Tari Perang Topat
Tari Perang Topat
Tari Perang Topat
Dua komunitas beda kepercayaan ini menggelar prosesi upacara puja wali, dalam
setiap gerakan yang ditampilkan menggambarkan ritual puja wali dan perang topat
yang menjadi simbol dari persaudaraan dan kebersamaan untuk hidup rukun dalam
perbedaan.
Perang topat merupakan sebuah tradisi yang berasal dari Lombok tepatnnya di
daerah Desa Lingsar, Nusa Tenggara Barat. Perang ini merupakan simbol
perdamaian antara umat Muslim dan Hindu di Lombok. Pulau Lombok sendiri
memiliki julukan seribu masjid dan Lombok sendiri memiliki berbagai macam
tardisi seperti bau nyale, gendang bebeq, presean dan perang topat.
Tradisi perang topat sudah ada sejak 100 tahun yang lalu. Sejarah perang bermula
saat umat agama Hindu dari Bali datang ke Lombok yang pada akhirnya sampai ke
Desa Lingsar yang saat itu sudah di diami oleh umat Muslim. Umat Muslim yang
sudah tau kedatangan Hindu Bali segera bersiap untuk perang dan menyerang,
namun perang tidak terjadi akibat muncul seseorang kyai yg mendamaikan kedua
umat tersebut. Pada akhirnya masyarakat dapat terhindar dari perang yang
sesungguhnya di ganti dengan ritual perang topat hingga saat ini. Ritual perang
topat mewariskan nilai-nilai luhur dari nenek moyang untuk menjadi perekat
kebersaman di tengah ujian kehidupan.
Sebelum perang topat dimulai, topat yang digunakan sebagai amunisi perang di
arak terlebih dahulu menuju Pura dan Kamaliq (tempat yang dikeramatkan oleh
suku sasak bersama pemuka adat) yang berada di Lingsar. Puluhan wanita
membawa ribuan ketupat dan sesajen seperti bunga dan buah-buahan diiringi
dengan dentuman gendang beleq. Tidak ada amarah atau pun dendam semuanya
larut dalam kebahagiaan. Warga pun tidak sia-siakan kesempatan ini, mereka
segera berebut ketupat yang di percaya mampu membawa kesuburan bagi tanaman
agar hasil panen maksimal.
Ritual budaya Perang Topat adalah suatu upacara yang mencerminkan rasa syukur
kepada Sang Pencipta atas karunia yang telah diberikan dalam bentuk kesuburan
tanah, cucuran air hujan dan hasil pertanian yang melimpah.Tradisi acara perang
topat ini adalah untuk mempersatukan dua etnis antara Hindu dengan suku Sasak
yang beragama Islam sehingga sampai sekarang kerukunan antara umat beragama
sangat terjaga dan terjalin erat sampai saat ini.
Akhirnya perang dalam arti sebenarnya bisa dihindarkan, dan diganti dengan
prosesi perang topat yang masih terjaga hingga kini. “Bhineka Tunggal Ika” tidak
hanya dalam kata dan diucapkan secara lisan, tapi oleh warga di sini dipraktikan
dalam tingkah laku.