Sistem Informasi Kesehatan Tentang Stunting
Sistem Informasi Kesehatan Tentang Stunting
Sistem Informasi Kesehatan Tentang Stunting
Oleh :
Rombel 1
2019
BAB I
PENDAHULUAN
perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan
gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak karena balita
umumnya mempunyai aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam proses
belajar (Welassih & Wirjatmadi, 2012). Salah satu current issue yang saat ini
Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur
(PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang
dari -2 SD.3 . Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami
stunting (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia
dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat
terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga akan
berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan risiko keturunan dengan berat
mengenai dampak dari kekurangan intake zat gizi, dimulai dari meningkatnya
Secara umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak
mencukupi dan penyakit infeksi. Terdapat dua kelompok utama zat gizi yaitu zat
gizi makro dan zat gizi mikro (Admin, 2008). Zat gizi makro merupakan zat gizi
termasuk di dalamnya adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan zat gizi
mikro merupakan zat gizi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh
lainnya, misalnya dalam memproduksi sel darah merah, tubuh memerlukan zat
besi. Termasuk di dalamnya adalah vitamin dan mineral. Stunting tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor saja tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana
faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Ada tiga
faktor utama penyebab stunting yaitu asupan makan tidak seimbang (berkaitan
dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak,
mineral, vitamin, dan air) riwayat berat lahir badan rendah (BBLR) dan riwayat
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
PEMBAHASAN
merupakan dampak utama dari gizi kurang. Gizi kurang merupakan hasil dari
Gizi kurang dapat terjadi selama beberapa periode pertumbuhan, seperti masa
kehamilan, masa perinatal, masa menyusui, bayi dan masa pertumbuhan (masa
anak). Hal ini juga bisa disebabkan karena defisiensi dari berbagai zat gizi,
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth
motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up
balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila
Prevalensi balita stunting turun dari 37, 2% pada tahun 2013 menjadi
30,8% pada tahun 2018. Prevalensi baduta (bayi di bawah dua tahun)
mengalami kenikan tipis dari 5,7 pada tahun 2013 menjadi 6,2%
Kesehatan Indonesia)
MENURUNKAN
OBAT DAN ANGKA
UPAYA
PERBEKALAN STUNTING
KESEHATAN
PEMBIAYAAN
MANAJEMEN
KESEHATAN
kabupaten/kota.
untuk memperoleh akses ke makanan yang cukup dan bergizi. Pada 2012,
anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada
Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari
Eksklusif.
hamil
Program yang menyasar Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan
tumbuh kembang secara rutin setiap bulan, dan penanganan bayi sakit
secara tepat.
secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari
Berencana (KB).
pada remaja.
sebagai berikut:
seperti dibawah:
masyarakat
berbasis masyarakat.
meliputi:
masyarakat.
rentan.
Bantuan Iuran/PBI.
stakeholders).
(PKHS).
gender.
pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria. Selain itu pemerintah juga
kekurangan zat besi dan asam folat program untuk mengatasi kekurangan
hamil.
5) Pemberdayaan Masyarakat
6) Manajemen Kesehatan
jiwa yang terlayani oleh sambungan pelanggan dari jumlah total jiwa, populasi
terkait.
daya dan sumber dana tersedia dari berbagai sumber, namun belum
kurang optimal.
tingkat desa.
d. Pelibatan swasta, masyarakat madani, dan komunitas, dengan
berhubungan dengan kejadian Stunting pada Anak usia 24-59 bulan di Wilayah
kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Andalas, dengan faktor tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan yang paling
kejadian stunting.
2. Menderita diare
3. Menderita ISPA
7. BBLR
Faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian stunting pada anak umur
Pada Anak Usia 0—23 Bulan Di Provinsi Bali, Jawa Barat, Dan Nusa Tenggara
Timur, yakni:
1. BBLR
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
penurunan stunting yang cukup besar dan kendala dalam penyelngaraan pencegahan
stunting. Sistem kesehata stunting meliputi input (SDM, obat, dan pembiayaan),
klasifikasi perbedaan faktor risiko berdasarkan penelitian, dengan kirasan usia 0-23
3.2 SARAN
dengan melihat data status kesehatan dan faktor risiko, membuat suatu sistem
kesehatan yang berdampak postif guna diterapkan dalam cakupan pelayanan yang
merata.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, W., & dkk. (2014). Faktor Risiko Stunting pada Anak Umur 6-24 Bulan
di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi Aceh. Jurnal Gizi
Indonesia, 37-45.
Nadiyah, & dkk. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 0—23 Bulan di
Provinsi Bali, Jawa Barat, Dan Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan
Pangan, 125-132.
Satriawan, Elan. (2018). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting
2018-1024. Jakarta: TNP2K.
Setiawan, E., & dkk. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas, 275-284.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. (2017). 100
Kabupaten/Kota Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta:
TNP2K-Unit Komunikasi.