Aksara Bali

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

A.

Aksara Suara (Vokal)


Aksara suara disebut pula huruf vokal/huruf hidup (vowel) dalam aksara Bali. Fungsi
aksara suara sama seperti fungsi huruf vokal dalam huruf Latin. Jika suatu aksara wianjana
diberi salah satu pangangge aksara suara, maka cara baca huruf wianjana tersebut juga
berubah, sesuai dengan fungsi pangangge yang melekati huruf wianjana tersebut.

B. Aksara Wianjana (Konsonan)

Aksara wianjana disebut pula konsonan atau huruf mati dalam aksara Bali. Meskipun
penulisannya tanpa huruf vokal, setiap aksara dibaca seolah-olah dibubuhi huruf vokal "a".
Selama aksara wianjana tidak dibubuhi aksara suara (huruf vokal: i, u, é, o, ě, ai, au), maka
aksara tersebut dianggap dibubuhi vokal "a". Jika menulis dengan huruf latin, kata "na"
merupakan gabungan dari huruf konsonan /n/ dan vokal /a/. Dalam aksara Bali, kata "na"
disimbolkan dengan satu huruf saja, bukan gabungan dari huruf konsonan "n" dan vokal "a".
Dalam bahasa Bali, huruf Ha tidak dibaca saat digunakan pada permulaan kata.
Biasanya, meskipun dalam penulisan kata menggunakan huruf Ha, desahannya tidak timbul,
yang diucapkan hanya vokalnya saja. Contohnya, dalam penulisan kata "Hujan", dipakai huruf
Ha di depan kata. Namun pada saat membaca kata "Hujan", orang Bali lebih memilih tidak
mengucapkan desahan kata "Hu", melainkan hanya mengucapkan huruf vokalnya saja, yaitu
"U". Jadi yang diucapkan adalah kata "Ujan".

C. Aksara Ardasuara

Aksara Ardhasuara adalah semi vokal. Kata ardhasuara (dari bahasa Sanskerta)
secara harfiah berarti "setengah suara" atau semivokal. Dengan kata lain, aksara ardhasuara
tidak sepenuhnya huruf konsonan, tidak pula huruf vokal. Yang termasuk kelompok aksara
ardhasuara adalah Ya, Ra, La, Wa. Gantungannya termasuk pangangge aksara (kecuali
gantungan La), yaitu nania (gantungan Ya); suku kembung atau guungan (gantungan "Wa");
dan guwung atau cakra (gantungan Ra). Kata-kata yang diucapkan cepat, seolah-olah
vokalnya dipangkas, menggunakan gantungan aksara ardhasuara. Contoh kata: "pria" (bukan
"peria"); "satwa" (bukan "satuwa"); "satya" (bukan "satiya"); "proklamasi" (bukan
"perokelamasi").
Berdasarkan Keputusan Pasamuan Agung Kecil 1963, semua kata dasar dan dua suku,
ditulis menggunakan 'pasang jajar'. Bila salah satu atau kedua suku katanya aksara ardasuara,
maka dalam hal ini aksara ardasuara tersebut berfungsi sebagai konsonan.
Contoh :

Pada kata-kata di bawah ini aksara ardasuara berfungsi sebagai vokal (aksara suara).
Contoh :

Aksara ardasuara dan bila mendapat pepet bentuknya berubah yakni

Cakra ( ) bila mendapat pepet, bentuknya juga berubah yakni:


Contoh :

Anda mungkin juga menyukai