Sistem Dan Perkembangan Ekonomi Pada Masa
Sistem Dan Perkembangan Ekonomi Pada Masa
Sistem Dan Perkembangan Ekonomi Pada Masa
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi
terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara
daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi
yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959parlemen dibubarkan dan
Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawahdekrit presiden. Era "Demokrasi Terpimpin",
yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalahmasalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun,
cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
B. PERMASALAHAN
- Bagaimana sistem ekonomi masa demokrasi terpimpin.
- Bagaimana pemerintah mengatasi krisis ekonomi pada masa demokrasi terpimpin
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEHIDUPAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari
demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat
pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang
ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai
berikut.
1.
Tugas Depernas :
Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang
berencana
-
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan
Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan
tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah pembangunan
terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang
industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan. 1963
Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
2.
3.
3
Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai
keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh
Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi
kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.
1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo
negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan
negara-negara barat.
Kebijakan Pemerintah :
Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah
dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah
berat angka inflasi.
13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan
menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama
akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih
tinggi dari uang rupiah baru.
Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan
menyebabkan meningkatnya angka inflasi.
para pengusaha pribumi terlalu tergantung pada pemerintah. Mereka kurang bisa mandiri untuk
mengembangkannya usahanya.
Ketika Mr. Iskaq Tjokroadisuryo menjabat sebagai Menteri Perekonomian di bawah Kabinet Ali,
ia melanjutkan upaya-upaya untuk mengangkat peran para pengusaha pribumi. Belajar dari
kegagalan sebelumnya, maka pada masa Kabinet Ali I dikeluarkan model baru yang dikenal
dengan sebutan Sistem Ali-Baba, yakni kerja sama antar pengusaha pribumi (Ali) dengan
pengusaha nonpribumi (Baba). Ide ini pun mengalami kegagalan karena pengusaha nonpribumi
lebih berpengalaman dibandingkan pengusaha pribumi.
c. Gunting Syarifuddin
Gunting Syarifuddin dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950. Syarifuddin adalah seorang
Menteri Keuangan pada saat itu. Disebut Gunting Syarifuddin karena peraturan itu
mengharuskan pemotongan semua uang kertas yang bernilai Rp 2,50 ke atas menjadi dua
sehingga nilainya tinggal setengah. Melalui kebijakan itu, pemerintah berhasil mengumpulkan
pinjaman wajib dari rakyat sebesar Rp 1,6 Milyar. Disamping itu, pemerintah juga mengurangi
jumlah uang yang beredar.
Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang
bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri
Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahanRIS. Tindakan ini dilakukan pada
tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya
untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orangorang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang
beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat
pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang
direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi
Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat
dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya
sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit
khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih
terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan
mengurangi volume impor.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan
bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini
menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah
untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara
drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undangundang No. 24 tahun 1951.
8
9
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah
secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi
dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda
tersebut.
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti
menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan
ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir.
Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961
dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah
melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar
rupiah.
Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan
awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaanperusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
10
Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut
untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap).
Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan
rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana
pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum
mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin tetapi pada 1961-1962 harga barang-baranga naik
400%.
c.Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1.tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi.
Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka
inflasi.
https://www.emaze.com/@AQIWZFC/Perkembangan--Perekonomian-Indonesia