Analisis Jurnal Keperawatan Kitis
Analisis Jurnal Keperawatan Kitis
Analisis Jurnal Keperawatan Kitis
Disusun oleh
Wibi krisbianto
A11601395
PRODI S1 KEPERAWATAN
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah Keperawatan Kritis tentang
“Analisa Jurnal Psikologi pada Pasien Kritis” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Kritis program studi S1 Keperawatan, kami
mengucapkan terimah kasih kepada:
1. Ibu Barkah Waladani S. Kep Ns6 selaku dosen koordinator mata kuliah
keperawatan kritis.
2. Ibu Isma Yuniar M. Kep selaku dosen mata kuliah keperawatan kritis
3. Semua pihak yang ikut serta berpartipasi dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap dengan disusunnya makalah ini dapat sedikit banyak
menambah pengetahuan para pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 17
B. Saran .................................................................................................... 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecemasan terjadi sebagai proses respon emosional ketika pasien atau
keluarga merasakan ketakutan, kemudian akan diikuti oleh beberapa tanda dan
gejala seperti ketegangan, ketakutan, kecemasan dan kewaspadaan Townsend,
2014 (dalam Pratiwi & Dewi, 2016). Keadaan penyakit kritis menghadapkan
keluarga pasien ke tingkat tinggi dari tekanan psikologis. Gejala tekanan
psikologis mempengaruhi lebih dari setengah dari anggota keluarga terkena
penyakit kritis pasien. Proporsi anggota keluarga mengalami tekanan
psikologis yang berat dari penyakit kritis akan terus meningkat, sejalan dengan
meningkatnya angka pasien yang dirawat di unit perawatan intensif untuk
penggunaan alat bantu nafas yang berkepanjangan (Ronald & Sara, 2010).
Kecemasan dapat menjadi sumber masalah klinis jika sudah sampai
tingkat ketegangan yang sedemikian rupa sehingga mempengaruhi
kemampuan berfungsinya seseorang dalam kehidupan sehari-hari, karena
orang tersebut jatuh kedalam kondisi maladaptif yang dicirikan reaksi fisik dan
psikologis ekstrem. Pengalaman yang menegangkan, irasional dan tidak dapat
diatasi ini merupakan dasar gangguan kecemasan. Sekitar 28% orang Amerika
Serikat sepanjang hidupnya mengalami kecemasan (Halgin & Whitbourne,
2010). Pelayanan di ruang ICU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis
stabil yang membutuhkan pelayanan, pengobatan dan observasi secara ketat
(Dirjen Bina Upaya Kesehatan, 2011).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MEN KES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di Rumah Sakit. ruang ICU merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus ditujukan
untuk observasi, perawatan dan terapi pasien yang menderita penyakit akut,
cedera, beberapa penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversible. Perawatan
diruang ICU dilakukan dengan cepat dan cermat serta pamantauan
4
hemodinamik yang terus menerus selama 24 jam. Penggunaan alat- alat
diruang ICU sangat diperlukan dalam rangka memperoleh hasil yang optimal.
Pasien di ICU dalam keadaan sakit kritis, kehilangan kesadaran atau
mengalami kelumpuhan, sehingga segala sesuatu yang terjadi pada pasien
hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur. Perubahan
yang terjadi harus dianalis secara cermat untuk mendapatkan tindakan atau
pengobatan yang tepat. Pemberian perawatan di ICU telah berpusat pada pasien
kurang memperhatikan kebutuhan keluarga, Penerimaan pasien ke ICU sering
akut, transisi non elektif memunculkan ketidakpastian bagi pasien serta
keluarga pasien. Paling sering kebutuhan fisiologis pasien menjadi
keprihatinan bagi dokter perawatan kritis. Memperhatikan kebutuhan sakit
kritis penting selama episode penyakit kritis, namun mengatasi kebutuhan
psikologis keluarga pasien pada awal penyakit kritis juga harus diperhatikan
(Ronald & Sara, 2010). Beban perawatan yang ditanggung keluarga pada
anggota kelurga yang mempunyai penyakit kritis dapat berdampak pada
kecemasan. Anggota keluarga pasien sakit kritis mengalami tingkat kecemasan
tinggi situasional dan stress ketika orang-orang tercinta yang dirawat di ICU.
Beberapa faktor yang berhubungan stres ini, kecemasan situasional
muncul dari kekawatiran tentang penderitaan dan kematian pasien, prosedur,
komplikasi dan peralatan yang digunakan dalam perawatan pasien (Smith &
Custard, 2014). Pasien dan anggota keluarga menjalani pengalaman berbeda
dalam menderita gangguan emosional selama tinggal dan setelah keluar ICU.
Kecemasan, depresi dan gangguan stres paska trauma lebih tinggi pada anggota
keluarga daripada pasien, dan bisa bertahan sampai tiga bulan, sementara pada
pasien gejala menurun. Selamat dari ICU mungkin mengalami tekanan
psikologis untuk waktu yang lama, biasanya pasien dan anggota keluarga
menderita gejala kecemasan, depresi dan stres paska trauma (Fumis, Ranzani,
Martins, & Schettino, 2015). Mengatasi masalah psikologis merupakan bagian
integral dari pendekatan perawatan kritis yang komprehensif, anggotak
keluarga memainkan peran penting dalam mem- promosikan kesejahteraan
psikologis dari kondisi pasien kritis. Kehadiran dan kepedulian keluarga,
interaksi yang bermakna dan kolaborasi dengan tim perawatan dapat
5
membantu pasien selama perawatan di ICU. Oleh karena itu perawat memiliki
tanggung jawab penting untuk mengatasi kebutuhan dan keprihatinan anggota
keluarga selama di ICU (Bailey, Sabbagh, Loiselle, Boileau, & McVey, 2010).
Kecemasan terdiri dari dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, tergantung pada tingkat cemas, lama cemas dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap cemas. Cemas mempunyai rentang mulai
dari ringan, sedang sampai berat. Setiap tingkat menyebabkan perubahan
emosional dan fisiologis pada individu, Videbeck, 2008 (dalam Prabowo,
2014). Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang tersamar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu
sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan
datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman.
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta
bencana dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis.
Salah satu contoh dampak psikologis adalah timbulnya kecemasan atau
ansietas (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2014). Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal yang sama dalam satu daerah berdekatan, saling
ketergantungan, terikat secara emosional satu dengan lainnya (Harmoko, 2012)
dan Muhlisin (2012).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami dampak psikologis pada pasien
kritis yang dirawat di ICU.
6
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat
Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai keperawatan kritis,
terutama terkait dengan psikologi pasien kritis. Makalah ini semoga dapat
dijadikan sebagai sumber bagi pembaca dalam menyusun makalah atau tugas
yang berhubungan dengan keperawatan kritis.
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
terhadap konflik dengan memproduksi rasa tidak berdaya (Stuart,
2009).
Keluarga dengan anggota keluarga yang dirawat di ruang
intensif berada dalam kondisi penuh kekhawatiran terhadap keadaan
dan prognosis pasien. Keluarga juga mengalami berbagai risiko
gangguan kesehatan fisik dan mental baik selama bahkan setelah keluar
dari ruang intensif. Efek hospitalisasi dapat berupa kurang tidur,
gangguan nafsu makan dan pencernaan, ketakutan, stress, kecemasan,
depresi hingga post traumatic syndrome. Dalam keadaan ini, keluarga
membutuhkan berbagai macam kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi
(Wardah, 2013). Hasil dari sebuah review prioritas kebutuhan anggota
keluarga pasien yang dirawat di ruang intensif menunjukkan bahwa
menerima informasi mengenai pasien adalah kebutuhan yang paling
penting yang diharapkan oleh keluarga (Faharani dkk, 2014).
Respon fisiologis terhadap ansietas (Stuart, 2009) anhtara lain :
Sistem tubuh Respon Kardiovaskuler Palpitasi, tekanan darah
meningkat, rasa mau pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi
menurun, jantung seperti terbakar.
I. Pernafasan Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas
dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik,
terengah-engah.
II. Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan,
ketidaknyamanan abdomen, mual, diare .
III. Traktus urinarius Tidak dapat menahan kencing, sering kencing.
IV. Neuromuskuler Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata
berkedip- kedip, insomnia, tremor, rigiditas, wajah tegang,
kelemahan umum, gerakan yang janggal
V. Kulit Wajah kemerahan, telapak tangan berkeringat, gatal, rasa
panas dan dingin pada kulit, wajah pucat.
b. Tanda dan Gejala Kecemasan Tanda dan gejala kecemasan yang
ditunjukkan atau dikemukakan oleh seseorang bervariasi, tergantung
dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh individu tersebut
9
(Hawari, 2004). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat
mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2004), antara
lain sebagai berikut:
1) Gejala psikologis: pernyataan semas/khawatir, firasat buruk, takut
akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, mudah terkejut.
2) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
3) Gangguan konsentrasi daya ingat.
4) Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi
buruk dan menakutkan.
5) Gangguan kecerdasan: sukar konsentrasi, daya ingat menurun dan
daya ingat buruk.
6) Perasaan depresi (murung): hilangnya minat, berkurangnya
kesenangan pada hobi, sedih,terbangun pada saat dini hari dan
perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7) Gejala somatik/ fisik (otot): sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan
otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil. 8. Gejala somatik/ fisik
(sensorik): tinitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka
merah dan pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.
8) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah): takikardi,
berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa
lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/
berhenti sekejap.
9) Gejala respiratori (pernafasan): rasa tertekan atau sempit di dada,
rasa tercekik, sering menarik nafas pendek/ sesak.
10) Gejala gastroentinal: sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar
di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, sukar BAB dan
kehilangan berat badan.
11) Gejala urogenital: sering buang air kecil, tidak dapat menahan
BAK, tidak datang bulan (menstruasi), masa haid berkepanjangan,
10
masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan,
ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.
12) Gejala autoimun: mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit dan bulu-bulu
berdiri.
13) Tingkah laku/sikap: gelisah tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi
berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek dan cepat serta
wajah merah.
11
independen dengan tekanan Ruang Intensif.
dan variabel darah.
dependen
2. Hubungan
diidentifikasi
Tingkat Kecemasan
pada satu
dengan Pernafasan
satuan wa.
Hasil analisis
didapatkan ada
perbedaan rata-rata
pernafasan diantara
keempat tingkat
kecemasan (P =
0.035), sehingga
dapat disimpulkan
bahwa ada
hubungan tingkat
kecemasan dengan
pernafasan
3. Hubungan
Tingkat Kecemasan
dengan Nadi
Hasil analisis
didapatkan ada
perbedaan rata-rata
nadi diantara
keempat tingkat
kecemasan (P =
0.005), sehingga
dapat disimpulkan
ada hubungan
12
anatara kecemasan
dengan Nadi
4. Hubungan
Tingkat Kecemasan
dengan Suhu
Hasil analisis
didapatkan tidak ada
perbedaan rata-rata
suhu diantara
keempat tingkat
kecemasan (P =
0.257). Sehingga
dapat disimpulkan
bahwa tidak ada
hubungan antara
kecemasan dengan
suhu.
13
kecil mengerut sangat kuat dan kemudian mengadakan respon terhadap
tekanan darah yang bertambah kuat serta mengeluarkan angiotamin (zat
yang menyebabkan pembuluh-pembuluh nadi dan menggiatkan kerja
jantung. maka terjadilah peningkatan tekanan darah. Tekanan psikologis
merupakan faktor utama penyebab terjadinya atau munculnya peningkatan
tekanan darah pada mereka yang akan memasuki ruang ICU/ICCU.
Ansietas, takut, dan emosi dapat merangsang saraf simpatis sehingga
menimbulkan penekanan denyut jantung dan tekanan vena perifer.
Perangsangan saraf simpatis sehingga menimbulkan peningkatan tekanan
darah.
Analisa :
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian terkait di atas maka dapat
diasumsikan bahwa kecemasan memiliki hubungan yang signifikan dengan
tekanan darah pada pasien yang di rawat di Ruang Intensif
14
Tanda dan gejala pada kecemasan berat antara lain napas pendek, nadi dan
tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, penglihatan kabur,
ketegangan, lapang persepsi sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah,
verbalitas dan perasaan ancaman meningkat. Tanda dan gejala kecemasan
panik antara lain nafas pendek, rasa tercekik, palpitasi, sakit dada, pucat,
lapang persepsi sangat sempit, marah, ketakutan, berteriak-teriak, dan
persepsi kacau
Analisa :
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian terkait di atas maka dapat
diasumsikan bahwa kecemasan dapat mempengaruhi pernafasan. Hal ini
dikarenakan ada faktor cemas yang mengaktivasi syaraf-syaraf impuls
bereaksi berlebihan yang menimbulkan sensasi dan sesak pernafasan,
tarikan nafas menjadi pendek seperti kesulitan bernafas karena kehilangan
udara.
15
Hasil analisis didapatkan tidak ada perbedaan rata-rata suhu diantara
keempat tingkat kecemasan (P = 0.257). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara kecemasan dengan suhu.
Konsep/teori :
Pada penelitian ini didapatkan nilai rata tingkat kecemasan dengan normal
36.45, tingkat kecemasan dengan ringan 36.05, tingkat kecemasan dengan
sedang 36.44 dan tingkat kecemasan dengan berat 36.45. Suhu tubuh adalah
perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan
jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun dalam kondisi
tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas fisik, mekanisme kontrol
suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam relatif
konstan.
Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah faktor hormon, dimana pada
wanita suhu tubuh dapat bergeser sesuai dengan saat-saat dalam daur haid,
yaitu mulai sedikit naik sesudah ovulasi sekresi progesteron dan baru akan
turun kembali sebelum haid. Pada anak-anak suhu tubuh biasanya lebih
tinggi daripada orang dewasa, sedangkan pada usia lanjut ataupun bayi yang
baru lahir suhunya lebih rendah, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
semakin bertambahnya usia maka suhu tubuh akan semakin rendah.
Analisa :
Berdasarkan hasil analisis di atas maka peneliti berasumsi bahwa
kecemasan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan suhu dan
setiap orang yang mengalami kecemasan belum tentu suhu tubuhnya
meningkat. Hal ini dikarenakan suhu tubuh dapat di pengaruhi oleh faktor
eksternal contohnya lingkungan dan aktivitas.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasien kritis adalah pasien yang mengalami kegagalan pada satu organ
atau lebih, dan beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan aktual,
membutuhkan terapi yang intensive dan memerlukan pemantauan dengan
terpasang alat-alat penunjang hidup. Masalah psikologi yang dialami oleh
pasien kritis adalah perasaan tidak percaya akan kondisi sakit yang dialaminya
saat ini. Pasien kritis juga mengalami kesedihan dan ketakutan karena keadaan
sakit, tidak bisa beraktifitas secara normal. Selain itu pasien kritis juga
mengalami depresi, khawatir dan stress karena kondisi yang dialaminya saat
ini. Seseorang dalam menghadapi kematian akan melewati lima tahap yakni
penyangkalan, kemarahan, tawar menawar, depresi dan penerimaan. Kelima
fase ini selalu disertai dengan adanya harapan tentang kesembuhan betapapun
kecilnya. Pasien melakukan segala sesuatu untuk memperpanjang usianya dan
menganjurkan keluarganya untuk mencari pengobatan baru. Dalam situasi ini
orang- orang yang dekat dengan pasien seperti keluarga, rohaniawan, perawat
dan dokter dapat dengan sangat efektif mempengaruhi pasien. Semua fase tadi
dapat berlangsung lama atau cepat tergantung dari faktor usia, pendidikan,
agama, lingkungan sosial budaya, faktor ekonomi dan sebagainya.
B. Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi bahan informasi dalam
meningkatkan wawasan pengetahuan mengenai keperawatan kritis dalam
melakukan praktek keperawatan di Rumah Sakit dan pembelajaran di
akademik terkait dengan psikologi pasien kritis.
17
DAFTAR PUSTAKA
18