Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Merebut Irian Barat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA DALAM

MEREBUT IRIAN BARAT


Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag Belanda pada
tanggal 23 Agustus sampai 2 September 1949, salah satu keputusan dalam konferensi tersebut
antara lain bahwa masalah Irian Barat akan dibicarakan antara Indonesia dengan Belanda satu tahun
setelah Pengakuan Kedaulatan. Dalam perjuangan merebut Irian Barat terjadi perbedaan penafsiran
antara Indonesia dengan Belanda. Pihak Indonesia menafsirkan bahwa Belanda akan menyerahkan
Irian Barat kepada Indonesia. Tetapi pihak Belanda menafsirkan hanya akan merundingkan saja
masalah Irian Barat. Dalam perjalanan waktu, Belanda tidak mau membicarakan masalah Irian Barat
dengan Indonesia. Untuk menghadapi sikap Belanda tersebut maka Indonesia melakukan berbagai
upaya untuk merebut kembali Irian Barat dengan berbagai cara sebagai berikut :

I.PERJUANGAN DIPLOMASI

a. Perundingan Bilateral Indonesia Belanda

Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni


Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang
anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat.
Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag
pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini tidak menghasilkan
penyelesaian masalah Irian Barat.

Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan
1954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat
kepada Indonesia sesuai hasil KMB.

b. Melalui Forum PBB

Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954
mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum
PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan
tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan
yang diperlukan untuk mendesak Belanda.

Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis
Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957.
Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang
diperlukan.

c. Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)


Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara
regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia
Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di
kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk
memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.

Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik
dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.

II. Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi

Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral,
Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain
pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia
mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.

a. Pembatalan Uni Indonesia Belanda

Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta melalui
forum PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI,
pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda Indonesia
yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia
secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan bentuk pembatalan terhadap
isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas,
partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI
belum lengkap / sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai
oleh Ratu Belanda.

Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan Indonesia Belanda,


berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan Undang Undang No. 13
tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya hubungan Indonesia Belanda
adalah hubungan yang lazim antara negara yang berdaulat penuh, berdasarkan hukum
internasional. Sementara itu hubungan antara kedua negara semakin memburuk, karena
:

1. terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia (APRA, Andi


Azis, RMS)

2. Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.

b. Pembentukan Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Maluku Utara)

Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian
Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17
Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan
daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.
c. Pemogokan Total Buruh Indonesia

Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena itu,
pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh
tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total
oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal
2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi
beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM
dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.

d. Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda

Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di


Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambil alihan
modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan secara
spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini.
Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur oleh pemerintah.
Pengambilalihan modal perusahaan perusahaan milik Belanda tersebut oleh pemerintah
kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.

e. Pemutusan Hubungan Diplomatik

Hubungan diplomatik Indonesia – Belanda bertambah tegang dan mencapai


puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan
Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul ”Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat
Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke 15,
tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkan pemutusan hubungan diplomatik
dengan Belanda.

Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki
penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan,
menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman ke
Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga
memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.

Karena itulah pemerintah RI mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk


mempersiapkan segala sesuatu kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.

4. Tri Komando Rakyat

a. Tri Komando Rakyat

Dalam pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30 September


1960, Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan perundingan-
perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan toleransi pu n
mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak memberikan
alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”

Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata


belum mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Pada bulan April 1961
Belanda membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang umum PBB September 1961,
Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan
Negara Papua, Belanda mendatangkan kapal induk ”Karel Doorman” ke Irian Barat.

Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB
XVI tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan
”Rencana Luns”.

menanggapi rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di
Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun utara
Yogyakarta, yang isinya :

1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda

2. Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia

3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum

b. Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat

Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu komando


operasi, yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”. Sebagai
panglima komando adalah Brigjend. Soeharto yang kermudian pangkatnya dinaikkan
menjadi Mayor Jenderal.

Panglima Komando : Mayjend. Soeharto

Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono

Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena

Kepala Staf Gabungan : Kolonel Ahmad Tahir

Komando Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai dua tujuan :

1. merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk mengembalikan


Irian barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia

2. mengembangkan situasi militer di wilayah Irian barat sesuai dengan perkembangan


perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah
daerah bebas de facto atau unsur pemerintah RI di wilayah Irian Barat
Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat strategi
dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :

1. Fase infiltrasi

Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962, dengan
memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah
bebas de facto.

2. Fase Eksploitasi

Dimulai pada awal Januari 1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan
mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos
pertahanan musuh yang penting.

3. Fase Konsolidasi

Dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara


mutlak di seluruh Irian Barat.

Sebelum Komando mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung dalam
Motor Boat Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun
kedatangan pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah pertempuran di Laut
Arafura. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB Macan Tutul berhasil
ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya komandan MTB Macan
Tutul Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)

Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald Kennedy merasa risau
dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan Uni Soviet ( PM. Nikita Kruschev )
kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda, menimbulkan
terjadinya ketegangan politik dunia, terutama pada pihak Sekutu (NATO) pimpinan Amerika Serikat
yang semula sangat mendukung Belanda sebagai anggota sekutunya. Apabila Uni Soviet telah
terlibat dan Indonesia terpengaruh kelompok ini, maka akan sangat membahayakan posisi Amerika
Serikat di Asia dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah Pasifik Barat Daya. Apabila pecah
perang Indonesia dengan Belanda maka Amerika akan berada dalam posisi yang sulit. Amerika
Serikat sebagai sekutu Belanda akan di cap sebagai negara pendukung penjajah dan Indonesia akan
jatuh dalam pengaruh Uni Soviet.

Untuk itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy mengirimkan
diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan pendekatan kepada
Indonesia – Belanda.

Sesuai dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan
penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal Bunker”.
Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :
”Belanda harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui
PBB dalam jangka waktu paling lambat dua tahun”

Usulan ini menimbulkan reaksi :

1. Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek

2. Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua
Merdeka

Anda mungkin juga menyukai