29 Rinda Suciarti
29 Rinda Suciarti
29 Rinda Suciarti
JUDUL :
OLEH :
RINDA SUCIARTI
NIM : 1914901738
AJARAN 2019/2020
i
KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIA-N)
JUDUL :
OLEH :
RINDA SUCIARTI
NIM : 1914901738
AJARAN 2019/2020
ii
iii
HALAMAN PENGESAHAN
OLEH :
RINDA SUCIARTI
NIM : 1914901738
Pada :
Hari/ Tanggal : Jumat 18 September 2020
Tim Penguji :
Penguji I : Ns. Yessi Andriyani M.Kep.,Sp.Kep. Mat ………………..
iv
v
Program Studi Profesi Ners Universitas Perintis Indonesia
KIA-N, September 2020
Rinda Suciarti
1914901738
ABSTRAK
DFH (dengue hameorrhagic fever) adalah penyakit yang mempunyai gejala klinis
terjadinya trombositopenia yang mengakibatkan terjadinya resiko pendarahan
dirumah sakit biasanya klien yang mengalami DHF akan dilakukan pengambilan
darah rutin untuk pemeriksaan laboratorium. Banyak masalah-masalah yang terjadi
pada DHF, masalah yang sering muncul pada DHF salah satunya yaitu nyeri yang
diakibatkan oleh tindakkan invasif pengambilan darah vena yang bertujuan untuk
pemeriksaan laboraturium untuk pemantauan antibody tubuh yang terinfeksi oleh
nyamuk dengue. Tujuannya untuk menganalisa hasil implementasi asuhan
keperawatan dengan intervensi pemberian teknik distraksi audio visual pada anak
yang mendpapatkan tindakan invasif pengambilan darah vena. KIAN ini bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami DHF dengan masalah keperawatatn nyeri akibat tindakan invasif
pengambilan darah vena dan intervensi keperawatan sendiri yang dilakukan adalah
distraksi audio visual. Distraksi audio visuala merupakan pengalihan perhatian klien
dari nyeri ke hal yang lain yang menyenangkan ( menonton kartun) sehingga dapat
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi terhadap
nyeri. Distraksi audio visual dialakukan selama kurang lebih 15 menit selama proses
pengambilan darah vena sampai anak menjadi tenang dengan pengukuran sakal nyeri
dengan menggunakan alat ukur Wong Baker Faces Rating Scale, yang dilakukan
sebelum , selama dans esudah di berikan intervensi teknik distraksi. Hasil evaluasi
menunjukan intervensi keperawatan distraksi audio visual mampu meminimalisir
nyeri pada anak.
Kata kunci Demam Berdarah, Audio Visual, Tindakan Invasif, Anak, Nyeri
vi
Professional Study Program Ners The University Perintis Indonesia
KIA-N, September 2020
Rinda Suciarti
1914901738
ABSTRACT
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Umur : 23 Tahun
Agama : Islam
Anak Ke : 1 ( Pertama)
C. Riwayat Pendidikan
1) SD Negeri 8 Desa Ulak Lebar Tanjung Sakti Pumi, Kab Lahat (2003-2009)
2) SMP Negeri 1 Desa Masambulau Tanjung Sakti Pumi, Kab Lahat (2009-
2012)
3) SMA Negeri 1 Tanjung Sakti Pumi Kab, Lahat (2012-2015)
4) S1 Keperawatan STIKes Khadijah Palembang (2015-2019)
5) Profesi Ners Universitas Perintis Indonesia (2019-2020)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
viii
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan kasih dan sayang- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan KIA-N
yang berjudul “Analisis Praktek Klinik Keperawatan Tehnik Ditraksi Audio
Visual Terhadap Penurunan Nyeri Pada Anak Yang Mendapatkan Tindakan
Invasif Pengambilandarah Vena Dengan DHF (Dengue Hemoragi Fever) di
Rumah Sakit Achmad Moctar Bukittinggi Tahun 2020”.
1) Terima kasih kepada bapak (almarhum) Dr. H .Rafki Ismail M.Ph selaku
pendiri kampus.
2) Bapak, Yendrizal Jafri S.Kp M.Biomed selaku ketua Yayasan Perintis
Padang, yang telah memberikan fasilitas dan sarana kepada penulis selama
perkuliahan.
3) Ibu Ns. Mera Delima, SKp.M.Kep, selaku Ka Prodi Profesi Ners STIKes
Perintis Padang.
4) Bapak Ns. Andre Fernandes, M.Kep.Sp.Kep.An, selaku pembimbing I yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun
saran serta dorongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini.
5) Bapak Yendrizal Jafri S.Kp M.Biomed selaku pembimbing II yang juga telah
meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, bimbingan, motivasi maupun
saran serta dorongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini.
ix
6) Kepada Tim Penguji KIA-N yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan pengarahan, kritik maupun saran demi kesempurnaan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.
7) Dosen dan Staff Prodi Ners STIKes Perintis Padang yang telah memberikan
bekal ilmu dan bimbingan selama penulis dalam pendidikan.
8) Semua pihak yang dalam kesempatan ini yaitu doa yang tidak hentinya yang
diberikan oleh Orang Tua saya beserta seluruh anggota keluarga besar saya,
dan seluruh uni-uni perawat senior diruangan Anak RSUD Dr Achmad
Mochtar Bukittinggi yang telah banyak memberikan ilmu tentang perawatan
anak, selanjutnya teman-teman Profesi Ners 2019/2020 khususnya kelompok
2 yang paling the best, dan tidak dapat seluruhnya disebutkan namanya satu
persatu yang telah banyak membantu baik dalam penyusunan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini maupun dalam menyelesaikan praktek Profesi Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan Karya Ilmiah Akhir
Ners ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Hal ini bukanlah suatu
kesengajaan melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan Penulis. Untuk itu
Penulis mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Atas bantuan yang
diberikan penulis mengucapkan terima ksih. Semoga bimbingan, bantuan, dan
dorongan yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT amin.
Akhir kata kepada-Nya jualah kita berserah diri, semoga Karya Ilmiah Akhir
Ners ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di bidang Profesi Ners.
Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Bukittingi, September
2020
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HARD COVER ................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................6
1.3 Tujuan .............................................................................................7
1.3.1 Tujuan Umum .........................................................................7
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................7
1.4 Manfaat ............................................................................................8
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan ........................................................8
1.4.2 Bagi Perawat ..........................................................................8
1.4.3 Bagi Layanan ..........................................................................9
1
2.1.7 Klasifikasi Derajat DHF ..........................................................26
2.1.8 Pemerksaan Penunjang DHF ...................................................27
2.1.9 Penatalaksanaan DHF .............................................................28
2.2 Konsep PerkembanaganAnak Prasekolah ..........................................30
2.2.1 Pengertian Anak Prasekolah ....................................................30
2.2.2 Perkembangan Anak Prasekolah .............................................30
2.3 Nyeri ................................................................................................33
2.3.1 Definisi Nyeri .........................................................................33
2.3.2 Fisiologis Nyeri.......................................................................34
2.3.3 Klasifikasi Nyeri .....................................................................36
2.3.4 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Nyeri ..............................39
2.3.5 Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri ........................................42
2.3.6 Penatalaksanaan Nyeri ............................................................43
2.3.7 Pengkajian Nyeri .....................................................................45
2.4 Family Center Care(FCC) dan Atraumatic Care ................................47
2.4.1 Pengertian FCC ........................................................................47
2.4.2 Tujuan FCC .............................................................................49
2.4.3 Elemen FCC ............................................................................49
2.4.4 Prinsip FCC ............................................................................55
2.4.5 Kebijakan Terkait FCC ............................................................55
2.4.6 Strategi dan Evaluasi FCC........................................................57
2.4.7 Pengertian Atraumatic Care......................................................58
2.4.2 Prinsip-Prinsip Atraumatic Care ...............................................59
2.5 Tehnik Audio Visual dalam Penanganan Nyeri Pada Anak ...............60
2.5.1 Definisi Teknik Distraksi ........................................................60
2.5.2 Tujuan dan Menfaat Teknik Distraksi......................................61
2.5.3 Prosedur Teknik Distraksi .......................................................61
2.5.4 Mekanisme Teknik Distraksi Audio Visual Dadapat
meminimalisir nyeri .........................................................................64
2.6 Asuhan Keperawatan DHF Secara Teori ...........................................66
2.6.1 Pengkajian Secara Teori ..........................................................66
2.6.2 Diagnosa Keperawatan Secara Teori ......................................69
2.6.3 Intervensi Keperawatan Secara Teori ......................................69
2.6.4 Implementasi Keperawatan Secara Teori .................................78
2.6.5 Evaluasi Keperawatan Secara Teori ........................................78
2
3.3.3 Intervensi ................................................................................86
3.3.4 Implementasi ..........................................................................88
3.3.5 Evaluasi ..................................................................................92
DAFRTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTRA SKEMA
Skema 2.1 WOC DHF ..................................................................................
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR LAMPIRAN
7
BAB 1
PENDAHULUAN
Berdasarkan.data.dari.Dinas.Kesehatan.Provinsi.Sumatera.Barat pada
8
tahun 2016 jumlah penderita DHF Sumbar sebanyak 790 kasus , pada tahun
2017 angkah kejadian DHF sebanyak 310 kasus, di tahun 2018 sebanyak
2.203 kasus, dan pada tahun 2019 angakah kejadian DHF di sumbar
dimana ditemukan 101 kasus yang mengalami DHF di bukit tinggi. Dari hasil
wawancara dengan salah satu perawat ruangan rawat inap anak didapatkan
pada tahun 2019 angka kejadian DHF di RSUD dr. Achmad Mochtar
9
komplikasi lebih lanjut maka dilakukan pemeriksaan lanjutan laboraturium
untuk melihat trombositopenia ( pemeriksaan darah lengkap) untuk
memantau respon antibodi terhadap virus dengan cara tindakakn invasif
pengambilan darah vena (Soedarto, 2012).
Pengambilan darah menjadi Salah satu tindakan rutin yang dilakukan
setiap hari dengan lokasi yang berbeda pada anak yang mengalami DHF,
tindakan ini berupa tindakan invasif pengambilan darah vena dimana
tindakan ini menimbulkan.kecemasan.dan.ketakutan .serta.rasa.tidak.nyaman
bagi.anak.akibat.nyeri.yang.dirasakan. saat prosedur tersebut dilaksanankan. (
Zelter & Brown 2007)
10
Distraksi.adalah. mengalihkan..perhatian.klien ke..hal yang lain
teknik pengalih dari fokus perhatian terhadap nyeri kestimulasi yang lain.
2007).
gambar bergerak dan bersuara ataupun animasi dengan harapan pasien asik
11
seperti gambar, warna, cerita, dan.emosi..(senang, sedih, seru, bersemangat)
yang..terdapat pada.video animasi.merupakan unsure.otak kanan.dan.suara
yang.timbul dari film.tersebut.merupakan.unsur.otak kiri. Sehingga.dengan
menonton.video animasi otak.kanan dan otak.kiri anak.pada saat yang
bersamaan digunakan duaduanya secara seimbang dan anak fokus pada
video animasi (Windura, 2008). Ketika.anak lebih. fokus pada kegiatan
menonton film kartun, hal tersebut membuat impuls nyeri.akibat adanya
cedera tidak. mengalir.melalui tulang.belakang, pesan tidak.mencapai.otak
sehingga.anak tidak.merasakan nyeri (Brannon dkk, 2013).
12
Maka sebab itu saya tertarik untuk mengaplikasikan Teknik Distraksi
Audio Visual ini dalam kasus kelolaan saya pada anak yang mengalami DHF
yang mendapatkan tindakan invasif pengambilan darah vena yang tujuannya
anak tidak mengalami trauma berkepanjangan dan menurunkan intensitas
nyeri pada anak serta menjadikan anak lebih tenang dan nyaman saat
dilakukan tindakan invasif. Teknik distraksi audio visual ini merupakan
salah satu alternatif cara distraksi yang murah, mudah, dan aman untuk
anak. Teknik distraksi audio visual ini tidak hanya bisa dilakukan dirumah
sakit saja namun juga bisa dilakukan dirumah saat anak mengalami nyeri dan
ada hal-hal yang membuat anak merasa tidak nyaman. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka penulis mengangkat judul analisis praktek klinik
keperawatan pemberiaan teknik distraksi audio visual pada anak yang
mendapatkan tindakkan invasif pengambilan darah vena untuk
meminimalisir nyeri
1. 2 Perumusan Masalah
nyeri. Salah satunya masalahnya yaitu nyeri yang sering terjadi pada anak
yang mengalami DHF hal ini dikarenakan pada anak yang mengalami
tindakkan invasif pada anak . Maka dari itu penulis tertarik untuk
13
kelolaannya pada anak yang mengalami DHF dengan tindakan invasif
yang berfokus pada distraksi audio visual terhadap penurunan nyeri saat
DHF
5)
14
1.4 Manfaat Penulisan
menjadi dasar atau data yang mendukung untuk bahan pengajaran ilmu
keperawatan anak.
dr. Achmad mochtar bukittinggi tahun 2020. Dan bagi perawat ruangan
15
1.4.3 Bagi Layanan
16
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 DHF
2.1.1 Definisi
17
Dengue Hemorrhagic Fever merupakan suatu penyakit epidemik akut
yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam
ringan sampai tinggi, disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan
persendian, hingga perdarahan spontan (WHO, 2010).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
a. Pembuluh Darah
1. Arteri
merupakan pmbuluh drah yng kluar dri jntung yng mmbawa
drah kseluruh bagian dan alattubuh. Pmbuluh drah arteri yng pling
besar yang keluar dari ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri ini
mempunyai dindingyang kuat dantebal ttapi sifatnyaelastic dan terdiri
dari 3lapisan. Asuhan Keperawatanpda arteri yng palingg bsar
didalam tbuh yaituu orta dan arteripulmonalis, gris tengahnya kira-
kira 1-3cm. Arteri inimempunyai cabang-cabang keseluruhan tubuh
yang disebut arteriolayang akhirnya akan mnjadi pmbuluh darah
rambut(kapiler). Arteri mndapat darah dari darah yng mngalir Di
dalamnya tetapi hanya untuk tunika intima. Sedangkan umtuk lapisan
18
lainnya mendapat darah dari pembuluh darah yng dsebut
vasavasorum.
2. Vena
Vena (pembuluh darah balik) mrupakan pmbuluh darah yng
mmbawa darah dri bgian/alat-alat tubuh masuk kedalam jntung.
Tentang bentuk ssunan dan juga pernafasan pembuluh darah yang
menguasai vena sama dengan pada arteri. Katup- katup pada vena
kbanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya umtuk mencegah
darah agar tidak kembali lagi. Vena-vena yng ukurannya besar
diantaranyaa vena kava dan venapulmonalis. Vena ini juga mmpunyai
cabang yng lebih kecil yang disebut venolus yang selanjutnya menjadi
kapiler.
3. Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh darah
yang sngat halus. Diameternya kra-kira 0,008mm. pada dindingnya
terdiri dari suatu lapisan endotel. bagian tubuh yang tidak terdapat
kpiler yaitu: rambut,kuku, dan tulang rawan. Pembuluh darah
rambut/kapiler pada umumnya meliputi sel-sel jringan. Oleh Karena
itu dindingnya sngat tipis maka plasma dan zat makanan mudah
merembes kecairan jaringan antar sel.
b. Darah
19
Darah adalah cairan didalam pembuluh darah yang mempunyai
fungsi sangat pnting dalam tubuh yaitu fungsi transportasi dalam tubuh
yaitu membawa nutrisi, oksigen dari usus dan paru-paru untuk kemudian
diedarkann keseluruh tbuh. Darah mempunyai 2komponen yaitu
komponen padat dan komponen cair. Darah berwarna merah, warna
merah tersebut keadaannyaa tidak tetap, trgantung pada banyaknya
O2dan CO2 didalamnya. Apa bila kandungan O2 lebih banyak maka
warnanya akan menjadi merah muda. Sedangkan Darah juga pembawa
dan penghantar hormon. Hormon dari klenjar endokrin keorgan
ssaarannya. Darah mengangkut enzim, elektrolit dan berbagai zat
kimiawi umtuk di distribusikan keseluruh tbuh. Peran penting yng
dilakukan darah yaitu dalam pengaturan suhu tubuh, karena dengan cara
konduksi darah membawa panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar
dan otot) untuk didistribusikan ke selruh tubuh dan permukaan tubuh
yang ada akhirnya ditur pelepasannya dalam upaya homeostasis suhu
(termoregulasi). Jumlah darah manusiaa bervariasi tergantung dari berat
baadan seseorang. Rata-rata jumlah darah adalah 70 cc/kgBB. Dalam
komponeen cair atau plasma ini mempunyai fungsi sebagai media
transport, berwarna kekuningan. Sedangkan pada komponen padat terdri
dari sel-sel darah eritrosit, leukosit dan trombosit. Pada batas tertentu
diatur oleh teknan osmotik dalam pembuluh darah dan jaringan. Bagian-
bagian padat darah terndam dalam plasma.
A. Sel-sel darah :
1. Eritrosiit
Eritrosit dibuat didalam sumsum tulang, di dalam sumsum tulang
masih berinti, inti dilepaskan sesaat sebelum dilepaskan / keluar.
Pada proses pembentukannya diperlukan Fe, Vit. B12, asam folat
dan rantai globlin yang merupkan senyawa protein. Selain itu untuk
proses pematangan (maturasi) diperlkan hormon eritropoetin yang
dibuat oleh ginjal, sehingga bila kekurangan salah satu unsur
20
pembentukan seperti di atas (kurang gizi) atau ginjal mengalami
kerusakan, maka terjadi gangguaan eritroosit (anemia). Umur
peredaran eritrosit sekitar 105-120 hari. Pada kedaan penghancuran
eritrosit yang berlebihan, misalnya pada hemdialisis darah, hepar
kewalahan mengalahkan bilirubin yang tiba-tiba banyak jumlahnya.
Maka akan timbul juga gejala kuning walaupun hati tidak
mengalaami kerusaakan. Eritrosit dihancurkan di organ lien terutama
pada proses penghancurannya dilepakan zat besi dan pigmen
bilirubin. Zat besi yang digunakan untuk proses sintesa sel eritrosit
baru, sedangkan pigmeen bilirbin di dalam hati akan mengalami
proses konjugasi kimiawi menjadi pigmen empdu dan keluar berama
cairan empedu ke dalam usus. Jumlah normal eritrost pada laki-laki
5,5 juta sel/mm3, pada permpuan 4,8 juta sel/mm3. Di dalam sel
eritrosit didapat hemglobin suatu senyawa kimiawi yang tediri dari
atas molekul yang mempunyai ion Fe (besi) yang terait dengan rantai
globulin (suatu senyawa protein). Hemoglobin berpweran
mengangkut O2 dan CO2, jumlah Hb pada laki-laki 14-16 gr%, pada
perempuan 12-14 gr%.
2. Leukosit
Fungsi utama leukosit adalah sebagai perthanan tubuh dengan
cara menghncurkan antigen (kuman, virus, toksin) yang masuk. Ada
5 jenis leuksit yaitu neutrofil, eosinoofil, basofil, limfosit, monosit.
Jumah nomal leukosit 5.000-9.000 /mm3. Bila jumlanya berkurang
disebut leukopenia. Jika tubuh tidak membuat lekosit sama sekali
disebut agraanulasitosis.
3. Trombosit
Trobosit bukan berupa sel, tetapi berupa/berbentuk keping yang
merupkan bagian-bagian kecil dari sel besar yang membuatnya yaitu
megakaryosit, di sumsum tulang dan lien. Ukurannya sekitar 2-4
21
mikron, dan umur peredarannya sekitar 10 hari. Trombosit
mempunyai kemampuan untuk melakukan :
B. Plasma
Plasma merupkan bagian cair dari darah. Plasma membentuk
sekitar 5% dari berat badan tubuh. Plasma adalah sebagai media
sirkulasi elmen-elemen darah yang berbntuk (sel-sel darah merah,
sel-sel darah putih, trombosit). Plasma juga berfungsi sebagai media
transportasi bahan-bahan organik dan anorganik dari satuu organ
atau jaringan ke organ atau jaringan lain. Komposisi dari plasma
1) Air : 91-92%
2) Protein plasma :
a Albumin (bagian besar pembentuk plasma protein,
dibentuk di hepar).
22
b Globulin (terbentuk di dalam hepar, limfosit dan sel-sel
retikuloendotelial). Immunoglobulin merupakan bentuk
globulin.
c Fibrinogen
d Protrombin.
3) Unsur-unsur pokok anorganik : Na, K, Cl, Magnesium, zat besi,
Iodin
4) Unsur-unsur pokok organik : urea, asam urat, kreatinin, glukose,
lemak, asam amino, enzim, hormone.
Fungsi Protein Plasma :
2.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit DHF ada 4..tipe (Tipe 1, 2,3, dan 4), termasuk
dalam..group B Antropod..Borne Virus (Arbovirus). Dengue..tipe 3
merupakan..serotip viris..yang dominan..yang menyebabkan..kasus yang
berat. Masa..inkubasi.penyakit.demam.berdarah.dengue..diperkirakan ≤ 7
hari. Penularan..penyakit demam.berdarah dengue..umumnya.ditularkan
melalui gigitan..nyamuk Aedes aegypti meskipun..dapat juga ditularkan..oleh
Aedes albopictus yang..hidup dikebun (Anies, 2015).
23
2.1.4 Cara penularan DHF
24
pembuluh darah yang tinggi, hipovolemia, hipotensi,trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Fase prarenjatan diawali dengan nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi sempit, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah dan
berkeringat. Muntah dan nyeri abdomen persisten meski tidak masuk
kriteria WHO juga perlu diwaspadai. Seringkali terdapat perubahan dari
demam menjadi hipotermia disertai berkeringat serta perubahan status
mental (somnolen atau iritabilitas).
a. Demam Dengue
a) Nyeri..kepala
b) Nyeri..retro orbital
c) Mialgia/atralgia
d) Ruam..kulit
e) Manifestasi perdarahan (petekie/uji bendung positif)
f) Leukopenia dan pemeriksaan..serologi dengue.positif
b. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
25
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar usia
dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi
cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
26
2) Tanda-tanda pendarahan Sebab pendarahan pada penderita penyakit
DHF adalah gangguan fungsi trombosit, tombul bintik-bitik atau ruam
merah pada kulit. Bahkan bisa timbul pendarahan pada gusi, dan
hidung.
3) Renjatan atau Shock Tanda-tanda.renjatan.yaitu kulit terasa dingin dan
lembab.terutama. pada ujung. jari dan kaki, penderita.menjadi gelisah,
nadi cepat.dan lemah, kecil sampai taj teraba, tekanan nadi menurun
(menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan darah.menurun (tekanan
sistolik menurun.sampai 80 mmHg atau kurang). Sebab renjatan
karena.pendarahan..arau karena..kebocoran plasma ke..darah ekstra
vaskuler melalui..kapiler yang rusak.
4) Trombositopeni..Jkumlah.trombosit..di bawah 150.000/mm3..biasanya
ditemukan..diantara..hari ketiga sampai..ketujuh sakit, pemeriksaan
trombosit..dilakukan..minimal 2 kali..yang pertama..pada waktu
pasien masuk dan..apabila normal diulangi..pada hari kelima sakit
(Eka, 2009).
Sedangkan menurut tanda DHF menurut Zulkoni (2011), yaitu:
27
meningkatkan probabilitas dengue. Selain itu, fitur klinis tidak dapat
dibedakan antara kasus demam berdarah parah dan tidak parah. Oleh
karena itu pemantauan untuk peringatan tanda-tanda dan parameter
klinis lainnya adalah penting untuk mengenali perkembangan ke fase
kritis. Mild manifestasi perdarahan seperti membran petechiae dan
perdarahan mukosa (mis. hidung dan gusi). Massive pendarahan
vagina (pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat
terjadi selama tahap ini tetapi tidak umum terjadi. Hepar sering
membesar setelah beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam
jumlah darah lengkap adalah penurunan progresif dalam sel putih
yang harus waspada dokter untuk kemungkinan demam berdarah
tinggi
2) Fase kritis
Terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Saat suhu
turun menjadi 37,5-38 C atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini,
biasanya pada hari 3-7 penyakit terjadi peningkatan kapiler
permeabilitas secara paralel dengan tingkat hematokrit meningkat
yang menandai awal fase kritis. Periode kebocoran plasma klinis
signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam. leukopenia Progresif
diikuti dengan penurunan cepat dalam jumlah trombosit biasanya
mendahului kebocoran plasma. Pada titik pasien tanpa peningkatan
permeabilitas kapiler akan membaik, sementara dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk sebagai Hasil volume
plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi
pleura dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada
derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena itu
dada x-ray dan USG perut bisa bermanfaat alat untuk diagnosis.
Tingkat kenaikan atas dasar hematokrit sering mencerminkan tingkat
keparahan kebocoran plasma. Shock terjadi ketika volume kritis
plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering didahului oleh tanda-
28
tanda awal. Suhu tubuh dapat di bawah normal saat shock terjadi.
Dengan shock yang berkepanjangan, hasil organ konsekuensi
hipoperfusi di progresif organ penurunan, asidosis metabolik dan
koagulasi intravascular disebarluaskan. Ini pada gilirannya
menyebabkan perdarahan parah menyebabkan hematokrit turun dan
menjadi shock berat. Leukopenia biasanya terlihat selama fase demam
berdarah, total jumlah sel darah putih dapat meningkat pada pasien
dengan pendarahan hebat
29
Gambar 2.4. Patogenesis penyakit demam berdarah (Sudjana, 2010)
Patofisologi
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia sebagai reaksi terhadap
infeksi dan terjadi : (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan
zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler
sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke
ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini
30
berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya
akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3)
kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan
menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan
hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati.(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
31
intravaskuler bocor ke ektravaskuler. Hal tersebut terbukti dengan
timbulnya hemokonsentrasi, efusi pleura, ascites, edema,
hipoproteinemia terutama hipoalbuminemia.
32
haemaglitinasi inhibition (HI) dan Dengue Blot, dan IgM yang pada
umumnya dideteksi dengan IgM Elisa Capture. Selain komplek imun IgG
dan IgM, juga ada komplek imun IgA dan IgE. Perubahan imunologik
seluler adalah terjadinya leukopeni pada fase akut disertai aneosinofili,
kenaikan monosit dan basofili. Limfosit-T menurun dan limfosit-B
meningkat pada fase akut.
Klasifikasi derajat DHF menurut WHO 2011 dalam Nurarif & Kusuma
(2015)
1) DD : Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri
retro orbital, mialgia, artralgia. (Serologi dengue positif)
Laboratorium : Trombositopenia, Leukopenia, tidak ditemukan
kebocoran plasma
2) Derajat 1 : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
Laboratorium : Trombositopenia (100.000 /ul), bukti ada
kebocoran plasma (Serologi dengue positif)
3) Derajat 2 : derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau
perdarahan lainnya
Laboratorium : Trombositopenia (100.000 /ul), bukti ada
kebocoran plasma (Serologi dengue positif)
4) Derajat 3 : ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat
dan lembut, terkadang nadi menurun (< 20 mmhg) atau hipotensi
disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah
Laboratorium : Trombositopenia (100.000 /ul), bukti ada
kebocoran plasma (Serologi dengue positif)
5) Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
di ukur.
Laboratorium : Trombositopenia (100.000 /ul), bukti ada
kebocoran plasma (Serologi dengue positif)
33
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan untuk menapis pasien
tersangka DHF adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit dan apusan darah tepi.
b. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
c. Leukosit : dapat normal atau turun. Mulai hari ke-3 dapat
ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai
adanya limfosit plasma biru >15% dari jumlah total leukosit
yang ada pada fase syok akan meningkat
d. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia hari ke 3-8.
e. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit
awal, umumnya di temukan pada hari ke-3 demam
f. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-
Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah.
g. Protein/ albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma
h. SGOT/SGPT: dapat meningkat.
i. Ureum kreatinin : bila didapatkan gangguan ginjal
j. Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
k. Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfuse
darah atau komponen darah
l. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue.
2) Radiologi
Pada foto dada terdapat efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi bila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
ditemui di kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral.
34
2.1.9 Penatalaksanaan
DHF Tidak ada terapi spesifik untuk penderita Demam berdarah
dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan.terapi.suportif
adekuat, angka..kematian..dapat..diturunkan..hingga.kurang dari 1%.
Pemeliharaan..volume..cairan..sirkulasi.merupakan.tindakan..yang.. paling
penting..dalam penanganan kasus DHF. Jika. asupan cairan.oral pasien
tidak.mampu.dipertahankan, maka.dibutuhkan.suplemen.cairan.intravena
untuk.mencegah. dehidrasi. dan hemokonsentrasi.secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam. Indonesia bersama dengan
Divisi penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan..Onkologi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas.Indonesia telah menyusun
protocol penatalaksanaan DHF pada pasien dewasa. Protokol ini terbagi
dalam 5 kategori
1) Protokol 1
Penanganan tersangka DHF dewasa tanpa syok.
Seseorang yang tersangka menderita DHF di ruang Gawat Darurat
dilakukan pemerikksaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit, bila
a. Hb,Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-
150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran control.
b. Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk
dirawat.
c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
untuk dirawat.
2) Protokol 2
Pasien dengan tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan massif
dan tanpa syok maka diruang rawat diberika cairan infuse kristaloid
dengan rumus : 1500+ (20x(BB dalam Kg-20))
3) Protokol 3
Peningkatan Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami
deficit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian
cairan adalah dengan memberikan infuse cairan kristaloid sebanyak 6-
35
7ml/kg/jam. Pasien dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila
terjadi perbaikan yang ditandai dengan hematokrit turun, frekuensi
nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat, maka
jumlah cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam. Jika setelah
pemberian terapi cairan awal 6-7ml/kgBB/jam tidak membaik, yang
ditandai dengan hemtokrit dan nadi meningkat, produksi urin
menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi
10ml/kgBB/jam.
4) Protokol 4
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa.
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DHF dewasa adalah:
perdarahan hidung, perdarahan saluran kemih, perdarahan saluran
cerna, perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanya 4ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah
dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DHF tanpa syok
lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin
dilakukan dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta
hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
5) Protokol 5
Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa. Bila
berhadapan dengan sindrom syok Dengue maka hal yang perlu diingat
adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravascular harus segera dilakukan. Pada kasus
SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
hemostasis, AGD, kadar natrium, kalium dan klorida serta ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB
dan dievalusi setelah 15-30 menit. Bila renjatan teratasi, jumlah cairan
36
dikurangi menjadi 7ml/kgBB/jam. Bila setelah fase awal pemberian
cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB dan kemudian
dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid
merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit turun, berarti terjadi
perdarahan internal maka penderita diberikan tranfusi darah segar 10
ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan ( + aksep teoritis)
2.2 Konsep Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah
37
1) Perkembangan Biologis
Secara fisik usia pra sekolah sudah berbeda dengan anak usia
toddler. Postur lebih kuat, langsing, kuat, tangkas, anggun, dan tegap.
Kecepatan perkembangan fisik semakin melambat dan stabil.
Pertumbuhan secara fisik dapat diketahui dengan melihat pertambahan
berat badan dan tinggi badan. Rata-rata pertambahan berat badan anak
pra sekolah per tahun adalah 2,3 kg. Berat badan rata-rata usia 3 tahun
adalah 14,6 kg, usia 4 tahun 16,7 kg, usia 5 tahun 18,7 kg, dan usia 6
tahun 21 kg. Dan kenaikan rata-rata tinggi badan usia pra sekolah
adalah 6,75 cm sampai 7,5 cm. Tinggi badan anak usia 3 tahun rata-
rata 95 cm, usia 4 tahun 103 cm, usia 5 tahun 110 cm, sedangkan
untuk usia 6 tahun 127 cm. (Wong et al., 2009). Pada anak usia pra
sekolah masih membutuhkan banyak kesempatan belajar dan latihan
ketrampilan fisik yang baru. Ketrampilan motorik halus sangat
berperan dalam kegiatan sekolah. Latihan menulis dan menggambar
akan membentuk ketrampilan otot halus dan koordinasi antara mata
dan tangan dalam menulis huruf dan angka (Potter & Perry, 2009).
2) Perkembangan Kognitif
38
a. Fase pra konseptual (usia 2 – 4 tahun) Pada fase ini anak telah
membentuk suatu konsep yang belum matang dan tidak logis
dibandingkan dengan orang dewasa, menghubungkan suatu
kejadian dengan kejadian lain, mempunyai pemikiran yang
berorientasi pada diri sendiri, dan membuat klasifikasi yang
masih relatif sederhana.
b. Fase intuitif (usia 4-7 tahun) Pada fase ini anak sudah mulai
mampu menjumlahkan, mengklasifikasikan, dan
menghubungkan objek-objek. Anak juga sudah mempunyai cara
berpikir yang intuitif yaitu menyadari sesuatu yang benar tetapi
tidak tahu alasannya, kata-kata yang digunakan banyak yang
sesuai tetapi tidak bisa memahami artinya.
3) Perkembangan Psikososial
39
serta mempunyai imaginasi yang aktif (Muscari, 2005). d.
Perkembangan Moral Perbedaan yang mendasar pada perkembangan
moral anak usia pra sekolah dengan usia toddler adalah adanya
kemampuan untuk mengidentifikasi tingkah laku sehingga akan
menghasilkan hukuman apabila tindakannya salah dan mendapatkan
hadiah apabila tindakannya benar, serta dapat membedakan antara
benar dan salah (Potter & Perry, 2009). Menurut teori Kohlberg dalam
perkembangan moral anak usia pra sekolah berada pada tahap pra
konvensional, yaitu anak akan muncul perasaan bersalah serta
menekankan pada pengendalian eksternal (Muscari, 2009).
2.3. Nyeri
2.3.1 Pengertian Nyeri
meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi.
status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak
adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional (Potter
40
Beberapa studi nyeri pada anak yang selalu menjadi keluhan utama
saat pengambilan darah vena didapatkan bahwa nyeri yang dikeluhkan oleh
anak selalu diabaikan sehingga penanganan yang diberikan tidak adekuat
(Sekriptini, 2013).
2.3.2 Fisiologis Nyeri
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis
kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan
empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi
dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai
dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri) (Uman et al.,
2007; Breivik et al., 2008; Daniela et al., 2010). Rangkaian proses
perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan nyeri
adalah suatu proses elektofisiologi. Menurut Latief (2001) dan Daniela et
al., (2010) ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsi yaitu :
1) Proses Transduksi
41
2) Proses Transmisi
3) Proses Modulasi
4) Persepsi
42
nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks
sebagai diskriminasi dari
43
penyakit jantung dan merasakan nyeri di dada, maka nyeri akan
menjalar kebagian leher, punggung dan lengan kiri (Potter & Perry,
2010).
c. Nyeri Superfisial
Nyeri superfisial merupakan nyeri yang berada pada lapisan kulit
yang disebabkan oleh bahan kimia atau benda tajam, sehingga
seseorang merasa seperti terbakar pada bagian kulit tersebut (Avila
et al, 2017).
d. Nyeri Idiopatik
Nyeri Idiopatik adalah nyeri kronis dari ketiadaan penyebab fisik
atau psikologis yang dapat diidentifikasi atau nyeri yang dirasakan
sebagai berlebihnya tingkat kondisik patologis suatu organ. Contoh
dari nyeri idiopatik adalah sindrom nyeri local kompleks (Complekx
Regional Pain Syndrome/CRPS) (Potter & Perry, 2010).
e. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf. Nyeri
neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif
terhadap sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa
macam, antara lain nyeri somatik, nyeri yang umumnya bersumber
dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superficial) pada otot dan
tulang. Macam lainnya adalah nyeri menjalar (referred pain) yaitu
nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari
jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cidera organ
visceral. Sedangkan nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari
bermacammacam organ viscera dalam abdomen dan dada (Potter &
Perry, 2010).
2) Nyeri Berdasarkan Durasi
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah suatu nyeri yang bersifat terlokalisir dan biasanya
terjadi secara tiba-tiba. Umumnya berkaitan dengan cedera fisik.
Nyeri terasa tajam seperti ditusuk, disayat, dicubit, dan polaserangan
44
jelas. Nyeri ini merupakan peringatan adanya potensial kerusakan
jaringan yang membutuhkan reaksi tubuh yang diperintah oleh otak
dan merupakan respon syaraf simaptis. Nyeri akut berdurasi singkat
(kurang lebih 6 bulan) dan akan menghilang tanpa pengobatan
setelah area yang rusak pulih kembali (Prasetyo, 2010).
b. Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak
mempunyai awitan (onset) yang ditetapkan dengan tetap dan sering
sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Meski nyeri akut dapat menjadi sinyal yang sangat penting bahwa
sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya
menjadi masalah dengan sendirinya (Muttaqin, 2011).
c. Nyeri Kronis Tak Teratur (Episodik)
Nyeri yang sesekali terjadi dalam jangka waktu tertentu disebut nyeri
episodik. Nyeri berlangsung selama beberapa jam, hari, atau minggu.
Sebagai contoh, sakit sebelah/migraine dan nyeri yang berhubungan
dengan penyakit talasemia (Gruener & Land, 2006 dalam Potter &
Perry, 2010).
d. Nyeri Akibat Kanker
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) melaporkan
bahwa hampir 90% klien dapat mengontrol nyeri dalam arti yang
sederhana. Beberapa klien dengan penyakit kanker mengalami nyeri
akut atau kronis. Nyeri tersebut terkadang bersift nosiseptif dan/atau
neuropatik. Nyeri kanker biaanya disebabkan oleh berkembangnya
tumor dan berhubungan dengan proses patologis, prosedur invasif,
toksin-toksin dari pengobatan, infeksi, dan keterbatasan secara fisik.
Klien merasakan nyeri di lokasi tepat dimana tumor berada atau
45
lokasi yang berada jauh dari tumor, yang mengidentifikasikan
adanya nyeri. Hampir 70-90% klien dengan kanker stadium lanjut
mengalami nyeri. Enam puluh persen dari mereka melaporkan
adanya nyeri tingkat sedang hingga berat (Potter & Perry, 2010).
2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1) Usia
46
anak usia sekolah sering berupa penolakan dengan menggerakan
daerah yang menyakitkan. Anak usia sekolah memberikan respon fisik
berupa tangan mengepal, gigi terkatup, dan dahi berkerut. Secara
bertahap, anak usia sekolah mampu berfikir lebih logis dan wajar,
dapat di ajak kerja sama dan cenderung berorientasi menjadi sebuah
prestasi bagi dirinya. Usia remaja mampu berpikir abstrak dan
memiliki pemahaman tentang hubungan sebab akibat. Bagaimana
proses sosialisasi remaja mempengaruhi pengalaman nyeri tetap
memahami dalam konsep nyeri, peran kelompok sangat berpengaruh.
Anak remaja kadang menyangkal rasa sakit di hadapan keluarga atau
teman sebaya.
2) Jenis Kelamin
47
al., (2008) pada usia remaja menjelaskan adanya perbedaan respon
nyeri antara anak remaja laki-laki dan perempuan dimana hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak perempuan memiliki
skor intensitas nyeri tinggi, tetapi penelitian tersebut tidak
menunjukkan perbedaan jenis kelamin dalam penggunaan obat pereda
nyeri sejenis opioid setelah tindakan operasi.
48
menambah nyeri yang dirasakan (Craig et al., 2006). Penelitian
Ozcetin, et al. (2011). Melakukan penelitian pada 135 anak dengan
rentang usia 3-6 tahun akan dilakukan tindakan venipuncture di klinik
rawat jalan anak. Penelitian dilakukan secara acak menjadi dua
kelompok, kelompok pertama kelompok yang didampingi oleh orang
tua, dan kelompok kedua hanya didampingi oleh anggota staf rumah
sakit. Penilaian skor nyeri menggunakan Wong-Baker FACES. Hasil
penelitian diperoleh usia rata-rata kasus dengan didampingi orang tua
mereka adalah usia 4,19 sampai dengan 1,23 tahun. Usia rata-rata
kasus dengan didampingi petugas rumah sakit adalah 4,36 sampai
dengan 1,41 tahun. Selama prosedur venipuncture dilakukan
pengukuran tanda vital; frekuensi pernafasan dan denyut jantung.
Selama prosedur venipuncture rata-rata nyeri anak pada kelompok 2
diperoleh Wong-Baker skor lebih tinggi 3 kali dari pada kelompok 1,
secara statistik signifikan (p<0,05). Kesimpulan penelitian
menunjukkan bahwa kehadiran orangtua memiliki pengaruh efek yang
positif pada toleransi sakit anak.
Efek nyeri pada setiap individu hampir sama baik pada dewasa
ataupun pada anak-anak, efek yang ditimbulkan oleh nyeri terdiri dari :
49
2) Efek perilaku
50
Nyeri yang tidak berkurang dapat menyebabkan konsekwensi pada
gangguan prilaku, psikososial dan fisiologi jangka panjang (Wanga et al.,
2008; Crowley et.al, 2010). Manajemen nyeri seharusnya menjadi prioritas
untuk mengatasi masalah tersebut. Nyeri seringkali dikaitkan dengan rasa
takut, cemas dan stres. Tehnik farmakologi yang sering diberikan saat
prosedur pengambilan darah pada anak untuk mengurangi nyeri lebih sering
menggunakan pendekatan farmakologis berupa anastesi topikal berupa oles
maupun anastesi semprot (Arrowsmith & Campbell, 2000). Obat-obatan
yang disering digunakan misalnya LET (Lidokain, Epinefrin, dan
Tetrakain), EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetics) sebagai salah
satu anastesi topical yang paling sering digunakan (Kelly, 2000; Soyer et al.,
2009), sedangkan sendekatan non farmakologik yang paling sering sering
digunakan di unit gawat darurat berupa mendatangkan orang tua saat
dilakukan intervensi.
51
(Zempsky, 2000; Amy et al., 2006; Wanga et al., 2008; Srouji, Pamella &
Macintyre, 2010) :
52
diartikan nyeri yang berat dan lebih dari angka 9 sampai 10 diartikan
nyeri yang sangat hebat (Supartini, 2002).
53
ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan
“berat” atau nyeri yang paling buruk. Untuk menilai hasil, sebuah
penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien
pada garis dari “tidak ada nyeri “ diukur dan ditulis dalam sentimeter
4) Skala FLACC
FLACC digunakan untuk menilai reaksi perilaku terhadap rasa nyeri
untuk bayi dan anak-anak dengan rentang umur 2 bulan sampai 7
tahun. Skala ini digunakan kepada yang tidak dapat mengekspresikan
rasa nyeri mereka sendiri dan dengan klien yang tidak bisa
mengomunikasikan nyerinya secara verbal. Skala FLACC mengakses
lima bidang perilaku (ekspresi wajah anak, posisi kaki, aktivitas,
menangis, dan konsolabilitas) dengan skor mulai dari 0 hingga 2 untuk
setiap kategori. Skor 1-3 kategori nyrti ringan, skor 4-6 dikategorikan
nyeri sedang, skor 7-10 dikategorikan nyeri berat (Gedam et al, 2013).
2.4 Family Centered Care (FCC) Dan Atraumatic Care
54
Family centered care didenifisikan menurut Hanson (199, dalam
dunst dan Trivette 2009) sebagai pendekatan inovatif dalam
merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi tindakan keperawatan
Yang diberikan didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan
keluarga yaitu orang tua.
55
2.4.2 Tujuan family centered care
56
namun keluarga tetap berhak memutuskan layanan yang ingin
didapatkannya. Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai
dan mendukung individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam
satu keluarga seperti
a) Kunjungan yang dibuat dirumah keluarga atau ditempat lain
dengan waktu dan lokasi yang disepakati bersama keluarga,
b) Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga,
c) Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus
utama dari perawatan yang diberikan mereka turut
merencanakan perawatan dan peran mereka dalam perawatan
anak.
d) Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif
dan perawatan memberikan semua perawatan yang
dibutuhkan misalnya perawatan pada anak, dukungan kepada
orangtua, bantuan keuangan, hiburan dan dukungan
emosional (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012)
2) Memfasilitassi kerjasama antara keluarga den perawat di semua
tingkat pelayanan kesehatan, merawat anak secara individual,
pengembangan program, pelaksanaan dan evaluasi serta
pembentukan kebijakan hal ini ditujukan ketika:
a) Kalaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak peran
kerjasama antara orangtua dan tenaga perofesional sangat
penting dan vital. Keluarga bukan sekedar sebagai
pendamping, tetapi terlibat didalam pemberian pelayanan
kesehatan kepada anak mereka. Tenaga professional
memberikan pelayanan sesuai dengan keahlian dan ilmu yang
mereka peroleh sedangkan orangtua berkontribusi dengan
memberikan imformasi tentang anak mereka. Dalam kerja
sama antara orangtua dengan tenaga professional, orangtua
bisa memberikan masukan untuk perawatan anak mereka.
Tapi, tidak semua tenaga professional dapat menerima
57
masukan yang diberikan. Beberapa disebabkan karena
kurangnya pengalaman tenaga professional dalam melakukan
kerjasama dengan orang tua (Shelton 1987, dalam Fretes,
2012).
b) Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan
pelayanan rumah sakit Pada tahap ini anak-anak dengan
kebutuhan khusus merasakan mampaat dari kemamfuan
orangtua dan perawat dalam mengembangkan, melaksanakan
dan mengevaluasi program. Hal yang harus diutamakan pada
tahap ini adalah kalaborasi dengan bidang yang lain untuk
menunjang proses perawatan. Family Centered Care
memberikan kesempatan kepada orangtua dengan
professional untuk berkontribusi melalui pengetahuan dan
pengalaman yang mereka miliki untuk mengembangkan
perawatan terhadap anak di rumah sakit. Pengalaman
merawat anak membuat orangtua dapat memberikan
perspektif yang penting, berkaitan dengan perawatan anak
serta cara perawat untuk menerima dan mendukung keluarga
(Shelton 1987, dalam Fretes, 2012).
c) Kolaborasi dalam tahap kebijakan Family Centered Care
dapat tercapai melalui kolaborasi orangtua dan tenaga
professional dalam tahap kebijakan. Kalaborasi ini untuk
memberikan mamfaat kepada orangtua, anak dan tenaga
professional. Orangtua bisa menghargai kemampuan yang
mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka
tentang sistem pelayanan kesehatan serta kompotensi mereka.
Keterlibatan mereka dalam membuat keputusan menambah
kualitas pelayanan kesehatan.
3) Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan sosial
ekonomi dalam keluarga. Tujuannya adalah untuk menunjang
keberhasilan perawatan anak mereka dirumah sakit dengan
58
mempertimbangkan tingkat perkembangan anak diagnosa medis.
Hal ini akan menjadi sulit apabila program perawatan diterapkan
bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga
(Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012).
4) Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta
memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam keluarga
elemen ini mewujudkan2 konsep yang seimbang pertama,
Family Centered Care harus menggambarkan keseimbangan
anak dan keluarga. Hal ini berarti dalam menemukan maslah
pada anak, maka kelebihan dari anak dan keluarga harus
dipertimbangkan dengan baik. Kedua menghargai dan
menghormati mekanisme koping dan individualitas yang
dimiliki oleh anak maupun keluarga dalam kehidupan mereka.
5) Memberikan imformasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua
dan secara berkelanjutan dengan dukungan penuhm
Memberikan imformasi kepada orangtua bertujuan untuk
mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua terhadap
perawat anak mereka. Selain itu, dengan demikian imformasi
orangtua akan merasa menjadi bagian yang penting dalam
perawatan anak. Ketersedian imformasi tidak hanya memiliki
pengaruh emosional, melainkan hal ini merupakan faktor kritikal
dalam melibatkan partisifasi orangtua secara penuh dalam
proses membuat keputusan terutama untuk setiap tindakan
medis dalam perawatan anak mereka (Shelton, 1987, dalam
Fretes, 2012).
6) Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling mendukung
pada bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan yang lain
yang dapat diberikan kepada keluarga adalah dukungan antar
keluarga. Elemen ini awalnya diterapkan pada perawatan anak-
anak dengan kebutuhan kusus misalnya down syndrome atau
autisme. Perawat ataupun tenaga professional yang lain
59
memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan dukungan dari
keluarga lain yang juga memiliki masalah yang sama mengenai
anak mereka. Dukungan antara keluarga ini berfungsi untuk: 1).
Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan
persahabatan dan 2). Bertukar imformasi mengenai kondisi dan
perawatan anak dan 3).Memamfaatkan dan meningkatkan
system pelayanan yang ada untuk kebutuhan perawatan anak
mereka.Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap
perkembangan bayi, anak-anak, remaja dan keluarga mereka ke
dalam system perawatan kesehatan
7) Pemahaman dan penerapan setiap kebutuhan dalam
perkembangan anak mendukung perawat untuk menerapkan
pendekatan yang komprehensif terhadap anak dan keluarga agar
mereka mampu dalam melewati setiap tahap perkembangan
dengan baik (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012)
8) Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program
program yang memberikan dukungan emosional dan keuangan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga dukungan kepada keluarga
bervariasi dan berubah setiap waktu sesuai dengan kebutuhan
keluarga tersebut. Jenis dukungan yang diberikan misalnya
mendukung keluarga untuk memenuhi waktu istrahat mereka,
pelayanan home care, pelayan konseling, promosi kesehatan,
program bermaian, serta koordinasi layanan keseehatan yang
baik untuk membantu keluarga memamfaatkan layanan
kesehatan yang ada untuk menunjang kebutuhan layanan
kesehatan secara pinansial. Dukungan yang baik dapat
membantu menurunkan stress yang dialami oleh keluarga karena
ketidak seimbangan tuntutan kadaan kondisi dengan
ketersediaan tenaga yang dimiliki oleh keluarga saat
mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit. Oleh karena
itu perawat harus kritis dalam mengkaji kebutuhan keluarga
60
sehingga dukungan dapat diberikan dengan tepat termasuk
mempertimbangkan kebijakan yangberlaku baik dirumah sakit
maupun dilingkungan untuk menunjang dukungan yang akan
diberikan kepada keluarga (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012).
9) Merancang system perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat
dijangkau dengan mudah dan responsip terhadap kebutuhan
keluarga teridentifikasi Sistem pelayanan kesehatan yang
fleksibel didasarkan pada pemahaman bahwa setiap anak
memiliki kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang berbeda
maka layanan kesehatan yang ada harus menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kelebihan yang dimiliki oleh anak dan keluarga.
Oleh karena itu, tidak hanya satu intervensi kesehatan untuk
semua anak tetapi lebih dari satu intervensi yang berbeda untuk
setiap anak.
Selain layanan yang fleksibel, dalam Family Centered Care juga
mendukung agar layanan kesehatan mudah diakses oleh anak
dan keluarga misalnya sistem pembayaran layanan kesehatan
yang dipakai selama anak menjalani perawatan dirumah sakit
baik menggunakan asuransi atau jaminan kesehatan pemerintah
dan swasta, konsultasi kesehatan, prosedur pemeriksaan dan
pembedahan, layanan selama anak menjalani rawat inap
dirumah sakit dan sebagainya. Oleh karena itu perawat harus
mengkaji kebutuhan anak atau keluarga terhadap akses layanan
kesehatan yang dibutuhkan lalu melakukan intervensi sesuai
dengan kebutuhan anak dan keluarga. Apabila layanan
kesehatan yang direncanakan fleksibel dan dapat diakses oleh
anak dan keluarga maka layanan kesehatan tersebut akan lebih
responsif karena memproritaskan kebutuhan anak dan keluarga
(Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012)
61
2.4.4 Prinsip FCC menurut Potter & Perry (2007):
62
makan, nonton televisi, bermain. Pengaturan jadwal ini akan
membantu anak beradaptasi, meningkatkan kontrol diri terhadap
aktivitas selama dirawat dan meminimalkan kejadian anak
kekurangan istirahat, seperti; anak sedang istirahat, kemudian ada
suster yang memberikan tindakan pada anak, sehingga waktu
istirahat anak berkurang.
2) Fasilitasi kemandirian anak
Anak dilibatkan dalam proses keperawatan dengan melibatkan
kemandirian melalui self care seperti; mengatur jadwal kegiatan,
memilih makanan, mengenakan baju, mengatur waktu tidur.
Prinsip tindakan ini adalah perawat respek terhadap individualitas
pasien dan keputusan yang diambil pasien.
3) Berikan pemahaman atau informasi
Anak pra-sekolah memiliki kemampuan kognitif berfikir magis
yang mengakibatkan kesalahan interpretasi terhadap sakit dan
perawatan. Anak merasa sakit sebagai hukuman. Petugas
kesehatan memberikan informasi yang jelas tentang prosedur
yang akan dilakukan, berikan kesempatan anak memegang alat
yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya stetoskop.atau
kompetensi anak selama penyembuhan dan dapat digunakan
sebagai dasar pengalaman untuk dimasa mendatang.
4) Mempertahankan sosialisasi
Menfasilitasi terbentuknya support grup diantara orang tua dan
anak, sehinggaorang tua dan anak mendapatkan dukungan dari
lingkungan. Misalnya grup orang tua dengan talasemia, grup anak
dengan penyakit asma. Perawat dapat menfasilitasi grup untuk
tukar menukar pengalaman selama merawat dengan anak, baik
melalui kegiatan informal atau formal seperti seminar.
63
5) Fasilitas
Ruangan pengkajian khusus untuk anak Pengadaan ruangan
khusus yang menjamin privacy orang tua untuk menjelaskan
riwayat kesehatan anak akan memberikan dampak orangtua tidak
ragu-ragu, tidak khawatir informasi akan didengar orang lain.
Kerahasiaan informasi dipertahankan oleh tenaga kesehatan.
Setelah data tentang anak didapatkan petugas kesehatan dapat
melibatkan orangtua dalam perencanaan asuhan keperawatan
anak yang merupakan salah satu prinsip family centered care.
Selain itu terkait dengan konsep atraumatic care dan
hospitalisasai, maka ruang rawat anak perlu didekorasi (Room’s
setting, colour, pictures) untuk meningkatkan rasa nyaman toddler
dan ruang tindakan harus dapat menurunkan kecemasan toddler.
Diperlukan juga adanya ruangan bermain dan berbagai macam
permainan (Toys in pediatric room) untuk menunjang dan
menstimulasi tumbuh kembang, menurunkan stranger ansietas,
takut dalam pain, dan hospitalization.
2.4.6 Strategi dan evaluasi pelaksanaan family centered care pada anak
prasekolah
64
2.4.7 Pengertian Atraumatic care
58
perhatian terhadap nasib anak mereka, lamanya tinggal di rumah sakit,
ketidak mampuan berkomunikasi secara efektif dengan profesional
kesehatan, dan tidak adekuatnya pengetahuan dan pemahaman tentang
situasi kondisi penyakit (Zempsky, & Cravero, 2004; Sparks et al.,
2007).
59
pada anak sehingga menghambat proses penyembuhan dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
3) Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol
perawatan pada anak. Kemampuan orang tua dalam mengontrol
perawatan pada anak dapat meningkatkan kemandirian anak dan
anak akan bersikap waspada dalam segala hal.
4) Mencegah atau mengurangi cedera (injuri) dan nyeri (dampak
psikologis). Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui
berbagai tenik misalnya distraksi, relaksasi dan imaginary.
Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan
nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
5) Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak
akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti
dalam kehidupan anak, yang dapat menghambat proses
kematangan dan tumbuh kembang anak.
6) Modifikasi lingkungan. Melalui modifikasi lingkungan yang
bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan dan nyaman bagi
lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa
nyaman di lingkungan.
2.5 Penggunaan Tehnik Audio Visual dalam Penanganan Nyeri Pada Anak
2.5.1 Definisi Teknik Distraksi
60
2.5.2 Tujuan dan Menfaat Teknik Distraksi
1) Distraksi Visual
61
menggerakan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukan
jari atau kai ( Tamsuri, 2007)
3) Distraksi pernafasan
4) Distraksi intelektual
5) Teknik sentuhan
62
yang menerima rangsangan sentuhan karena saraf yang menerima
rangsangan sentuhan lebih besar dari saraf nyeri
63
2.5.4 Mekanisme Tehnik Audio Visual Dapat Meminimalisi Nyeri
Pada video animasi terdapat unsur gambar, warna, dan cerita sehingga
anak-anak menyukai menonton video animasi (Windura, 2008). Ketika anak
lebih fokus pada kegiatan menonton video animasi, hal tersebut membuat
impuls nyeri akibat adanya cidera tidak mengalir melalui tulang belakang,
pesan tidak mencapai otak sehingga anak tidak merasakan nyeri (Brannon
dkk, 2013).
64
sedikit saat dilakukan pengambilan sampel darah melalui vena (tindakan
invasif), hal tersebut terlihat dari respon perilakunya .
65
signifikan setelah anak menonton video animasi saat dilakukan venipunctur.
Dari hasil penelitian tersebut peneliti menyarankan bahwa menonton video
animasi dapat digunakan untuk mengatasi respon prilaku nyeri anak saat
menjalani tindakan invasif secara efektif. Penelitian yang dilakukan oleh
Bagnasco (2012) pada anak usia 2-6 tahun (prasekolah) menunjukan rata-
rata skala nyeri anak yang tidak menonton video animasi saat menjalani
venipunctur 5,22 sedangkan rata-rata skala nyeri anak yang tidak menonton
video animasi saat menjalani venipunctur 2,53, hal tersebut menunjukkan
bahwa anak yang menonton video animasi saat menjalani venipunctur
memiliki rata-rata skala nyeri yang lebih rendah.
2.6.1 Pengkajian
66
2) Keluhan utama Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam
Berdarah Dengue untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi
dan anak lemah.
3) Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas
mendadak yang disertai menggigil, dan saat demam kesadaran
komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati, dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade 3 dan 4), melena, atau hematemesis.
4) Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit apa saja yang pernah
diderita. Pada Demam Berdarah Dengue, anak bisa mengalami
serangan ulangan Demam Berdarah Dengue dengan tipe virus yang
lain.
5) Riwayat imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik,
maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6) Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita Demam Berdarah
Dengue dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun
buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan
napsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
7) Kondisi lingkungan Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya
dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan
gantungan baju di kamar).
8) Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, napsu makan
berkurang, napsu makan menurun.
67
b. Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang anak mengalami
diare atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada
grade III-IV bisa terjadi melena.
9) Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering kencing
sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam Berdarah Dengue
grade IV sering terjadi hematuria.
10) Tidur dan istirihat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
11) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersikan tempat
sarang nyamuk Aedes Aegypti.
12) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan. m. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Berdasarkan tingkatan atau (grade) Demam Berdarah Dengue,
keadaan fisik anak adalah sebgai berikut:
a. Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah. 2) Grade II : kesadaran kompos mentis,
keadaan umum lemah, dan perdarahan spontan petekie, perdarahan
gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.
b. Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
c. Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
13) Sistem integument Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun,
dan muncul keringat dingin, dan lembab.
a. Kuku sianosis/tidak
b. Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami
68
perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi
dan nyeri telan Sementara tenggorokan mengalami hiperemia
pharing ( pada Grade II, III, IV).
c. Dada Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan ( efusi pleura), rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.
d. Abdomen Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati
(hepetomegali), asites.
e. Ekstremitas
f. Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
1) Hipovolemy
2) Defisit nutrisi
3) Defisit pengetahuan
4) Resiko pendarahan
5) Hipertermi.
6) Resiko Syok
7) Pola Nafas tidak efektif
8) Ketidak efektipan perfusi jaringan perifer
Pemantauan cairan
Observasi :
1) Monitor status hidrasi ( mis. Frekuensi nadi, kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor
kulit, tekanan darah )
2) Monitor berat badan
70
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium ( mis. MAP, CVP,
PAP, PCWP jika tersedia )
Terapeutik :
1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24
jam
2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3) Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakuan tindakan Manajemen nutrisi
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan Observasi :
psikologis (keengganan ketidakseimbangan nutrisi kurang 1) Identifikasi status nutrisi
untuk makan) makanan dari kebutuhan tubuh terpenuhi. 2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
ditandai dengan berat Kriteria Hasil : 3) Identifikasi makanan yang disukai
badan menurun Status Nutrisi
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Porsi makanan yang dihabiskan 5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
sedang 6) Monitor asupan makanan
Frekuensi makan 7) Monitor berat badan
Nafsu makan cukup membaik 8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Mermban mukosa sedang
Terapeutik :
1) Lakukan oral hygiene, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman dier ( mis. Piramida
makanan )
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi serat untuk menjegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
71
asupan oral dapat ditoleransi
8) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi :
1) Anjurkan posisi duduk jika mampu
2) Anjurkan diet yang diprogramkan Kolaborasi :
3) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis.
Pereda nyeri, antiemetic ), jika perlu
4) kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Pemantauan nutrisi
Observasi :
1) Identifikasi factor yang mempengaruhi
asupan gizi ( mis. Pengetahuan, ketersediaan
makanan, agama/kepercayaan, budaya, mengunyah tidak
adekuat, gangguan menelan, penggunaan obat-obatan
atau pascaoperasi )
2) Identikasi perubahan berat badan
3) Identifikasi kelainan pada kulit
4) Identintifikasi kelainan eliminas ( mis. Kering, tipis,
kasar, dan mudah patah )
5) Identifikasi pola makan ( mis. Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi makanan cepat saji, makan terburu-
buru )
6) Identifikasi kelainan pada kuku ( mis. Diare, darah,
lender, dan eliminasi yang tidak teratur )
7) Identifikasi kemampuan menelan ( mis. Fungsi motoric
wajah, reflex menelan, dan reflex gag )
72
3 Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan Observasi :
gangguan fungsi deficit pengetahuan meningkat. 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
kognitif ditandai Kriteria Hasil : informasi
dengan kurang Tingkat Pengetahuan 2) Identifikasi faktor-faktor yang dapay meningkatkan dan
informasi • Kemampuan menjelaskan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
pengetahuan tentang suatu topik Terapeutik :
meningkat 1) Sediakan materi dan media pendidikan
• Pertanyaan tentang masal;ah yang kesehatan
dihadapi meningkat 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
1) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan
4) perilaku hidup bersih dan sehat
4 Resiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan Observasi :
gangguaan koagulasi tingkat perdarahan menurun . 1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
(penurunan trombosit) Kriteria Hasil : 2) Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum dan
ditandai dengan Tingkat Perdarahan sesudah kehilangan darah
trombositopenia • Kelembapan membran mukosa 3) Monitor tanda dan gejala ortostatik
• Suhu tubuh meningkat 4) Monitor koagulasi ( mis. Prothrombin time (PT), Partial
• Trombosit membaik thromboplastin time (PTT), fibrinogen, deradasi fibrin
dan/atau platelet )
Terapeutik :
1) Pertahankan bedrest selama perdarahan
2) Batasi tindakan invasive, jika perlu
73
3) Gunakan kasur pencegah decubitus
4) Hindari pengukuran suhu rectal
Edukasi :
1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
3) Anjurkan meningkatkan asupan untuk menghindari
konstipasi
4) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
6) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian pelunak tinja
5 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan Observasi :
proses infeksi virus hipertermi membaik. 1) Identifikasi penyebab hipertemia (mis. Dehidrasi,
dengue Kriteria Hasil : terpapar lingkungan panas, penggunaan
Termoregulasi incubator )
• Menggigil 2) Monitor suhu tubuh
• Kulit merah 3) Monitor kadar elektrolit
• Kejang 4) Monitor haluan urine
• Pucat 5) Monitor komplikasi akibat hipertermia
• Suhu tubuh Terapeutik :
• Tekanan darah 1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
74
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis ( keringat berlebihan )
6) Lakukan pendinginan eksternal ( mis. Seliput hipotermia
atau kompres dingin di dahi, leher, dada, abdomen, aksil )
7) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin Berikan
oksigen jika perlu
Edukasi :
1) Anjurkan tiring baring Kolaborasi :
2) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena,
jika perlu
6 Resiko Syok b/d Setelah dilakukan tindakan Edukasi dehidrasi
kekurangan volume keperawatan 3 x 24 jam diharapkan Observasi
cairan hipertermi membaik. 1) identifikasi kemampuan pasien dan keluarga
Kriteria Hasil : menerima informasi
Keseimbangan asam basa Teraupetik
membaik 1) persiapkan materi dan alat serta formulir
perfusi jaringan perifer membaik balance cairan
status cairan membaik 2) tentukan tempat dan waktu untuk memberikan
status sirkulasi membaik pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
dengan pasien dan keluarga
3) berikan kesempatan pasien dan keluarga
bertanya
Edukasi
1) jelaskan tanda dan gejala dehidrasi
2) anjurkan tidak minum hanya pada saat haus
saja
3) anjurkan memperbanyak minum
4) anjurkan memperbanyak makan buah yang
75
banyak mengandung air ( seperti semngka dan
papaya)
5) ajarkan cara menilai status cairan )
7 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
Efektif b.d depresi keperawatan 3 x 24 jam diharapkan obeservasi
pusat pernafasan hipertermi membaik. 1) monitor pola nafas, prekuensi nafas,
Kriteria Hasil : kedalaman dan nusaha nafas
berat badan membaik 2) monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling,
tingkat ansietas membaik mengi, wheezing, ronkhi)
tingkat keletihan membaik 3) monitoe sputum ( warna dan jumlah )
tingkat nyeri membaik teraupetik
1) pertahankan kepatenan jalan nafas
2) posisikan semi fowler
3) lakukan fisioterapi dada
4) lakukan suction selama 15 detik
5) beri oksigen jika perlu
edukasi
1) anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
kolaborasi
1) kolaborasi pemberian bronkodilatro jika perlu
8 resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan perawatan sirkulasi
perifer tidak efektif keperawatan 3 x 24 jam diharapkan observasi
hipertermi membaik. 1) periksa sirkulasi perifer ( mis. Nadi perifer,
Kriteria Hasil : edeme, pengisian kapiler, warna, suhu dll )
status sirkulasi membaik 2) identifikasi resiko gangguan sirkulasi
tingkat pendarahan menurun 3) monitor panas, nyeri, kemerahan atau bengkak
pada ekstremitas
teraupetik
1) hindari pemasangan infuse atau pengambilan
darah vena di area keterbatasan perfusi
2) hindari pengukuran tekanan darah pada
76
ektremitas dengan keterbatasan perfusi
3) hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
4) lakukan perawatn kaki dna kuku
5) lakukan hidrrasi
eduaksi
1) anjurkan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan ( mis, rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat dan hilangnya rasa)
77
2.6.4 Implementasi
2.6.5 Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
78
BAB III
3.2.1 Pengkajian
79
Keluhan utama yang dirasakan An. A adalah demam, mual dan
muntah. Riwayat penyakit sekarang adalah ibu An.A mengatakan,
An.A demam sejak 4 hari yang lalu dan pernah mengalami mimisan 1
kali, demam naik turun demam dirasa paling sering pada malam hari ,
ada mual dan muntah jika klien makan. Riwayat penyakit dahulu adalah
menurut keterangan dari Ny.I An, A tidak pernah terkena
DHF sebelumnya, An.A pernah batuk pilek dan demam namun
sembuh dengan obat-obatan yang dibeli di apotik. Klien juga tidak
mempunyai riwayat alergi. An.A adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Riwayat penyakit keluarga, anggota keluarga tidak ada
yang pernah sakit DHF, juga tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes melitus,
asma, dan lain lain.
1. Kepala
80
Tidak ada sekret atau hambatan pada hidung, ada mimisan 1 kali
empat hari sebelum masuk rumah skait. Daun telinga tampak
bersih, ada sedikit serumen di dalam lubang telinga.
Membran mukosa bibir tampak kering, perdarahan gusi tidak ada,
tidak ada kandidiasis pada lidah maupun rongga mulut, tidak ada
lesi atau massa di bawah lidah, gigi tampak bersih.
2. Leher
4. Abdomen
Perut datar, umbilikus tampak menonjol pada posisi tegak dan
datar saat berbaring. Gerakan perut seirama dengan gerakan dada,
81
bising usus terdengar sekali setiap 12 detik,. Pada pemeriksaan tidak
ada distensi abdomen, untuk system cairan dan elektrolit pada saat
pengkajian didapatkan turgor kulit masih dalam keadaan baik.
82
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
2 DS:
- Ibu mengatakan An.A kehilangan cairan Hipovolemia
mengalami demam, kepala aktif
pusing, dan badan terasa lemas.
- Ibu mengatakan An. A
berkeringat banyak diamalm
hari,
DO:
- An.A Tampak lemah dan pucat
- Mukosa bibir An.A tampak
kering
- TTV:
TD: 90/60 mmHg
RR : 22x/i
N : 88x/i
Suhu : 38,60C, bersifat fluktuatif
- Pemeriksaan laboratorium:
Ht: 39,7 % ( 40,0 – 48,0 %)
3. DS:
Ibu An. A mengatakan:
- Anaknya mengalami mimisan 4 Gangguan Resiko Perdarahan
hari sebelum masuk rumah sakit Koagulasi
83
dan hanya sekali (Tombositopenia)
DO:
- anak tampak lemah dan pucat
- Mukosa bibir tampak kering
- Pemeriksaan laboratorium:
- Plt: 95 103/ul (150 – 400
3
10 /ul)
4. DS:
DO:
84
5 Ds : Agen Nyeri
pencederahan
- Ibu An.A mengatakan An. A fisik
selalu ketakutan saat perawat
masuk ruangan
- Ibu An. A mengatakan An.A
selalu menolak tindakan
pengambilan darah untuk
pemeriksaan lab
Do :
6. DS:
- Keluarga pasien selalu
menanyakan bagaimana keadaan Kurang terpapar Ansietas
85
anak nya informasi
- keluarga mengatakan takut
dengan keadaan anaknya
- ibu mengatakan ini merupakan
pertama kalinya anaknya masuk
rumah sakit
DO:
- keluarga pasien tampak cemas
dengan keadaan anaknya
- Keluarga An. A tampak sering
bertanya pada petugas kesehatan
mengenai keadaan anaknya
86
kebocoran plasma, sehingga nantinya diharapkan asupan cairan pada
tubuh klien terpenuhi.
87
Kesehatan ( Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi,
identifikasi faktor-faktor yang dapay meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat, Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan, berikan kesempatan bertanya, Jelaskan factor
risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan). Rencana akan dilakukan
untuk memberika meningkatkan pengetahuan dan wawasan keluarga,
serta sikap, praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sehingga diharapkan keluarga
tidak kurang pengetahuan
88
hangat, anak tampak lemah. Memonitor suhu tubuh (Melakukan
pemeriksaan suhu tubuh di aksila diadaptkan suhu tubuh demam ),
Monitoring hasil leukosit An. A rendah ini dapat menyebabkan
tubuh mudah terinfeksi bakteri , melonggarkan pakaian An.A saat
An. A demam, Melakukan kompres hangat pada temporalis dan
aksila An.A , Memberikan cairan oral pada An. A sebanyak 4 gelas
/ 1200 cc dalam waktu 12 jam, Menganjurkan ibu untuk
mempertahankan tirah baring pada An. A agar energy anak tidak
terbuang sehingga anak tidak letih , Menganjurkan ibu An. A untuk
sering memberi anaknya minum karena bisa jadi demam
diakibatkan oleh kurangnya minum atau hedrasi, Berkolaborasi
dengan tim medis pemberian Pacacetamol 500 mg x 3 sehari
melalui oral.
2) Untuk diagnosa kedua
Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering, rencana yang
dilakukan Memanajemen hypovolemia. Memperiksa tanda dan
gejala hipovolemik, membran mukosa klien kering, hematokrit
menurun, dari hasil laboratorium klien hematokrit klien mengalami
penurunan 37 [%] ), Memonitor intake dan output cairan.
Memberikan asupan cairan oral, sebanyak 4 gelas/ 1200 cc dalam
waktu 12 jam, Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral,
dengan cara memberi tahu kepada keluarga atau klien untuk
memperbanyak minum sesuai kebutuhan tubuh sekitar 2400cc ( 8
gelas ) / 24 jam, Memantau pemberian cairan IV line ( Asering 30
tts/m ).
3) Untuk diagnosa ketiga
Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk
makan) rencana yang dilakukan Manajemen nutrisi :
Mengidentifikasi alergi, klien tidak ada alergi terhadap obat
maupun makanan., mengidentifikasi makanan yang disukai,
89
makanan yang disukai klien. Makanan yang disukai klien ayam,
ikan, nasi goring, mangga, pisang dan makanan yang tidak disukai
klien nanas. , memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi ( pepaya ), menganjurkan posisi duduk jika mampu, agar
klien tidak merasa letih dan lemah. Melakukan kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan. Pemantauan nutrisi, Mengidentifikasi kelainan pada
kulit, ( tidak ditemuka kelainan atau petekie pada kulit ),
Mengidentintifikasi kelainan eliminasi, BAK klien lancar,
sedangkan BAB klien susah, Memonitor mual dan muntah ( klien
merasakan mual dan muntah ), Menimbang berat badan, berat
badan klien, serta memantau hasil laboraturium klien HB
Menjelaskan tujuan prosedur pemantauan ( ibu tujuan pemantauan
nutrisi agar nutrisi klien terpenuhi )
4) Untuk diagnosa keempat
Defisit Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
ditandai dengan kurang informasi rencana yang dilakukan Edukasi
Kesehatan, Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
sehat ( yang dapat meningkatkan hidup bersih dan sehat dengan
cara mencuci tangan setiap sebelum atau sesudah melakukan
aktivitas, membersihkan rumah. Yang dapat menurunkan motivasi
prilaku hidup bersih dan sehat yaitu kurangnya partisipasi keluarga
dalam membersihkan lingkungan rungan dan keluarga tidak
mengajarkan hidup bersih dan sehat kepada anak ), Memberikan
kesempatan bertanya ( keluarga klien menanyakan bagaimana cara
menaikan trombosit anaknya yang turun ), Menjelaskan faktor
risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ( faktor yang dapat
mempengaruhi kesehatatan yaitu lingkungan, bak mandi, genangan
air jernih banyak jentik-jentik nyamuk yang mengakinatkan demam
90
berdarah ), Mengajarkan perilaku hidup sehat ( mengajarkan cara
cuci tangan yang benar, dan membuang sampah pada tempatnya )
5) Untuk Diagnosa Kelima
Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia rencana
yang dilakukan Mencegahan Perdarahan, Memonitor tanda dan
gejala perdarahan (perdarahan pada hidung / mimisan, muntah
terus menerus), Memonitor nilai Trombosit 95 [10^3/uL],
Mempertahankan bedrest selama perdarahan, Menjelaskan tanda
dan gejala perdarahan ( tanda gejala perdarahan yaitu mimisan,
mual muntah, feses berwarna hitam, kesemutan ditangan atau kaki
), Menganjurkan meningkatkan asupan untuk menghindari
konstipasi (banyak mengkonsumsi pepaya agar tidak terjadi
konstipasi), Melakukan Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu ( tidak ada diberikan obat) Selama 3 x 24
jam rawatan untuk diagnose hipertermi tidak ada penambahan atau
pengurangan intervensi keperawatan
6) Untuk Diagnosa Keenam
Nyeri berhubungan dengan agen pencideraan fisiologis ditandai
dengan An.A tampak menangis, menjerit, dan bersikap protektif
saat dilakukan tindakan invasif tindakan yang dilakukan dengan
memanajemen nyeri : mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri P : Nyeri timbul saat
dilakukan tindakan invasif (pengambilan darah vena ),Q : Nyeri
seperti ditusuk benda tajam ,R : Nyeri dibagian sisi dalam lepatan
siku , S : Skala nyeri 7 (menggunakan skala nyeri wajah), T : nyeri
dimulai pada saat jarum dimasukan kedalam kulit sampai ajrum
dicabut kembali lamanya kurang lebih 30 detik , mengidentifkasi
respon nyeri verbal dan non verbal anak tampak menarik tangan
dari petugas saat dilakukan pengambilan darah
mempertimbangakan jenis dan sumber nyeri dalam pemeliharaan
91
strategi meredahkan nyeri. Membertimbangkan batasan nyeri pada
anak sebelum diberikan teknik distraksi audio visual , Jelaskan
strategi pereda nyeri, menjelakan kepada keluarga teknik supaya
anak bisa teralihkan dari nyeri saat pengambilan darah vena seperti
teknik audio visual, teknik pelukan memberikan teknik distraksi
audio visual ( film kartun Mr. Bean )
3.2.5 Evaluasi
92
Pada Diagnosa ketiga setelah dilakukan asuhan keperawatan
3x2jam masalah resiko perdarahan tetap dengan trombosit anaknya
masih dibawah normal 84 103/ul dengan hasil 84 103/ul . Intervensi
dilanjutkan
93
BAB IV
PEMBAHASAN
94
4.2 Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Konsep Kasus
95
demam biasa seperti batuk pilek, serata ibu klien mengatakan tidak ada
keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan klien serta
keluarga juga tidak ada yang memiliki penyakit hipertensi, DM, jantung, dan
penyakit lainnya hal ini tidak sejalan dengan teori. Menurut Nursalam (2008),
anak yang pernah menderita/ mengalami bisa mengalami serangan ulangan
DHF dengan tipe virus yang lain. Sedangkan menurut the secondary
heterologous infection hypothesis dalam jurnal kedokteran Sukohar A tahun
2014 yang mengatakan bahwa DHF dapat terjadi apabila seseorang setelah
infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue
yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6
bulan sampai 5 tahun. Pada orang yang pernah terkena DHF yaitu gigitan
nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue antibodi di tubuhnya sudah
terbentuk. Sebab virus dengue memberikan proteksi ke tubuh penderita maka
terbentuklah antibodi, akan tetapi jika terkena serotype (virus dengue) lain
maka bisa mengalami DHF berualng dengan tipe virus yang berbeda
(Sukohar A. 2014)
96
nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular
(infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menggigit (menusuk). Dan ada kemungkinan nyamuk tersebut masih berada
dilingkungan tersebut.
97
tidak ikterik, tidak ada gangguan penglihatan hal ini tidak sejalan dengan
teori Nursalam, (2008) yang menyatakan bahwa anak yang mengalami DHF
konjungtiva anemis. Hal ini terjadi karena Hb An. A tidak rendah Hb klien
normal. Salah satu indikasi Hb rendah adalah konjungtiva anemis namun saat
pengkajian didapatkan kunjungtiva An. A tidak anemis serta dibuktikan
dengan hasil lab Hbg klien 14,6 mg/dl
Hasil pengkajian didapatkan telinga bersih, tidak ada serumen, tidak
ada perdarahan ditelinga, tidak ada gangguan pendengaran. hal ini sejalan
dengan teori dimana menurut Nursalam, (2008) yang dikaji pada anak DHF
yaitu tidak ada perdarahan di telinga, simetri, bersih tidak ada serumen, tidak
ada gangguan pendengaran. Hasil pengkajian yang didapatkan An. A
mengalami perdarahan di hidung (mimisan) 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, hidung bersih, bentuk simetris. Hal ini sejalan dengan teori menurut
Nursalam (2008) yang dikaji pada anak DHF yaitu hidung kadang mengalami
perdarahan ( epistaksis ), hidung bersih, bentuk simertris. Pendarahan pada
hidung terjadi karena trombosit klien yang rendah akibat virus dengue, yang
mengakibatkan kebocoran plasma yang berakhir pada perdarahan, baik pada
jaringan kulit maupun saluran cerna. (Huda & Kusuma 2015).
Hasil pengkajian yang didapatkan mukosa bibir An. A kering, tidak
ada perdarahan gusi dan tidak ada gangguan lainnya. Secara teoritis menurut
Nursalam (2008) yang dikaji pada mulut didapatkan bahwa mukosa bibir
kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri menelan. Hal ini terjadi karena
klien kurang minum.
Pada tinjauan teoritis menurut Nursalam (2008) dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah (Trombosit menurun ). Hal
ini sesuai dengan pengkajian dengan didapatkan hasil pemeriksaan darah
trombosit 95 x [10^3/uL], trombosit klien menurun. Hal ini terjadi karena
disebabkan oleh virus dengue yang menyerang trombosit yang dibawa oleh
nyamuk aedes aegypti yang mengakibatkan kebocoran plasma ( Padila,
2013).
98
4.3 Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermia
Hasil pengkajian pada An. A pada tanggal 09-januari-2020
menunjukaan adanya peningkatan suhu tubuh yaitu suhu tubuh An. A
mencapai 38,6ᵒc, serta akral teraba hangat dan mukosa bibir kering,demam
naik turun semenjak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, hasil lab WBC:
2,14 x 103/ul. Menurut American academy of pediatrics (AAP) suhu tubuh
normal pada anak berumur 3-5 tahun adalah 36,5ᵒ-37,5ᵒc . Dan menurut
majority volume 6 (2017) penyebab terjadinya demam pada DHF adalah
karena terjadinya infeksi virus dengue yang ditranmisikan melalui gigitan
nyamuk dengue.
2) Hipovolemia
Kekurangan volume cairan ( hipovolemia ) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering.
Data pendukung, saat dilakukan pengkajian hari Jumat 09 januari 2020,
ibu klien mengatakan klien kurang minum, klien letih, klien mual muntah,
Ibu klien mengatakan suhu tubuh klien naik turun S : 38,6ᵒC, Intake :
Input: oral (1500 cc) + Paranteral (600 cc) = 2100 CC Output: urin (2000
cc) + IWL (310 cc/kg/jam) = 2310 Balannce Cairan: -210 cc dan hasil lab
99
HT 39,7%. Hal ini terjadi karena ada kebobocoran plasma darah yang
mengeluarkan air, ion, dan gula, dan klien mengalami kurang minum, dan
kurangnya cairan pada tubuh klien (Syaifuddin 2011).
100
penggumpalan darah jika pembuluh kapiler pecah. Penurunan trombosit
terjadi di hari keempat sampai kelima setelah gejala DHF muncul dan
berlangsung selama 3-7 hari.
101
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rita
Rahim(2013) mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan
Peilaku Pencegahan Penyakit DHF membuktikan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan dan sikap orang tua terhadap perilaku pencegahan
penyakit DHF. Dari jurnal yang telah didapati bahwa pendidikan
kesehatan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan keluarga dengan
DHF,
1) Resiko syok
Resiko syok adalah berisiko terhadap ketidakcukupan aliran darah ke
jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa. Dengan faktor resiko hipotensi, hipovolemia,
hipoksemia, hipoksia, infeksi, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik
102
(Nanda, 2015), Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan
faktor utama yang menyebabkan terjadinya syok yang ditandai dengan
penurunan tekanan darah sistolik . Dengan terjadinya penurunan hebat
volume intravaskuler apakah akibat perdarahan atau dehidrasi akibat sebab
lain maka darah yang balik ke jantung (venous return) juga berkurang
dengan hebat, sehingga curah jantungpun menurun. Pada akhirnya ambilan
oksigen di paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel
(perfusi) juga tidak dapat dipenuhi ( Hipoksia), Menurut analisa peneliti
tidak munculnya diagnose resiko syok pada An. A karena tidak ditemukan
batasan karakteristik pada An. A seperti penurunan tekanan darah,
hipovolemia, hipoksemia, hipoksia, dan infeksi. Dimana TTV masih
dalam batas norma TD :90/60 mmhg, N : 88 x/m P : 22x/m.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi
darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan. Batasan karakteristik:
tidak ada nadi, perubahan fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit
(warna, elastisitas, kelembapan, kuku, suhu), perubahan tekanan darah di
ekstremitas, warna tidak kembali ke tungkai saat diturunkan, kelambatan
penyembuhan luka perifer, penurunan nadi, edema, nyeri ekstremitas,
pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan enam menit,
warna kulit pucat saat elevasi (Nanda, 2015). Menurut analisa peneliti
tidak munculnya diagnosis keperawatan ketidak efektifan perfusi jaringan
perifer karena tidak ditemukan batasan karakteristik pada An. A seperti
tidak ada nadi, perubahan tekanan darah, adanya edema, dan pengisian
capillary refill >2 detik. Dimana TTV masih dalam batas norma TD :90/60
mmhg, N : 88 x/m P : 22x/m capillary refill < 2 detik, serta tidak
ditemukannya edema pada ekstremitas An. A
103
3) Ketidakefektifan pola napas
Ketidakefektifan pola napas adalah Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang
tidak memberi ventilasi adekuat. Batasan karakteristik: perubahan
kedalaman pernapasan, perubahan ekskursi dada, mengambil posisi tiga
titik, bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi,
penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispnea,
pernapasan cuping hidung, fase ekspirasi memanjang, takipnea (Nanda,
2015). Menurut analisa peneliti tidak munculnya diagnosis keperawatan
ketidakefektifan pola napas karena tidak ditemukan batasan karakteristik
pada An. A seperti tidak ada sesak napas, pernapasan An. A dalam batas
normal ( 22 x/ m), tidak ditemukannya retraksi dinding dada , tidak adanya
otot bantu nafas serta tidak adanya dilakukan pemeriksaan rontgen dada
104
tim medis dalam pemberian antiperitik, Kolaborasi pemberian cairan
intravena. Hal ini sesuai dengan SIKI. Rencana akan dilakukan untuk
memantau suhu tubuh klien , sehingga nantinya diharapkan
Termoregulasi membaik( S 36.5ᵒc-37.5ᵒc ), Mukosa bibir kembali
lembab, Status cairan membaik ( Carpernito-Moyet L. J 2013)
2) Untuk diagnose kedua
Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering, An. A tampak lemah
rencana yang dilakukan manajemen hipolemia ( periksa tanda gejala
hipolemik, monitor intake dan output cairan, berikan asupan caiaran oral,
anjurkan memperbanyak asupan cairan oral, kolaborasi pemberian cairan
IV Line), Manajemen cairan ( Monitor berat badan, monitor hasil
pemeriksaan laboratorium, berikan cairan intravena, ). Hal ini sesuai
dengan SIKI. Rencana akan dilakukan untuk memantau keseimbangan
cairan pada tubuh klien akibat kebocoran plasma, sehingga nantinya
diharapkan asupan cairan pada tubuh klien terpenuhi.
3) Untuk Diagnosa Ketiga
Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia rencana yang
dilakukan Mencegahan Perdarahan ( Monitor tanda dan gejala
perdarahan, Monitor nilai Trombosit / hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah, Pertahankan bedrest selama perdarahan, Jelaskan tanda
dan gejala perdarahan, Anjurkan meningkatkan asupan untuk
menghindari konstipasi, Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu). Rencana akan dilakukan untuk mengurangi
terjadinya syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai
dengan tekanan nadi yang menurun dan tekanan darah yang menurun (
tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), kulit teraba
dingin (Nursalam, 2008). Sehingga diharapkan tidak ada resiko
perdarahan yang terjadi pada klien
105
4) Untuk diagnosa keempat
Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk
makan) ditandai dengan berat badan menurun rencana yang dilakukan
Manajemen nutrisi( Identifikasi alergi, identifikasi makanan yang
disukai, berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi,
anjurkan posisi duduk jika mampu, kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan ),
Pemantauan tanda vital ( Monitor TTV, dokumentasikan hasil
pemantauan, informasikan hasil pemantauan ). Hal ini sesuai dengan
buku SIKI. Rencana akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,
sehingga nantinya diharapkan intake dan output adekuat, BB ideal, klien
tidak lemas lagi (Hidayat, 2006).
5) Untuk diagnosa kelima
Defisit Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
ditandai dengan kurang informasi, rencana yang dilakukan Edukasi
Kesehatan ( Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi,
identifikasi faktor-faktor yang dapay meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat, Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan, berikan kesempatan bertanya, Jelaskan factor
risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan). Rencana akan dilakukan
untuk memberika meningkatkan pengetahuan dan wawasan keluarga,
serta sikap, praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sehingga diharapkan keluarga
tidak kurang pengetahuan (Nuradita & Mariam, 2013).
6) Untuk Diagnosa Keenam
Nyeri berhubungan dengan agen pencideraan fisiologis ditandai
dengan An.A tampak menangis, menjerit, dan bersikap protektif saat
dilakukan tindakan invasif rencana yang dilakukan Manajemen nyeri :
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas
nyeri , Identifikasi skala nyeri menggunakan ( PQRST), Identifkasi
respon nyeri verbal dan non verbal( monitor ekspresi An. A) , Identifikasi
106
faktor yang dapat memperberat dan memperingan nyeri ,Monitor terapi
distraksi audiovisual yang diberikan , Berikan tehnik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri ( audiovisual ), Jelaskan strategi pereda
nyeri, Anjurkan tehnik non farmakologis untuk peredah nyeri dan
penerapan Atraumatic Care mencegah atau mengurangi cedera dan nyeri,
serta melakukan Familly Center Care dengan melibatkan orang tua pada
saat melakukan tindakakn invasif
107
sebanyak 4 gelas / 1200 cc dari jam 14:00-20 :00, Menganjurkan ibu
untuk mempertahankan tirah baring pada An. A agar energy anak tidak
terbuang sehingga anak tidak letih , Menganjurkan ibu An. A untuk sering
memberi anaknya minum karena bisa jadi demam diakibatkan oleh
kurangnya minum atau hedrasi, Berkolaborasi dengan tim medis
pemberian Pacacetamol 500 mg x 3 sehari melalui oral. Selama 3 x 24 jam
rawatan untuk diagnose hipertermi tidak ada penambahan ataupun
pengurangan intervensi keperawatan
2) Untuk diagnosa kedua
Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering, rencana yang dilakukan
Memanajemen hypovolemia. Memperiksa tanda dan gejala hipovolemik (
tekanan darah 90/60 mmHg, membran mukosa klien kering, hematokrit
menurun, dari hasil laboratorium klien hematokrit klien mengalami
penurunan 37 [%] ), Memonitor intake dan output cairan. Intake: Input:
oral (1500 cc) + Paranteral (600 cc) = 2100 CC, Output: urin (2000 cc) +
IWL (310 cc/kg/jam) = 2310 Balannce Cairan: -210 cc, Memberikan
asupan cairan oral, sebanyak 4 gelas/ 1200 cc dari jam 08.00-14.00,
Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral, dengan cara memberi
tahu kepada keluarga atau klien untuk memperbanyak minum sesuai
kebutuhan tubuh sekitar 2400cc ( 8 gelas ) / 24 jam, Memantau pemberian
cairan IV line ( Asering 30 tts/m ). Selama 3 x 24 jam rawatan untuk
diagnose hipertermi tidak ada penambahan ataupun pengurangan
intervensi keperawatan.
108
perdarahan, Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan ( tanda gejala
perdarahan yaitu mimisan, mual muntah, feses berwarna hitam, kesemutan
ditangan atau kaki ), Menganjurkan meningkatkan asupan untuk
menghindari konstipasi (banyak mengkonsumsi pepeaya agar tidak terjadi
konstipasi), Melakukan Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan,
jika perlu ( tidak ada diberikan obat) Selama 3 x 24 jam rawatan untuk
diagnose hipertermi tidak ada penambahan atau pengurangan intervensi
keperawatan
4) Untuk diagnosa keempat
Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan)
rencana yang dilakukan Manajemen nutrisi : Mengidentifikasi alergi, klien
tidak ada alergi terhadap obat maupun makanan., mengidentifikasi
makanan yang disukai, makanan yang disukai klien. Makanan yang
disukai klien ayam, ikan, nasi goring, mangga, pisang dan makanan yang
tidak disukai klien nanas. , memberikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi ( pepaya ), menganjurkan posisi duduk jika mampu,
agar klien tidak merasa letih dan lemah. Melakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan.
Pemantauan nutrisi, Mengidentifikasi kelainan pada kulit, ( tidak ditemuka
kelainan atau petekie pada kulit ), Mengidentintifikasi kelainan eliminasi,
BAK klien lancar, sedangkan BAB klien susah, Memonitor mual dan
muntah ( klien merasakan mual dan muntah ), Menimbang berat badan,
berat badan klien 12,8 kg , serta memantau hasil laboraturium kien HB
14,6 gr/dl Menjelaskan tujuan prosedur pemantauan ( ibu tujuan
pemantauan nutrisi agar nutrisi klien terpenuhi ) Selama 3 x 24 jam
rawatan untuk diagnose hipertermi tidak ada penambahan atau
pengurangan intervensi keperawatan
5) Untuk Diagnosa Kelima
Defisit Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
ditandai dengan kurang informasi rencana yang dilakukan Edukasi
Kesehatan, Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
109
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat ( yang dapat
meningkatkan hidup bersih dan sehat dengan cara mencuci tangan setiap
sebelum atau sesudah melakukan aktivitas, membersihkan rumah. Yang
dapat menurunkan motivasi prilaku hidup bersih dan sehat yaitu
kurangnya partisipasi keluarga dalam membersihkan lingkungan rungan
dan keluarga tidak mengajarkan hidup bersih dan sehat kepada anak ),
Memberikan kesempatan bertanya ( keluarga klien menanyakan
bagaimana cara menaikan trombosit anaknya yang turun ), Menjelaskan
faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ( faktor yang dapat
mempengaruhi kesehatatan yaitu lingkungan, bak mandi, genangan air
jernih banyak jentik-jentik nyamuk yang mengakinatkan demam berdarah
), Mengajarkan perilaku hidup sehat ( mengajarkan cara cuci tangan yang
benar, dan membuang sampah pada tempatnya ) Selama 3 x 24 jam
rawatan untuk diagnose hipertermi tidak ada penambahan ataupun
pengurangan intervensi keperawatan
6) Untuk Diagnosa Keenam
Nyeri berhubungan dengan agen pencideraan fisiologis ditandai
dengan An.A tampak menangis, menjerit, dan bersikap protektif saat
dilakukan tindakan invasif tindakan yang dilakukan dengan memanajemen
nyeri : mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri P : Nyeri timbul saat dilakukan tindakan invasif
(pengambilan darah vena ),Q : Nyeri seperti ditusuk benda tajam ,R :
Nyeri dibagian sisi dalam lepatan siku , S : Skala nyeri 7 (menggunakan
skala nyeri wajah), T : nyeri dimulai pada saat jarum dimasukan kedalam
kulit sampai ajrum dicabut kembali lamanya kurang lebih 30 detik ,
mengidentifkasi respon nyeri verbal dan non verbal anak tampak menarik
tangan dari petugas saat dilakukan pengambilan darah
mempertimbangakan jenis dan sumber nyeri dalam pemeliharaan strategi
meredahkan nyeri. Membertimbangkan batasan nyeri pada anak sebelum
diberikan teknik distraksi audio visual , Jelaskan strategi pereda nyeri,
menjelakan kepada keluarga teknik supaya anak bisa teralihkan dari nyeri
110
saat pengambilan darah vena seperti teknik audio visual, teknik pelukan
memberikan teknik distraksi audio visual ( film kartun Mr. Bean ) Selama
3 x 24 jam rawatan untuk diagnose hipertermi tidak ada penambahan
ataupun pengurangan intervensi keperawatan
4.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi meliputi evaluasi hasil dan evaluasi proses. Pada kasus ini
menunjukkan bahwa adanya kemajuan atau keberhasilan dalam mengatasi
masalah pasien. pada kasus An.A yang dirawat diruang rawat inap anak
RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittingi dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan sebagai metode pemecahan masalah, hasil evaluasi akhir
yaitu pada tanggal 09 – 11 Januari 2020 dari diagnosa keperawatan yang
ditemukan dalam kasus, sebagian diagnose telah teratasi dan ada beberapa
diagnose yang masih teratasi sebagian
111
sehingga pori – pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran
panas. Sehingga akan terjadi perubahan suhu tubuh (Tri Redjeki 2002). Serta
dengan diberinya kolaborasi pemberian antiperitik yang berfungsi
menghambat pembentukan prostaglandin E1, yaitu suatu zat kimia dalam
tubuh yang berperan dalam proses terjadinya demam. Dengan cara kerjanya
tersebut obat antipiretik dapat menurunkan standar suhu tubuh ke nilai
normal, sehingga terjadi penurunan demam (Muhlisin, 2009) serta pemberian
edukasi kepada keluarga untuk memberikan minum yang cukup,
melonggarkan pakaian dan tidak memakaikan anak selimut yang tebal untuk
mempermudah pengeluaran panas selama demam dan diharapkan ini dapat
memberikan pengetahuan keluarga mengenai manajemen hipertermi
112
dilaksankannya intervensi tersebut dapat mengembalikan cairan tubuh yang
hilang.
4.7 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan pada anak dalam
penatalaksanaan nyeri adalah menonton kartun animasi Ketika anak lebih
114
fokus pada kegiatan menonton film kartun, hal tersebut membuat impuls
nyeri akibat adanya cedera tidak mengalir melalui tulang belakang, pesan
tidak mencapai otak sehingga anak tidak merasakan nyeri (Brannon dkk,
2013).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sarfika, dkk (2015) yang
berjudul pengaruh teknik distraksi menonton kartun animasi terhadap skala
nyeri anak usia prasekolah saat pemasangan infus di instalasi rawat inap anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang, didapatkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata
skala nyeri yang signifikan (Pv<0,05) antara anak yang diberikan teknik
distraksi menonton kartun animasi dengan anak yang tidak diberikan teknik
distraksi saat dilakukan pemasangan infus.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I made mertajaya (2018)
yang berjudul Analisis Intervensi Teknik Distraksi Menonton Kartun Edukasi
Terhadap Skala Nyeri Pada Anak Usia Saat Pengambilan Darah Intravena Di
Ruang Cempaka Anak Rumah Sakit Pelni Jakarta. Hasil penelitian studi
kasus yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadinya penurunan skala
nyeri pada anak usia toddler saat pengambilan darah intravena setelah
diberikan intervensi teknik distraksi menonton kartun edukasi
Penelitian lain yang mendukung yaitu penelitian oleh Emma Setiyo
(2020) yang berjudul Perubahan Intensitas Nyeri Melalui Pemberian Teknik
Distraksi Audio Visual Pada Anak Di Intensive Care Unit (Icu) Rsud Dr.
Loekmonohadi Kudus. Hasil penelitian menunjukkan dengan teknik distraksi
audio visual terjadi perubahan intensitas nyeri baik menggunakan vds
maupun cpot dengan nilai p= 0,001 dan p=0,002. sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor pre test dan post
test intensitas nyeri pada kelompok tersebut
115
intravena (tindakan invasif). Distraksi audiovisual adalah bentuk pengalihan
perhatian yang efektif untuk anak karena di dalam distrakasi audiovisual
menayangan tokoh video animasi lucu yang memberikan edukasi kesehatan
dalam bahasa yang sederhana dan menarik, sehingga membuat anak merasa
senang, terhibur. Selama prosedur pengambilan darah vena (invasif), anak
menikmati tayangan video animasi yang disajikan. Hal tersebut tentunya
mampu mengurangi respons buruk anak yang biasanya terjadi ketika prosedur
injeksi/ pengambilan darah berlangsung karena anak fokus pada tayangan
yang disajikan dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh tokoh video
animasi tersebut.
Pada video animasi terdapat unsur gambar, warna, dan cerita sehingga
anak-anak menyukai menonton video animasi. Ketika anak lebih fokus pada
kegiatan menonton video animasi, hal tersebut membuat impuls nyeri akibat
adanya cidera tidak mengalir melalui tulang belakang, pesan tidak mencapai
otak sehingga anak tidak merasakan nyeri dan Unsur-unsur seperti warnah,
gambar, cerita dan emosi ( senang, sedih, seru dan bersemangat) yang
terdapat dlam film kartun merupakan unsur otak kanan dan surah yang timbul
dari film kartun tersebut merupakan unsur otak kiri sehingga dengan
menonton kartu animasi otak kanan dan kiri anak pada saat yang bersamaan
digunakan dua-duanya secara seimbang dan anak akan focus pada film kartun
(Widura 2008). Teori menunjukan bahwa seorang individu harus
berkonsentrasi pada rangsangan menyakitkan untuk merasakan rasa sakit;
oleh karena itu, persepsi rasa sakit menurun ketika perhatian seseorang
terdistraksi dari stimulus (Panda, 2017).
Selain dapat menurunkan skala nyeri teknik distraksi audio visual juga
bisa mengalihkan kecemasan dari dampak hospitalisasi, bagi anak secara
umum adalah adanya disfungsi persepsi dan konsep diri yang mempengaruhi
tumbuh kembang anak. Permasalahan yang sering ditemui pada fase
hospitalisasi anak prasekolah yaitu rasa takut, kecemasan, tidak berdaya dan
gangguan citra diri. Hal ini berkaitan dengan umur anak, semakin muda umur
116
anak semakin sulit baginya menyesuaikan diri dengan pengalaman rumah
sakit (Gunawan, 2003). Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai perasaan yang tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih dan nyeri. Saat melihat tayangan sisukai anak akan terlepas dari
ketegangan dan stres yang dialaminya karena dengan melakukan distraksi
anak akan dapat mengalihkan rasa sakit dan stressnya pada sesuatu tayangan
(Supartini, 2004).
Salah satu ketertarikan penulis mengangkat intervensi ini dikarenakan
.teknik distraksi ini sangat efektif dan sangat efesien untuk menurunkan /
meminimalisisr skla nyeri, selain itu film kartun merupakan salah satu film
vavorit anak-anak sehingga pendekatannya dan aplikatif selama prosedur
akan lebih mudah.
117
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan yang diawali dengan melakukan pengkajian secara
menyeluruh meliputi bio-psiko-sosio-kultural. Pengkajian melakukan
pemeriksaan TTV, pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan pemaparan asuhan keperawatan mengenai pelaksanaan
pemberian teknik distraksi audio visual pada tindakan invasif pengambilan darah
vena diruang Anak RSUD Dr. Achmad Muchtar Bukittinggi dapat disimpulkan
bahwa:
118
skala nyeri terutama hasil dari skala nyeri yang diukur sebelum dan
sesudah dilakukan teknik distraksi audio visual . Pelaksanaan teknik
distraksi audio visual ini memerlukan keterlibatan keluarga. Dalam
melakukan asuhan keperawatan penulis melibatkan keluarga dalam
pelaksanaan teknik distraksi audio visual yang sebelumnya diberi edukasi
tentang pelaksanaan teknik distraksi audio visual dan tujuan dilakukannya
teknik distraksi audio visual agar mendapatkan hasil yang optimal.
2) Hasil implementasi yang dilakukan analisis keperawatan tentang
pemberian teknik distraksi audio visual untuk menurunkan skala nyeri
dan memberikan kenyamanan pada anak yang ditujuakan dengan rata-rata
skala nyeri sedang dan reaksi yang dilihat anak tampak nyaman dan tenang
serta tidak memberikan protektif diri secara berlebihan.
3) Dari hasil evaluasi dilakukan, bahwa didapatkan masalah teratasi.
Masalah yang teratasi adalah Hiperetermi membaik, hipovolemia
membaik, pengetahuan keluarga membaik dan nyeri yang berhubungan
dengan tindakan invasif membaik. Sedangkan masalah yang tidak teratasi
adalah resiko perdarahan dimana trombositopenia masih dengan hasil
laboraturium Plt masih dibawah normal yaitu 84 x103/ul , defisit Nutrisi
belum teratasi dimana IMT klien masih dibawah normal yaitu 7,60
berdasarkan table antropometri ( Gizi Kurang )
5.2 Saran
119
5.2.2 Bagi Perawat
120
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. Z., Ansar, J., Amiruddin, R., Arsin, A. A., & Maria, I. L. (2011).
Modul Epidemiologi Dasar. Bandung: Universitas Hasanuddin.
Addiin, Istiqomah, Tri Redjeki, Sri Retno D.A., (2014), Penerapan Model
Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Pada Materi Pokok
Larutan Asam dan Basa di Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2
Karanganyar Tahun Ajaran 2013/2014, Jurnal Pendidikan Kimia
Universitas Sebelas Maret 3(4), 7-16
American Pain Society (APS). (2003). Principles of analgesic use in acute and
cancer pain. Glenview, IL: Author
Avila EL (2017) Araujo MA, Pontes MRN, Lima NE. Constipacao intestinal da
infancia: Um estudo de prevalencia. Revista do Associacao Medica do
Rio Grande do Sul. 1988; 32: 100-2
Brannon, L dan Feist J. 2013. Health Psychology Edisi Ke-6. California: Belmon
Breivik., et al. (2008). Assesmen 12 Desembert of pain. Brintish journal of
Anaesthesia 101(1), 17-24. Diunduh tanggal 13 Agustus 2020.
http://bja.oxfordjournal.org/content/101/1/17.full.pdf
Brown, C. T., 2006, Penyakit Aterosklerotik Koroner, dalam Price, S.A. dan
Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep-konsep Proses Penyakit,
diterjemahkan oleh Pendit, B.U., Hartanto, H., Wulansari, P., Susi, N.
dan Mahanani, D.A., Volume 2, Edisi 6, 579-585, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia:
Elsevier
Cohen, S and Syme, S.I. 2008. Social Support And Health. London: Academic
Press Inc.
Craig, R. G., Powers J. M., Wataha J. C., 2006. Dental Materials Properties And
Manipulation, Ed 12, Missouri : Mosby , pp. 145-146.
Daniela, M., Clarisa, N., Virgil, V., Elisabeta, V., & Schineider, F (2010).
Psysiology of pain-general mechanisms and individual differences.
Jurnal Medical Aradean, 8(4), 19-23. Diunduh tanggal; 2 seftemberr
2020.www.jmedar.ro
De fretes, fiane. 2012. Hubungan family centered care dengan efek hospitalisasi
Anak Usia 3-6 Tahun. Skripsi Universitas Kristen Satya Wicana.
Dinkes Kota Padang (2017). Profil Kesehatan Kota Padang Tahun 2019. Padang :
Dinas Kesehatan Kota Padang, pp : 23-24.
Hanson, V.(2009) Gedaly-Duff, & J. R. Kaakinen (Eds.), Family health care
nursing: Theory, practice and research (3rd ed.,pp. 119–157).
Philadelphia, PA: F. A. Davis.
Hidayat A.A. (2008). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis
Missoury: Mosby
Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
Larsson et al., 2000; Ellis et al., 2004; Movahaedi 2006. Venipuncture is more
affective and les painfull than heel lancinf for blood test in neonates.
Pediatrics, 16 (5), 101-882 diunduh tanggal 28 Agustus 2020
http://pediatrics.aappublications,org/content/101/5/882.full.
Latief, S. A., 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Balai
Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lemone, P & Burke (2008). Medical surgical Nursing ,: Critical thinking in client
care (4th ed), New jersey
Noel, M., Chambers, C. T., Petter, M., McGrath, P. J., Klein, R. M., & Stewart, S.
H. (2012). Pain is not over when the needle ends: a review and
preliminary model of acute pain memory development in childhood.
Pain Management, 2(5), 487- 497.
Nursalam, Susilaningrum R., & Utami S. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika.
Potter PA & Perry AG. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik Edisi 4, Jakarta: EGC.
Prasetyawati AE, 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Yogyakarta. Nuha
Medika.
Rika Sarfika, dkk (2015). Pengaruh Teknik Distraksi Menonton Kartun Animasi
Terhadap Skala Nyeri Anak Usia Prasekolah Saat Pemasangan Infus
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. Ners
Jurnal Keperawatan Volume 11, No. 1, Maret 2015 : 32-40
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi 1. Edisi 4. Jakarta. EGC. 290- 293
Sarfika, R., Yanti, N., & Winda, R. (2015). Pengaruh Teknik Distraksi Mneonton
Animasi Kartun Animasi Terhadap Skala Nyeri Anak Usia Pra
Sekolah Saat Pemasangan Infus Di Instalasi Rawat Inap Anak RSUP
DR. M. Djamil Padang. Ners Jurnal Keperawatan, 11 (1), 32-40.
Schmitz, A.K., Vierhus, M., & Lohaus, A.(2012) Pain tolerance in the children
and andolencent: Sex differences and psychosocial influences on pain
threshold and endurance. European Journal of pain.10(2), 153-157
Sekriptini, Yuliani, Ayu. 2013. Pengaruh Pemberian teknik distraksi audio visual
Terhadap Skor Nyeri Akibat Tindakan Invasif Pengambilan Darah
Intravena Pada Anak di Ruang UGD RSUD Kota Cirebon. [Skripsi].
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
Supartini, Yupi. (2002). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wati, Widia Eka. 2009. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Ploso Kecamatan
Pacitan Tahun 2009. Skripsi Sarjana Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widura, Susanto (2008). Mid Map Langkah Demi Langkah. Jakarta : Elex Media
Komputindo
Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
Wong, et al. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatrik. (alih bahasa: Andry
Hartono, dkk). Jakarta. EGC.
World Health Organization (WHO) Regional Office for South-East Asia.
Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue hemorrhagic fever. 2012
Zempsky, 2000; Amy et al., 2006. Relief of pain and anxiety in pediatric patients
in emergency medical systems. Journal of pediatric, 5, (5), 114-117
Zulkoni A. Parasitologi Untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, dan Teknik
Lingkungan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011
LAMPIRAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Pasien
1) Nama anak : An.A
2) Tempat/tgl lahir : Bukittingg i/16 /Januari 2015
3) Umur : 5 Tahun
4) Jenis kelamin : laki-laki
5) Pendidikan : Belum Sekolah
6) TB/BB : 12,8/103 IMT : 7.57
7) Alamat : Mandiangin Bukittinggi
8) Dx medis : DHF Grade II
9) No. RM : 451882
10) Tgl masuk RS :09-01-2020
11) Tanggal pengkajian :09-01-2020
a. Yang Mengasuh :
saat lahir sampai usia saat ini An. A dirawat oleh orang tuanya
dan neneknya. Saat ini klien tinggal berempat (ayah, ibu , An. A
dan adik).
b. Hubungan dengan anggota keluarga :
Klien bersosialisasi dengan baik dengan keluaganya. Terlihat
saat nenek dan keluarga lain datang klien tampak senang.
c. Hubungan dengan teman sebaya :
Ibu klien mengatakan anaknya setiap hari bermain dengan teman
sebayanya disekitar rumah, An. A anak yang aktif di lingkungan
dan di rumahnya.
d. Pembawaan secara umum:
Ibu An. A merupakan anak yang mandiri, dan bertanggung
jawab. An. A ialah sebagai anak pertama dari dua bersaudara.
e. Lingkungan rumah
Ibu An. A mengatakan mereka tinggal di mandiangin, dengan
lingkungan tempat tinggal yang sangat bersahabat, dan dengan
ikatan kekeluargaan yang kuat antara tetangganya.
1) Prenatal
Cacat kongenital tidak ada, ikhterus tidak ada, kejang tidak ada,
perdarahan tidak ada, trauma persalinan tidak ada
31.6. Riwayat masa lalu
Tn H ny. Y
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Garis Keturunan
: GarisPernikahan
: Tinggal serumah
. Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada lesi.
Penyebaran rambut merata berwarna hitam, rambut tidak mudah
patah, tidak bercabang, dan tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri
tekan
b. Mata
b) Jantung
I : simetris kiri dan kanan, Ictus cordis Terlihat, tidak ada palpitasi
P : Ictus Cordis
P : Suara jantung vesikuler
A : Suara jantung terdengar S1 S2, lup dup
c) Abdomen
I : Perut klien tampak simetris, Tidak ada bekas operasi, tidak ada
lesi
A : Bising usus 12 x/menit
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada oedem atau masa tidak ada
pembesaran hepar.
P : Tympani
Pada saat pengkajian system cairan dan elektrolit didapatkan
turgor kulit An. A masih baik
3.1.11 Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
Nama Hasil Rentang Normal Tanggal
Pemeriksaan Pemeriksaan
IgG (+)
IgM (-)
HB
14,7 gr/dl 13,0 – 16,0 gr/dl
HT
40,0 – 48,0 %
41,0 %
WBC
84 x 103/ul
150 – 400 103/ul
PLT
(+)
IgG (-)
IgM
3.1.12 Pemeriksaan tingkat perkembangan:
3.1.16 Penatalaksanaan
1) Therapy obat:
2) Paracetamol 3 x 1 tab 500 mg
3) Ranitidine 3 x 50 mg
4) Inf.Asering 500 ml tts 100 cc/jam
DATA FOKUS
ANALISA DATA
3. DS:
Ibu An. A mengatakan:
- Anaknya mengalami mimisan 4 hari Gangguan Resiko Perdarahan
sebelum masuk rumah sakit dan Koagulasi
hanya sekali (Tombositopenia)
DO:
- anak tampak lemah dan pucat
- Mukosa bibir tampak kering
- Pemeriksaan laboratorium:
- Plt: 95 x 103/ul (150 – 400 103/ul)
4. DS:
DO:
Tampak anak lemah dan pucat
Mukosa bibir tampak kering
Tampak anak hanya menghabiskan
¼ porsi makanan berat
An. A tampak kurus
BB : 12,8 kg, TB: 103 cm (BB
kurang )
IMT
Pemeriksaan laboratorium:
Hb: 14,6 gr/dl( 13,0 – 16,0 gr/dl
5 Ds : Agen Nyeri
pencederahan
- Ibu An.A mengatakan An. A selalu fisik
ketakutan saat perawat masuk
ruangan
- Ibu An. A mengatakan An.A selalu
menolak tindakan pengambilan darah
untuk pemeriksaan lab
Do :
6. DS:
- Keluarga pasien selalu menanyakan
bagaimana keadaan anak nya Kurang terpapar Ansietas
- keluarga mengatakan takut dengan informasi
keadaan anaknya
- ibu mengatakan ini merupakan
pertama kalinya anaknya masuk
rumah sakit
DO:
- keluarga pasien tampak cemas
dengan keadaan anaknya
- Keluarga An. A tampak sering
bertanya pada petugas kesehatan
mengenai keadaan anaknya
1 Hipertermi b.d proses Setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam Manajemen hipertermi
imflamasi , maka termoregulasi membaik dengan kriteria
hasil : Obeservasi
An .A demam S
38.6ᵒC - Termoregulasi membaik S 36.5ᵒc-37.5ᵒc - Monitor suhu tubuh
Kulit terasa hangat - Mukosa bibir kembali lembap - Monitor penyebab hipertermi ( dehidrasi )
Mukosa bibir kering - Status cairan membaik - Monitor haluaran urine
Teraupetik
Edukasi
Kolaborasi
3. Risiko perdarahan b.d Setelah diberikan intervensi selama 3x 24 jam Pencegahan Perdarahan
gangguan koagulasi , maka tingkar perdarahan menurun dengan
(trombositopenia) kriteria hasil : Observasi
Mimisan satu kali 4 hari
sebelum masuk rumah - Hemoglobin membaik : 13,0 – 16,0 gr/dl : Monitor tanda dan gejala perdarahan
sakit - Tekanan darah mebaik membaik Sistol Monitor nilai Hb, Plt,
107-113 mmhg diasto 69-73 Monitor koagulasi
- Lemah dan pucat - Trombosit membaik (150 – 400 103/ul) Terapeutik
- Plt: 95 103/ - Tekanan darah membaik
- Suhu tubuh membaik S 36.5ᵒc-37.5ᵒc - Pertahankan bed rest
- Batasi tindakan invasif
Edukasi
4. Risiko defisit nutrisi b.d Setelah diberikan intervensi selama 3x 24 jam, Manajemen Nutrisi
peningkatan kebutuhan maka status nutrisi membaik dengan kriteria
metabolisme hasil : Observasi
Traupetik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi
18. 25
Risiko 16.00 1. melakukan monitoring apakah an.A masih Subjektif:
perdarahan b.d mengalami mimisan (epistaksis) dan memonitor 1. ibu mengatakan anaknya hanya mengalami 1
gangguan tanda seta gejala pendarahan (perdarahan pada kali mimisan 4 hari sebelum masuk rumah
koagulasi hidung / mimisan, petekie) sakit dan selama dirumah sakit anaknya tidak
(trombositope ada mengalami mimisan namun masih
nia) 2. Melakukan analisa hasil laboratorium darah mengalami demam dan mual serta muntah
3
3. Plt: 95x 10 /ul dimana Trombosit An. A Objektif:
mengalami penurunan 150-400 103/ul 1. An.A tampak bed rest
2. an.A tampak pucat dan lemah
4. Menganjurkan an.A untuk tetap bed rest total 3. petekie (-)
4. gusi berdarah (-),
5. Menganjurkan ibu untuk memberikan anak 5. Hasil pemeriksaan laboratorium Plt 95x
asupan cairan yang cukup, 103/ul
6.Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan ( Analisis : Resiko perdarahan belum teratasi
16.15 tanda gejala perdarahan yaitu mimisan,feses
berwarna hitam, gusi berdarah ada peteke Planning : intervensi dilanjutkan
ditangan atau kaki ) 1. monitoring tanda-tanda pendarahan
16.20 2. Mempertahankan bedrest
7. Menganjurkan ibu untuk melaporkan ke perawat 3. Monitoring hasil labor Pemeriksaan
jika an.A kembali mimisan kembali atau BAB laboratorium
berdarah serta muntah berdarah
16. 40 8.Melakukan Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika perlu (tidak ada
diberikan obat)
defisit nutrisi 17.00 1. Mengidentifikasi alergi, klien tidak ada alergi Subjektif:
b.d terhadap obat maupun makanan 1. ibu mengatakan anaknya hanya
peningkatan menghabiskan ¼ porsi makan,
kebutuhan 2. Melakukan pemantauan asupan nutrisi an.A; 2. nafsu makan anaknya menurun.
metabolisme An.A hanya menghabiskan ¼ porsi 3. Ibu mengatakan An. A sering muntah
makanannya, nafsu makan menurun, serta sehabis makan
17.10 an.A tampak pucat.
Objektif:
3. Mengidenttifikasi kebutuhan kalori yang harus An. A tampak pucat
dipenuhi oleh tubuh an.A Diet makan yang An. A tampak letih,
harus dipenuhi jenis diet MBTKTP (makanan BB:12,8, TB 103 cm IMT : 7,57 (BB kurang)
berat tinggi kalori tinggi protein) An. A tampak hanya menghabiskan ¼ porsi
17.15 4. Melakukan analisa hasil Pemeriksaan makannya
laboratorium An. A Tampak kurus
Hb: 14,6 gr/dl ( dalam batas normal 13-16gr/
dl) A: defisit nutrisi belum teratasi
Ansietas b.d 17.20 1. Melakukan pendekatan pada ibu an.A untuk Subjektif :
kurang mencari tahu tingkat kecemasan yang Ibu An.A mengatakan cemas mengapa
terpapar dirasakannya terhadap kondisi anaknya. anaknya belum pulih
informasi 2. Menumbuhkan tingkat kepercayaan sang ibu ibu An. A mengatakan tidak mengetahui
17.25 bahwa kondisi anaknya akan segera pulih tentang penyakit An. A
3. Menjelaskan kepada ibu bahwa sakit yang Ibu mengatakan ini pertama kalinya An. A
dialami anaknya akan segera pulih jika asupan masuk rumah skait dna mengalami sakit
17.30 makanan dan cairan bisa tercukupi serta seperti ini.
mengkonsumsi obat yang dianjurkan dokter. Objektif:
4. Menganjurkan sang ibu untuk selalu Keluarga pasien tampak cemas dengan
menemani anaknya keadaan anaknya
keluarga terlihat sering bertanya mengapa
18.00 anaknya belum membaik
Assasment: Ansietas belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan
Memberi informasi tentang perkembangan
An.A selanjutnya
Memberikan informasi yang dapat
menenangkan mengurangi kecemasan
keluarga
Memberikan pendkes tentang dhf dan
lingkungan yang sehat
HARI/ SDKI JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TGL
Jum’at, Hipertermi b.d 05:00 1. Memonitor suhu tubuh Subjektif:
10/1/ proses Melakukan pemeriksaan suhu tubuh di aksila 1. Ibu mengatakan demam anaknya naik turun
2020 implamasi diadaptkan suhu tubuh demam S 37,8ᵒC 2. Ibu mengatakn An. A mau minum walau
2. Monitoring hasil lab WBC: 1,54 x 103/ul sedikit sedikit
leukosit An. A rendah ini dapat menyebabkan Objektif:
tubuh mudah terinfeksi bakteri 1. An. A masih demam S 37,8ᵒC
3. melonggarkan pakaian An.A saat An. A 2. WBC: 1,54 x 103/ul
demam 3. An. A masih lemah
4. Melakukan kompres hangat pada temporalis 4. Mukosa bibir A. A tampak kering
dan aksila An.A 5. An. A tampak tirah baring
5. Memberikan cairan oral pada An. A sebanyak
4 gelas / 1200 cc dari jam 14:00-20 :00 Assasment: Hipertermi teratasi sebagian
6. Mengingatkan kembali ibu untuk
mempertahankan tirah baring pada An. A agar Planning: iintervensi dilanjutkan
energy anak tidak terbuang sehingga anak 1. Pertahankan tirah baring
tidak letih 2. Beri komperes panas saat demam
7. Mengingatkan kembali n ibu An. A untuk 3. Longgarkan pakaian anak saat anak demam
sering memberi anaknya minum karena bisa 4. Anjurkan minum sedikit tapi sering
jadi demam diakibatkan oleh kurangnya
minum atau hedrasi sebanyak 2400 ( 8 gelas)
cc/24 jam
8. Berkolaborasi dengan tim medis pemberian
Pacacetamol 500 mg x 3 sehari mellaui oral
Hipovolemia 05.00 1. Melakukan monitoring status hidrasi Subjektif :
b.d kehilangan Memperiksa tanda dan gejala hipovolemik, 1. ibu mengatakan An. A sudah mau minum
cairan aktif 09.00 membran mukosa bibir klien kering, klien namun sedikit- sedikit
tampak lemah ,hematocrit mengalami 2. ibu mengatakan panas tubuh anaknya sudah
penurunan, dari hasil laboratorium klien turun
hematokrit klien 37,7 % 3. ibu mengatakan An. A masih tampak letih
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital Objektif:
TD: 100/80 mmHg 1. An. A masih tampak letih
N: 88 x/i 2. Mukosa bibir kring
RR: 29 x/i 3. Balannce Cairan: -60 cc
S: 37,70C 4. hematokrit klien 37,7 %
5. tanda-tanda vital
2. melakukan hitung balance cairan TD: 100/80 mmHg
Input: oral (1300 cc) + Paranteral (500 cc) N: 88 x/i
Input= 1800 cc RR: 29 x/i
05.30 Urin: 1000 cc + IWL: 860 cc/kg/jam S: 37,70c
Output: 1860cc
Balannce Cairan: -60 cc Assasment: hipovolemia belum teratasi
06.20
Risiko 05.30 1. melakukan monitoring apakah an.A masih Subjektif:
perdarahan b.d mengalami mimisan (epistaksis) dan Ibu mengatakan anaknya tidak pernah
gangguan memonitor tanda seta gejala pendarahan mengalami mimisan selama dirumah sakit
koagulasi 09.00 (perdarahan pada hidung / mimisan, petekie)
(trombositope
nia) 2. Melakukan analisa hasil laboratorium darah Objektif:
Plt: : 83x 103/ul dimana Trombosit An. A 1. An.A tampak bed rest
mengalami penurunan ( nilai normal 150-400 2. an.A tampak pucat dan lemah
103/ul ) 3. petekie (-)
3. Menganjurkan an.A untuk tetap bed rest total 4. gusi berdarah (-),
4. Mengingatkan kembali ibu untuk 5. Hasil pemeriksaan laboratorium 83 x 103/ul
memberikan anak asupan cairan yang cukup,
5. Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan ( Analisis : Resiko perdarahan teratasi sebagian
tanda gejala perdarahan yaitu mimisan,feses Planning : intervensi dilanjutkan
berwarna hitam, gusi berdarah ada peteke 1. monitoring tanda-tanda pendarahan
06.30 ditangan atau kaki ) 2. Mempertahankan bedrest
6. Mengingatkan kembali ibu untuk melaporkan 3. Monitoring hasil labor Pemeriksaan
ke perawat jika an.A kembali mimisan laboratorium
06.35 kembali atau BAB berdarah serta muntah
berdarah
7. Melakukan Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika perlu (tidak ada
diberikan obat)
06.40
Risiko defisit 06.35 1. Melakukan pemantauan asupan nutrisi an.A; Subjektif:
nutrisi b.d An.A sudah menghabiskan menghabiskan 1. ibu mengatakan anaknya sudah
peningkatan 1/2 porsi makanannya, nafsu makan sudah menghabiskan ½ porsi makan
kebutuhan meningkat 2. ibu mengatakan nafsu makan ananya sudah
metabolisme 2. Mengidenttifikasi kebutuhan kalori yang harus naik
dipenuhi oleh tubuh an.A, jenis diet MBTKTP 3. Ibu klien mengatakan klien tidak ada
06.45 (makanan berat tinggi kalori tinggi protein) muntah
3. Melakukan analisa hasil laboratorium darah Objektif :
Hb: 13,9 gr/dl 1. An. A masih tampak letih
Ht: 37,7 % 2. An. A tampak kurus
4. Mengingatkan kembali ibu untuk tetap 3. BB : 13kg TB : 103 cm
09.00 mempertahankan memberi anak makan sedikit 4. IMT : 7,60 9 ( Gizi Kurang )
tapi sering 5. Hb: 13,9 gr/dl
6. Ht: 37,7 %
7. TTV
TD: 100/80 mmHg
N: 88 x/i
RR: 29 x/i
S: 37,70C
P: intervensi dilanjutkan;
06.45 1. Melakukan pemantauan asupan nutrisi an.A
2. Melakukan analisa hasil Pemeriksaan
laboratorium
3. Monitoring BB an.A
Nyeri b.d 1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Subjektif
faktor frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri 1. Ibu An. A mengatakan An. A sudah sedikiit
fisiologis P : Nyeri timbul saat dilakukan tindakan lebih tenang saat pengambilan darah namun
invasif (pengambilan darah vena ) masih menangis
Q : Nyeri seperti ditusuk benda tajam 2. Ibu An. A mengatakan An. A menyukai film
R : Nyeri dibagian sisi dalam lepatan siku animasi yang di berikan oleh perawat
S : Skala nyeri 7 (menggunakan skala nyeri Objektif
wajah) 1. An. A tampak menangis saat dilakukan
T : nyeri dimulai pada saat jarum dimasukan tindakan invasif tetapi sudah tidak menjerit
kedalam kulit sampai ajrum dicabut kembali dan tampak kecemsan yang berlabihan
lamanya kurang lebih 30 detik
2. mengidentifkasi respon nyeri verbal dan non Analisis :Nyeri akut teratasi sebagain
verbal anak tampak menarik tangan dari
petugas saat dilakukan pengambilan darah Planning :Intervensi dialnjutkan
3. mempertimbangakan jenis dan sumber nyeri 1. Ciptakan lingkungan yang nayaman saat An.
dalam pemeliharaan strategi meredahkan A akan dilakukan tindakan Invasif
nyeri. 2. Berikan teknik nonfarmakologis Teknik
4. Membertimbangkan batasan nyeri pada anak Distraksi Audio Visual
sebelum diberikan teknik distraksi audio
visual
5. Jelaskan strategi pereda nyeri
menjelakan kepada keluarga teknik supaya
anak bisa teralihkan dari nyeri saat
pengambilan darah vena seperti teknik audio
visual, teknik pelukan
6. memberikan teknik distraksi audio visual (
film kartun Mr. Bean )
Ansietas b.d 06.20 1. Menjelaskan tentang tanda dan gejala Subjektif:
kurang DHF, serta proses terjadinya DHF 1. Ibu an.A mengatakan ia sudah paham
terpapar 2. menjelaskan faktor-faktor yang dapat mengenai kondisi anaknya, apa yang harus
informasi meningkatkan dan menurunkan motivasi ditingkatkan untuk masalah sakit DBD
06.25 perilaku hidup bersih dan sehat ( yang dapat
meningkatkan hidup bersih dan sehat Objektif:
dengan cara mencuci tangan setiap sebelum 1. Ibu tampak tidak cemas
06.30 atau sesudah melakukan aktivitas, 2. Ibu An. A menegrti apa yang sudah
disampaikan oleh perawat
membersihkan rumah. Yang dapat
Analisa :Masalah teratasi
menurunkan motivasi prilaku hidup bersih
dan sehat yaitu kurangnya partisipasi Planning :Intervensi dihentikan
07.00 keluarga dalam membersihkan lingkungan
rungan dan keluarga tidak mengajarkan
hidup bersih dan sehat kepada anak )
3. Memberikan kesempatan bertanya mengenai
penyekit DHF dan pencegahan penyakit
DHF dirumah
4. Menjelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan ( faktor yang
dapat mempengaruhi kesehatatan yaitu
lingkungan, bak mandi, genangan air jernih
banyak jentik-jentik nyamuk yang
mengakinatkan demam berdarah )
5. Mengajarkan perilaku hidup sehat (
mengajarkan kembali cara cuci tangan yang
benar, dan membuang sampah pada
tempatnya )
Analisa :
06.50 Resiko defisit nutrisi teratasi sebagian
3. INDIKASI
a. Anak yang merasakan
nyeri
b. Nyeri abdomen dengan
skala nyeri 0-3
c. Anak yang mengalami
skala nyeri 0-3 (nyeri ringan)
d. Anak yang mengalami
skala nyeri 4-6 (nyeri sedang)
4. KONTRAINDIKASI
a. Anak yang tidak sadar
(seperti : koma)
b. Anak yang terganggu
kejiwaannya
7 TAHAP KERJA
a. Berikan kesempatan pada
anak untuk bertanya jika
kurang jelas
b. Tanyakan keluhan anak
c. Menjaga privacy anak
d. Memuli dengan cara yang
baik
e. Mengatur posisi anak agar
rileks tanap beban fisik
f. Menberikan penjelasan
pada anak