Standar Akuntansi Khusus
Standar Akuntansi Khusus
Standar Akuntansi Khusus
Tujuan dari laporan keuangan menurut PSAK 101 adalah untuk mengatur penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) untuk
entitas syariah yang selanjutnya disebut “laporan keuangan”, agar dapat dibandingkan baik dengan
laporan keuangan entitas syariah periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas
syariah lain. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi dan peristiwa
tertentu diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) terkait.
Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan
arus kas entitas syariah dengan menerapkan standar akuntansi keuangan secara benar disertai
pengungkapan yang diharuskan. Pernyataan standar akuntansi keuangan dalam catatan atas
laporan keuangan. Laporan keuangan harus disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha,
kecuali manajemen ingin menjual atau melikuidasi atau tidak mempunyai alternatif lain selain
melakukan hal tersebut. Entitas syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, dalam
perhitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang benar benar terjadi (cash
basis).
b. Prinsip keadilan
Menurut penasiran Al-Qu’an surat Al-Baqarah; 282 terkandung prinsip keadilan
yang merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, dan nilai inheren
yang melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya
memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya. Pada
konteks akuntansi, menegaskan kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, dilakukan oleh
perusahan harus dicatat dengan benar. Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesar Rp. 265
juta, maka akuntan (perusahaan) harus mencatat dengan jumlah yang sama dan sesuai
dengan nominal transaksi. Secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang
dengan kata lain tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.
c. Prinsip keberanan
Prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita selalu dihadapkan pada masalah pengakuan,
pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan
pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam
mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi. Maka,
pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus
diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai
kebenaran membentuk akuntansi syari’ah dapat diterangkan.
Dari penjelasan di atas bahwa kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua
makna:
1. Keadilan mengandung makna yang berkaitan dengan moral, yaitu kejujuran, yang
menempatkan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran, informasi yang dihasilkan
oleh seorang akuntan akan berakibat fatal pada pemakai dan pengguna laporan keuangan.
Sehingga pengambilan keputusanpun salah dan secara tidak langsung berdampak pada
masyarakat banyak.
2. Kata keadilan bersifat fundamental. Dimana kata adil disini merupakan sebagai pendorong
untuk melakukan upaya-upaya dokontruksi terhadap keadaan akuntansi modern menuju
pada akuntansi yang lebih baik dan termoderinisasi sesuai dengan nilai-nilai Islam yang
ada.
Menurut pandangan beberapa kalangan yang lain akuntansi Islam (syari’ah) mempunyai prinsip-
prinsip sebagai berikut adalah:
1. Prinsip Legitimasi Muamalat yaitu sasaran-sasaran, transaksi-transaksi, tindakan-
tindakan dan keputusan-keputusan itu sah dan benar menurut syariat.
2. Prinsip Entitas Spiritual adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang
melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi dalam aktivitas perusahaan.
3. Prinsip Kontinuitas yaitu prinsip yang keberadaanya dapat memberikan pandangan bahwa
perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui,
dan dilikuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi yang
mengarah kepada kebalikannya.
4. Prinsip Matching yaitu suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua
sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi
lainnya
Dari penjelasan di atas dapat di disimpulkan perbandingan akuntansi syariah dan akuntansi
konvensional sebagai berikut:
Akuntansi Syari’ah
1. Keadaan entitas didasarkan pada bagi hasil.
2. Kelangsungan usaha tergantung pada persetujuan kontrak antara kelompok yang terlibat
dalam aktivitas bagi hasil.
3. Setiap tahun dikenai zakat, kecuali untuk pertanian yang dihitung setiap panen.
4. Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah SWT, masyarakat dan
individu.
5. Berhubungan erat dngan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi
untuk memenuhi kewajiban.
6. Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan tugas atau kewajiban kepada Allah
AWT, masyarakat dan individu.
7. Pemilihan teknik akuntansi dengan memperhatikan dampak baik buruknya pada
masyarakat.
Akuntansi Konvensional
1. Keadaan entitas dipisahkan antara bisnis dan pemilik.
2. Kelangsungan bisnis secara terus menerus, yaitu didasarkan pada realisasi aset.
3. Periode akuntansi tidak dapat menunggu sampai akhir kehidupan perusahaan dengan
mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan.
4. Bertujuan untuk pengambilan keputusan.
5. Reabilitas pengurang digunakan dengan dasar pembuatan keputusan
6. Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan.
7. Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit berpengaruh pada pemilik.
2.2.1. Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo
piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah tangguhan
disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
2.2.2. Pengungkapan
Lembaga keuangan syariah mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) Harga perolehan aset murabahah
(b) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan
(c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
2.2.3. Kritisi
Dalam bagian pertama dari tulisan ini ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan
murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Dengan adanya murabahah maka pihak penjual harus memberitahukan harga produk yang di beli
dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Ini merupakan konsep
murabahah yang diakui secara internasional. Meskipun begitu fakta yang ada membuktikan bahwa
bank syariah di Indonesia banyak menerapkan konsep murabahah dalam bentuk pembiayaan
murabahah, atau tamwil bil murabahah. Karena itulah ketika DSAS IAI mengeluarkan PSAK 102
tentang murabahah dimana dalam PSAK tersebut merujuk pada pengertian murabahah secara
umum dan diterima dalam konsep fiqh muamalah, maka PSAK 102 tersebut menjadi banyak tidak
diaplikasikan secara penuh oleh perbankan syariah, dan akuntan publik yang tidak menyampaikan
hal tersebut dalam laporan auditnya.
Entitas syariah selama ini hanya menerapkan PSAK 102 sepotong-sepotong dan
menggabungkanya dengan PSAK 55 tentang instrumen keuangan yang hanya diambil pada bagian
yang menguntungkan perusahaan. Atas dasar itulah maka sebagai sebuah terobosan IAI
mengeluarkan PSAK 102 revisi 2013. Ini untuk mengakomodasi konsep pembiayaan murabahah
yang berbasis jual beli dan banyak dilakukan oleh bank syariah. Dalam rangka itu DSAS IAI
meminta fatwa dari DSN. Maka keluarlah fatwa DSN MUI No 84 /DSN-MUI/XII/2012 Tentang
Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bil Murabahah di lembaga keuangan syariah yang
menyatakan “Pengakuan Keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang
(al tujjar) yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan urf (kebiasaan) yang
berlaku di kalangan para pedagang”. Hal ini sesuai konsep pembiayaan murabahah atau tamwil bil
murabahah yang selama ini banyak dilakukan oleh bank syariah di Indonesia. Selain itu dalam
fatwa ini juga disebutkan bahwa “pengakuan keuntungan al tamwil bil murabahah dalam bisnis
yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah boleh dilakukan secara proporsional dan secara
anuitas selama sesuai dengan urf (kebiasaaan) yang berlaku di kalangan LKS”. Yang terpenting
dari fatwa ini adalah bagian terakhir dari fatwa tersebut yang menyatakan bahwa “metode
pengakuan keuntungan at tamwil bil murabahah yang ashlah (bermanfaat) dalam masa
pertumbuhan LKS adalah metode anuitas”.
Dikarenakan menganut konsep anuitas, maka PSAK 102 revisi 2013 harus dilekatkan
dengan PSAK lain yang menerapkan metode anuitas. PSAK tersebut adalah PSAK 50, 55 dan juga
PSAK 60. Bagaimana menerapakan PSAK 102 (revisi 2013) dan bagaimana perbedaannya dengan
PSAK 102 sehingga LKS tidak salah menerapkan kedua PSAK tersebut? DSAS IAI telah
memberikan panduan yang cukup sebagai berikut:
Pertama perlu dilihat posisi LKS sebagai penjual. Apabila ingin menerapkan PSAK 102,
maka sebagai penjual LKS perlu memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut: LKS memiliki
resiko kepemilikan persediaan yang signifikan dimana di sana terdapat:
1. Risiko perubahan harga persediaan
2. Keusangan dan kerusakan persediaan
3. Biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan
4. Resiko pembatalan pesanan pembelian secara sepihak.
Ke 4 karakter tersebut merupakan karakteristik dari LKS yang menerapkan murabahah
secara murni, seperti yang banyak dilakukan oleh bank syariah dan LKS di kawasan Timur Tengah
dan Afrika. Bila semua jawabannya adalah iya, maka PSAK yang diterapkan adalah PSAK 102.
Sedangkan bila jawabannnya adalah tidak, maka PSAK yang diterapkan adalah PSAK 102 revisi
2013 yang dilekatkan dengan PSAK 50, 55 dan 60. Penerapan PSAK 50, 55 dan 60 ini dilakukan
untuk pembiayaan murabahah yang terkait dengan adanya ketentuan berkaitan dengan aset
keuangan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan juga piutang. Selain itu juga ditegaskan
bahwa penerapan PSAK 102 dan PSAK 50, 55 dan 60 ini bukan merupakan kebijakan akuntansi
yang bersifat pilihan atau not policy option choice.
Meskipun begitu, DSAS IAI sangat menyadari bahwa terdapat elemen dalam gabungan
PSAK 50, 55 dan 60 tersebut yang belum sesuai dengan karakteristik syariah. Karena itulah dibuat
serangkaian penyesuian yaitu:
1. Istilah Effective Interest Rate menjadi rate of return
2. Effective Rate Of Return merupakan alokasi keuntungan murabahah yang tidak sama dengan
rate of return dalam bank konvensional
3. Ketika masa akad murabahah selesai tidak ada tambahan keuntungan murabahah karena
keuntungan murabahah bersifat tetap
4. Tidak ada off market interest rate.
Yang juga membedakan antara PSAK 102 dengan PSAK 102 revisi 2013 adalah pada PSAK
102 tidak dilakukan pengaturan tentang cadangan penurunan nilai. Sementara dalam penerapan
awal PSAK 102 (2013) ini ditentukan penurunan nilai berdasarkan kondisi yang ada pada saat itu.
Dan selisihnya yang terjadi diakui di saldo laba awal. Sementara jika penentuan penurunan nilai
tersebut tidak dilakukan pada awal penerapan PSAK 50,55 dan 60, maka dilakukan pemisahan
penurunan nilai yang berasal dari periode berjalan yang diakui di laba rugi dan periode sebelumnya
yang diakui di saldo laba.
2.3.6. Penyajian
1. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
2. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya
dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
3. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
2.3.7. Pengungkapan
1. Lembaga keuangan syariah mengungkapkan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara
nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
1) Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Jurnal:
(D) Piutang Salam xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Aset non kas xxx
c) Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal
jatuh tempo pengiriman,maka:
Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar
bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad, dan
jurnal atas bagian barang pesanann yang diterima ;
Jurnal:
(D).Aset Salam (sebesar jumlah yang diterima) xxx
(K).Piutang Salam xxx
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi.
Jurnal:
(D).Aset lain-lain-Piutang xxx
(K).Piutang Salam xxx
d) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai
jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari
nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil
penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
Jurnal:
(D).Kas xxx
(D).Aset lainnya-Piutang pada penjual xxx
(K).Piutang Salam xxx
e) Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam
maka selisihnya menjadi hak penjual.
Jurnal:
(D).Kas xxx
(K).Utang Penjual xxx
(K).Piutang Salam xxx
4) Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana
kebajikan.
Jurnal:
(D).Dana Kebajikan-Kas xxx
( K).Kebajikan-Pendaptan Denda xxx
Jika modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar.
Jurnal:
(D).Aset non Kas (nilai wajar) xxx
(K).Utang Salam xxx
4) Jika Penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh
pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau
kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika membeli persediaan:
(D).Aset Salam xxx
(K).Kas xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir
lebih kecil dari biaya perolehan barang pesanan:
(D).Utang Salam xxx
(D).Kerugian Salam xxx
(K).Aset Salam xxx
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar olehpembeli akhir
lebih besar dari biaya perolehan barang pesanan:
(D).Utang Salam xxx
(K).Aset Salam xxx
(K).Keuntungan Salam xxx
5) Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam
diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.
Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian.
6) Penyajian, penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
7) Pengungkapan
Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan :
1. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai
secara besama-sama dengan pihak lain.
2. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
3. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan
syariah.
Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan :
1. Piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan
istimewa.
2. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
3. Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101
(1) Pesan
Nasabah Nasabah
(pembeli) (pembeli)
Bank
(penjual)
Penyelesaian Awal
1. Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual
memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna'.
2. Pengurangan pendapatan istishna' akibat penyelesaian awal piutang istishna' dapat
diperlakukan sebagai: (a) potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna'
pada saat pembayaran; atau (b) penggantian (reimbursed) kepada pembeli sebesar jumlah
keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna'
secara keseluruhan.
Akuntansi Pembeli
1. Pembeli mengakui aset istishna' dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih
oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna' kepada penjual.
2. Aset istishna' yang diperoleh melalui transaksi istishna' dengan pembayaran tangguh lebih
dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad istishna' tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban
istishna' tangguhan.
3. Beban istishna' tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan
hutang istishna'.
4. Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi
penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi
penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada
penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
5. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi
dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual,
maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada
penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
6. Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang
pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya
perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
2.4.5. Penyajian
1. Penjual menyajikan dalam laporan keuangan halhal sebagai berikut: (a) Piutang istishna'
yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
(b) Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
2. Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan halhal sebagai berikut: (a) Hutang ishtisna'
sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi. (b) Aset istishna' dalam
penyelesaian sebesar: (i) persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada
pembeli akhir, jika istishna' paralel; atau (ii) kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna'.
2.4.6. Pengungkapan
Entitas mengungkapkan transaksi istishna' dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas,
pada: (a) metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan
kontrak istishna'; (b) metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak
yang sedang berjalan; c) rincian piutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata
uang, dan kualitas piutang; (d) rincian hutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu dan jenis
mata uang; dan (e) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Bagi Hasil Untuk Akad Mudharabah Musyarakah (Psak 105 Par 34)
Ketentuan bagi hasil untuk akad jenis ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu:
a. Hasil investasi diantara pengelola dana dana pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati,
selajutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi
antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal masing-
masing ;atau
b. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi
untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Contoh: jika terjadi kerugian atas
investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan modal para musytarik.
Penghasilan Usaha
1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui
dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
2. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui
sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah
berakhir, selisih antara: (a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian
investasi; dan (b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau
kerugian.
3. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
4. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana
dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
5. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh
tempo dari pengelola dana.
2.5.3. Penyajian
1. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatat.
2. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan, tetapi tidak
terbatas, pada: (a) dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar jumlah
nominalnya untuk setiap jenis mudharabah; (b) bagi hasil dana syirkah temporer yang
sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana
disajikan kewajiban; dan (c) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan
tetapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.
2.5.4. Pengungkapan
1. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas,
pada: (a) rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya; (b) penyisihan
kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan (c) pengungkapan yang
diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah
2. .Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak
terbatas, pada: (a) dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya; dan (b)
penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah.
2.6. Akuntansi Musyarakah (PSAK 106)
Pernyataan PSAK No. 106 diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi musyarokah.
dan pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk)
yang menggunakan akad musyarakah.
Musyarokah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana
tersebut meliputi kas atau asset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
2.6.1. Pengakuan dan Pengukuran
1. Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan
bagi hasil mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan
akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebagai pendapatan sebesar bagian mitra
pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi
dana.
2.6.2. Penyajian
1. Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut: (a) Aset musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang disisihkan
dan yang diterima dari mitra pasif; (b) Dana musyarakah yang disajikan sebagai unsur dana
syirkah temporer untuk aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif; dan (c) Selisih
penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas.
2. Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut: (a) Investasi musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang
diserahkan kepada mitra aktif; (b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas
yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari
investasi musyarakah.
2.6.3. Pengungkapan
1. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas,
pada: (a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi penyertaan, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain; (b) pengelola usaha, jika tidak ada
mitra aktif; dan (c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
2.7.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) antara lain adalah:
a. Untuk membantu pengguna dalam menyusun laporan keuangan agar sesuai dengan tujuannya,
yaitu untuk:
1) Pengambilan keputusan investasi dan kredit. Laporan keuangan bertujuan untuk
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengambilan keputusan yang rasional. Oleh karena itu, informasinya harus dapat
dipahami oleh pelaku bisnis dan ekonomi serta pihak-pihak lain yang berkepentingan
antara lain meliputi:
a) Deposan;
b) Kreditur;
c) Pemegang saham;
d) Otoritas pengawasan;
e) Bank Indonesia;
f) Pemerintah;
g) Lembaga penjamin simpanan; dan
h) Masyarakat.
2) Menilai prospek arus kas. Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi
yang dapat mendukung deposan, investor, kreditur dan pihak-pihak lain dalam
memperkirakan jumlah, saat, dan kepastian dalam penerimaan kas di masa depan.
Prospek penerimaan kas sangat tergantung pada kemampuan bank untuk menghasilkan
kas guna memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo, kebutuhan operasional,
reinvestasi dalam operasi, dan pembayaran dividen. Persepsi dari pihak-pihak yang
berkepentingan atas kemampuan bank tersebut akan mempengaruhi harga pasar efek
bank yang bersangkutan. Persepsi mereka umumnya dipengaruhi oleh harapan atas
tingkat pengembalian dan risiko dari dana yang mereka tanamkan. Deposan, investor,
dan kreditur akan memaksimalkan pengembalian dana yang telah mereka tanamkan dan
akan melakukan penyesuaian terhadap risiko yang mereka perkirakan akan terjadi pada
bank yang bersangkutan.
3) Memberikan informasi atas sumber daya ekonomi. Pelaporan keuangan bertujuan
memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi bank (economic resources),
kewajiban bank untuk mengalihkan sumber daya tersebut kepada entitas lain atau
pemilik saham, serta kemungkinan terjadinya transaksi dan peristiwa yang dapat
mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.
b. Menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan
keuangan, sehingga meningkatkan daya banding diantara laporan keuangan bank.
Menjadi acuan minimum yang harus dipenuhi oleh perbankan dalam menyusun laporan keuangan.
Namun keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam PAPI tidak menghalangi masing-
masing bank untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan sesuai
kondisi masing-masing bank.
2. Rerangka ini digambarkan seperti suatu bangunan rumah ‘Prinsip-prinsip Akuntansi yang
Berlaku Umum di Indonesia’. Setiap lapisan di bawahnya menjadi landasan bagi lapisan
yang berada di atasnya. Dalam hal terjadi pertentangan antara prinsip akuntansi dari
berbagai sumber tersebut, maka harus mengikuti perlakukan akuntansi yang diatur di dalam
kelompok yang posisinya menjadi landasan atau pada lapisan yang terletak lebih di bawah.
3. PAPI merupakan bagian dari Pedoman atau Kodifikasi Praktik Akuntansi Industri dalam
struktur Rerangka Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia.
Dari definisi diatas maka disimpulkan bahwa Instrumen Keuangan adalah kontrak yang
mengakibatkan timbulnya aset keuangan (hak kontraktual) bagi satu entitas dan kewajiban
keuangan atau instrumen ekuitas bagi entitas lainnya. Hak kontraktual dapat berupa hak untuk
menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain.
PSAK 55 ED PSAK 71
No Kategori Aset Pengukuran Kategori Aset Pengukuran
Keuangan Keuangan
1 Diukur pada Nilai Sebesar nilai wajar Kredit merupakan Aset Biaya perolehan
wajar melalui kredit yang pada Keuangan yang diukur diamortisasi
Laporan Laba Rugi saat pengakuan pada biaya perolehan
awal sama dengan diamortisasi karena
harga transaksi, memenuhi 2 kondisi
yaitu sebesar pokok berikut:
kredit yang 1. Tujuan bank
dicairkan memberikan kredit
dalam rangka
mendapatkan arus
kas kontraktual, dan
2. Persyaratan
kontraktual kredit
pada tanggal tertentu
meningkatkan arus
kas yang semata dari
pembayaran pokok
dan bunga (solely
payments of principal
and interest) dari
jumlah pokok
terutang
2 Dimiliki Hingga Sebesar nilai wajar
Jatuh Tempo kredit yang pada
saat pengakuan
awal sama
3 Tersedia untuk dengan harga
Dijual transaksi, yaitu
sebesar pokok
4 Pinjaman yang kredit yang
Diberikan dan dicairkan,
Piutan dikurangi atau
ditambah
pendapatan
dan/atau beban
yang dapat
diatribusikan
secara langsung
pada pemberian
kredit tersebut
Asset Reasuransi Tidak boleh saling hapus Boleh saling hapus antara:
antara pendapatan atau pendapatan atau beban dari
beban dari kontrak kontrak asuransi dan
asuransi. reasuransi.
Manfaat asuransi:
1. Memberikan rasa aman.
2. Melengkapi persyaratan kredit. Misalnya pada pembiayaan untuk membeli kendaraan,
maka perusahaan pembiayaan akan mensyaratkan untuk membeli perlindungan asuransi
atas objek tersebut.
3. Mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Dana-dana yang dikumpulkan oleh perusahaan
asuransi biasanya akan ditanamkan diberbagai instrumen investasi. Dana ini disalurkan
oleh istitusi keuangan seperti perbankan kepada sektor riil untuk membiayai pembangunan.
4. Mengurangi biaya modal. Dengan pengalihan risiko ke pihak perusahaan asuransi, maka
cadangan modal untuk menutupi risiko dapat dibagi.
5. Menjamin stabilitas usaha. Dengan penjaminan dari asuransi di saat musibah melanda
maka kerugian usaha dapat dengan segera dipulihkan.
6. Memastikan biaya untuk risiko usaha. Setiap usaha membutuhkan kepastian untuk
memperoleh laba. Pembayaran uang premi telah memastikan biaya untuk menjalankan
usaha dari risiko-risiko murni, seperti kebakaran.
Kontrak asuransi jiwa diklasifikasi sebagai kontrak jangka pendek atau kontrak jangka
Panjang bergantung pada apakah kontrak tersebut tetap berlaku untuk suatu jangka waktu. Factor
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah suatu kontrak diharapkan tetap berlaku
untuk suatu jangka waktu tertentu adalah:
(a) Kontrak Jangka Pendek.
Dalam kontrak ini, jumlah premi yang dibebankan, jumlah pertanggungan yang diberikan
atau syarat polis lain dapat disesuaikan oleh perusahaan asuransi pada saat perpanjangan
polis. Pada umumnya kontrak jangka pendek mengacu pada periode kontrak asuransi kurang
dari 12 bulan.
(b) Kontrak Jangka Panjang.
Kontrak biasanya tidak dapat dibatalkan, dijamin dapat diperbarui, dan persyaratan lain tidak
dapat diubah sepihak syarat-syaratnya. Kontrak jangka Panjang meliputi juga pelayanan dan
fungsi lain oleh perusahaan asuransi.
2.10.2. Pendapatan
Yang menjadi pendapatan bagi insurer adalah sebagai berikut:
1. Premi kontrak asuransi jangka pendek.
Premi ini diakui sebagai pendapatan dalam periode kontrak sesuai dengan proporsi jumlah
proteksi asuransi yang diberikan. Jika periode risiko berbeda dengan periode kontrak, maka
premi diakui sebagai pendapatan selama periode risiko sesuai dengan proporsi jumlah
proteksi asuransi yang diberikan
2. Premi selain kontrak asuransi jangka pendek
Premi ini diakui sebagai pendapatan pada saat jatuh tempo dari pemegang polis. Kewajiban
untuk biaya yang diharapkan timbul sehubungan dengan kontrak tersebut diakui selama
periode sekarang dan periode diperbaruinya kontrak.
3. Pendapatan lain.
Komisi reasuransi dan komisi keuntungan reasuransi diakui sebgai pendapatan lain.
2.10.3. Beban
Beban yang terdapat pada PSAK 36 yaitu beban klaim. Klaim tersebut meliputi:
1. Klaim yang telah disetujui (settled claims),
2. Klaim dalam proses penyelesaian (outstanding claims), dan
3. Klaim yang telah terjadi namun belum dilaporkan.
Jumlah klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum
dilaporkan, ditentukan berdasarkan estimasi liabilitas klaim tersebut. Perubahan dalam jumlah
estimasi liabilitas klaim, sebagai akibat proses penelaahan lebih lanjut dan perbedaan antara
jumlah estimasi klaim dengan klaim yang dibayarkan, diakui sebagai penambah atau pengurang
beban dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya perubahan.
Klaim reasuransi diakui sebagai pengurang beban klaim pada periode yang sama dengan
pengakuan beban klaim.
2.10.4. Liabilitas
Liabilitas manfaat polis masa depan.
Liabilitas manfaat polis masa depan dinyatakan dalam laporan posisi keuangan
berdasarkan perhitungan aktuaria. Liabilitas tersebut mencerminkan nilai kini estimasi
pembayaran seluruh manfaat yang dijanjikan dalam kontrak asuransi jiwa.
Liabilitas tersebut mencerminkan nilai kini estimasi pembayaran seluruh manfaat yang
diperjanjikan termasuk seluruh opsi yang disediakan, nilai kini estimasi seluruh biaya yang
akan dikeluarkan tetapi juga mempertimbangkan penerimaan premi dimasa yang akan datang
(gross premium reserve).
2.10.5. Pengungkapan
Pengungkapan khusus yang diperlukan adalah sebagai berikut:
(a) Kebijakan akuntansi mengenai:
(i) Pengakuan pendapatan premi dan penentuan liabilitas manfaat polis masa depan serta
premi yang belum merupakan pendapatan;
(ii) Transaksi reasuransi termasuk sifat, tujuan, dan efek transaksi reasuransi tersebut
terhadap operasi perusahaan;
(iii) Pengakuan beban klaim dan penentuan estimasi klaim tanggungan sendiri;
(iv) Kebijakan akuntansi lain yang penting sebagaimana ditentukan dalam PSAK yang
berlaku.
(b) Pendapatan premi bruto: pendapatan premi tahun pertama dan premi tahun lanjutan secara
terperinci berdasarkan kelompok perorangan dan kumpulan serta jenis asuransi
(c) Klaim dan manfaat: jenis, jumlah, dan penyebab kenaikan klaim dan manfaat yang signifikan
Permasalahan umum yang ditemukan pada usaha mikro, Kecil, dan menengah ialah
masalah kecukupan modal (Suthapa, 2008). Proporsi modal yang dimiliki oleh pelaku usaha
mikro, kecil, dan menengah masih didominasi oleh modal sendiri, dengan jumlah modal yang
terbatas untuk berkembang dengan baik. Solusi untuk masalah keterbatasan modal ini sebenarnya
dapat diatasi pelaku UMKM tersebut dengan memperoleh dana atau modal dari pihak luar. Adapun
pihak yang dapat membantu perolehan dana bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah ini,
salah satunya adalah pemberian kredit oleh bank. Masalah baru yang muncul untuk memperoleh
dana dari pihak bank salah satunya disebabkan oleh tidak tersedianya informasi yang relevan
mengenai pencatatan transaksi dalam operasional usaha.
Menindaklanjuti masalah pencatatan transaksi pada entitas UMKM yang disusun untuk
memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan usaha mikro, kecil, dan menengah, dirancang sebuah
standar yang dirumuskan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dalam lembaga
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) tentang Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan
Menengah (SAK EMKM), yang menyederhanakan standar sebelumnya yaitu Standar Akuntansi
Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP), yang secara efektif berlaku mulai 1
Januari 2018.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memiliki kekayaan bersih maksimal 50 juta rupiah dan hasil penjualan
tahunan dengan maksimal 300 juta rupiah.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memiliki kekayaan bersih
maksimal 50 juta rupiah dan hasil penjualan tahunan dengan maksimal 500 juta rupiah.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih
maksimal 300 juta rupiah dan hasil penjualan tahunan dengan maksimal 2 miliar rupiah.
Catatan atas laporan keuangan, yang berisi tambahan dan rincian akun-akun tertentu yang relevan
Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan yang dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh oleh
entitas. Aset sendiri terbagi menjadi dua macam yaitu aset yang memiliki wujud dan aset
tidak memiliki wujud (tak berwujud).
Liabilitas merupakan kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang
penyelesaiannya mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung
manfaat ekonomi. Karakteristik esensial dari liabilitas adalah kewajiban yang dimiliki
entitas saat ini untuk bertindak atau untuk melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu yang
dapat berupa kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif. Kewajiban konstruktif yaitu
kewajiban yang biasanya melibatkan pembayaran kas, penyerahan aset selain kas,
pemberian jasa, dan/atau penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain.
Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas setelah dikurangi seluruh liabilitasnya. Klaim
ekuitas adalah klaim atas hak residual atas aset entitas setelah dikurangi seluruh
liabilitasnya. Klaim ekuitas merupakan klaim terhadap entitas, yang tidak memenuhi
definisi liabilitas.
Sebuah pernyataan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai dengan ED SAK EMKM,
Ikhtisar kebijakan akuntansi,
Dan, informasi tambahan dan rincian akun tertentu yang menjelaskan transaksi penting dan
material sehingga bermanfaat bagi pengguna untuk memahami laporan keuangan.
Setiap catatan atas laporan keuangan disajikan secara sistematis selama hal tersebut terbilang
praktis. Setiap akun dalam laporan keuangan merujuk-silang ke informasi terkait dalam catatan
atas laporan keuangan agar mendapatkan informasi yang tepat, akurat, serta relevan
ENTITAS
LAPORAN KEUANGAN
31 DESEMBER 20x8 DAN 20x7
2.12. Aplikasi Kasus terhadap ….
DAFTAR ISI
LIABILITAS
EKUITAS
BEBAN
Beban usaha xxx xxx
Beban lain-lain 11 xxx xxx
1. UMUM
Entitas didirikan di Jakarta berdasarkan akta Nomor xx tanggal 1 Januari 20x7 yang
dibuat dihadapan Notaris, S.H., notaris di Jakarta dan mendapatkan persetujuan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.xx 2016 tanggal 31 Januari 2016.
Entitas bergerak dalam bidang usaha manufaktur. Entitas memenuhi kriteria sebagai
entitas mikro, kecil, dan menengah sesuai UU Nomor 20 Tahun 2008. Entitas
berdomisili di Jalan xxx, Jakarta Utara.
b. Dasar Penyusunan
Dasar penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis dan menggunakan
asumsi dasar akrual. Mata uang penyajian yang digunakan untuk penyusunan
laporan keuangan adalah Rupiah.
c. Piutang usaha
Piutang usaha disajikan sebesar jumlah tagihan.
d. Persediaan
Biaya persediaan bahan baku meliputi biaya pembelian dan biaya angkut
pembelian. Biaya konversi meliputi biaya tenaga kerja langsung dan overhead.
Overhead tetap dialokasikan ke biaya konversi berdasarkan kapasitas produksi
normal. Overhead variabel dialokasikan pada unit produksi berdasarkan
penggunaan aktual fasilitas produksi. Entitas menggunakan rumus biaya persediaan
rata-rata.
e. Aset Tetap
ENTITAS
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
31 DESEMBER 20x8 DAN 20x7
g. Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
3. KAS
20x8 20x7
4. GIRO
20x8 20x7
PT Bank xxx – Rupiah xxx xxx
5. DEPOSITO
20x8 20x7
PT Bank xxx – Rupiah xxx xxx
6. PIUTANG USAHA
20x8 20x7
Toko A
ENTITAS
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
31 DESEMBER 20x8 DAN 20x7
8. UTANG BANK
Pada tanggal 4 Maret 20x8, Entitas memperoleh pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK)
dari PT Bank ABC dengan maksimum kredit Rpxxx, suku bunga efektif 11% per tahun
dengan jatuh tempo berakhir tanggal 19 April 20X8. Pinjaman dijamin dengan persediaan
dan sebidang tanah milik entitas.
9. SALDO LABA
Saldo laba merupakan akumulasi selisih penghasilan dan beban, setelah dikurangkan
dengan distribusi kepada pemilik.
2.12.1 Pendahuluan
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah merilis tiga Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) baru. Ini merupakan bagian dari usaha otoritas untuk mengadopsi
sistem dari International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh otoritas
akuntan internasional, International Accounting Standard Board (IASB). Sejatinya peraturan
tersebut sudah diterbitkan sejak tahun 2017. Namun, implementasinya sendiri baru akan
diwajibkan pada tahun 2020 nanti.
Adapun tiga Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tersebut adalah PSAK 71,
PSAK 72, dan PSAK 73. Standar akuntansi yang baru ini diterbitkan oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan mengadopsi International Financial Reporting Standards
(IFRS) 9, 15 dan 16 yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB).
Ketiga PSAK itu memiliki poin masing-masing. PSAK 71 misalnya mengatur mengenai instrumen
keuangan, PSAK 72 mengatur mengenai pendapatan dari kontrak dengan pelanggan dan PSAK
73 mengatur mengenai sewa.
Dunia perbankan akan sangat terdampak oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yang baru ini, khususnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang
mengatur mengenai instrument keuangan. Untuk itu, kalangan emiten perbankan diharapkan sudah
mulai melakukan mitigasi risiko terhadap potensi masalah yang ditimbulkan selama proses
penyesuaian nantinya. Dimana dulunya instrument keuangan diatur pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) 55, namun akan digantikan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 71.
Selain soal klasifikasi aset keuangan, salah satu poin penting PSAK 71 adalah soal
pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan yang berupa piutang, pinjaman, atau kredit.
Standar baru ini mengubah secara mendasar metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk
kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih. Jika berdasarkan PSAK 55, kewajiban pencadangan
baru muncul setelah terjadi peristiwa yang mengakibatkan risiko gagal bayar (incurred loss),
PSAK 71 memandatkan korporasi menyediakan pencadangan sejak awal periode kredit. Kini,
dasar pencadangan adalah ekspektasi kerugian kredit (expected credit loss) di masa mendatang
berdasarkan berbagai faktor; termasuk di dalamnya proyeksi ekonomi di masa mendatang.
PSAK 71 yang merupakan adopsi dari IFRS 9 awalnya muncul karena desakan krisis
keuangan global pada 2008. Saat itu, dugaan krisis terjadi karena instrumen keuangan yang
dicadangkan untuk ketertagihan terlalu sedikit dan sudah terlambat. Akibatnya, tidak ada sinyal
dari pasar bahwa tagihan itu tidak collectable atau tertagih dari awal
Berdasarkan standar akuntansi baru ini, artinya, korporasi harus menyediakan cadangan
kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk semua kategori kredit atau pinjaman, baik itu
yang berstatus lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-
performing). Untuk kredit lancar, misalnya, korporasi harus menyediakan CKPN berdasarkan
ekspetasi kerugian kredit dalam 12 bulan mendatang.
Imbasnya, korporasi mesti menyediakan nilai pencadangan atas kredit atau piutang tak
tertagih lebih besar dibandingkan sebelumnya. “Berdasarkan survei internasional, peningkatan
pencadangan korporasi bisa mencapai 25% hingga 35%. Tentu, angka riil sangat tergantung
negara, industri, dan kondisi masing-masing perusahaan,” ujar Rosita Uli Sinaga, Senior Partner
Deloitte Indonesia. Bagi industri perbankan, kewajiban untuk mengikuti cara pencadangan anyar
ini bisa berujung pada penurunan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR).
Lalu apa perbedaannya? Perbedaan keduanya cukup substansial. Pertama, metode incurred
loss bersifat backward looking karena cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan/ kredit
dibentuk ketika kualitasnya telah menurun (impaired). Sementara itu, metode expected loss
bersifat forward looking, di mana metode ini lebih merefleksikan perubahan ekspektasi risiko
kredit sebagai akibat dari perubahan kondisi ekonomi dan dampaknya terhadap risiko kredit.
Kedua, pembentukan cadangan dengan menggunakan metode incurred loss mengacu pada
keberadaan bukti objektif telah terjadi penurunan nilai aset keuangan. Sementara itu, metode
expected loss memperhitungkan kemungkinan (probabilitas) terjadinya penurunan nilai di masa
datang. Maka dari itu, perhitungan impairmentnya benar-benar mengandalkan seluruh informasi
seperti data histori, saat ini dan ekspektasi masa depan.
Ketiga, pada metode incurred loss ekspektasi kerugian dari asset keuangan dihitung
berdasarkan saldo (outstanding) atau nilai terkini aset keuangan pada saat cadangannya akan
dibentuk. Sebaliknya pada metode expected loss, ekspektasi kerugian diperhitungkan pada saat
pemberian kredit di awal atau ketika aset keuangan diperoleh (early recognition), tanpa harus
didahului oleh adanya credit loss event.
Pangestu, Dimas Aryo. Makalah akuntansi Ishtishna dan Ishtishna Paralel. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.
Yaya, Rizal. 2014. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta.
http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/pernyataan-sas-65-psak-102-akuntansi-
https://sumatra.bisnis.com/read/20180712/444/815601/industri-asuransi-asosiasi-beri-masukan-
https://keuangan.kontan.co.id/news/banyak-industri-asuransi-yang-tak-dapat-mengikuti-standar-
https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-sudah-rilis-draf-aturan-standar-akuntansi-baru-ifrs-17-
https://keuangan.kontan.co.id/news/ifrs-17-akan-diterapkan-ojk-siap-dengar-masukan-pelaku-