Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Merebut Irian Barat
Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Merebut Irian Barat
Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Merebut Irian Barat
I.PERJUANGAN DIPLOMASI
Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan
1954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat
kepada Indonesia sesuai hasil KMB.
Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954
mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum
PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan
tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan
yang diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis
Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957.
Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang
diperlukan.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik
dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral,
Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain
pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia
mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.
Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta melalui
forum PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI,
pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda Indonesia
yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia
secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan bentuk pembatalan terhadap
isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas,
partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI
belum lengkap / sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai
oleh Ratu Belanda.
Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian
Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17
Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan
daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.
c. Pemogokan Total Buruh Indonesia
Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena itu,
pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh
tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total
oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal
2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi
beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM
dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki
penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan,
menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman ke
Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga
memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.
Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB
XVI tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan
”Rencana Luns”.
menanggapi rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di
Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun utara
Yogyakarta, yang isinya :
1. Fase infiltrasi
Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962, dengan
memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah
bebas de facto.
2. Fase Eksploitasi
Dimulai pada awal Januari 1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan
mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos
pertahanan musuh yang penting.
3. Fase Konsolidasi
Sebelum Komando mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung dalam
Motor Boat Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun
kedatangan pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah pertempuran di Laut
Arafura. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB Macan Tutul berhasil
ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya komandan MTB Macan
Tutul Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)
Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald Kennedy merasa risau
dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan Uni Soviet ( PM. Nikita Kruschev )
kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda, menimbulkan
terjadinya ketegangan politik dunia, terutama pada pihak Sekutu (NATO) pimpinan Amerika Serikat
yang semula sangat mendukung Belanda sebagai anggota sekutunya. Apabila Uni Soviet telah
terlibat dan Indonesia terpengaruh kelompok ini, maka akan sangat membahayakan posisi Amerika
Serikat di Asia dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah Pasifik Barat Daya. Apabila pecah
perang Indonesia dengan Belanda maka Amerika akan berada dalam posisi yang sulit. Amerika
Serikat sebagai sekutu Belanda akan di cap sebagai negara pendukung penjajah dan Indonesia akan
jatuh dalam pengaruh Uni Soviet.
Untuk itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy mengirimkan
diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan pendekatan kepada
Indonesia – Belanda.
Sesuai dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan
penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal Bunker”.
Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :
”Belanda harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui
PBB dalam jangka waktu paling lambat dua tahun”
2. Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua
Merdeka