Bab 5 Perencanaa Titik Serap Sumur
Bab 5 Perencanaa Titik Serap Sumur
Bab 5 Perencanaa Titik Serap Sumur
182
183
dimana:
2,2458. A
f log 2 0,86859.s ……………………………………....... (5-4)
w A
r .C
dimana:
dT = waktu shut-in bila tekanan statik tercapai atau tekanan waktu shut-in
terakhir bila tekanan statik tidak tercapai, hari
tDe = waktu shut-in, tak kestabilan berdimensi
= 0,28, bila tekanan statik tercapai
= 0,18, bila tekanan statik tidak tercapai
Sebenarnya hasil perhitungan akan lebih bersifat representatif bila
tekanan statik dapat tercapai, tetapi hal ini tentu saja memerlukan waktu shut-in
yang cukup lama, yang mana sering kali umumnya jarang dilakukan karena
akan mengalami kerugian pada proses produksi.
PD, MBH
2.3 P* P
P* P ………………………..... (5-5)
m 70.6 q B
kh
versus:
0,0002637kt
t DA …………………………………………………….. (5-6)
ct A
dimana:
185
Gambar 5.1.
Fungsi Tekanan MBH (plot antara PD,MBH Vs tDA)
(Matthews, C.S. and Russel D.G., “Pressure Build Up and Flow Test in Well”, 1967)
QB d
Jari-jari pengurasan B : re B …………………………….. (5-9)
Q A QB
dimana:
QA,QB = masing-masing laju produksi sumur A dan B
d = jarak antara sumur A dan B
lebih besar dari dua kali jari-jari penyerapan efektif. Hal ini disebabkan karena
akan terdapat daerah reservoir yang terlewatkan (tidak terkuras) fluida
reservoirnya. Apabila terlalu kecil dari dua kali jari-jari pengurasannya, maka
akan mengakibatkan terjadinya overlapping antara kedua sumur tersebut,
sehingga pada saat produksi nanti akan cenderung terjadi coning. Kondisi di atas
dipertimbangkan terhadap perilaku produksi yang optimum, artinya penentuan
terhadap laju produksi selanjutnya mengikuti kaidah-kaidah maksimum effisiensi
rate yang sesuai dengan karakteristik reservoirnya.
Penentuan spasi sumur secara ekonomis juga harus dipertimbangkan
dimana kerapatan sumur akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan untuk
melengkapi fasilitas baik dari segi operasi pemboran dan biaya penyediaan
fasilitas produksi. Semakin rapat spasi sumur akan semakin banyak sumur yang
dibor sehingga akan meningkatkan dari segi pembiayaannya.
didalamnya. Sifat fisik batuan dan fluida reservoir yang menentukan terhadap
kemampuan gerak (aliran) fluida adalah permeabilitas batuan dan viskositas
fluidanya. Sedangkan yang dapat menentukan banyak-sedikitnya kandungan
adalah porositas, ketebalan lapisan produktif dan berat jenis fluida. Pengaruh
factor-faktor tersebut terhadap penentuan pola spasi sumur adalah :
a. Reservoir dengan porositas dan permeabilitas batuan besar, maka
spasinya akan lebar.
b. Reservoir dengan porositas dan permeabilitas batuan kecil, maka
spasinya harus rapat.
c. Reservoir dengan kandungan fluida yang viskositasnya tinggi, maka
spasi yang diguanakan adalah rapat. Sedangkan bila viskositasnya rendah
maka spasi yang digunakan bias lebar.
d. Reservoir dengan kandungan fluida yang mempunyai berat jenis yang
ringan, maka spasinya akan rapat.
ekonomis dari suatu lapangan karena air dari edge zone tidak akan terproduksikan
sebelum mendesak seluruh minyak yang ada.
Pada formasi yang mempunyai kemiringan yang tinggi maka titk serap
dibuat lebih rapat pada arah strike bidang perlapisan dibandingkan dengan arah
dip bidang perlapisan.
Beberapa ahli meneliti pengaruh spasi lebar pada reservoir-reservoir yang
batuannya sangat bervariasi dalam teksturnya, seperti lensa-lensa batu pasir
dengan permeabilitas yang tinggi disisipi oleh pasir serpihan yang mempunyai
permeabilitas sangat rendah tetapi semua bagian reservoir dapat disaturasi oleh
fluida hidrokarbon. Bila mana sumur-sumur yang dimaksudkan dibor maka fluida
yang terdapat dalam pori batuan yang lebih permeable akan lebih cepat terkuras
jika dibandingkan dengan fluida yang terkandung pada pori batuan dengan
permeabilitas kecil pengurasannya akan kurang berarti. Air akan cepat merembes
untuk menggantikan pori batuan yang ditinggalkan oleh hidrokarbon tetapi air
tersebut tidak menggenangi sisipan lapisan lapisan yang kurang permeable. Pada
keadaan ini dianjurkan untuk menggunakan spasi sumur yang rapat untuk
menghasilkan perolehan hidrokarbon yang lebih besar.
Pada reservoir yang diproduksikan di bawah pengaruh gas cap maka spasi
sumur sebaiknya dibuat renggang atau lebar, sedangkan produksi diambil dari
sumur-sumur pada arah down-dip. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi aliran
gas sekecil mungkin dari gas cap nya.
Jenis mekanisme pendorong yang bekerja didalam reservoir ini akan dapat
mempengaruhi pola spasi sumur-sumurnya. Hal ini dikarenakan mekanisme
pendorong akan menentukan kearah mana kecenderungan kandungan akan
bergerak bila diproduksikan. Adanya water influx dan pengembangan gas akan
merubah letak ketinggian dari batas minyak-air dan batas minyak-gas. Agar
sumur dapat berproduksi dengan efisien maka perubahan batas-batas tersebut
harus diperhatinkan, sehingga penentuan pola spasi sumur yang dipengaruhi oleh
jenis mekanisme pendorong adalah sebagai berikut :
a. Pada reservoir water drive :
Spasi rapat pada struktur atas reservoir.
Spasi lebar pada struktur bawah.
b. Pada reservoir gas cap drive :
Spasi rapat pada struktur bawah.
Spasi lebar pada struktur gas.
c. Pada reservoir gravity drainage :
Sebaiknya spasi rapat pada struktur bawah.
d. Pada reservoir depletion drive :
Umumnya akan berkelompok-kelompok.
e. Pada reservoir combination drive :
191
Pada aliran minyak dari dalam reservoir menuju ke dalam lubang sumur,
aliran tersebut dianggap aliran radial, jika kondisi dari aliran tersebut dapat
dianggap sebagai aliran steady-state, maka akan berlaku persamaan aliran dalam
media berpori yang dikemukakan oleh Darcy (1856).
Keadaan fluida dalam batuan reservoir di sekitar lubang sumur hanya
terbatas sampai jarak tertentu, dimana fluida dapat bergerak menuju lubang sumur
tersebut. Untuk itu, sumur-sumur tidak boleh dispasikan lebih dari dua kali jarak
radius pengurasannya, jika keadaan ini tidak dipenuhi maka minyak yang
seharusnya dapat dikuras akan tertinggal di dalam reservoir.
Pola spasi sumur yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi dua yaitu
pola spasi sumur teratur dan pola spasi sumur tidak teratur. Pola spasi sumur
teratur (regular pattern), sumur-sumur dibor pada deretan yang melintasi daerah
reservoir dengan jarak sama dengan harapan agar semua bagian reservoir dapat
terkuras secara merata. Jarak yang sama ini menjadikan letak sumur-sumur dapat
membentuk pola tertentu seperti pola segitiga, segiempat dan sebagainya. Pola
spasi sumur teratur diterapkan apabila reservoirnya mempunyai struktur dan
stratigrafi yang tidak rumit (kompleks) serta heterogenitasnya baik
Pola spasi sumur tidak teratur (irregular pattern) dapat diterapkan apabila
struktur dan stratigrafi reservoir sangat kompleks serta heterogenitas reservoirnya
tinggi, sehingga tidak memungkinkan diterapkan pola spasi teratur. Jadi pada
prinsipnya pola spasi sumur tidak teratur adalah pola sapasi sumur yang tidak
mengikuti suatu bentuk tertentu yang teratur.
jarak yang sama, sehingga semua bagian dari reservoir dikuras secara merata.
Oleh karena itu secara geometris daerah penyerapan dapat dibagi menjadi:
Pola ini dibentuk oleh empat buah sumur, dalam hal ini minyak dianggap
menembus batuan reservoir menuju ke sumur yang paling dekat. Spasi sumur
bujursangkar ini akan memberikan daerah pengurasan, seperti terlihat pada
gambar 4.9. Luas daerah pengurasan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
D2
a = …………………………………………………….... (5-10)
43560
Dimana:
a = luas daerah pengurasan, acre
D = jarak antar sumur, feet
43560 = faktor konversi , acree ft ke cuft
Gambar 4.9. memperlihatkan pengurasan dengan bentuk bujursangkar dimana
jarak tempuh fluidanya dari titik sudutnya akan lebih jauh dibandingkan dari sisi-
sisinya. Oleh sebab itu, untuk daerah pengurasan dapat dinyatakan sebagai
equivalen dalam bentuk lingkaran dengan radius pengurasan efektif, sehingga
dalam permasalahan ini berlaku persamaan untuk pola penyebaran dalam bentuk
bujursangkar, yaitu :
re = 0.637 x D ...……….………………………………………… (5-11)
Besarnya spasi sumur D secara teoritis tidak boleh lebih dari dua kali jari-jari
pengurasan (re), secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
D < 2 re …………………………………………………..……… (5-12)
194
Gambar 5.2.
Pola Penyebaran Bujur Sangkar
(Uren, L.C, Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York, 1956.)
2. Pola Segitiga
Tiga sumur ini membentuk segi tiga sama sisi, sehingga keadaan tersebut
diharapkan akan memberikan daerah penyerapan yang berbentuk segi enam
hexagonal. Luas daerah yang harus memberikan pengaliran kepada sumur
ditentukan dengan persamaan:
0.866 D 2
a ......................................................................................... (5-13)
43560
Sedangkan jari-jari penyerapannya:
Gambar 5.3.
Pola Penyebaran Segi Tiga
(Uren, L.C, Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York, 1956.)
Tabel V-1.
Hubungan Antara Spasi Sumur dengan Jari-Jari Penyerapan
(Uren, L.C, Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York, 1956.)
Pola penyebaran sumur ini dilakukan jika struktur dan stratigrafi yang ada
pada suatu lapangan kompleks dan mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi,
sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan pola spasi sumur yang teratur. Pola
penyebaran sumur yang tidak teratur ini harus melihat jenis mekanisme
pendorong dari reservoir sebab hal ini akan menentukan dipakai tidaknya pola
penyebaran sumur tidak teratur ini. Pola penyebaran sumur berdasarkan
mekanisme pendorong, dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu disolved gas
drive, gas cap drive, water drive, dan combination drive.
3. Water Drive
Water drive reservoir yang mempunyai lapisan yang tebal dan kemiringan
lapisan yang kecil, maka penempatan sumur diletakan dengan spasi berpola
teratur, dimana interval komplesi dipilih pada bagian teratas struktur. Hal ini
memungkinkan untuk berproduksi lebih lama karena adanya invasi air yang
mendorong minyak masuk kedalam interval komplesi.
Reservoir water drive yang mempunyai lapisan tipis dan kemiringan yang
besar maka dapat dikembangkan dengan pola spasi sumur yang tidak teratur.
Komplesi sumur diusahakan pada struktur teratas untuk memperlambat
perembesan air kedalam sumur-sumur produksi.
4. Combination Drive
Combination drive reservoir dimana penempatan sumur produksi didasarkan
pada mekanisme pendorong yang paling dominan. Apabila yang paling dominan
water drive, maka sumur dikomplesikan pada bagian teratas dari struktur tetapi
bila dukungan water basin kurang dominan dan gas cap adalah mekanisme yang
198
paling dominan, maka sumur-sumur dikomplesi pada bagian bawah atau bagian
terendah dari struktur). Apabila sulit menentukan jenis mekanisme mana yang
paling dominan maka sumur dipolakan dengan surface grid (surface grid pattern).
Kerugian dari sistem ini adalah bahwa semua sumur yang menembus struktur
tinggi akan diinvasi oleh pengembangan gas pada awal mula produksi. Sumur-
sumur itu akan berproduksi dengn GOR tinggi dan efisiensi recovery yang rendah.
Persamaan Darcy
Persamaan Volumetrik
dimana:
n = jumlah sumur tambahan yang dibor untuk memenuhi MER
MERr = Maximum Efficiency Rate reservoir
qav = laju produksi rata-rata
Jika ternyata sumur-sumur yang telah ada masih kurang untuk memenuhi
standar rate MER, maka dibutuhkan pemboran sumur-sumur baru sebagai sumur
tambahan. Banyaknya sumur tambahan yang akan dibuat ditentukan oleh
besarnya MER reservoir, rate kumulatif yang telah ada, serta rate produksi rata-
rata sumur tambahan tersebut. Adapun secara matematis banyaknya sumur infill
tersebut dapat ditentukan melalui suatu rumus:
MERr qav
ni …………………………………………………… (5-24)
qavi
dimana:
Σqav = rate kumulatif dari seluruh sumur yang telah berproduksi
qavi = rate produksi rata-rata sumur pengembangan
ni = banyaknya sumur infill yang harus dibor untuk memenuhi MER
produktif, data sifat fisik fluida reservoir berupa viscositas dan faktor volume
formasi, jari-jari pengurasan serta tekanan reservoir. Maka dengan rumus Darcy
dalam memperkirakan rate produksi rata-rata sumur infill ini, sehingga
selanjutnya dapat dihitung jumlah sumur infill yang dibutuhkan.
dimana:
dimana:
A = Total luas lapangan, acres
D = Jarak antar sumur, ft
n = Jumlah sumur