Abses Pada Diabetes Melitus
Abses Pada Diabetes Melitus
Abses Pada Diabetes Melitus
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1 Definisi Abses................................................................................... 3
2.2 Anatomi dan fisiologi integumen...................................................... 3
2.3 Etiologi Abses................................................................................... 6
2.4 Pathway Abses.................................................................................. 7
2.5 PatofisiologiAbses............................................................................. 7
2.6 Manifestasi Abses.............................................................................. 7
2.7 Penatalaksanaan Medis...................................................................... 8
2.8 Pemeriksaan penunjang..................................................................... 9
2.9 Asuhan Keperawatan........................................................................ 11
BAB III PENUTUP....................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 21
3.2 Saran.................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.4. Pathway
2.5. Patofisiologi
Infeksi bakteri terjadi ketika terdapat inokulum bakteri yang jumlahnya mencapai 100.000
organisme per ml eksudat, atau per gram jaringan, atau per mm2 daerah permukaan. Itu kemudian
ditunjang dengan lingkungan yang rentan terhadap bakteri seperti air, elektrolit, karbohidrat, hasil
pencernaan protein, dan darah. Hilangnya resistensi pejamu terhadap infeksi (sawar fisik yang
terganggu, respon biokimiawi/humoral yang menurun, respon selular yang menurun).
Bakteri menimbulkan beberapa efek sakitnya dengan melepaskan senyawa berikut:
1. Enzim : Hemolisin, Streptokinase, Hialuronidase
2. Eksotoksin : Tetanus, Difteri yang dilepaskan bakteri intak gram positif
3. Endotoksin : Lipopolisakaridase (LPS) dilepaskan dari dinding sel saat
kematian bakteri
Setelah kulit terpapar bakteri, timbul respon inflamasi seperti rubor (kemerahan), tumor
(pembengkakan), dolor (nyeri), dan kalor (panas). Setelah itu rekasi inflamasinya menetap,
sedangkan infeksinya menghilang. Infeksi kemudian menyebar melalui beberapa cara: (1)
langsung ke jaringan sekitar; (2) sepanjang daerah jaringan; (3) melalui sistem limfatik; dan (4)
melalui aliran darah. Setelah infeksi menyebar, muncul abses. Abses ini merupakan respon
kekebalan tubuh terhadap infeksi yang muncul. Jika dirawat dengan baik, akan muncul jaringan
granulasi, fibrosis, dan jaringan parut. Namun jika tidak ditangani secara baik, akan menyebabkan
infeksi kronis, yakni menetapnya organisme pada jaringan yang menyebabkan respon inflamasi
kronis (Pierce & Borley, 2007)
2.7. Penatalaksanaan
Drainase abses dengan menggunkan pembedahan biasanya diindikasikan apabila abses
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap pus yang lebih lunak. Apabila
menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis tindakan pembedahan dapat
ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya
kemunculan bakteri staphylococcus aureus resisten methicillin (MRSA) yang didapat melalui
komunitas, antibiotik tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat
melalui komunitas, digunakan antibiotik lain seperti clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole,
dan doxycycline.
Apabila telah terjadi supurasi dan fluktuasi, lakukan insisi. Tindakan dalam melakukan insisi
adalah sebagai berikut:
1. Perlengkapan ; cairan antiseptic, alat dan anestesi, scalpel bermata nomor 11, kuret, kassa, tampo,
pembalut.
2. Tindakan dilakukan sesuai prinsip asepsis dan antisepsis
3. Tindakan anastesis:
4. Pada abses yang dalam, lakukan infiltrasi tepat di atas abses.
5. Bila letak abses di permukaan lakukan anestesi dengan etil klorida yang disemprotkansampai
terbentuk lapisan putih mirip salju.
6. Tusukan dan buat insisi lurus dengan scalpel kedalam abses di tempat yang mempunyai fluktuasi
maksima, bila rongga abses cukup besa dan kulit diatasnya mengalami nikrotik, lakukan insisi
silan kemudian lakukan atap abses dibuang dengan mengeksisi sudut-sudutnya. Jika tidak ingin
melakukan eksisi, sayatan harus cukup panjang agar luka terbuka lebar dan tidak terlalu
cepatmenutip kembali.
7. Keluarkan pus. Lokuli didalam abses dapat dirusak dengan jari, sedangkan membrannya dapat
dikeluarkandengan hati-hati dengan alat kuret.
8. Setelah pus dikeluarkan seluruhnya, rongga diisi tampondapat digunakan tampon berbentuk pita
yang bisa terbuat dari kasa yang telah dibasahi paraffin atau potongan sarung tangan steril. Sisakan
ujung pita diluar rongga. Tampon tidak boleh dijajalkan terlalu padat karena akan menghalangi
keluarnya eksudat dan menghambat obliterasi luka.
9. Tutup luka denga balutan yang menyerap cairan sebagai kompres basah dan memberikan tekanan
yang lebih dibandingkan biasanya. Kompres dengan larutan garam fisiologis atau antseptikringan.
Balutan diganti minimal sehari 3 kali.
10. Periksa 24-48 jam kemudian dan angkat tampon. Bila eksudat masih mengalir ulangi tindakan ini
tiap 48-72 jam sampai tanda-tanda penyembuhan mulai terlihat.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Hipertermia
3. Kerusakan Integritas jaringan
4. Resiko infeksi
5. Defisiensi pengetahuan
6. Ansietas
4). Anjurkan pada pasien agar menaati Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup
diet, latihan fisik, pengobatan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
ditetapkan. pengobatan yang tepat, mempercepat
penyembuhan sehingga
memperkecilkemungkinan terjadi
penyebaran infeksi.
5). Kolaborasi dengan dokter untuk Antibiotika dapat menbunuh kuman,
pemberian antibiotika dan insulin. pemberian insulin akan menurunkan
kadar gula dalam darah sehingga proses
penyembuhan akan lebih cepat.
Diagnosa no. 4
Kerusakan integritas jaringan
Tujuan :
Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
a. Perfusi jaringan normal
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi
c. Ketebalan dan tekstur jaringan normal
d. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cidera berulang.
e. Menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka
Intervensi Rasional
1) Kaji luas dan keadaan luka serta Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
proses penyembuhan. proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : Merawat luka dengan teknik aseptik,
Membersihkan luka secara abseptik dapat menjaga kontaminasi luka dan
menggunakan larutan yang tidak iritatif, larutan yang iritatif akan
angkat sisa balutan yang merusak jaringan granulasi yang timbul,
menempel pada luka. sisa balutan jaringannekrosis
dapat menghambat proses granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk Insulin akan menurunkan kadar gula
pemberian insulin, pemeriksaan kultur darah, pemeriksaan kultur pus untuk
pus pemeriksaan gula darah pemberian mengetahui jenis kuman dan anti biotik
anti biotik. yang tepat untuk
pengobatan,pemeriksaan kadar gula
darah untuk mengetahui perkembangan
penyakit
Dianosa no. 5
Defisiensi informasi
Tujuan :
Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil:
a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya
dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
Intervensi Rasional
1). Kaji tingkat Untuk memberikan informasi pada
pengetahuan pasien/keluarga tentang pasien/keluarga,
penyakit DM dan Abses. perawat perlu mengetahui sejauh mana
informasi atau pengetahuanyang
diketahui pasien/ keluarga.
2). Kaji latar belakang pendidikan Agar perawat dapat memberikan
pasien. penjelasan dengan menggunakan kata-
kata dan kalimat yang dapat dimengerti
pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3). Jelaskan tentang proses penyakit, Agar informasi dapat diterima dengan
diet, perawatan dan pengobatan pada mudah dan tepat sehingga
pasien dengan bahasa dan kata-kata tidakmenimbulkan kesalahpahaman.
yang mudah dimengerti.
4). Jelasakan prosedur yang Dengan penjelasdan yang ada dan ikut
akandilakukan, manfaatnya bagi pasien secara langsung dalam tindakan yang
dan dilakukan, pasien akan lebih kooperatif
libatkan pasien didalamnya. dan cemasnya berkurang.
Diagnosa no. 6
Ansietas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, ansietas dapat berangsur-angsur
berkurang.
Kriteria hasil :
- Kalien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.
Intervensi Rasional
1) Observasi tingkat kecemasan klien. Dapat membantu dalam menentukan
intervensi selanjutnya
2) Dengarkan dengan cermat apa yang Mendengar memungkinkan deteksi dan
dikatakan klien tentang penyakit dan koreksi mengenai kesalahpahaman dan
tindakannya . kesalahan informasi.
3) Berikan penyuluhan tentang penyakit Menambah pengetahuan klien tentang
klien. penyakit yang dideritanya.
J. Evaluasi
1. Diharapkan rasa nyeri hilang/ berkurang.
2. Diharapkan suhu tubuh pada batas normal.
3. Diharapkan tidak terjadinya penyebaran infeksi (sepsis).
4. Diharapkan tercapainya proses penyembuhan luka.
5. Diharakan pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
6. Diharapkan ansietas dapat berangsur-angsur berkurang.
BAB IV
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis progesif yang ditandai dengan ketidak
mampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke
hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). (Joyce M. Black: 2015)
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah
kavitas jaringan karena adanya proses infeksi(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (misalnya serpihan luka peluru atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi kebagian tubuh
yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah
(siregar,2004)
Untuk menentukan dan memastikan itu abses dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan rontgen, USG, CT,Scan, atau MRI
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh termasuk paru-paru,mulut,rektum, dan otot.
Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat didalam kulit terutama jika timbul di
wajah. Abses dapat diobati dngan cara pembeian antibiotic untuk penderita tahap awal, namun
apabila telah menjadi supurasi dan fluktuasi dapat dilakukan insisi.
6.2. Saran
Pada kasus batu abses, sebaiknya diperhatikan dengan benar masalah mengenai
sistemintegumen.
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan Keperawatan pada
pasien abses.
2. Bagi para pembaca
Dengan penulisan makalah ini penulis berharap agar pembaca semua agar sudi kiranya
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. & Hawks, Jane. 2015. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan Edisi 8 Buku 2. Jakarta: Elsevier.
Arif, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid2. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Doenges, Marilyn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pedokumentasian Perawatan Pasien Edisi: 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Huda, Amin. & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Penerbit Madiaction.
Nur S, Fatah. 2014. Asuhan Keperawatan infeksi pada kuit akibat bakteri. Dalam http://nurs_farah-
fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-93836-Umum-
Asuhan%20Keperawatan%20infeksi%20pada%20kulit%20akibat%20jamur,%20bakteri,%20vir
us.html