Perkelurahan Kota Cimahi Tahun 2014-2017 ......................... 24
Gambar 25. Jumlah Tenaga Keteknisian Medisi di Puskesmas Tahun 2012-2017 .................. 30
Gambar 26. Jumlah Tenaga Non Kesehatan di Puskesmas Tahun 2014-2017 ....................... 31
Gambar 27. Dokter Spesialis dan doker umum di Rumah Sakit Kota Cimahi Tahun 2017....... 32
Gambar 28. Dokter Spesialis dan Dokter Umum di berdasarkan tempat kerja Kota Cimahi
Tahun 2017 ........................................................................................................ 32
Gambar 29.Perbandingan Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Gigi Kota Cimahi Tahun 2017 .... 33
Gambar 30. Persebaran Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis di RS Kota Cimahi Tahun 2017
........................................................................................................................... 33
Gambar 31. Persebaran Tenaga Keperawatan di RS Kota Cimahi Tahun 2017 ...................... 34
Gambar 32.Perbandingan Teknisi Kefarmasia dan Apoteker Kota Cimahi Tahun 2017 .......... 34
Gambar 33. Persebaran Tenaga Kefarmasian di RS Kota Cimahi Tahun 2017 ....................... 35
Gambar 34. Persebaran Tenaga Kesmas, Kesling dan Gizi di RS Kota Cimahi Tahun 2017 .. 35
Gambar 35. Persebaran Tenaga Keterapian Fisik dan Keteknisian Medis di RS Kota Cimahi
Tahun 2017 ........................................................................................................ 36
Gambar 40. Capaian TT1, TT-2, TT-3, TT-4, TT5 dan TT2+ Kota Cimahi Tahun 2012-2017 . 46
Gambar 41. Capaian Yankes Nifas, Nivas vit A, Persalinan Nakes Kota Cimahi Tahun 2012-
2017 ................................................................................................................... 48
Gambar 42. Capaian Pelayanan Komplikasi Kebidanan dan Neonatali Kota Cimahi Tahun
2012-2017 .......................................................................................................... 49
Gambar 43. Persentase Peserta KB Baru dan KB Aktif Kota Cimahi 2012-2017 ..................... 52
Gambar 44. Cakupan Pemberian Tablet Fe1 dan Fe3 Kota Cimahi 2012-2017 ...................... 53
Gambar 49. Cakupan Penimbangan Balita (D/S) Kota Cimahi 2012-2017 .............................. 58
Gambar 51. Capaian Penanganan komplikasi Neonatal di Puskesmas Kota Cimahi 2013-2017
........................................................................................................................... 59
Gambar 52. Cakupan Imunisasi Campak Kota Cimahi Tahun 2012-2017 ............................... 61
Gambar 53. Capaian Imunisasi Lengkap Kota Cimahi Tahun 2014-2017 ................................ 61
Gambar 58. Pemberian Fe1 pada K1 Kota Cimahi Tahun 2012-2016 ..................................... 67
Gambar 59. Cakupan Pemberian Asi Eklusif Kota Cimahi Tahun 2012-2017 .......................... 68
Gambar 64. Angka Notifikasi Kasus Tb Per 100.000 Penduduk Tahun 2014-2017 ................. 73
Gambar 65. Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Kota Cimahi Tahun 2014-2017 ...... 74
Gambar 66. Jumlah Kasus Baru HIV Positif Sampai Tahun 2016 ........................................... 75
Gambar 66. Angka Kematian Akibat Aids Yang Dilaporkan Tahun 2012-2017 ........................ 75
Gambar 71. Cakupan Penemuan Pneumonia dan tangani Tahun 2012-2017 ......................... 79
Gambar 72. Penemuan Kasus Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2017 ...................... 80
Gambar 73. Penemuan Kasus Campak per Puskesmas di Kota Cimahi 2012-2017 ............... 81
Gambar 74. Peresebaran Kasus DBD di Wilayah Kerja Pkm Kota Cimahi Tahun 2017 .......... 83
Gambar 75. Kasus DBD dan Insident Rate di Kota Cimahi Tahun 2012-2017 ......................... 84
Gambar 77. Temuan Hipertensi Per Wilayah Kerja Puskesmas Kota Cimahi Tahun 2017 ..... 87
Gambar 79. Perempuan Usia 30-50 Kota Cimahi Tahun 2017 ............................................... 89
Gambar 80. Cakupan Deteksi Dini Kangker Leher Rahim dan Payubawa Per Puskesmas Kota
Cimahi Tahun 2017 ............................................................................................. 90
Gambar 81. Kunjungan Laki-laki dan Perempuan Per Wilayah Kerja Puskesmas Kota Cimahi
Tahun 2017 ........................................................................................................ 90
Gambar 82. Kunjungan ODGJ Per Wilayah Kerja Puskesmas Kota Cimahi Tahun 2017 ....... 91
Gambar 83. Penduduk Yang Memiliki Akses Air Minum Kota Cimahi Tahun 2016-2017 ......... 94
Gambar 84. Pemeriksaam Sampel Air Minum Kota Cimahi Tahun 2014-2017 ........................ 95
Gambar 85. Penduduk Dengan Akses Sanitasi Layak Cimahi Tahun 2014-2017 .................... 96
Gambar 87. TPM Memenuhi Syarat Higiene Sanitasi Tahun 2014-2017 ................................. 98
Lampiran 7. KASUS BARU TB BTA+, SELURUH KASUS TB, KASUS TB PADA ANAK, DAN
CASE NOTIFICATION RATE (CNR) PER 100.000 PENDUDUK KOTA CIMAHI
TAHUN 2017 ........................................................................................................ 7
Lampiran 8. JUMLAH KASUS DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+ MENURUT
JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN
2017 ..................................................................................................................... 8
Lampiran 11. JUMLAH KASUS HIV, AIDS, DAN SYPHILIS MENURUT JENIS KELAMIN KOTA
CIMAHI TAHUN 2017...................................................................................... 11
Lampiran 14. KASUS BARU KUSTA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN
PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ................................................... 14
Lampiran 15. KASUS BARU KUSTA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN
PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ................................................... 15
Lampiran 16. JUMLAH KASUS DAN ANGKA PREVALENSI PENYAKIT KUSTA MENURUT
TIPE/JENIS, JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA
CIMAHI TAHUN 2017...................................................................................... 16
Lampiran 18. JUMLAH KASUS AFP (NON POLIO) MENURUT KECAMATAN DAN
PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ................................................... 18
Lampiran 19. JUMLAH KASUS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI
(PD3I) MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA
CIMAHI TAHUN 2017...................................................................................... 19
Lampiran 20. JUMLAH KASUS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI
(PD3I) MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA
CIMAHI TAHUN 2017...................................................................................... 20
Lampiran 21. JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) MENURUT JENIS
KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017.. 21
Lampiran 22. KESAKITAN DAN KEMATIAN AKIBAT MALARIA MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ................... 22
Lampiran 27. JUMLAH PENDERITA DAN KEMATIAN PADA KLB MENURUT JENIS
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB), KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ........................ 27
Lampiran 28. KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI DESA/KELURAHAN YANG DITANGANI < 24
JAM, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 .................................................................. 28
Lampiran 31. JUMLAH IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET FE1 DAN FE3
MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 . 31
Lampiran 35. JUMLAH PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF MENURUT KECAMATAN DAN
PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ................................................... 35
Lampiran 36. BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ................... 36
Lampiran 38. JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017 .................... 38
Lampiran 39. JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017 .................... 39
Lampiran 40. JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017 .................... 40
Lampiran 43. CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BAYI DAN ANAK BALITA
MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI
TAHUN 2017 .................................................................................................... 43
Lampiran 44. JUMLAH ANAK 0-23 BULAN DITIMBANG MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017 .................... 44
Lampiran 46. JUMLAH BALITA DITIMBANG MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN
PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017 .................................................... 46
Lampiran 47. CAKUPAN KASUS BALITA GIZI BURUK YANG MENDAPAT PERAWATAN
MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI
TAHUN 2017 .................................................................................................... 47
Lampiran 49. PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT MENURUT KECAMATAN DAN
PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017 .................................................... 49
Lampiran 50. PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK SD DAN
SETINGKAT MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS
KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ........................................................................... 50
Lampiran 53. JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN, RAWAT INAP, DAN KUNJUNGAN
GANGGUAN JIWA DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN KOTA CIMAHI
TAHUN 2017 .................................................................................................... 53
Lampiran 55. PERSENTASE RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
(BER-PHBS) MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI
TAHUN 2017 .................................................................................................... 55
Lampiran 56. INDIKATOR KINERJA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT KOTA CIMAHI TAHUN
2017 ................................................................................................................. 56
Lampiran 58. PERSENTASE RUMAH SEHAT KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ........................ 58
Lampiran 64. TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN DIBINA DAN DIUJI PETIK KOTA CIMAHI
TAHUN 2017 .................................................................................................... 64
Lampiran 69. JUMLAH DESA SIAGA MENURUT KECAMATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
......................................................................................................................... 68
Lampiran 70. JUMLAH TENAGA MEDIS DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN
2017 ................................................................................................................. 69
Lampiran 74. JUMLAH TENAGA GIZI DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN
2017 ................................................................................................................. 73
Lampiran 80. POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS UMUR 0 - < 1
& UMUR 1 - 4 TAHUN KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ................................... 79
Lampiran 81. POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS UMUR 5-14
& UMUR 15 - 44 TAHUN KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ............................... 80
Lampiran 82. POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS UMUR 45 <
TAHUN & SEMUA GOLONGAN UMUR KOTA CIMAHI TAHUN 2017 ........... 81
Secara posisi geografisnya, Kota Cimahi terletak antara 1070 30’ 30” - 1070 34’ 30” BT
dan 60 50’ 00” - 60 56’ 00” LS dan berada pada cekungan Bandung, yang merupakan inti dari
wilayah Bandung Raya. Kota Cimahi berada di lintas jalan nasional yang menghubungkan
Kota Bandung - Kota Jakarta; Jalan Tol Cileunyi-Purwakarta-Padalarang, serta jalur kereta api
Bandung - Jakarta. Dengan melihat kedudukan geografis yang sangat strategis dan terletak di
persimpangan jalur kegiatan ekonomi regional dan sebagai kota inti Bandung Raya yang
berdampingan dengan ibu kota Provinsi Jawa Barat yang sangat dinamis, Kota Cimahi
memiliki potensi pengembangan daerah sebagai pusat pelayanan jasa yang berbasis pada
sumber daya manusia, terutama di bidang industri, pendidikan, perdagangan dan pariwisata.
Wilayah administrasi Kota Cimahi memiliki luas 40,37 Km2 yang terdiri dari 3 (tiga)
kecamatan dan 15 kelurahan sebagaimana terlihat dalam Tabel 3.1 .
No Kecamatan Luas(Km2)
1 Kecamatan Cimahi Selatan 16,94
2 Kecamatan Cimahi Tengah 10,11
3 Kecamatan Cimahi Utara 13,32
TOTAL (Km2) 40,37
Sumber: GIS
Wilayah Kota Cimahi secara topografi dan morfologi merupakan lembah cekungan yang
melandai ke arah selatan, dengan ketinggian di bagian utara ± 1.050 meter dpl (Kelurahan
Cipageran Kecamatan Cimahi Utara), yang merupakan lereng Gunung Burangrang dan
Gunung Tangkuban Perahu, serta ketinggian di bagian selatan sekitar ± 920 meter dpl
1
(Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan) yang mengarah ke Sungai Citarum. Secara
umum, kelurahan di Kota Cimahi merupakan daerah dataran. Hanya ada 1 (satu) kelurahan
yang topografinya memiliki daerah perbukitan yaitu kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi
Utara.
Secara umum kondisi geohidrologi Kota Cimahi dibagi kedalam 2 (dua) jenis yaitu air
permukaan dan air tanah. Kondisi air permukaan/ sungai yang melalui Kota Cimahi terdiri dari
dari Sungai Cimahi yang memiliki debit air rata-rata 3.830 l/dt. Sungai Cimahi memiliki 5 (lima)
anak sungai yaitu Kali Cibodas, Ciputri, Cimindi, Cibeureum (masing-masing di bawah 200 l/dt)
dan Kali Cisangkan (496 l/dt). Sementara itu, mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah
mata air Cikuda dengan debit air 4 l/dt dan mata air Cisintok (93 l/dt).
Kota Cimahi dan sekitarnya memiliki iklim tropis, ditandai dengan adanya musim
kemarau selama bulan Juni-September serta musim penghujan berlangsung pada periode
Oktober-Mei. Sedangkan rata rata curah hujan tahunan pada setiap wilayah bervariasi
tergantung dari ketinggian permukaan tanah, dimana pada elevasi +700-850 m curah hujan
mencapai antara 1700-3000 mm/tahun sedangkan pada elevasi >850 m curah hujan mencapai
3000-4000 mm/tahun.
2
Kelembaban udara relatif konstan dengan variasi kecil. Pada dataran Bandung dan
Cimahi kelembaban udara minimum sebesar 73% pada bulan September, dan maksimum 83 %
pada bulan April. Rata rata temperatur udara berkisar 22,70 C - 23,20 C. Temperatur udara
cenderung turun sejalan dengan kenaikan elevasi, besarnya penurunan temperatur sekitar 0,60
C setiap kenaikan elevasi 100 m.
Secara geografis letak Kota Cimahi sangat strategis, namun demikian terdapat
beberapa kendala dalam pengembangan ruang, diantaranya adalah :
a. Sebagian wilayah Kota Cimahi (± 20% luas wilayah) menurut Keputusan Menteri
Perhubungan No 49 tahun 2000, termasuk ke dalam Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) Pelabuhan Udara Husein Sastranegara. Kawasan Kota terkena
bahaya kecelakaan dan pada daerah horisontal dalam dikembangkan maksimal
ketingggian bangunan yang terbatas.
b. Peruntukan lahan Wilayah Bandung Utara berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan
Bandung Utara, menyatakan bahwa sebagian besar luas Kota Cimahi, yaitu 1446,59 Ha
(±36% dari luas Kota Cimahi) termasuk ke dalam Kawasan Bandung Utara. Pemanfaatan
ruang pada daerah yang termasuk dalam KBU ini sangat terbatas dengan tujuan
mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang di KBU untuk menjamin pembangunan
yang berkelanjutan serta untuk mewujudkan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah,
air, udara, flora, dan fauna.
c. Berdasarkan hasil Kegiatan Inventarisasi dan Evaluasi Geologi Lingkungan Metropolitan
Bandung yang dilaksanakan oleh Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan
Pertambangan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Kota Cimahi termasuk ke
dalam kawasan rawan bencana gunung api I, yaitu apabila terjadi letusan besar Gunung
Tangkubanperahu. Selain itu, di Kota Cimahi juga termasuk pada jalur patahan Lembang
yang bersiko terjadi bencana gempa tektonik.
d. Hambatan lain yang berupa hambatan fisik dan geografis dalam pengembangan Kota
Cimahi adalah terdapatnya lembah-lembah sungai di kawasan Cimahi bagian utara, jalan
tol, dan jalur kereta api yang mengakibatkan Kota Cimahi terpecah menjadi beberapa kawasan
yang sulit berinteraksi.
3
Kota Cimahi menjadi sangat dinamis dan selalu mengakomodir kebutuhan-kebutuhan yang
ada.
A. Keadaan Penduduk
Penduduk merupakan sasaran sekaligus pelaku pembangunan. Output pembangunan
adalah meningkatnya kesejahteraan penduduk dan kualitas sumber daya manusia. Sumber
daya manusia yang berkualitas inilah yang akan meningkatkan akselerasi pembangunan.
Menurut Dinas Kependudukan data kependudukan per desember tahun 2017 penduduk Kota
Cimahi berjumlah 603.634 jiwa. Rasio jenis kelamin penduduk berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 305.173 jiwa lebih banyak dari perempuan sebesar 298.461 jiwa.
Berdasarkan kelompok umur, penduduk Kota Cimahi umumnya berusia relatif muda
yaitu antara umur 0-4 tahun, yaitu sebanyak 42.168 orang atau sekitar 6.99%, umur 5-9 tahun,
yaitu sebanyak 50.339 orang atau sekitar 8,34%, umur 10-14 tahun, yaitu sebanyak 53.938
orang atau sekitar 8.94%, umur 15-19 tahun, yaitu sebanyak 50.603 orang atau sekitar 8,38%,
umur 20-24 tahun, yaitu sebanyak 49.918 orang atau sekitar 8.27%, sedangkan umur 25-29
tahun, yaitu sebanyak 47.519 orang atau sekitar 7.87%.
Struktur Umur penduduk menurut jenis kelamin secara grafik dapat dilihat pada
gambar 2.3 dalam Piramida penduduk berikut :
PIRAMIDA PENDUDUK
70-74
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
30 20 10 0 10 20 30
Jumlah Penduduk (dalam ribuan)
Perempuan Laki-Laki
4
Piramida penduduk di atas menunjukan bahwa penduduk Kota Cimahi didominasi oleh
penduduk usia produktif, sehingga hal ini merupakan potensi bagi pembangunan Kota Cimahi.
Jumlah penduduk rentang usia sekolah 5-19 tahun memasuki usia pendidikan. Penduduk usia
30-34 tahun menunjukan banyak pendatang dan berdampak pada tingkat kelahiran.
Persebaran penduduk Kota Cimahi sampai pada pada tahun 2017 menurut tempat
tinggal di setiap kelurahan tidaklah merata. Terdapat kelurahan yang memiliki jumlah penduduk
yang sangat besar, jumlah penduduk padat terdapat pada wilayah Kelurahan Melong,
Kelurahan Cibereum dan Kelurahan Cibabat. Pada kelurahan Cibabat kepadatan dikarenakan
lokasi dekat dengan kantor Pemkot, Perguruan Tinggi dan Pusat Perbelanjaan. Sedangkan
pada Kelurahan Melong dan Cibeureum dikarenakan disebabkan oleh aspek proksimitas atau
kedekatan dengan pusat-pusat kegiatan industri, perdagangan dan jasa yang berada wilayah
sekitarnya. Sebaran penduduk paling sedikit terdapat pada Kelurahan Cibeber, Baros,
Setiamanah, Karang Mekar, Cimahi dan Pasirkaliki. Pada gambar 3 permasalahan kesehatan
akan sering terjadi pada wilayah yang memiliki jumlah penduduk terbanyak.
5
Dengan Luas Wilayah 40.37 km2 dan jumlah total penduduk 603.634 jiwa
dibandingkan luas wilayah, Kota Cimahi memiliki tingkat kepadatan rata-rata 14.953 jiwa/Km2.
Berdasarkan kepadatan penduduk per Kecamatan, Cimahi Tengah yang memiliki kepadatan
penduduk tertinggi yaitu 17.277 jiwa/Km2, Kecamatan Cimahi Selatan memiliki tingkat
kepadatan penduduk sebanyak 15.210 jiwa/Km2, dan Kecamatan Cimahi Utara memiliki
kepadatan penduduk terendah, yaitu 12.861 jiwa/Km2.
Tabel 2. Kepadatan Penduduk di Kota Cimahi Tahun 2017
Luas Kepadatan
Kelurahan/ per KM2
No Wilayah
Kecamatan
(KM2) 2015 2016 2017
Cimahi Utara 13,32 12,349 12,627 12.861
1 Cibabat 2,87 19,598 20,061 20.351
2 Cipageran 5,94 8,262 8,479 8.628
3 Citeureup 3,2 12,075 12,361 12.709
4 Pasirkaliki 1,27 15,784 15,908 16.130
Cimahi Tengah 10,11 16,973 16,997 17.277
Baros 2,25 10,472 10,222 10.546
6 Cigugur Tengah 2,35 21,410 21,729 21.892
7 Cimahi 0,84 16,436 16,267 16.706
8 Karangmekar 1,31 13,939 13,818 13.850
9 Padasuka 1,98 20,430 20,557 21.011
10 Setiamanah 1,38 18,262 18,342 18.635
11 Cimahi Selatan 16,94 14,663 15,001 15.210
Cibeber 3,33 8,292 8,567 8.815
12 Cibeureum 2,75 24,431 24,855 25.133
13 Leuwigajah 3,93 11,723 12,072 12.263
14 Melong 3,13 22,427 22,828 23.042
15 Utama 3,8 9,821 10,092 10.227
6
ekonomi dari tahun 2011-2015 Kota Cimahi sempat naik di tahun 2012 menembus 6,24%. Tapi
di tahun berikutnya semakin melambat. Tahun 2011, laju pertumbuhan ekonomi Cimahi
tercatat 5,50%, tahun 2012 mencapai 6,24%, tahun 2013 melambat lagi mencapai 5,65%,
tahun 2014 mencapai 5,49% dan tahun 2015 mencapai 5,43%.
Pergerakan ekonomi di Kota Cimahi paling dominan berada di sektor industri
pengolahan, kemudian disusul di sektor perdagangan, kontsruksi, informasi dan komunikasi
serta transportasi dan pergudangan. Program-program yang dijalankan oleh Pemerintah Kota
Cimahi juga ikut andil dalam pertumbuhan laju ekonomi Cimahi. Jika programnya berjalan
sukses sesuai target, maka dampak ekonominya juga akan ada.
2. Penduduk Miskin
Kemiskinan sebagai salah satu poin untuk mengukur tingkat keberhasilan MDGs dan
SDGS di suatu Negara. Namun, untuk mengukur kemiskinan diperlukan suatu konsep yang
jelas. Kemiskinan juga dipandang sebagai ketidakmampuan dari segi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Suatu penduduk dikatakan merupakan penduduk miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan merupakan suatu
representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok
minimum makanan yang setara dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan
pokok bukan makanan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Kemiskinan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100
kilo kalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan itu
Jumlah penduduk miskin Kota Cimahi berdasarkan SK Walikota nomor 978/Kep.241-
Disnakertransos tahun 2017, telah menetapkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Program
Jaminan Kesehatan pada tahun 2017 sebesar 10.898 jiwa, sesuai dengan hasil validasi data
peserta Jaminan Kesehatan Kota Cimahi penerima bantuan. Menurut BPS Kota Cimahi
Penduduk Miskin tahun 2015 di Kota Cimahi ada sebanyak 31.780 Orang. Perbedaan angka
tersebut karena BPS menggunakan angka estimasi berdasarkan hasil perhitungan sedangkan
Kota Cimahi menggunakan data rill.
7
C. Tingkat Pendidikan
Dalam Bidang Pendidikan di Kota Cimahi, 10.86% memiliki ijasah SD yang belum
ditamatkan, 14.06% telah menyelesaikan pendidikan SD/MI, 17.37% telah menyelesaikan
pendidikan SMP, 29.49% telah menyelesaikan pendidikan SMA/ MA/ SMK, 6.2% telah memiliki
ijasah Strata 1/ Diploma IV dan 0.69% telah menyelesaikan S2.
0,69
0,09
10,86 6,22
3,59 Strata III
1,21
Strata II
Dilpoma IV/Strata I
14,06
Akademi/DIII
D I/DII
SLTA/Sederajat
29,45
SLTP/Sederajat
SD/Sederajat
17,37
Salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefleksikan status pembangunan manusi
adalah Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang
diaggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar
hidup layak (decent living). Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh PBB
menetapkan peringkat kinerja pembangunan pada skala 0-100, dengan katagori tinggi apabila
IPM lebih dari 80; katagori menengah atas IPM antara 66-79.9; katagori menengah kebawah
IPM antara 50-65.9; katagori rendah IPM kurang dari 50.
8
Berdasarkan hitungan BPS Kota Cimahi selama periode 2010-2017, Angka Harapan
Hidup meningkat menjadi 73.61%, dengan IPM Kota sebesar 76.95% dimana masuk dalam
katagori menengah. Berikut capaian IPM Kota Cimahi dapat diliat pada tabel berikut:
Tabel 3. Capaian IPM Kota Cimahi 2010-2017
9
BAB II
SARANA KESEHATAN
±
2. Wlayah Kerja Puskesmas
PUSKESMAS
CIBEBER
CIBEUREUM
CIGUGUR TENGAH
CIMAHI SELATAN
CIMAHI TENGAH
Keterangan : CIMAHI UTARA
1. Simbol CIPAGERAN
CITEUREUP
Apotek
Puskesmas Cipageran
$
LEUWIGAJAH
Klinik Swasta MELONG ASIH
"
u Rumah Sakit Puskesmas Citeureup MELONG TENGAH
$ Puskesmas $ PADASUKA
PASIRKALIKI
$
Puskesmas Padasuka
$
RSUD Cibabat
"
u
RS Mitra Kasih
RS Dustira "
u
"
u Puskesmas Cigugur Tengah
$ $
Puskesmas Pasirkaliki
Puskesmas Cibeber
$
RSU. Kasih Bunda
" $
Puskesmas Cimahi Selatan
u RS Mitra Anugrah Lestari
RSU Avisena
Puskesmas Melong Tengah
$ "u $
Puskesmas Melong Asih
Gambar 5. Persebaran Sarana Kesehatan berdasarkan Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2017
10
Keberadaan sarana kesehatan dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Sarana kesehatan yang akan diulas pada bab ini terdiri dari sarana Pelayanan Dasar, Sarana
Pelayanan Kesehatan Rujukan, Sarana Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Fasilitas pelayanan
kesehatan yang dibahas pada bagian ini terdiri dari Puskesmas dan rumah sakit.
11
rendahnya jumlah kunjungan dan terbatasnya SDM yang ada di Puskesmas Cimenteng
sehingga untuk efisiensi dan efektifitas maka status Puskesmas Cimenteng ditetapkan menjadi
Puskesmas pembantu pada pertengahan tahun 2014.
Tahun 2014 juga dibangun puskesmas pembantu Cibeureum di daerah Rancabentang
dan mulai operasional pada tahun 2015 sehingga masyarakat di wilayah sekitar puskemas
pembantu lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, salah satunya adalah dengan akreditasi
puskesmas. Pada tahun 2016 telah dilaksanakan survey Akreditasi puskesmas terhadap 3
puskesmas, yaitu puskesmas Cimahi Selatan, Cimahi Tengah dan Cipageran dari 1
puskesmas yang ditargetkan (capaian kinerjanya 300%). Pada tahun 2017 dilaksanakan
survey akreditasi terhadap 4 Puskesmas lainya yaitu puskesmas Melong Asih, Melong Tengah,
Padasuka dan Cimahi Utara. Total Puskesmas yang telah melaksanakan Akreditasi sebanyak
7 Puskesmas sampai tahun 2017, dan 6 Puskesmas yang belum melaksanakan survey
akreditasi di rencakan pada tahun 2018 dan 2019.
Dalam memberikan pelayanan kuratif kepada Masyarakat Kota Cimahi dan sekitarnya,
kunjungan rawat jalan di Puskesmas Kota Cimahi pada tahun 2017 mencapai 49.176. Pada
tahun 2017 apabila dilihat dari trend tahun sebelumnya kunjungan mengalami penurunan.
700.000
500.000 519.512
495.176
469.898
400.000 380.331
365.664 377.774
300.000 293.017 294.024 302.997
226.495 242.535 244.917 246.894
200.000 192.179
175.874
100.000
-
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
L P Total
Dari data kunjungan tersebut kunjungan perempuan 61% lebih banyak daripada laki-
laki sebesar 39%. Sedangkan kunjungan terbanyak terdapat di Puskesmas Cimahi Utara
12
sebesar 50.992 kunjungan dan kunjungan paling sedikit terdapat di Puskesmas Pasirkaliki
sebesar 20.727 kunjungan.
60.000
50.992 50.457 50.412
46.584 45.743 45.009
50.000
35.587 35.475 34.570
40.000 31.399
30.000 24.132 24.089
20.727
20.000
10.000
-
B. Rumah Sakit
1.000.000
948.903
800.000
819.112
600.000 714.697 726.435
200.000
-
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
13
Selain berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit juga dikelompokkan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan menjadi Kelas A, Kelas B, Kelas C, dan Kelas D. Pada
tahun 2017, terdapat 2 RS Kelas B, 3 RS Kelas C, dan 1 RS Kelas D. Sedangkan rumah sakit
memiliki kunjungan total rawat jalan berjumlah 948.903 orang, sedangkan kunjungan rawat
inap rumah sakit berjumlah 94.833 kunjungan.
400.000
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
-
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
2,10 2,08
2,05 2,05
2,05
2,01
2,00
1,95
1,95
1,90
1,85
Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 10. Rasio Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Per 1.000 Penduduk
14
3. GDR (GROSS DEATH RATE)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 100.000
penderita keluar. Angka kematian umum di RS Kota Cimahi tahun 2017 sebanyak 23 kasus
per 100.000 penderita keluar. Kasus kematian umum banyak terjadi di RSUD Cibabat
sebanyak 44.9 kematian per 100,000 pasien keluar, dan yang paling sediki di RS Avisena 5
kasus per 100.000 penderita keluar.
RS Avisena 5,0
NILAI
NO NAMA RUMAH SAKITa CAPAIAN
IDEAL <25
15
Kematian kurang dari 48 jam terbanyak terjadi di RS Cibabat sebesar 24.7 atau 25
orang per 100,000 pasien. Sedangkan angka kematian 48 jam di Rumah Sakit per 100,000
penderita keluar paling sedikit di RS Mitra Anugrah Lestari sebesar 0.4 orang per 100,000
pasien.
5. BOR
Terdapat 6 (enam) Rumah Sakit di Kota Cimahi, yang terdiri dari RSU Cibabat, RS
Dustira, RS Mitra Kasih, RS MAL, RS Avisena dan RS Kasih Bunda, dengan jumlah total BOR
Kota Cimahi 77.2% dengan jumlah tempat tidur tersedia 1,236 bed, pasien keluar 102.176 dan
jumlah lama rawat 324.314. Bed Occupancy Rate (BOR) adalah persentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara
60-85%.
NILAI IDEAL
NO NAMA RUMAH SAKITa CAPAIAN (%)
60-85%
Diketahui Rumah Sakit yang memenuhi nilai BOR ideal 60-85% adalah RSUD Cibabat
(74.98%) dan RS Dustira (80.8%), sedangak Nilai BOR diatas 85% adalah RS Kasih Bunda
(97.7%) dan RS Mitra Kasih (86.7%). Sedangkan Rumah Sakit yang memiliki dibawah nilai
ideal 60-85% adalah RS Avisena (55.3%) dan RS RS MAL (52.2%).
16
5
RS Kasih Bunda
Rumkit Tk.II
03,05,01 Dustira
LOS (Length Of Stay) dalam hari
RSUD Cibabat
3 3 RS Mitra Kasih
RS. Aviena
0 0 0
- 1 2 3 4 5
TOI (Turn Over Interval) dalam hari
Dari gambar 12 diatas menunjukan hanya RSUD Cibabat berada digaris efesiensi
rumah sakit, untuk RS Dustira, RS Mitra Kasih, RS Kasih Bunda walaupun BOR diatas nilai 60
% tetapi tidak masuk daerah efesiensi dikarenakan memiliki TOI/ jumlah hari sebuah tempat
tidur tidak ditempati untuk perawatan pasien dibawah satu hari. Angka BOR tinggi dikarenakan
banyak pasien yang dilayani berarti semakin sibuk dan semakin berat pula beban kerja
petugas kesehatan di RS tersebut. Akibatnya pasien kurang mendapat perhatian yang
dibutuhkan dan kemungkinan infeksi nosokomial juga meningkat. Pada akhirnya, peningkatan
17
BOR yang terlalu tinggi ini justru menurunkan kualitas kinerja tim medis dan menurunkan
kepuasan serta keselamatan pasien.
6 6
Tahun 2012
Tahun 2014
LOS (Length Of Stay) dalam hari
Tahun 2017
Tahun 2015
3 3 Tahun 2016
0 0 0
- 1 2 3 4 5
TOI (Turn Over Interval) dalam hari
Dari gambar 13 secara keseluruhan pada tahun 2017 BOR dari 6 rumah sakit di Kota Cimahi
seberapa jauh masyarakat menggunakan pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan rawat inap telah
berada pada garis efesiensi 76.79%. Pada tahun 2012-2015 angka BOR 61-62% dikarenakan jumlah
RS yang masih sedikit sehingga semakin banyak pasien yang dilayani berarti semakin sibuk dan
semakin berat pula beban kerja.
18
Tabel 6. ALOS di RS Kota CimahiTahun 2017
TURN OVER INTERVAL (TOI) menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari
dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong
tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Pada tabel 7 tergambarkan bawa rumah sakit yang
memenuhi standar ideal adalah RSUD Cibabat (1 hari), RS Avisena (3 hari). Sedangkan yang
tidak memenuhi nilai ideal adalah RS Dustira (0.5), RS MAL (3.5 hari) RS Kasih Bunda (5 hari).
19
BED TURN OVER (BTO) menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian
tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. Di Rumah
Sakit yang berada di Kota Cimahi yang pemakaian tempat tidur dipakai anatara 40- 50 kali
dalam setahun adalah RS MAL (40 kali). Sedangkan pemakaian tempat tidur melebihi 50 kali
adalah RSUD Cibabat (85 kali), RS Dustira (82 kali), RS Mitra Kasih 97 kali, RS Kasih Bunda
83 kali, RS Avisena 77.
Rs Mitra Kasih 97
RS Avisena 77
RSUD CIBABAT 85
- 20 40 60 80 100 120
Sarana pelayanan lain tahun 2017 di Kota Cimahi Balai Pengobatan/ Klinik sebanyak 40
buah, praktek Pengobatam praktik dokter perorangan sebesar 89 buah, praktik bersalin
sebanyak 3 buah, Praktek Dokter Bersama sebanyak 23 buah, dan Praktik Pengobatan
Tradisional sebanyak 363 orang (tiga terbanyak : pijat urut 77 orang, usaha jamu 73 orang dan
bekam 51 orang.
Pada tahun 2017 sarana produksi dan distribusi kefarmasian di Kota Cimahi terdiri dari
71 Apotik Swasta, 12 Buah Toko Obat, 4 Pedagang Besar Farmasi, 4 Industri Farmasi, 3
Industri Obat Tradisional dan 13 Penyalur alat kesehatan. Pengawasan terhadap obat
20
tradisional dilakukan berbagai cara, diantaranya dengan melalui pertemuan dengan pengobat
tradisional metoda ramuan yang ada di Kota Cimahi, dan untuk kader/ masyarakat melalui
pertemuan soaialisasi pemanfaatan TOGA untuk asuhan mandiri (self care) kesehatannya
masyarakat dapat memanfaatkan TOGA yang di sekitar.
INDUSTRI FARMASI 5
TOKO OBAT 12
APOTEK 71
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Sumber: Bidang Yandas SDK, Dinkes Cimahi 2017
Gambar 15. Sarana Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kota Cimahi Tahun 2017
21
0%
11%
PURNAMA
17% MADYA
MANDIRI
PRATAMA
72%
Capaian kinerja indikator tersebut keseluruhannya sudah mencapai target, dari seluruh
RW yang ada, sejumlah 312 RW, seluruhnya (100%) sudah menjadi RW Siaga Aktif (Pratama
14.42%, Madya 56.73%, Purnama 19.23%, dan Mandiri 9.29%). Posyandu di Kota Cimahi saat
ini berjumlah 402 ,dari jumlah tersebut masih ada 1 posyandu dengan strata pratama (karena
jumlah kader aktif < 5 orang), madya 67 posyandu (17%), Purnama 289 Posyandu (72%) dan
Mandiri 45 Posyandu (11%).
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Posyandu aktif adalah penambahan dari posyandu purnama dan mandiri, dimana
posyandu madya yang cakupan kelima kegiatan pokoknya lebih dari 50 %, mampu
melaksanakan program tambahan dan sudah memperoleh sumber pembiyaaan dari dana
22
sehat yang dikelola masyarakat yang jumlah peserta masih terbatas yakni kurang dari 50 %
kepala keluarga (KK) di wilayah kerja posyandu. Sedangkan Posyandu Mandiri merupakan
posyandu purnama yang sumber pembiayaannya diperoleh dari dana sehat yang dikelola oleh
masyarakat dengan jumlah peserta lebih dari 50 % KK di wilayah kerja posyandu. Pada
gambar 17 Posyandu aktif mengalami peningkatan di tahun 2017.
Posbindu saat ini telah menjadi salah satu strategi penting pemerintah Kota Cimahi
untuk mengendalikan trend penyakit tidak menular yang semakin mengkawatirkan, maka
dibentuk Posbindu PTM yang sasaranya mulai dari umur 45 tahun keatas. Sebagaimana kita
ketahui, berbagai data laporan, menunjukkan bahwa trend tingkat kesakitan dan kematian
penyakit tidak menular (hipertensi, diabetes, stroke, jantung, ginjal, dan lainnya), sudah
melampaui tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit menular.
70
59
60 53
50
40
40
31 31 29 30
30 25 26
22 22 23 22 21 22
20 20 19
20 16 14 15 16 14 14
11 12
10
0
Posyandu Posbindu
23
Pada gambar diatas jumlah Posyandu dan Posbindu terbanyak pada Puskesmas
Cigugur sebanyak 59 buah Posyandu dan 23 Posbindu, dikarenaka Puskesmas Cigugur
Tengah memiliki wilayah kerja 2 (dua) kelurahan yang luas yaitu kelurahan Cigugur dan Baros.
214
212
210
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Jumlah Posbidu di Kota Cimahi sebanyak 225, dan yang terdaftar sebagai posbindu
PTM sebanyak 99 Posbindu, pada tahun 2019 sejumlah 23 Posbindu akan diajukan revitalisasi
(Perkantoran, Sekolah dan KBIH).
24
BAB III
SUMBER DAYA MANUSIA BIDANG KESEHATAN
Data jumlah tenaga kesehatan sangat diperlukan dalam menentukan pengadaan dan
penempatan tenaga. Dari data tersebut diharapkan dapat tergambar pemenuhan tenaga
kesehatan setiap kelurahan/kecamatan dalam peningkatan pelayanan Kesehatan berkualitas.
25
a. Tenaga Medis
Mengacu kepada indikator Indonesia Sehat standar minimal tenaga kesehatan untuk
tenaga di Puskesmas adalah 2 dokter umum per puskesmas, 1 dokter gigi per puskesmas, 3
bidan per puskesmas, 7 perawat per puskesmas, 1 tenaga gizi per puskesmas, 1 tenaga
sanitarian per puskesmas dan 1 tenaga apoteker per puskesmas.
Total Puskesmas 36 17
Dari tabel 8 dokter umum di Puskesmas kota Cimahi berjumlah 36 orang dan dokter gigi
17 orang, dari matrik tersebut sudah memenuhi standar minimal tenaga baik dari Kementerian
Kesehatan maupun standar BPJS 1:5000 di setiap Puskesmas. Beberapa Puskesmas memiliki
jumlah dokter umum dan dokter gigi lebih banyak dari standar minimal karena memiliki wilayah
kerja 2 kelurahan (Puskesmas Cimahi Tengah, Cigugur Tengah dan Padasuka), selain itu juga
adanya meningkatnya kepesertaan BPJS di Puskesmas dikarenakan adanya migrasi
kepesertaan dan penambahan jumlah kepesertaan BPJS yang telah didaftarkan.
b. Tenaga Keperawatan
Jumlah bidan di puskesmas berjumlah 66 orang, yang terdiri dari 52 bidan PNS, 6 bidan
BHL dan 8 Bidan PTT. Jumlah bidan berdasarkan standar minimal sudah memenuhi. Berbeda
dengan tenaga bidan tenaga perawat banyak puskesmas yang masih belum memenuhi
26
kebutuhan minimal, jumlah perawat saat ini berjumlah 69 orang terdiri dari 53 perawat umum
dan 16 perawat gigi.
PTT
BHL 12%
9%
BIDAN
79%
Jumlah tenaga keperwatan di Puskesmas Kota Cimahi pada tahun 2017 terdiri dari tenaga
Bidan (50%), perawat umum (38 %), dan jumlah tenaga perawat gigi (12%) dari jumlah yang
ada.
12%
Bidan
50%
38% Perawat
Perawat Gigi
Bidan Perawat
UNIT KERJA Standar Standar
Jumlah Kebutuhan Jumlah Kebutuhan
Minimal Minimal
Puskesmas Cipageran 4 3 Memenuhi 6 7 kurang
Puskesmas Citeureup 3 3 Memenuhi 5 7 kurang
Puskesmas Cimahi Utara 3 3 Memenuhi 5 7 kurang
Puskesmas Pasirkaliki 2 3 kurang 3 7 kurang
Puskesmas Cimahi Tengah 3 3 Memenuhi 8 7 Memenuhi
Puskesmas Cigugur Tengah 5 3 Memenuhi 6 7 kurang
27
Bidan Perawat
UNIT KERJA Standar Standar
Jumlah Kebutuhan Jumlah Kebutuhan
Minimal Minimal
Puskesmas Padasuka 5 3 Memenuhi 6 7 kurang
Puskesmas Cimahi Selatan 10 3 Memenuhi 5 7 kurang
Puskesmas Cibeureum 4 3 Memenuhi 6 7 kurang
Puskesmas Melong Asih 8 3 Memenuhi 5 7 kurang
Puskesmas Cibeber 3 3 Memenuhi 5 7 kurang
Puskesmas Leuwigajah 5 3 Memenuhi 4 7 kurang
Puskesmas Melong Tengah 11 3 Memenuhi 4 7 kurang
Jumlah tenaga bidan pada Puskesmas Cimahi Selatan, Puskesmas Melong Asih dan
Puskesmas Melong Tengah lebih banyak dari Puskesmas lainnya, karena Puskesmas poned
dan melayani pelayanan persalinan 24 jam di Puskesmas.
c. Tenaga Kefarmasian
30
25
1 2 2
20 0 1 1
15
23 22 22
10 20 20 19
0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
28
Praktik kefarmasian yang meliputi pengendalian mutu, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pencatatan-
pelaporan obat harus dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Kota Cimahi tahun 2012-
2017 mengalami penambahan tenaga sesuai dengan kebutuhan Puskesmas. Untuk kebutuhan
tenaga Apoteker di Puskesmas diperlukan 12 tenaga Apoteker.
Tenaga SKM merupakan tenaga khusus yang secara fungsi bertanggung jawab terhadap
seluruh masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit. Hanya fokus utamanya pada upaya
kesehatan masyarakat melalui promotif dan preventif. Berbeda dengan tenaga medis (dokter,
perawat, bidan) yang fokus dan fungsi utamanya pada upaya kesehatan perorangan melalui
upaya kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan/perbaikan). Pada periode tahun 2012-
2017 tenaga Kesmas di Puskesmas mengalami penurunan dikarenakan adanya mutasi
pegawai dan perubahan jabatan.
14 13 13
12 12 12 12
12
10
8
6
6 5
4
2 2 2
2 1
0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Kesmas Kesling
Gambar 23. Jumlah Tenaga Kesmas dan Kesling di Puskesmas Tahun 2012-2017
29
e. Tenaga Gizi
Tugas pokok tenaga gizi adalah melaksanakan pelayanan di bidang gizi, makanan, dan
dietetik yang meliputi pengamatan, penyusunan program, pelaksanaan, penilaian gizi bagi
perorangan, kelompok di masyarakat. Fungsinya adalah bersama dengan profesi lainnya untuk
saling mendukung dalam meningkatkan pelayanan gizi dan sekaligus status gizinya. Adapun
jumlah tenaga gizi pada tahun 2017 yang berkerja di Kota Cimahi berjumlah 14 orang.
20 18
18
16 15 15 15
14 14
14
12
10
8
6
4
2
0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
20
16 16 16
15 15
15 13
12 12 12 12
11 11
10
0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
30
g. Tenaga Non Kesehatan
Jumlah pengelola keuangan jumlah yang ada sebanyak 8 orang, sedangkan kebutuhan
yang diperlukan sebanyak 26 orang sehingga masih kurang 18 orang untuk pengelola
keuangan di Puskesmas. Pengadministrasi umum dari 9 orang masih memerlukan 4 orang.
Pengelola barang milik negara jumlah kebutuhan 13 yang ada saat ini berjumlah 9 orang dan
kekurangannya sebanyak 4 orang.
40 35 35
35
30 26
24
25 22 22 23 21
20
20
15 13
10
5
0
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Selain di Puskesmas sumber daya manusia kesehatan memegang peranan penting dalam
pelayanan rumah sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
31
a. Tenaga Medis
dr. Umum
41%
dr. Spesialis
59%
Gambar 27. Dokter Spesialis dan doker umum di Rumah Sakit Kota Cimahi Tahun 2017
Sedangkan berdasarkan tempat bekerja, Rumah Sakit dustira memiliki SDM terbanyak
dimana jumlah dokter 99 orang (38 dokter spesialis dan 61 dokter umum), dan yang kedua
adalah RSUD Cibabat sebanyak 77 orang (49 dokter spesialis dan 28 dokter umum).
Berdasarkan jenisnya dokter spesialis terbanyak berada di RSUD Cibabat sebesar 49 orang.
Untuk pelayanan dokter umum dan spesialis terendah berada di RSGM Unjani karena Rumah
Sakit ini merupakan rumah sakit khusus gigi dan mulut.
100
80
61
28
60
40 8
10
49 12
20 38 37 11
27 21
15
0 1
0
RSUD RS RS Mitra RSU Kasih RS MAL RS RSGM
Cibabat Dustira Kasih Bunda Avisena Unjani
Gambar 28. Dokter Spesialis dan Dokter Umum di berdasarkan tempat kerja Kota Cimahi Tahun 2017
32
Dr Gigi
Spesialis dr Digi
48% 52%
Gambar 29.Perbandingan Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Gigi Kota Cimahi Tahun 2017
Adapun jumlah dokter gigi yang bekerja di Rumah Sakit, dokter gigi umum 52% lebih
banyak dari pada Dokter Gigi Spesialis 48% di Kota Cimahi. Sedangkan berdasarkan tempat
bekerja di Rumah Sakit, RSGM Unjani lebih banyak tenaga dokter gigi (12 orang) dan dokter
gigi spesialis (21 orang). Untuk tenaga dokter gigi spesialis tidak semua bekerja di rumah sakit
Kota Cimahi (RS Kasih Bunda dan Avisena).
25 21
20
15 12
8
10
2 2 2 2 2 3 2 1
5 1 0
0
0
RSUD RS RS RSU RS MAL RS RSGM
Cibabat Dustira Mitra Kasih Avisena Unjani
Kasih Bunda
Gambar 30. Persebaran Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis di RS Kota Cimahi Tahun 2017
b. Tenaga Keperawatan
Jumlah tenaga keperawatan di Rumah Sakit Kota Cimahi, berdasarkan laporan RS Dustira
lebih banyak menggunakan tenaga keperawatan (60 orang Bidan, 522 orang Perawat, dan 7
33
orang Perawat Gigi), dan yang kedua adalah RSUD Cibabat (48 orang Bidan, 299 orang
Perawat, dan 5 orang Perawat Gigi).
600 7
500
400
5 522
300
200 299
2
134 2 0
100 99 2 81
48 60 65
24 17 15 25 6
0
0
RSUD Rumkit RS Mitra RSU Kasih RS MAL RS Avisena RSGM
Cibabat Tk.II Kasih Bunda Unjani
03,05,01
Dustira
c. Tenaga Kefarmasian
Berdasarkan laporan RS tenaga kefarmasian di Kota Cimahi 75% teknisi Apoteker dan
25% adalah Apoteker. Adapun jumlah rumah sakit terbanyak mengunakan tenaga kefarmasian
adalah RSUD Cibabat sebanyak 38 orang (32 orang Teknisi Kefarmasian dan 6 orang
Apoteker), dan yang kedua adalah RS Dustira (16 orang Teknisi Kefarmasian dan 11 orang
Apoteker).
25%
Tenis Kefarmasian
75% Apoteker
Gambar 32.Perbandingan Teknisi Kefarmasia dan Apoteker Kota Cimahi Tahun 2017
34
40
35 6
30
25
11
20 5
32
15 2
10 16 15 1
11 3
5 8 5 1
1
0
RSUD RS RS RSU RS MAL RS RSGM
Cibabat Dustira Mitra Kasih Avisena Unjani
Kasih Bunda
Berdasarkan laporan Rumah Sakit, pada tahun 2017 tenaga Kesmas, Kesling dan Gizi,
apabia dijumlahkan paling banyak bekerja di RS Dustira (7 orang tenaga Kesmas, 3 orang
tenaga Kesling dan 4 orang tenaga Gizi), dan untuk petugas Gizi paling banyak berada di
RSUD Cibabat.
15
4
10 8
3
0
5
6 7 2
3 2 0 1
0
1 2 1
0 0 0 0
RSUD RS Dustira RS Mitra RSU Kasih RS MAL RS Avisena RSGM
Cibabat Kasih Bunda Unjani
Gambar 34. Persebaran Tenaga Kesmas, Kesling dan Gizi di RS Kota Cimahi Tahun 2017
Berdasarkan laporan Rumah Sakit, pada tahun 2017 untuk tenaga Keterapian Fisik dan
Keteknisian Medis, apabia dijumlahkan paling banyak bekerja di RS Dustira (19 orang
Keterapian Fisik dan 71 orang keteknisian medis), selanjutnya paling banyak bekerja di RSUD
Cibabat (9 orang Keterapian Fisik dan 69 orang keteknisian medis).
35
100
90
80
70
60
71
50
40 69
30
36 36
20
10 19 18
17
9 3 6 4 2
0 0 0
RSUD RS Dustira RS Mitra RSU Kasih RS MAL RS Avisena RSGM
Cibabat Kasih Bunda Unjani
36
Tabel 10. Rasio Tenaga Kesehatan Kota Cimahi Tahun 2017
Target
Ratio/100,000
Jenis Tenaga Ratio/100,000 Keterangan
Penduduk
Penduduk
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa rasio tenaga kesehatan di Kota Cimahi
sebagian besar telah sesuai dengan target nasional dalam melayani masyarakat, sesuai
berdasarkan kepada Keputusan Mentri koordinator bidang Kesejahtraan Rakyat nomor 54
tahun 2013 tentang rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025. Untuk
tenaga kesehatan masih dibawah target adalah rasio tenaga bidan 60.30 dari target 100 per
100.000 penduduk, rasio tenaga kesehatan lingkungan 2.65 dari target 15 per 100.000
penduduk, dan rasio tenaga gizi 5.63 dari target 10 per 100.000 penduduk. Untuk memenuhi
ketersedian tenaga bidan pemerintah Kota Cimahi telah berupaya merekrut bidan PTT dan
BHL untuk membantu pelayanan di Puskesmas.
37
BAB IV
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah untuk membuat dana yang tersedia, serta untuk
mengatur insentif keuangan yang tepat untuk provider kesehatan, hal ini berfungsi untuk
memastikan bahwa semua individu memiliki akses terhadap kesehatan masyarakat yang
efektif dan pelayanan kesehatan individu (WHO 2000). Sistem pembiayaan kesehatan yang
baik yaitu mengumpulkan dana yang memadai untuk kesehatan, mencari cara yang
memastikan orang dapat menggunakan layanan yang dibutuhkan, dan dilindungi dari bencana
keuangan atau pemiskinan akibat pembayaran layanan kesehatan. Hal tersebut juga
memberikan insentif bagi penyedia dan pengguna untuk efisien (WHO, 2007).
Tabel 11. Anggaran Kesehatan Menurut Sumber Anggaran di Kota Cimahi Tahun 2017
38
Program kegiatan dan anggaran yang mendukung pencapaian indikator sasaran
strategis dan tugas Pokok Kota Cimahi tahun 2017 bersumber APBD Kota, APBD Provinsi,
dan sumber lain. Total anggaran untuk pembangunan Kesehatan di Kota Cimahi pada tahun
2017 berjumlah Rp. 477,058,939,476, yang terdiri Rp. 80,979,841,804 untuk Dinas Kesehatan
Kota Cimahi dan RSUD Cibabat Rp. 396,079,097,672.
25,0
21,7
20,0 18,2
15,0 12,7
11,8
10
10,0
5,0
0,0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Nasional
Sebelum JKN, pemerintah telah berupaya merintis beberapa bentuk jaminan sosial di
bidang kesehatan, antara lain Askes Sosial bagi pegawai negeri sipil (PNS), penerima pensiun
dan veteran, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek bagi pegawai BUMN dan
swasta, serta Jaminan Kesehatan bagi TNI dan Polri. Untuk masyarakat miskin dan tidak
39
mampu, sejak tahun 2005 Kementerian Kesehatan telah melaksanakan program jaminan
kesehatan sosial, yang awalnya dikenal dengan nama program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM), atau lebih populer dengan nama program
Askeskin (Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin). Kemudian sejak tahun 2008 sampai
dengan tahun 2013, program ini berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas).
Seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014, semua program jaminan
kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah tersebut (Askes PNS, JPK Jamsostek, TNI,
Polri, dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sama halnya dengan program Jamkesmas, pemerintah
bertanggungjawab untuk membayarkan iuran JKN bagi fakir miskin dan orang yang tidak
mampu yang terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
80,00 74,17
68,98
70,00 65,68
60,00
50,00
38,89
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Peserta Jaminan Kesehatan Kota Cimahi pada tahun 2017 sebanyak 447.735 orang, yang
terdiri dari 126.250 orang Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN, 10.898 orang PBI APBD, 177.838
orang Pekerja penerima upah (PPU), 109.930 orang Pekerja bukan penerima upah (PBPU)/mandiri,
dan 22.819 orang Bukan pekerja (BP).
40
BAB V
DERAJAT KESEHATAN
Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan
pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan
program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan
lingkungan, kecukupan gisi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan.
73,61
73,59
73,58
73,56 73,56
73,55
73,54
73,53
Thn 2010 Thn 2011 Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Indikator angka harapan hidup tidak bisa didapatkan dari sistem pencatatan pelaporan
rutin, tetapi melalui estimasi berdasarkan data primer hasil survey dan sensus yang diterbitkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk Kota Cimahi BPS mengeluarkan data sampai tahun
41
2017 dengan nilai 73.61 tahun. Nilai tersebut menunjukan bahwa Kota Cimahi memiliki AHH
diatas rata-rata provinsi Jawa Barat sebesar 72.28 tahun.
B. Mortalitas/Kematian
Angka kematian yang terjadi di satu wilayah tertentu dapat memberikan gambaran
derajat kesehatan maupun hal lain di wilayah tersebut, seperti kerawanan keamanan atau
bencana alam. Pada dasarnya ada penyebab kematian langsung dan penyebab tidak
langsung, walaupun kenyataan yang terjadi adalah interaksi berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat kematian masyarakat.
Salah satu indikator yang sering digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan
penduduk adalah tingkat kematian penduduk tersebut. Tingkat kematian merupakan indikator
sensitif terhadap kualitas dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di suatu wilayah
seperti Angka Kematian Kasar, Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu, Angka Kematian
Balita dan Angka Harapan Hidup.
1. Kematian Bayi
Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan
derajat kesehatan masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan
lingkungan tempat tinggal orang tua dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang
tuanya. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai
penyakit penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB.
Dengan demikian angka kematian bayi merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya
intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan.
Jumlah kematian bayi di Kota Cimahi tahun 2017 yang dilaporkan berjumlah 65 kasus
dari 10.528 Kelahiran Hidup (konversi 6,17/1000 KH), hal ini mengalami penurunan yang
sebelumnya pada tahun 2015 sebanyak 89/10.193 KH dan tahun 2016 sebanyak 66/10.341
dan jauh lebih baik dari target yang ditetapkan. Jumlah kematian bayi tahun 2017 lebih rendah
dikarenakan adanya peningkatan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak. Adapun penyebab
kematian neonatal dikarenakan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR 23, Asfiksia 23, Kelainan
bawaan 6 dan lain-lain 6 kasus. Sedangkan kematian bayi disebabkan diare 1 kasus, dan
pneumonia 1 kasus).
42
Absolut
100
89 Konversi (Per
80 100.000 KH)
78
73
66 65
60
40
Target
20 29.3
23
2. Kematian Ibu
Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The International
Classification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan,
atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi
kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau yang
diperberat oleh kehamilan tersebut atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (WHO,2007). Jumlah kasus kematian ibu maternal
(ibu hamil & ibu bersalin) tahun 2007 - 2017 di Kota Cimahi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12. Jumlah Kematian Ibu Maternal Kota Cimahi Tahun 2007 – 2017
43
Dari tabel 12 tersebut di atas terlihat bahwa jumlah kematian ibu di Kota Cimahi tahun
2016 adalah 8 orang (77/100.000 KH) mengalami penurunan pada tahun 2015 adalah 17
kasus per 10.193 Kelahiran Hidup (konversi 167.78/100.000 KH). Tetapi di tahun 2107 kasus
kematian ibu kembali meningkat menjadi 12 kasus dari 10.528 KH (konversi 114/100.000 KH) .
Penyebab langsung kematian ibu diantaranya hiipertensi 4 kasus, gangguan system peredaran
darah 2 kasus, TBC 2 kasus, lain-lain 1 kasus. Peningkatan kasus kematian ibu kemungkinan
disebabkan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil yang kurang optimal, dan kesadaran
masyarakat untuk memeriksakan kehamilannya masih perlu ditingkatkan.
44
BAB VI
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN
A. Kesehatan Keluarga
1. Kesehatan Ibu
Pelayanan K4 (Ibu Hamil yang telah mendapat pelayanan sesuai standar kebidanan
sekurang-kurangnya empat Kali) di Kota Cimahi pada tahun 2017 belum mencapai target yang
ditetapkan. Dari 11.875 orang sasaran ibu hamil, 10.454 orang (88,03%) telah mendapat
pelayanan K4 sesuai standar.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil adalah
kualitas pelayanan, di antaranya pemenuhan semua komponen pelayanan kesehatan ibu hamil
yang harus diberikan saat kunjungan. Dalam hal ketersediaan sarana kesehatan, hingga bulan
Desember 2017, 13 Puskesmas di Kota Cimahi dengan rasio 0.7 puskesmas per 30.000
penduduk. Dengan demikian, rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk belum mencapai
rasio ideal 1:30.000 penduduk, dikarenakan penyebarannya tidak merata. Keberadaan
puskesmas secara ideal harus didukung dengan aksesibilitas yang baik. Hal ini tentu saja
sangat berkaitan dengan aspek geografis dan kemudahan sarana dan prasarana transportasi.
Dalam mendukung penjangkauan terhadap masyarakat di wilayah kerjanya, puskesmas juga
sudah menerapkan konsep satelit dengan menyediakan puskesmas pembantu.
Salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi yaitu infeksi tetanus yang
disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani sebagai akibat dari proses persalinan yang tidak
aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum melahirkan. Clostridium
Tetani masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang menyerang sistem syaraf
pusat.
Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus yang merupakan salah satu faktor risiko
kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita usia subur dan ibu
45
hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran imunisasi lanjutan.
Imunisasi lanjutan adalah kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi
Imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan
wanita usia subur termasuk ibu hamil. Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi TT
adalah wanita berusia antara 15-49 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak
hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan
pelayanan antenatal. Imunisasi TT pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval
tertentu, dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup.
Interval pemberian imunisasi TT dan lama masa perlindungan yang diberikan sebagai berikut:
a. TT2 memiliki interval minimal 4 minggu setelah TT1 dengan masa perlindungan 3 tahun.
b. TT3 memiliki interval minimal 6 bulan setelah TT2 dengan masa perlindungan 5 tahun.
c. TT4 memiliki interval minimal 1 tahun setelah TT3 dengan masa perlindungan 10 tahun.
d. TT5 memiliki interval minimal 1 tahun setelah TT4 dengan masa perlindungan 25 tahun.
100,0
90,0
80,0
70,0
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 40. Capaian TT1, TT-2, TT-3, TT-4, TT5 dan TT2+ Kota Cimahi Tahun 2012-
2017
46
Gambar 40 menampilkan cakupan imunisasi TT1, TT2, TT, TT2+ menunjukan
penurunan dengan persentase pada tahun 2017 TT1 sebesar 57%, TT2 sebesar 52%.
Penurunan ini dikarenakan pada tahun TT1 dan TT2 wajib diberikan, sedangkan pada Tahun
sekarang pemberian TT harus melihat stata T yang sebelumnya, sehingga TT3, TT4 dan TT5
cenderung mengalami peningkatan hingga tahun 2017, dengan capaian pada tahun 2017 TT3
sebesar 12.5, TT4 sebesar 6.6% dan TT5 sebesar 3.5%.
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian terjadi pada masa
disekitar persalinan, hal ini antaralain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai kompentensi kebidanan. Cakupan persalinan adalah persalinan
yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang kompeten di fasilitas kesehatan, angka cakupan ini
menggambarkan tingkat penghargaan masyarakat terhadap tenaga penolong persalinan dan
manajemen persalinan KIA dalam memberikan persalinan secara profesional.
Dalam kurun tahun 2012-2017 cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
cenderung meningkat dari 88,6% tahun 2012 menjadi 91,8% pada tahun 2017. Persalinan
Oleh Tenaga Kesehatan di Kota Cimahi telah melebihi target yaitu 91.8% dari target yang
ditetapkan Kota Cimahi sebesar 90,25%. Sebanyak 10.407 ibu dari sasaran 11.875 ibu
bersalin telah melakukan persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten di
fasilitas kesehatan.
100,0
94,2
95,0 92,9 92,4
89,7 89,9
91,2 91,8
90,0 90,1 89,3 89,9
88,6 86,4
84,3 84,6
85,0 83,6 83,7
80,3
80,0
75,0
70,0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
47
Gambar 41. Capaian Yankes Nifas, Nivas vit A, Persalinan Nakes Kota Cimahi Tahun 2012-2017
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai
standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan,yaitu pada
enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan hari
ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan.
Masa nifas dimulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari :
a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi
baru lahir, termasuk keluarga berencana;
f. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
Cakupan kunjungan nifas (KF3) di Kota Cimahi dalam kurun waktu lima tahun terakhir
secara umum mengalami kenaikan. Capaian indikator KF3 yang meningkat dalam lima tahun
terakhir merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat
termasuk sektor swasta. Selain itu, dengan diluncurkannya Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) sejak tahun 2010, puskesmas, poskesdes, dan posyandu lebih terbantu dalam
mengintensifkan implementasi upaya kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan
ibu nifas. Pelayanan kesehatan ibu nifas termasuk di antaranya kegiatan sweeping atau
kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Cakupan Pelayanan Nifas tahun 2017 sebesar 86.4% meningkatan bila dibandingkan
dengan cakupan tahun 2016, Salah satu penyebab belum tercapainya target cakupan
pelayanan nifas (KF3) adalah masih ada ibu nifas berkunjung tidak sesuai dengan jadwal
kunjungan yaitu sebanyak 3 kali dengan jadwal kunjungan kesatu : 6-48 jam, kunjungan kedua
: 3 hari sampai 28 hari dan kunjungan ketiga : 29 hari sampai 40 hari. Kebanyakan ibu nifas
yang tidak mempunyai keluhan tidak datang untuk memeriksakan diri ke puskesmas/ fasilitas
kesehatan lainnya.
48
4. Penanganan Komplikasi Kebidanan Dan Komplikasi Neonatal
Komplikasi pada proses kehamilan, persalinan dan nifas juga merupakan salah satu
penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak
langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan
atau janin. Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi maka dilakukan
pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan. pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan
adalah pelayanan kepada ibu hamil, bersalin, atau nifas untuk memberikan perlindungan dan
penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan
dasar dan rujukan.
Keberhasilan program ini dapat diukur melalui indikator cakupan penanganan
komplikasi kebidanan (Cakupan PK). Indikator ini mengukur kemampuan negara dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas)
dengan komplikasi. Capaian indikator penanganan komplikasi kebidanan dan neonatal di Kota
Cimahi dari tahun 2012 hingga tahun 2016 disajikan pada gambar berikut.
120,0 108,5
100,0 91,5
76,6 80,6 78,1
80,0 74,7
60,0 46,9
45,2
38 37,6 39,5
40,0
20,0
0,0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Gambar 42. Capaian Pelayanan Komplikasi Kebidanan dan Neonatali Kota Cimahi
Tahun 2012-2017
49
Komplikasi yang tidak tertangani dapat menyebabkan kematian, namun demikian
sebagian besar komplikasi dapat dicegah dan ditangani bila : 1) ibu segera mencari
pertolongan ke tenaga kesehatan; 2) tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang
sesuai, antara lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan, dan
pelaksanaan manajemen aktif kala III (MAK III) untuk mencegah perdarahan pasca-salin; 3)
tenaga kesehatan mampu melakukan identifikasi dini komplikasi; 4) apabila komplikasi terjadi,
tenaga kesehatan dapat memberikan pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi
pasien sebelum melakukan rujukan; 5) proses rujukan efektif; 6) pelayanan di RS yang cepat
dan tepat guna.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu
dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan
menangani kasus risiko tinggi secara memadai; 2) pertolongan persalinan yang bersih dan
aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran; serta 3)
pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang
dapat dijangkau secara tepat waktu oleh masyarakat yang membutuhkan.
Beberapa terobosan di Kota Cimahi dalam penurunan AKI dan AKB telah dilakukan,
salah satunya Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di 13
Puskesmas. Program tersebut menitikberatkan kepedulian dan peran keluarga dan masyarakat
dalam melakukan upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil, serta
menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar di tingkat
Puskesmas (PONED) telah dilakukan di 3 Puskesmas yaitu Puskesmas Cimahi Selatan,
Puskesmas Melong Asih dan Puskesmas Melong Tengah. P4K merupakan salah satu unsur
dari Desa Siaga yang diterjemahkan menjadi RW Siaga pada tingkat Kota. P4K mulai
diperkenalkan oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2007. Pelaksanaan P4K di RW tersebut
perlu dipastikan agar mampu membantu keluarga dalam membuat perencanaan persalinan
yang baik dan meningkatkan kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi tanda bahaya
kehamilan, persalinan, dan nifas agar dapat mengambil tindakan yang tepat.
Selain itu pula kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP), yang merupakan upaya dalam
penilaian pelaksanaan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
Kegiatan ini dilakukan melalui pembahasan kasus kematian ibu atau bayi baru lahir sejak di
level masyarakat sampai di level fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu hasil kajian yang
didapat dari AMP adalah kendala yang timbul dalam upaya penyelamatan ibu pada saat terjadi
kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir. Kajian tersebut juga menghasilkan
50
rekomendasi intervensi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi di
masa mendatang.
5. Pelayanan Kontrasepsi
51
kontrasepsi dan atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan metode kontrasepsi
setelah melahirkan/keguguran.
90,0 83,0
77,6 77,7 77,7 78,2 75,9
80,0
70,0
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0 14,8 13,3 10,4 9,7 10,3
10,0 5,8
0,0
Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 43. Persentase Peserta KB Baru dan KB Aktif Kota Cimahi 2012-2017
Jumlah Peserta KB baru dan KB aktif menunjukkan pola penurunan dari tahun 2012
s.d 2017. Pada tahun 2017 jumlah peserta KB Baru 5.8% mengalami penurunan dari tahun
2016, sedangkan persentase peserta KB Aktif mengalami penurunan menjadi 75.9%.
Sebagian besar peserta KB baru maupun KB aktif memilih suntikan dan IUD sebagai alat
kontrasepsi. Kedua jenis alat kontrasepsi ini dianggap mudah diperoleh dan digunakan oleh
pasangan usia subur. Namun demikian perlu diperhatikan tingkat efektifitas suntikan dan IUD
dalam pengendalian kehamilan dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya.
Pada wanita hamil anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan
proses persalinan (inertia uteri, atonia uteri, partus lama), gangguan pada masa nifas (sub
involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan produksi ASI rendah), dan gangguan pada
janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).
Menurut WHO 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia
pada kehamilan dan kebanyakan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan
tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Pada wanita hamil sangat rentan terjadi anemia
defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodolusi yang
52
menyebabkan terjadinya pengenceran darah, pertambahan darah tidak sebanding dengan
pertambahan plasma, kurangnya zat besi dalam makanan dan kebutuhan zat besi meningkat
serta gangguan pencernaan dan absorbsi.
Untuk menanggulangi masalah anemia di Kota Cimahi, pemerataan pendistribusian
tablet Fe ke Puskesmas dibagikan keseluruh ibu hamil secara gratis. Pendistribusian tersebut
termasuk salah satu target capaian dalam Asuhan Antenatal Care (ANC), empat kali
kunjungan ANC dianggap cukup dengan rincian satu kali setiap trimester dan dua kali pada
trimester terakhir.
98,00
95,48 95,88 95,40
96,00 94,34
94,00
92,00
90,00 89,92 89,47 89,04
88,00 87,84
86,00
84,00
82,00
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Fe1 Fe3
Gambar 44. Cakupan Pemberian Tablet Fe1 dan Fe3 Kota Cimahi 2012-2017
Salah satu frekuensi kunjungan dalam ANC adalah untuk cakupan Fe1 dan fe3,
dimana pemberian tablet zat besi pada ibu hamil dapat dibedakan menjadi Fe1 yaitu yang
mendapat 30 tablet dan Fe3 yaitu yang mendapat 90 tablet selama masa kehamilan.
Pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan juga merupakan salah satu
penerapan operasional dari standar minimal “7T” untuk pelayanan antenatal. Program
pemerintah yang telah dijalankan tersebut terlihat pada angka cakupan pemberian tablet Fe3
pada ibu hamil di Kota Cimahi tahun 2017 mencapai 89.04%.
B. Kesehatan Anak
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang
akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian
anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan,
dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia delapan belas tahun. Upaya kesehatan anak
antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian
53
yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi
(AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Perhatian terhadap upaya penurunan angka
kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi
terhadap 59% kematian bayi.
Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai indikator
kesehatan anak yang meliputi, penanganan komplikasi neonatal, pelayanan kesehatan
neonatal, imunisasi dasar, pelayanan kesehatan pada siswa SD/setingkat, dan pelayanan
kesehatan peduli remaja.
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari. Pada masa
tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi
pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan
golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai masalah
kesehatan bisa muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal.
Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini di
antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada
kunjungan bayi baru lahir.
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1 merupakan indikator yang
menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada
periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir yang meliputi, antara lain kunjungan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) termasuk konseling
perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1 injeksi, dan Hepatitis B0 injeksi
bila belum diberikan.
54
100,0 97,6 94,3 93,5 94,1 98,2 94,5
80,0 78 81
75
60,0
40,0
20,0
0,0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Kunjungan neonatal pertama (KN1) adalah cakupan pelayanan kesehatan bayi baru
lahir (umur 6 jam-48 jam) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani
sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan kesehatan.
Pelayanan yang diberikan saat kunjungan neonatal yaitu pemeriksaan sesuai standar
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru lahir termasuk
ASI eksklusif dan perawatan tali pusat. Pada kunjungan neonatal pertama (KN1), bayi baru
lahir mendapatkan vitamin K1 injeksi dan imunisasi hepatitis B0 (bila belum diberikan pada
saat lahir). Selama periode tahun 2012-2017, indikator KN1 di Kota Cimahi telah mencapai
target dengan rata-rata peningkatan cakupan dan capaian pada tahun 2017 sebesar 94.5%
(target nasional 81%).
Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi neonatal
adalah Kunjungan Neonatal Lengkap (KN lengkap) yang mengharuskan agar setiap bayi baru
lahir memperoleh pelayanan Kunjungan Neonatal minimal tiga kali sesuai standar di satu
wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. KN Lengkap di kota Cimahi pada tahun 2017
sebesar 91.1%. Gambaran cakupan kunjungan KN lengkap berdasarkan wilayah kerja
puskesmas di Kota Cimahi terdapat pada gambar berikut ini.
55
94,0
92,8 92,9
93,0
92,0
91,1
91,0
89,8
90,0 89,4
89,0 88,6
88,0
87,0
86,0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Capain pelayanan kesehatan pada bayi pada tahun 2017 sebesar 90.1%, mengalami
penurunan 4.1% dari tahun 2016.
95,0
94,0
94,0
92,0
91,0
90,1
90,0
89,0
88,0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Pelayanan anak balita di Puskesmas Kota Cimahi yang mendapat pelayanan minimal
8 kali tahun 2017 sebesar 54.2%, mengalami peningkatan 12.2% dari tahun 2016, hal ini
disebabkan mudahnya akses pelayanan balita di puskesmas dan perbaikan sistem pencatatan
MTBS di Puskesmas.
56
60,0 54,2
46,8 48,3
50,0
42,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) adalah jumlah balita yang ditimbang
di seluruh posyandu yang melapor di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi
jumlah seluruh balita yang ada di seluruh posyandu yang melapor di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita menjadi sangat penting dalam
deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk. Dengan rajin menimbang balita, maka
pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif. Sehingga bila berat badan anak tidak naik
ataupun jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan upaya pemulihan dan
pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka
penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang cepat
dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan mengurangi risiko kematian sehingga
angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan.
Tindak lanjut dari hasil penimbangan selain penyuluhan juga pemberian makanan
tambahan dan pemberian suplemen gizi. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur,
tetapi yang perlu lebih diperhatikan yaitu pada kelompok bayi dan balita. Pada usia 0-2 tahun
merupakan masa tumbuh kembang yang optimal (golden period) terutama untuk pertumbuhan
dan perkembangan otak sehingga bila terjadi gangguan pada masa ini tidak dapat dicukupi
pada masa berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi penerus.
57
78,0
76,0 76
75,0
74,0
72,0 71,6
71,4
70,0
68,8
68,0 68,3
66,0
64,0
TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Cakupan penimbangan balita dari tahun 2012 sampai tahun 2017 di Kota Cimahi
cenderung meningkat. Cakupan Kota Cimahi pada tahun 2017 mencapai 76%, Cakupan
tertinggi penimbangan balita terjadi di Pukesmas Cipageran sebesar 83.3%. Dari hasil
pemeriksaan diperoleh BGM pada tahun 2017 0.5%, angka tersebut menurun dari tahun
sebelumnya.
1,6
1,2
1,0
0,8
0,7
0,5
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang
dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus
neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan
kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada pemeriksaan dengan
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).
58
Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir
rendah, dan infeksi (Riskesdas, 2007). Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani,
namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan,
keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya
deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan.
Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM, Manajemen
Asfiksia Bayi Baru Lahir, Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal
essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional
pelayanan lainnya.
120,0 108,5
100,0
76,6 80,6 78,1
80,0 74,7
60,0 46,9
45,2
38 37,6 39,5
40,0
20,0
0,0
Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Gambar 51. Capaian Penanganan komplikasi Neonatal di Puskesmas Kota Cimahi 2013-2017
6. Imunisasi
Setiap tahun lebih dari 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit
yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
59
sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B,
Pertusis, Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi
imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian.
Proses perjalanan penyakit diawali ketika virus/bakteri/protozoa/jamur, masuk ke
dalam tubuh. Setiap makhluk hidup yang masuk ke dalam tubuh manusia akan dianggap
benda asing oleh tubuh atau yang disebut dengan antigen. Secara alamiah sistem kekebalan
tubuh akan membentuk zat anti yang disebut antibodi untuk melumpuhkan antigen. Pada saat
pertama kali antibodi berinteraksi dengan antigen, respon yang diberikan tidak terlalu kuat. Hal
ini disebabkan antibodi belum mengenali antigen. Pada interaksi antibodi-antigen yang kedua
dan seterusnya, sistem kekebalan tubuh sudah mengenali antigen yang masuk ke dalam
tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk lebih banyak dan dalam waktu yang lebih cepat.
Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut
imunisasi alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah upaya
stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam upaya melawan
penyakit dengan melumpuhkan antigen yang telah dilemahkan yang berasal dari vaksin.
Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap penyakit
tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit
penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, wanita usia subur, dan ibu hamil.
Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi yaitu
Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. Desa/kelurahan UCI adalah gambaran
suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan
tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Tahun 2017 dari 15 kelurahan di Kota
Cimahi telah mencapai UCI.
a. Imunisasi Campak
Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang disuntikkan pada lokasi
tertentu atau diteteskan melalui mulut. Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran
program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1
dosis BCG, 3 dosis DPT-HB dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak. Dari
60
imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang
mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai komitmen Indonesia pada global untuk
mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90% secara tinggi dan merata. Hal ini
terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita.
Dengan demikian campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita.
Kota Cimahi memiliki cakupan imunisasi campak yang sedikit tinggi pada tahun 2017, yaitu
sebesar 95.38% mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, namun target tersebut
terpenuhi (93% target kota).
97,00
96,00
96,05
95,00 95,38
94,00
94,12
93,00
92,76
92,00
92,17 92,06
91,00
90,00
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017
61
Program imunisasi pada bayi bertujuan agar setiap bayi mendapatkan imunisasi dasar
secara lengkap. Keberhasilan seorang bayi dalam mendapatkan imunisasi dasar tersebut
diukur melalui indikator imunisasi dasar lengkap. Capaian indikator ini di Kota Cimahi pada
tahun 2017 sebesar 94.26% mengalami peningkatan dari pada tahun sebelumnya, dan telah
memenuhi target kota Cimahi (92%).
c. Imunisasi DPT-HB3
Pemberian Imunisasi DPT-HB3 di Kota Cimahi pada tahun 2017 adalah 95.48%,
angka ini mengelami penurunan 1.09% dari tahun 2016, namun target Kota telah tercapai
(93%)
120,00
98,40 96,57 95,48
100,00 93,06 92,19
78,94
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017
d. Imunisasi POLIO 4
62
Imunisasi Nasional (PIN). Angka capaian imunisasi Polio 4 Kota Cimahi tahun 2017 sebesar
93.69%, mengalami penurunan 4.15% dari tahun 2016. Namun telah memenuhi target Kota
Cimahi 90%.
100,00
97,83
98,00
96,00
94,38 94,47
93,69
94,00 92,76
91,82
92,00
90,00
88,00
86,00
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
e. Imunisasi BCG
100,00 99,50
99,00
98,00
98,00
96,95
97,00
95,74 96,00
96,00 95,65
95,00
94,00
93,00
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2012 2013 2014 2015 2016 2017
63
C. Kesehatan Anak Remaja
Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan
terhadap murid SD/MI kelas satu juga menjadi salah satu indikator yang dievaluasi
keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Kegiatan penjaringan kesehatan
selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah sehingga
dapat dilakukan tindakan secepatnya untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk
memperoleh data atau informasi dalam menilai perkembangan kesehatan anak sekolah,
maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun perencanaan, pemantauan dan
evaluasi kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit masyarakat yang dapat menyerang
semua golongan umur yang bersifat progresif dan akumulasi. Hasil studi morbiditas SKRT-
Surkesnas 2001 menunjukkan dari prevalensi 10 (sepuluh) kelompok penyakit yang dikeluhkan
masyarakat, penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama dengan angka prevalensi 61%
penduduk, dengan persentase tertinggi pada golongan umur lebih dari 55 tahun (92%).
64
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah upaya kesehatan masyarakat yang
ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan mulut seluruh peserta didik di
sekolah binaan yang ditunjang dengan upaya kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi
individu (peserta didik) yang memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Upaya
kesehatan perorangan pada UKGS yang telah dilakukan di Kota Cimahi berupa intervensi
individu pada peserta didik yang membutuhkan perawatan kesehatan gigi dan mulut meliput
surface protection, fissure sealant, kegiatan skeling, penambalan dengan metode ART
penambalan, pencabutan, aplikasi fluor atau kumur-kumur dengan larutan yang mengandung
fluor, bisa dilaksanakan di sekolah, di Puskesmas atau di praktek dokter gigi perorangan/dokter
gigi keluarga.
200,0
180,0 183,0
160,0 158,9
140,0
120,0
100,0
93,6
80,0 77,5 79,4
60,0 59,2 56,0
30,2 48,2
40,0 23,4
31,2
20,0 32,0 17,3 21,4 20,4
0,0 6,3
Th 2014 Th 2015 Th 2016 Th 2017
JUMLAH SD/MI DGN SIKAT GIGI MASSAL JUMLAH SD/MI MENDAPAT YAN. GIGI
MURID SD/MI DIPERIKSA MENDAPAT PERAWATAN
Upaya promotif dan preventif yang berhubungan dengan kebersihan dan kesehatan
harus diperkenalkan kepada anak-anak sejak usia dini. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
advokasi program sikat gigi setiap hari di sekolah dan mengurangi karies gigi. Pada tahun
2017 jumlah siswa SD yang mengikuti sikat gigi masal meningkat menjadi 93.6,9%.
Sedangkan murid SD/MI yang dilakukan pemeriksaan pada tahun 2017 hanya 6.3%. Jumlah
SD yang mendapatkan pelayanan gigi 158%. Jumlah remaja SD yang mendapat perawatan
gigi 20.4%.
65
D. Perbaikan Gizi Masyarakat
Pada subbab gizi ini akan dibahas upaya peningkatan gizi balita yaitu pemberian ASI
eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita 6-59 bulan, cakupan penimbangan
balita di posyandu serta penemuan dan penanganan gizi buruk. Selain itu pada subbab ini juga
dibahas tingkat kecukupan energi dan protein pada balita, lansia juga pada penduduk secara
keseluruhan.
Salah satu komponen pelayanan kesehatan ibu hamil yaitu pemberian zat besi
sebanyak 90 tablet (Fe3). Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
membentuk sel darah merah (hemoglobin). Selain digunakan untuk pembentukan sel darah
merah, zat besi juga berperan sebagai salah satu komponen dalam membentuk mioglobin
(protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat pada tulang, tulang
rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim.
Zat besi memiliki peran vital terhadap pertumbuhan janin. Selama hamil, asupan zat
besi harus ditambah mengingat selama kehamilan, volume darah pada tubuh ibu meningkat.
Sehingga, untuk dapat tetap memenuhi kebutuhan ibu dan menyuplai makanan serta oksigen
pada janin melalui plasenta, dibutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Asupan zat besi
yang diberikan oleh ibu hamil kepada janinnya melalui plasenta akan digunakan janin untuk
kebutuhan tumbuh kembangnya, termasuk untuk perkembangan otaknya, sekaligus
menyimpannya dalam hati sebagai cadangan hingga bayi berusia 6 bulan.
Selain itu, zat besi juga membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka
khususnya luka yang timbul dalam proses persalinan. Kekurangan zat besi sejak sebelum
kehamilan bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia. Anemia
merupakan salah satu risiko kematian ibu, kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi terhadap janin dan ibu, keguguran, dan kelahiran prematur.
Kebutuhan wanita hamil akan besi digunakan untuk pembentukan plasenta dan sel
darah merah. Perkiraan banyaknya besi yang diperlukan selama kehamilan sebanyak 1.040
mg. Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin, dengan rincian 50-75 mg untuk pembentukan
plasenta, 450 mg untuk penambahan sel darah merah, dan 200 mg habis saat melahirkan.
Jumlah sebanyak ini tidak mungkin tercukupi dari diet. Oleh karena itu suplemen zat besi
sangat penting sekali, bahkan pada wanita yang status gizinya sudah baik. Penambahan besi
66
terbukti dapat mencegah penurunan hemoglobin akibat hemodilusi. Suplementasi tablet zat
besi adalah pemberian zat besi folat yang berbentuk tablet, diberikan oleh pemerintah pada ibu
hamil untuk mengatasi masalah anemia gizi besi. Pemberian zat besi (Fe1) sebesar 95.4%
pada ibu hamil, apabila dibandingkan dengan jumlah K1 sebesar 95.5% di Kota Cimahi telah
sesuai pemberian berdasarkan sasaran.
97,0
95,9
96,0 95,5 95,4
94,8
95,0 94,3 94,3
94,0
93,0
92,0
91,0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Fe1 K1
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012
adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin,
dan mineral).
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein
untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI
eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan
dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI
mengandung immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi
lemak dan kalori lebih tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat
makanan, ASI juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan
menganggu enzim di usus. Susu formula tidak mengandung enzim sehingga penyerapan
makanan tergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi.
Cakupan ASI eksklusif sebesar 69.3% telah mencapai target yang ditetapkan 65%.
Untuk meningkatkan cakupan bayi yang mendapat ASI ekslusif diperlukan adanya peningkatan
67
kinerja, khususnya petugas puskesmas yang telah dilatih sebagai konselor ASI untuk secara
berkesinambungan mensosialisasikan pentingnya ASI esklusif bagi bayi.
Gambar 59. Cakupan Pemberian Asi Eklusif Kota Cimahi Tahun 2012-2017
Pada gambar 48 capaian pemberian asi esklusif tahun 2012 s.d 2017 telah mencapai
target nasional, berdasarkan trend terjadi peningkatan pemberian asi ekslusif menjadi 70%
pada tahun 2017.
Vitamin A adalah salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak, disimpan dalam
hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari luar tubuh.
Kekurangan Vitamin A (KVA) dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh balita serta
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. Kekurangan Vitamin A juga merupakan
penyebab utama kebutaan pada anak yang dapat dicegah.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 dinyatakan
bahwa untuk mengurangi risiko kesakitan dan kematian pada balita dengan kekurangan
Vitamin A, pemerintah menyelenggarakan kegiatan pemberian Vitamin A dalam bentuk kapsul
vitamin A biru 100.000 IU bagi bayi usia enam sampai dengan sebelas bulan, kapsul vitamin A
merah 200.000 IU untuk anak balita usia dua belas sampai dengan lima puluh sembilan bulan,
dan ibu nifas.
Menurut Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A, pemberian suplementasi
Vitamin A diberikan kepada seluruh balita umur 6-59 bulan secara serentak melalui posyandu
yaitu; bulan Februari atau Agustus pada bayi umur 6-11 dan anak balita 12-59 bulan. Pada
68
tahun 2017 cakupan pemberian Vitamin A pada balita 6-59 bulan di Kota Cimahi mengalami
peningkatan sebesar 99.08%, meningkat dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 96.0%.
Prevalensi gizi buruk pada balita menurun pada tahun 2017 yaitu 38 balita dari 42.225
balita (0,10%) dengan capaian kinerja 190%. Balita gizi buruk pada tahun 2015 sebanyak 45
balita (0,12%).
Seluruh balita penderita gizi buruk (42 balita) yang ditemukan telah dilakukan
perawatan sesuai tata laksana dengan mendapatkan intervensi/ penanganan, yaitu berupa
pemeriksaan dan konseling di puskesmas, pemberian makanan tambahan (PMT) selama 90
hari, disertai pemantauan yang dilakukan oleh kader maupun petugas gizi puskesmas.
60
53
50
44
42
40
38
36
30
25
20
10
0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
69
E. Kesehatan Lansia
Upaya kesehatan usia lanjut adalah upaya kesehatan paripurna dasar dan menyeluruh
dibidang kesehatan usia lanjut yang meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan
dan pemulihan. Peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan usia lanjut adalah peran serta
masyarakat baik sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun penerima pelayanan yang
berkaitan dengan mobilisasi sumber daya dalam pemecahan masalah usia lanjut setempat dan
dalam bentuk pelaksanan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan usia lanjut
setempat. Tujuan umum adalah meningkatakan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk
mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyakat
sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan. Pada tahun 2017 cakupan
pelayanan lansia meningkat menjadi 38.9% dari tahun sebelumnya 20.2%.
45,0
38,9
40,0
35,0
30,0 26,3
25,0
20,2
20,0
14,1
15,0
10,0
5,0
0,0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga
adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat.
Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di Rumah Tangga yaitu
70
; 1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan; 2) Memberi bayi ASI eksklusif; 3) Menimbang
bayi dan balita; 4) Menggunakan air bersih; 5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; 6)
Menggunakan jamban sehat; 7) Memberantas jentik di rumah; 8) Makan buah dan sayur setiap
hari; 9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari; 10) Tidak merokok di dalam rumah.
Pada tahun 2017 PHBS di Kota Cimahi mengalami peningkatan menjadi dari tahun
2012 s.d 2017, dan pada tahun 2017 sebesar 53.6%. rendahnya angka PHBS rumah tangga
ini dikarenakan kesadaran akan bahaya merokok di rumah masih banyak.
60,0 53,6
51,8 52,2
50,0
41,1 41,5 43,2
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
71
BAB VII
PENGENDALIAN PENYAKIT
KASUS BARU
Kode
NO NAMA PENYAKIT
ICD JUMLAH %
1 J06 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak 32.051 13,51
spesifik
2 J00 Nasofaringitis Akuta (Common Cold) 25.115 10,58
3 J02 Faringitis Akuta 20.929 8,82
4 I10 Hipertensi Primer (esensial) 13.779 5,81
5 M79.1 Myalgia 12.501 5,27
6 K04 Penyakit Pulpa dan jaringan Periapikal 11.091 4,67
7 K 30 Dispepsia 10.416 4,39
8 A09 Diare dan Gastroenteritis 7.897 3,33
9 L30 Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) 7.336 3,09
10 K05-K06 Penyakit Gusi, jaringan Periodontal dan tulang alveolar 6.765 2,85
72
A. Penyakit Menular Langsung
1. Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam)
positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. TB dengan BTA negatif juga masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil.
Angka notifikasi kasus adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang
ditemukan dan tercatat di antara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila
dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke
tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (tren)
meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Pada Kota Cimahi CNR
kasus baru TB BTA + per 100.000 penduduk menunjukkan angka notifikasi kasus baru
tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis dan angka notifikasi seluruh kasus tuberkulosis
per 100.000 penduduk dari tahun 2014-2016 mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus
baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis pada tahun 2017 di Kota Cimahi sebesar 90
per 100.000 penduduk, dan CNR seluruh kasus TB per 100.000 sebesar 299 per 100.000
penduduk. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya karena untuk
meningkatkan cakupan pengobatan dan menurunkan mata rantai penularan.
350
299
300
250 218 224
200
150 112
80 90
100 75
51
50
0
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 64. Angka Notifikasi Kasus Tb Per 100.000 Penduduk Tahun 2014-2017
73
Salah satu upaya untuk mengendalikan tuberkulosis yaitu dengan pengobatan.
Indikator yang digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka keberhasilan pengobatan
(Success Rate). Angka keberhasilan pengobatan ini dibentuk dari penjumlahan angka
kesembuhan (Cure Rate) dan angka pengobatan lengkap. WHO menetapkan standar angka
keberhasilan pengobatan sebesar 85% dan Kota Cimahi telah berhasil mencapai angka
90.06% mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya karena masyarakat memahami dah
patuh selama pengobatan.
100,00
91,48 88,22 90,06
86,14
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 65. Angka Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Kota Cimahi Tahun 2014-2017
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif.
Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada
layanan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT), sero survey, dan Survei Terpadu Biologis
74
dan Perilaku (STBP). Jumlah kasus baru HIV positif di Kota Cimahi yang dilaporkan pada
tahun 2017 sebanyak 22 kasus, meningkat 9 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.
60 52
50 43
40
35 37
40
30 22 21
20 13
10
0
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
HIV AIDS
Gambar 66. Jumlah Kasus Baru HIV Positif Sampai Tahun 2016
Pada gambar di atas terlihat adanya kecenderungan penurunan penemuan kasus baru
sampai tahun 2017, terjadi penurunan penemuan kasus AIDS menjadi sebesar 21 kasus.
Diperkirakan hal tersebut terjadi karena jumlah pelaporan kasus AIDS dari daerah masih
rendah. Namun demikian, tren penemuan HIV (+) yang menurun, karena keterlambatan
penemuan kasus AIDS . penemuan HIV + lebih rendah dari pada penemuan kasus AIDS baru,
hal ini berarti masih terjadi keterlambatan pemeriksaan HIV pada populasi yang beresiko.
Angka kematian akibat AIDS sejak 2016 cenderung menurun, Pada tahun 2017 AIDS
di Kota Cimahi sebanyak 4 kasus, karena tatalaksana kasus HIV/AIDS telah berjalan dengan
baik, dan didukung dana APBD yang cukup memadai.
100
80
60
40
20
6 3 6 4
0
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 67. Angka Kematian Akibat Aids Yang Dilaporkan Tahun 2012-2017
75
c. Syphilis
Sifilis dan infeksi menular seksual lain yang menyebabkan lesi genital atau respons
inflamasi merupakan faktor risiko penting dalam transmisi human immuno deficiency virus
(HIV). Sifilis dan infeksi HIV merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual. Sifilis terbukti meningkatkan penyebaran infeksi HIV melalui transmisi seksual.
Koinfeksi sifilis dan infeksi HIV dapat mengubah manifestasi klinis, progresivitas penyakit lebih
cepat, penegakan diagnosis lebih sulit, peningkatan risiko komplikasi neurologis, dan risiko
kegagalan terapi dengan rejimen standar lebih besar.
Pasien sifilis dengan infeksi HIV lebih sering datang pada stadium penyakit lebih lanjut
dan gejala klinis tidak khas. Hasil pemeriksaan serologis dapat mengalami perubahan, antara
lain peningkatan hasil negatif palsu dari tes antibodi dibandingkan dengan pasien tanpa infeksi
HIV. Hal tersebut sering menjadi kendala dalam keberhasilan pengobatan, sehingga diperlukan
pemeriksaan serologis yang teliti dan kompetensi dokter dalam mendiagnosis agar dapat
dilakukan tatalaksana yang tepat bagi pasien. Di Kota Cimahi jumlah penderita Syphilis tahun
2017 berjumlah 18 kasus, angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2018
35
30
30
25
20 18
15
10 8 7
5
0
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Skrining (screening) adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan menggunakan test,
pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan
orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesunguhnya menderita suatu kelainan. Tujuan
skrining dan deteksi dini untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan
pengobatan dini terhadap kasus yang ditemukan. Program diagnosis dan pengobatan dini
76
hampir selalu diarahkan kepada penyakit yang tidak menular seperti kanker, diabetes
mellitus, HIV, Hepatitis dan lain-lain.
Scrining darah donor dilakukan menghasilkan reaktif (positif) palsu (di dalam darah
tidak ada HIV tapi terdeteksi) dan nonreaktif (negatif) palsu (di dalam darah ada HIV tapi tidak
terdeteksi). Darah donor yang terdeteksi reaktif yang dilakukan di RSUD Cibabat pada tahun
2017 sebesar 9180 pendonor terdeteksi 24 pendonor (0.26%) terdapat HIV dalam darah. Ini
menunjukkan sudah ada donor di masyarakat di wilayah Kota Cimahi yang terular HIV.
Mereka itu tidak terdeteksi karena orang-orang yang sudah tertular HIV tidak bisa dilihat
dengan mata telanjang. Ini karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik mereka.
Mereka itulah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat tanpa
mereka sadari.
0,7
0,65
0,6
0,5
0,4
0,33 0,33
0,3
0,25 0,26
0,2
0,1
0,06
0
Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
3. PNEUMONIA
77
Gambar 70. Temuan Penderita Pnemonia di Wilayah Kerja Puskesmas 2017
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan
meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia di Kota Cimahi
tahun 2017 sebesar 2.248 kasus dan penderita yang ditemukan dan ditangani sebesar 2.425
kasus (107.9%). Temuan kasus paling banyak berada di wilayah kerja Puskesmas Padasuka
dan Puskesmas Cimahi Tengah.
78
140
124,9
120
107,9
100 96,4
80
73,9 73,9
60
46,9
40
20
0
Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
4. KUSTA
Jumlah penderita kusta yang dilaporkan dari 121 negara di 5 regional WHO sebanyak
175.554 kasus di akhir tahun 2014 dengan 213.899 kasus baru (www.who.int).
Penatalaksanaan kasus kusta yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif,
menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata.
Penyakit kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit Hansen disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama
antara 2–3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia.
Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari
5 tahun.
Sejak tercapainya status eliminasi kusta pada tahun 2000, situasi kusta di Indonesia
menunjukkan kondisi yang relatif statis. Hal tersebut dapat terlihat dari angka penemuan kasus
baru kusta selama lebih dari dua belas tahun yang menunjukkan kisaran angka antara enam
hingga delapan per 100.000 penduduk dan angka prevalensi yang berkisar antara delapan
hingga sepuluh per 100.000 penduduk per tahunnya.
Tahun 2017, hasil pelaporan ditemukan kasus kusta di RS sebesar 1 kasus atau
angka tersebut menunjukkan capaian 0.17 per 100.000 penduduk, target prevalensi kusta
sebesar <1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk).
79
5. DIARE
Gambar 72. Penemuan Kasus Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2017
80
6. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh
melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh
pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus tetanus neonatorum banyak
ditemukan di negara berkembang khususnya negara dengan cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang rendah. Pada tahun 2017, dilaporkan di Kota Cimahi tidak ada kasus Tetanus
Neonatorus atau CFR 0%.
Campak
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus. Penularan
dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet (percikan ludah) orang yang
telah terinfeksi. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan
usia SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka dia akan mendapatkan kekebalan
terhadap penyakit tersebut seumur hidupnya. Pada tahun 2017, dilaporkan terdapat 65 kasus
campak, jumlah kasus meninggal tidak ada.
70
65
60
50 49 49 50
40
37
34
30
20
10
0
Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 73. Penemuan Kasus Campak per Puskesmas di Kota Cimahi 2012-2017
Kasus KLB campak pada bulan januari terjadi KLB campak dengan katagori umum 5
kasus (4 laki-laki, 1 perempuan) di wilayah cipageran, dari hasil pemeriksaan kasus positif 2
orang, negatif 3 orang. Pada bulan juli KLB campak dengan katagori umum 8 kasus (5 laki-laki,
3 perempuan) di wilayah Pasirkaliki, dari hasil pemeriksaan kasus positif 5 orang, negatif 2
orang, tunda 1 orang (sampel tidak representatif).
81
Difteri
Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang
sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-
10 tahun. Jumlah kasus suspect difteri di Kota Cimahi pada tahun 2017 sebanyak 6 kasus tapi
hasil pemeriksaan negatif.
Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus lumpuh
layuh akut (AFP) pada anak usia < 15 tahun, yang merupakan kelompok yang rentan terhadap
penyakit polio, dalam upaya untuk menemukan adanya transmisi virus polio liar.
Surveilans AFP merupakan indikator sensitivitas deteksi virus polio liar. Surveilans
AFP juga penting untuk dokumentasi tidak adanya virus polio liar untuk sertifikasi bebas polio.
Non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus polio sampai dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus polio. Kementerian Kesehatan menetapkan
non polio AFP rate minimal 2/100.000 populasi anak usia <15 tahun. Pada tahun 2017, di Kota
Cimahi tidak ditemukan kasus Polio.
82
7. Penyakit Tular Vektor Dan Zoonosis
Gambar 74. Peresebaran Kasus DBD di Wilayah Kerja Pkm Kota Cimahi
Tahun 2017
Pada tahun 2017 jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 313 kasus, trend
terjadi penurunan dengan jumlah kematian sebanyak 1 orang (IR/Angka kesakitan= 51 per
100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0,3%). Persebaran kasus DBD berdasarkan
wilayah kerja puskesmas, terbanyak (28-46 kasus) terjadi di wilayah kerja Puskesmas
Leuwigajah (38 kasus), Puskesmas Cibeber (37 kasus), Puskesmas Cigugur Tengah (38
kasus), dan Puskesmas Cibeureum (33 kasus). Kasus DBD tersebut disebabkan karena
83
adanya peningkatan populasi vektor penular demam berdarah yang disertai dengan
meningkatnya tempat perindukan vektor. Seluruh penderita DBD di Kota Cimahi dapat
tertangani, dimungkinkan karena jumlah fasyankes di Kota Cimahi mencukupi.
1200 1080
957
1000 899
797
800
600 514
400 313
Gambar 75. Kasus DBD dan Insident Rate di Kota Cimahi Tahun 2012-2017
Jumlah kematian karena DBD di tahun 2017 sebanyak 1 kasus dari 313 kasus yang
ditemukan (0,55%) masih di bawah target 1%. Pernurunan kasus ini sama dengan penurunan
diberbagai wilayah Jawa Barat. Meskipun begitu upaya pengendalian kasus DBD masih
diperlukan melalui program satu rumah satu jumantik, dengan metode Pemberantasan sarang
Nyamuk (PSN), 3M.
7
6
6
5 5 5
5
4
3
2
1
1
0,6 0,5 0 0,6 0,6 0,3
0 0,0
Thn 2012 Thn 2013 Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
84
Filariasis
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan
nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing
tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan
pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital.
WHO menetapkan kesepakatan global untuk mengeliminasi filariasis pada tahun 2020
(The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year
2020). Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih
dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara. Di Kota Cimahi, pada tahun 2017
tidak ditemukan kasus filariasis.
Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada
semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Di Kota Cimahi tahun 2017
ditemukan 14 kasus penderita Malaria hasil pemeriksaan di RS Dustira. Kasus tersebut
merupakan kasus import dari daerah lain, meskipun begitu upaya pencegahan dan penataan
kasus tetap diperlukan melalui PE 125.
85
yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak
PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.
Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap
kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Seringkali, mereka yang mengidap hipertensi
tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ
seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak
sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia
18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya
7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang
minum obat hipertensi. Itu berarti 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau
76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi.
86
diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin
melakukan aktivitas fisik dan tidak merokok.
Gambar 77. Temuan Hipertensi Per Wilayah Kerja Puskesmas Kota Cimahi Tahun 2017
2. Pemeriksaan Obesitas
87
hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik, dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan
gangguan kesehatan lain yang akan memerlukan biaya pengobatan yang sangat besar.
60,00
49,55
50,00
40,00
30,00
20,00 12,67
10,00
0,00
Dilakukan Pemeriksaan Obesitas
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran
berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang lemaknya
banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah mengalami berbagai masalah
kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan obesitas di Kota Cimahi dilakukan pemeriksaan kepada 88.001 orang
(49.55%), dan ditemukan 11.146 orang (12.67%). Kecilnya persentase temuan obisitas
dikarenakan optimalnya sistem pelaporan di puskesmas.
88
Gambar 79. Perempuan Usia 30-50 Kota Cimahi Tahun 2017
Dari hasil pemeriksaan leher rahim dan payudara, diperoleh bahwa 3.734
perempuan yang diperiksa melalui metode iva, diperoleh jumlah iva positif 29 orang
(0.78%) dan mengalami benjolan pada payudara sebanyak 11 orang (0.29%).
89
9,0
8,0
6,8
7,0
6,0
5,0
4,0 3,4
3,0 2,5
2,0
2,0 1,2 1,1 0,9
0,7 0,8
1,0 0,20,2 0,5
0,0
0,0
Gambar 80. Cakupan Deteksi Dini Kangker Leher Rahim dan Payubawa Per
Puskesmas Kota Cimahi Tahun 2017
Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan jiwa bagi Orang Dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ), Dinas Kesehatan, melalui Puskesmas memberikan pelayanan pasien gangguan
jiwa di wilayah kerja di Puskesmas Kota Cimahi. Dimana untuk kegiatan kali ini, menyasar
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di wilayah kerja masing-masing. Dari hasil pantauan
pelayanan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berjumlah 6.267 kunjungan puskesmas,
dan 14.144 kunjungan ke rumah sakit.
45%
55%
L P
90
Terkait dengan ODGJ yang tidak memiliki pendamping (terlantar), dikatakan
berdasarkan UU No 18 Tahun 2018 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan, selain pihak
keluarga, warga masyarakat atau tokoh masyarakat, LSM juga dapat melakukan
pendampingan. Begitu juga dengan pemberian jaminan kesehatan bagi pasien jiwa yang
terlantar, Dinas Kesehatan sudah berkordinasi dengan Dinas Sosial.
Kunjungan ODGJ terbanyak (684 s.d 1346 kunjungan) berada di wilayah kerja
Puskesmas Cimahi Utara dan Puskesmas Melong Asih. Puskesmas yang memiliki kunjungan
ODGJ berjumlah kurang dari 275 kunjungan adalah Puskesmas Padasuka, Puskesmas
Citeureup, Puskesmas Cigugur Tengah, Puskesmas Pasirkaliki. Dari total kunjungan
Puskesmas kunjungan perempuan lebih banyak dari kunjungan laki-laki yang ODGJ.
Gambar 82. Kunjungan ODGJ Per Wilayah Kerja Puskesmas Kota Cimahi Tahun 2017
91
BAB VIII
KESEHATAN LINGKUNGAN
92
A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
B. Air Minum
93
Pada Permenkes tersebut juga disebutkan bahwa penyelenggara air minum wajib menjamin air
minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan. Dalam hal ini penyelenggara air minum di
antaranya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat dan/atau individual
yang menyelenggarakan penyediaan air minum.
Air minum yang aman bagi kesehatan adalah air minum yang memenuhi persyaratan
secara fisik, mikrobiologis, kimia, dan radioaktif. Secara fisik, air minum yang sehat adalah
tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna serta memiliki total zat padat terlarut, kekeruhan,
dan suhu sesuai ambang batas yang ditetapkan. Secara mikrobiologis, air minum yang sehat
harus bebas dari bakteri E.Coli dan total bakteri koliform. Secara kimiawi, zat kimia yang
terkandung dalam air minum seperti besi, aluminium, klor, arsen, dan lainnya harus di bawah
ambang batas yang ditentukan. Secara radioaktif, kadar gross alpha activity tidak boleh
melebihi 0,1 becquerel per liter (Bq/l) dan kadar gross beta activity tidak boleh melebihi 1 Bq/l.
Akses KK terhadap air minum di Kota Cimahi tahun 2016 adalah 67,50 % meningkat
pada tahun 2017 sebesar (82.77 %), hal tersebut dikarenakan pada tahun sebelumnya KK
yang menggunakan air kemasan dan depot air minum tidak masuk dalam akses air minum
berkualitas atau layak, dan pada tahun 2017 telah dimasukan sehingga angka meningkat.
Sisanya 17.33% sumber air minum tidak memenuhi syarat kebanyakan disebabkan oleh
bakteri karena sumber air minum dekat dengan pencemar.
100,00 82,77
67,50
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
Thn 2016 Thn 2017
Gambar 83. Penduduk Yang Memiliki Akses Air Minum Kota Cimahi Tahun 2016-2017
94
Persentase kualitas air minum di penyelenggara air minum yang memenuhi syarat
kesehatan di Kota Cimahi pada tahun 2017 jumlah sampel yang diperiksa 42, yang
memenuhi syarat (fisik, bakteriologi, dan kimia) sebesar 57.14%.
120
100 100
80
60 60 57,14
56,39
40
20
0
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 84. Pemeriksaam Sampel Air Minum Kota Cimahi Tahun 2014-2017
Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia.
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan,
mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi
masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit.
Akses KK menggunakan sanitasi layak (jamban sehat) di Kota Cimahi tahun 2017
sebesar 70.02% mengalami peningkatan dari tahun 2016 (69,95%) dan tahun 2015 (68,48 %).
Akses KK menggunakan Jamban tidak sehat (29,98 %) disebabkan oleh dua hal yang pertama
ada yang tidak punya jamban sekali sehingga BAB nya langsung kesolokan (BAB sembarang),
dan sebagian besarnya sudah memiliki jamban tetapi tidak memiliki septiktank.
95
80,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Gambar 85. Penduduk Dengan Akses Sanitasi Layak Cimahi Tahun 2014-2017
Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah tempat atau sarana umum yang digunakan untuk
kegiatan masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan, antara
lain pasar rakyat, sekolah, fasyankes, terminal, bandara, stasiun, pelabuhan, bioskop, hotel
dan tempat umum lainnya (minimal wajib mengelola 2 tempat-tempat umum, contoh pasar
rakyat dan sekolah).
TTU yang memenuhi syarat kesehatan adalah tempat dan fasilitas umum minimal
sarana pendidikan dan pasar rakyat yang memenuhi syarat kesehatan. TTU dinyatakan sehat
apabila memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan dapat mencegah penularan penyakit
antar pengguna, penghuni, dan masyarakat sekitarnya serta memenuhi persyaratan dalam
pencegahan terjadinya masalah kesehatan.
1. Sarana pendidikan dasar yang dimaksud adalah Sekolah Dasar (SD/MI) Sekolah
Menengah Pertama (SMP/MTs) dan yang sederajat milik pemerintah dan swasta yang
terintegrasi.
2. Pasar rakyat yang dimaksud adalah pasar yang berlokasi permanen, ada pengelola
sebagian besar barang yang diperjual belikan yaitu kebutuhan dasar sehari-hari dengan
fasilitas infrastruktur sederhana, dan dikelola oleh Pemerintah Daerah dan Badan Usaha
Milik Daerah.
96
Pada Kota Cimahi tempat-tempat umum yang memenuhi syarat tahun 2017 sebesar
38.89% mengalami peningkatan dari tahun 2016 (37.3%). Hal tersebut dikarenakan banyaknya
sarana pendidikan, sarana kesehatan yang melakukan perbaikan terhadap sanitasi untuk
meningkatkan mutu sehingga kegiatan tersebut yang tadinya tidak memenuhi syarat menjadi
memenuhi syarat.
40,00
39,00 38,89
38,00
37,31
37,00
36,00 35,80
35,00
34,50
34,00
33,00
32,00
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
Pelaksanaan kegiatan higiene sanitasi pangan merupakan salah satu aspek dalam
menjaga keamanan pangan yang harus dilaksanakan secara terstruktur dan terukur dengan
kegiatan, sasaran dan ukuran kinerja yang jelas, salah satunya dengan mewujudkan Tempat
Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan. TPM adalah Tempat
Pengelolaan Makanan (TPM) siap saji yang terdiri dari Rumah Makan/Restoran, Jasa Boga,
Depot Air Minum, Sentra Makanan Jajanan, Kantin Sekolah. TPM yang memenuhi syarat
kesehatan adalah TPM yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi yang dibuktikan dengan
sertifikat laik higiene sanitasi.
Gambar diatas menunjukkan bahwa persentase TPM yang memenuhi syarat higiene
sanitasi Kota Cimahi tahun 2017 sebesar 790 (17.67%) mengalami peningkatan dari tahun
2016 (12.79%). Meningkatnya angka teresebut dikarnakan sudah dilakukan kegiatan pelatihan
hygenis sanitasi TPM terhadap pengusaha dan penjamah jasa boga, rumah makan/ restoran
dan depot air minum.
97
25,00
5,00
0,00
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
F. Rumah Sehat
Rumah sehat di Kota Cimahi tahun 2017 sebesar 63.97%, dimana angka tersebut
mengalami peningkatan karena sering dilakukan sosialisasi secara berkala sehingga
masyarakat sudah mulai memahami kreteria rumah sehat.
60,00
50,00
39,43 39,31
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Thn 2014 Thn 2015 Thn 2016 Thn 2017
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1 LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK, JUMLAH RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN, KOTA
CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
1
Lampiran 2. JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK UMUR KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
2
Lampiran 3. PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF, DAN IJAZAH TERTINGGI YANG DIPEROLEH MENURUT JENIS KELAMIN, KOTA CIMAHI TAHUN
2017
Lampiran
3
Lampiran 4. JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
4
Lampiran 5. JUMLAH KEMATIAN NEONATAL, BAYI, DAN BALITA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
5
Lampiran 6. JUMLAH KEMATIAN IBU MENURUT KELOMPOK UMUR, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
6
Lampiran 7. KASUS BARU TB BTA+, SELURUH KASUS TB, KASUS TB PADA ANAK, DAN CASE NOTIFICATION RATE (CNR) PER 100.000 PENDUDUK KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
7
Lampiran 8. JUMLAH KASUS DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+ MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
8
Lampiran 9. ANGKA KESEMBUHAN DAN PENGOBATAN LENGKAP TB PARU BTA+ SERTA KEBERHASILAN PENGOBATAN MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN
PUSKESMAS
Lampiran
9
Lampiran 10. PENEMUAN KASUS PNEUMONIA BALITA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
10
Lampiran 11. JUMLAH KASUS HIV, AIDS, DAN SYPHILIS MENURUT JENIS KELAMIN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
11
Lampiran 12. PERSENTASE DONOR DARAH DISKRINING TERHADAP HIV MENURUT JENIS KELAMIN, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
12
Lampiran 13. KASUS DIARE YANG DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
13
Lampiran 14. KASUS BARU KUSTA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
14
Lampiran 15. KASUS BARU KUSTA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
15
Lampiran 16. JUMLAH KASUS DAN ANGKA PREVALENSI PENYAKIT KUSTA MENURUT TIPE/JENIS, JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN
2017
Lampiran
16
Lampiran 17. PERSENTASE PENDERITA KUSTA SELESAI BEROBAT (RELEASE FROM TREATMENT/RFT) MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA
CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
17
Lampiran 18. JUMLAH KASUS AFP (NON POLIO) MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
18
Lampiran 19. JUMLAH KASUS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI
TAHUN 2017
Lampiran
19
Lampiran 20. JUMLAH KASUS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI
TAHUN 2017
Lampiran
20
Lampiran 21. JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
21
Lampiran 22. KESAKITAN DAN KEMATIAN AKIBAT MALARIA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
22
Lampiran 23. PENDERITA FILARIASIS DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
23
Lampiran 24. PENGUKURAN TEKANAN DARAH PENDUDUK ≥ 18 TAHUN MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
24
Lampiran 25. PEMERIKSAAN OBESITAS MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
25
Lampiran 26. CAKUPAN DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN METODE IVA DAN KANKER PAYUDARA DENGAN PEMERIKSAAN KLINIS (CBE), KOTA CIMAHI TAHUN
2017
Lampiran
26
Lampiran 27. JUMLAH PENDERITA DAN KEMATIAN PADA KLB MENURUT JENIS KEJADIAN LUAR BIASA (KLB), KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
27
Lampiran 28. KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI DESA/KELURAHAN YANG DITANGANI < 24 JAM, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
28
Lampiran 29. CAKUPAN KUNJUNGAN IBU HAMIL, PERSALINAN DITOLONG TENAGA KESEHATAN, DAN PELAYANAN KESEHATAN IBU NIFAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
29
Lampiran 30. PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
30
Lampiran 31. JUMLAH IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET FE1 DAN FE3 MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
31
Lampiran 32. JUMLAH DAN PERSENTASE PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN DAN KOMPLIKASI NEONATAL, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
32
Lampiran 33. PROPORSI PESERTA KB AKTIF MENURUT JENIS KONTRASEPSI, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
33
Lampiran 34. PROPORSI PESERTA KB BARU MENURUT JENIS KONTRASEPSI, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
34
Lampiran 35. JUMLAH PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
35
Lampiran 36. BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
36
Lampiran 37. CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS, KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
37
Lampiran 38. JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
38
Lampiran 39. JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
39
Lampiran 40. JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
40
Lampiran 41. CAKUPAN IMUNISASI HEPATITIS B < 7 HARI DAN BCG PADA BAYI MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
41
Lampiran 42. CAKUPAN IMUNISASI DPT-HB/DPT-HB-Hib, POLIO, CAMPAK, DAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN
PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
42
Lampiran 43. CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BAYI DAN ANAK BALITA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
43
Lampiran 44. JUMLAH ANAK 0-23 BULAN DITIMBANG MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
44
Lampiran 45. CAKUPAN PELAYANAN ANAK BALITA MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
45
Lampiran 46. JUMLAH BALITA DITIMBANG MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
46
Lampiran 47. CAKUPAN KASUS BALITA GIZI BURUK YANG MENDAPAT PERAWATAN MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
47
Lampiran 48. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN (PENJARINGAN) SISWA SD & SETINGKAT MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN
2017
Lampiran
48
Lampiran 49. PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
49
Lampiran 50. PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK SD DAN SETINGKAT MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN
2017
Lampiran
50
Lampiran 51. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT MENURUT JENIS KELAMIN, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
51
Lampiran 52. CAKUPAN JAMINAN KESEHATAN PENDUDUK MENURUT JENIS JAMINAN DAN JENIS KELAMIN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
52
Lampiran 53. JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN, RAWAT INAP, DAN KUNJUNGAN GANGGUAN JIWA DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
53
Lampiran 54. ANGKA KEMATIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
54
Lampiran 55. PERSENTASE RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (BER-PHBS) MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
55
Lampiran 56. INDIKATOR KINERJA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
56
Lampiran 57. PENDUDUK DENGAN AKSES BERKELANJUTAN TERHADAP AIR MINUM BERKUALITAS (LAYAK) MENURUT KELURAHAN, KECAMATAN DAN PUSKESMAS KOTA
CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
57
Lampiran 58. PERSENTASE RUMAH SEHAT KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
58
Lampiran 59. PERSENTASE KUALITAS AIR MINUM DI PENYELENGGARA AIR MINUM YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
59
Lampiran 60. PENDUDUK DENGAN AKSES TERHADAP FASILITAS SANITASI YANG LAYAK (JAMBAN SEHAT) MENURUT JENIS JAMBAN, KELURAHAN, KECAMATAN, DAN
PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
60
Lampiran 61. DESA YANG MELAKSANAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
61
Lampiran 62. PERSENTASE TEMPAT-TEMPAT UMUM MEMENUHI SYARAT KESEHATAN MENURUT KELURAHAN, KECAMATAN DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
62
Lampiran 63. TEMPAT PENGELOLAAN MAKAN (TPM) MENURUT STATUS HIGIENE SANITASI KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
63
Lampiran 64. TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN DIBINA DAN DIUJI PETIK KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
64
Lampiran 65. JUMLAH SARANA KESEHATAN MENURUT KEPEMILIKAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
65
Lampiran 66. PERSENTASE SARANA KESEHATAN (RUMAH SAKIT) DENGAN KEMAMPUAN PELAYANAN GAWAT DARURAT (GADAR ) LEVEL I KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran 67. JUMLAH POSYANDU MENURUT STRATA, KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
66
Lampiran 68. JUMLAH UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM) MENURUT KECAMATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
67
Lampiran 69. JUMLAH DESA SIAGA MENURUT KECAMATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
68
Lampiran 70. JUMLAH TENAGA MEDIS DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
69
Lampiran 71. JUMLAH TENAGA KEPERAWATAN DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
70
Lampiran 72. JUMLAH TENAGA KEFARMASIAN DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
71
Lampiran 73. JUMLAH TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
72
Lampiran 74. JUMLAH TENAGA GIZI DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
73
Lampiran 75. JUMLAH TENAGA KETERAPIAN FISIK DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
74
Lampiran 76. JUMLAH TENAGA KETEKNISIAN MEDIS DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
75
Lampiran 77. JUMLAH TENAGA KETEKNISIAN MEDIS DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
76
Lampiran 78. JUMLAH TENAGA KETEKNISIAN MEDIS DI FASILITAS KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
77
Lampiran 79. ANGGARAN KESEHATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
78
Lampiran 80. POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS UMUR 0 - < 1 & UMUR 1 - 4 TAHUN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
79
Lampiran 81. POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS UMUR 5-14 & UMUR 15 - 44 TAHUN KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
80
Lampiran 82. POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS UMUR 45 < TAHUN & SEMUA GOLONGAN UMUR KOTA CIMAHI TAHUN 2017
Lampiran
81