Sistem Dan Perkembangan Ekonomi Pada Masa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi
terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara
daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi
yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959parlemen dibubarkan dan
Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawahdekrit presiden. Era "Demokrasi Terpimpin",
yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalahmasalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun,
cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.

B. PERMASALAHAN
- Bagaimana sistem ekonomi masa demokrasi terpimpin.
- Bagaimana pemerintah mengatasi krisis ekonomi pada masa demokrasi terpimpin
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:

- Untuk mengetahui sistem ekonomi pada masa demokrasi terpimpin


- Untuk memahami usaha pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi pada masa demokrasi
terpimpin
1

BAB II
PEMBAHASAN
A. KEHIDUPAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari
demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat
pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang
ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai
berikut.
1.

Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional

Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka


dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959
dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.

Tugas Depernas :
Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang
berencana
-

Menilai Penyelenggaraan Pembangunan

Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan
Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan
tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah pembangunan
terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang
industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan. 1963
Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
2.

Penurunan Nilai Uang

Tujuan dilakukan devaluasi :


-

Guna membendung inflasi yang tetap tinggi

Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat

Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.

Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya


mengenai penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
-

Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50

Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100

Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000

Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan


ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para
pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan
keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi
murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki
uang. Hal ini disebabkan karena :
Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat
pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.

Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi


oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI
sedang mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.

3.

Kenaikan Laju Inflasi

Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :


Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami
kemerosotan.
-

Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan

Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar

Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada

Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan


dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil

3
Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai
keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh
Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi
kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.

Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:


Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam
melakukan pengeluaran.
Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO
(Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New
Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya
pada setiap tahunnya.
Dampaknya :

Inflasi semakin bertambah tinggi

Harga-harga semakin bertambah tinggi

Kehidupan masyarakat semakin terjepit

Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai


kekeurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa
-

Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.

1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo

negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan
negara-negara barat.
Kebijakan Pemerintah :
Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah
dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah
berat angka inflasi.
13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan
menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama
akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih
tinggi dari uang rupiah baru.
Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan
menyebabkan meningkatnya angka inflasi.

B. SISTEM EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


1. Sistem Ekonomi Liberal
Sebagai negara yang baru merdeka, kehidupan ekonomi Indonesia masih sangat terbelakang.
Upaya mengadakan pembangunan ekonomi untuk mengubah struktur ekonomi kolonial ke
ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Terdapat empat faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersendat-sendat
yaitu :
Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan dengan adanya gerakan

separatisme di berbagai daerah


Terlalu sering berganti kabinet menyebabkan program-program kabinet yang telah dirancang
tidak dapat dilaksanakan.
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi sehingga apabila
permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memilki tenaga ahli
dan dana yang diperlukan belum memadai.
Namun demikian, pemerintah telah mencoba upaya untuk memperbaiki ekonomi melalui
langkah-langkah berikut ini :
a. Nasionalisasi De Javasche Bank
Dalam Keterangan Pemerintah tanggal 28 Mei 1951 di depan DPR, dikemukakan rencana
Pemerintah mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Pada tanggal
19 Juni 1951, dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank. Tugas panitia tersebut adalah
mengajukan usul mengenai nasionalisasi, rencana undang-undang nasionalisasi, serta
merencanakan undang-undang yang baru mengenai Bank Sentral. Kemudian pemerintah
mengangkat Mr. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Presiden De Javasche Bankberdasarkan
keputusan Presiden RI No. 123 tanggal 12 Juli 1951. Sebelumnya, pemerintah telah
memberhentikan Dr. Houwink (WN Belanda) sebagai Presiden De Javasche Bank berdasarkan
Keputusan Presiden RI No. 122 tanggal 12 Juli 1951.
Pada tanggal 15 Desember 1951, diumumkan UU No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De
Javasche Bank N.V menjadi Bank Indonesia yang berfungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi. UU tersebut diperkuat lagi dengan dikeluarkannya UU No. 11 / 1953 dan Lembaran
Negara No. 40.
5
Dengan UU dan Lembaran Negara tersebut dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia yang mulai
berlaku tanggal 1 Juli 1953. Dengan dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia itu, semakin
kukuhlah Bank Indonesia sebagai bank milik pemerintah RI.
b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sumitro Djojohadikusumo berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada
hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru sehingga perlu mengubah struktur ekonomi
dari sistem kolonial ke dalam sistem ekonomi nasional. Sumitro mencoba memprektikan
pemikiran itu pada sektor perdagangan. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada
para pengusaha pribumi untuk berpartisipasi dalam membangun perekonomian nasional.
Program sistem ekonomi dari gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir,
ketika ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Program ekonomi Sumitro ini dikenal dengan
Program Ekonomi Gerakan Benteng atau lebih populer dengan sebutan Program Benteng.
Program Benteng dimulai pada bulan April 1950 dan berlangsung selama tiga tahun, yaitu pada
tahun 1950 1953.
Akan tetapi, program tersebut tidak berhasil mencapai tujuan. Ketidak-berhasilan itu disebabkan

para pengusaha pribumi terlalu tergantung pada pemerintah. Mereka kurang bisa mandiri untuk
mengembangkannya usahanya.
Ketika Mr. Iskaq Tjokroadisuryo menjabat sebagai Menteri Perekonomian di bawah Kabinet Ali,
ia melanjutkan upaya-upaya untuk mengangkat peran para pengusaha pribumi. Belajar dari
kegagalan sebelumnya, maka pada masa Kabinet Ali I dikeluarkan model baru yang dikenal
dengan sebutan Sistem Ali-Baba, yakni kerja sama antar pengusaha pribumi (Ali) dengan
pengusaha nonpribumi (Baba). Ide ini pun mengalami kegagalan karena pengusaha nonpribumi
lebih berpengalaman dibandingkan pengusaha pribumi.
c. Gunting Syarifuddin
Gunting Syarifuddin dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950. Syarifuddin adalah seorang
Menteri Keuangan pada saat itu. Disebut Gunting Syarifuddin karena peraturan itu
mengharuskan pemotongan semua uang kertas yang bernilai Rp 2,50 ke atas menjadi dua
sehingga nilainya tinggal setengah. Melalui kebijakan itu, pemerintah berhasil mengumpulkan
pinjaman wajib dari rakyat sebesar Rp 1,6 Milyar. Disamping itu, pemerintah juga mengurangi
jumlah uang yang beredar.

C. UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI


Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang
menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah
sebagai berikut.

Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang
bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri
Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahanRIS. Tindakan ini dilakukan pada
tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya
untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orangorang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang
beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat
pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang
direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi

Indonesia). Programnya adalah:

Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.


Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan
kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
7
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng
dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa
Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai
dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini
disebabkan karena :

Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.

Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.

Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.

Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat
dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya
sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit
khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih
terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan
mengurangi volume impor.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan
bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini
menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah
untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara
drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undangundang No. 24 tahun 1951.
8

Sistem Ekonomi Ali-Baba


Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali
I). Tujuan dari program ini adalah:

Untuk memajukan pengusaha pribumi.

Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.


Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka
merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan
non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non
pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan
untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia
agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usahausaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih
berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah
finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung
Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang
berisi:

Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.

Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.

9
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah
secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi
dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda
tersebut.
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti
menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan
ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir.
Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961
dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah
melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar
rupiah.

RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :

Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan
awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaanperusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
10
Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut
untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap).
Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan
rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana
pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:

Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.

Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.

Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.


Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga
meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut
masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
11

D. PERKEMBANGAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin. Presiden
secara langsung terjun dan mengatur perekonomian. Pemusatan kegiatan perekonomian pada
satu tangan ini berakibat penurunan kegiatan perekonomian.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas perekonomian Indonesia, pemerintah mengambil
beberapa langkah yang dapat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Lankah-langkah
yang ditempuh pemerintah adalah sebagai berikut :
a) Devaluasi Mata Uang Rupiah
Sebagai langkah pertama dalam usaha perbaikan keadaan ekonomi, maka pada tanggal 24
Agustus 1959 pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000,00 dan Rp 500,00 menjadi Rp
100,00 dn Rp 50,00. Mata uang pecahan seratus kebawah tidak didavaluasi. Tujuan devaluasi
ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Pemerintah juga
melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp
25.000,00. Namun demikian, tindakan pemerintah itu tidak dapat mengatasi kemunduran
ekonomi sehingga gambaran ekonomi tetap suram.
b) Menekan Laju Inflasi
Dalam upaya membendung inflasi, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No. 2 tahun 1959yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu
dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar agae dapat memperbaiki

kondisi keuangan dan perekonomian negara.


Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lain yang merupakan sumber-sumber
penting penerimaan negara mengalami kemosrotan . hal ini berpengaruh terhadap merosotnya
nilai mata uang rupiah. Akibatnya, pemerintah melakukan likuiditas terhadap semua sektor, baik
sektor pemerintah maupun sektor swasta. Keadaan ini merupakan kesempatan yang baik untuk
menertibkan setiap kegiatan pemerintah dan swasta yang sebelumnya tidak dapat dikendalikan.
Sementara itu, sejak tahun 1961 Indonesia secara terus-menerus membiayai kekurangan
neraca pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama
kalinya dalam sejarah keuangan, Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas dan
devisa, serta memperlihatkan saldo negatif sebesar 3 juta dollar AS. Walaupun demikian,
aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia tidak diatur lagi oleh bangsa asing melainkan
telah diatur oleh bangsa Indonesia sendiri.
12
c) Melaksanakan Pembangunan Nasional
Untuk melaksanakan pembangunan nasional, diperlukan modal dan tenaga ahli. Sementara
Indonesia tidak memiliki cukup modal dan tenaga ahli. Karena konfrontasi dengan Malaysia dan
memasuhi negara-negara Barat (Eropa Barat), maka bantuan modal dan tenaga dari luar negeri
sangat sulit diperoleh. Dengan demikian, pembangunan yang direncanakan tidak dapat
dilaksanakan dengan mulus sehingga belum dapat menaikkan taraf hidup rakyat.
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon) di
Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Deklarasi
Ekonomi itu adalahuntuk menciptakan ekonomi nasioanal yang bersifat demokratis dan bebas
dari imprealisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudahnya untuk
mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi
Indonesia berpegang pada sistem ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Dekon itu kemudian disusul dengan 14 peraturan pelaksanaan pada tanggal 26 Mei 1963 yang
lebih dikenal dengan Peraturan-peraturan 26 Mei . Deklarasi Ekonomi beserta peraturanperaturan pelaksanaannya ternyata tidak berhasil mengatasi kemerosotan ekonomi bahkan
memperberat beban hidup rakyat karena indeks biaya hidup semakin meningkat, harga barang
kebutuhan naik, dan juga laju inflasi sangat tinggi.
Kegagalan itu disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan
cara-cara politis.
Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan antara satu peraturan
dengan peraturan yang lainnya.
Tidak ada ukuran yang obyektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.
http://lananda365.blogspot.co.id/2014/05/makalah-ekonomi-pada-masa-demokrasi.html

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum
mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin tetapi pada 1961-1962 harga barang-baranga naik
400%.
c.Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1.tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi.
Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka
inflasi.
https://www.emaze.com/@AQIWZFC/Perkembangan--Perekonomian-Indonesia

Anda mungkin juga menyukai