K3 Sektor Informal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 59

HOME INDUSTRY PEMBUATAN SEPATU PROSPERO

LAPORAN

Diajukan untuk Mencapai Kompetensi Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan


Kerja Sektor Informal
Dosen Pengampu: Nissa Noor Annashr, S.KM., M.KM.

Disusun Oleh :

Maisyi Masturoh 174101005


Nurul Islah Azizah 174101016
Pepy Permata Putri 174101040
Siti Barkah 174101023
Rima Krismawanti 174101029

Kelas : A – 2017

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat-Nya penyusun


dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu. Keberhasilan penyelesaian laporan
ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Seluruh pekerja industri sepatu Prospero yang telah ikut berpartisipasi


dalam observasi ini.
2. Bapak pemilik Home Industri Sepatu Prospero yang telah memberikan ijin
bantuan selama melakukan observasi.
3. Ibu Nissa Noor Annashr, S.KM., M.KM. sebagai dosen pengampu mata
kuliah yang telah memberikan ilmu, arahan serta masukan-masukannya
dalam pencapaian kompetensi matakuliah ini.

Penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
diharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari
laporan ini kedepanya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Tasikmalaya, 21 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR… ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................................ 3
D. Manfaat .......................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5

A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ................................................................. 5


B. Industri Sektor Informal ................................................................................. 16

BAB III GAMBARAN PRODUKSI .................................................................. 17


A. Profil Usaha ..................................................................................................... 17
B. Bahan Baku...................................................................................................... 20
C. Proses Produksi................................................................................................ 24
BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................... 27
A. Identifikasi Masalah Kesehatan Lingkungan .................................................. 27
B. Aplikasi Produksi Bersih ................................................................................. 30
C. Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja ................................ 36
D. Identifikasi Keluhan Masyarakat ..................................................................... 38
BAB V PENANGANAN MASALAH ................................................................ 39

A. Penanganan Masalah Kesehatan Lingkungan ................................................ 39


B. Penanganan Masalah K3 ................................................................................ 42

BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 43


A. Simpulan ......................................................................................................... 43
B. Saran ................................................................................................................ 44

iii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46
LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap jenis dan tempat pekerjaan baik pada pekerja formal mauapun
informal memilki risiko yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pada
umumnya, para pekerja sektor informal kurang memiliki kesadaran dan
pengetahuan tentang bahaya di lingkungan kerjanya.
Selain masalah gizi, penyakit tidak menular, dan penyakit menular, para
pekerja informal juga memilki risiko keselamatan dan kesehatan terkait
pekerjaanya yang dapat mengganggu produktifitas mereka seperti kondisi
lingkungan kerja yang berbahaya, masalah kesehatan seperti gangguan otot
rangka, gangguan mata, telinga dan gangguan kesehatan kulit. Para pekerja
informal terpapar potensi bahaya pekerjaan dengan kecenderungan tidak ada
badan usaha ataupun pemilik yang secara langsung bertanggung jawab atas
kesehatan dan keselamatan kerja mereka terutama yang berhubungan dengan
berbagai penyakit dan gangguan akibat kesehatan dan kecelakaan kerja
(Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan BPS tahun 2016, bahwa sebanyak 26,74 persen penduduk
yang bekerja di Indonesia mempunyai keluhan kesehatan. Empat provinsi
dengan persentase penduduk yang bekerja yang mempunyai keluhan kesehatan
terendah merupakan provinsi yang berada di kawasan timur Indonesia, yaitu
Papua Barat (17,43 persen), Maluku (15,95 persen), Maluku Utara (15,55
persen), dan Papua (15,17 persen). Sedangkan presentasi tertinggi adalah Nusa
Tenggara Barat yaitu sebesar 34,76 persen.
Angka kecelakaan kerja menunjukan tren yang meningkat. Pada tahun
2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan sebanyak 123.041 kasus,
sementara itu sepanjang tahun 2018 mencapai 173.105 kasus dengan
didominasi oleh kasus-kasus kecelakaan kerja ringan di lingkungan pekerjaan
yang berkarakter pabrik (BPJS, 2019).

1
2

Dalam industri sektor informal seringkali penggunaan alat-alat dan bahan


produksi tidak memenuhi standar yang baik bahkan banyak juga industri sektor
informal yang menggunakan alat dan bahan yang berbahaya tanpa adanya alat
pelindung diri, dan sering sekali mengabaikan resiko kesehatan yang
diakibatkan dari alat-alat dan bahan produksi tersebut. Selain itu, tempat
produksi yang kurang memadai juga akan menimbulkan paparan yang lebih
besar terhadap pekerja. Pekerja yang bekerja di sektor informal pada umumnya
tidak memiliki kesadaran akan bahaya yang dapat timbul di lingkungan
kerjanya, hal ini dipengaruhi oleh kualitas dari pekerja di industri sektor
informal yang biasanya tingkat pendidikannya rendah dan tidak memiliki
kualifikasi khusus.
Salah satu industri sektor informal yang menyerap tenaga kerja cukup
banyak yaitu industri pembuatan sepatu. Bahan yang digunakan dalam proses
pembuatan sepatu salah satunya adalah lem. Dimana dalam lem ini terdapat
kandungan benzena dan toluena yang bersifat karsinogenik dan bisa berbahaya
pada kesehatan para pekerja jika terhirup secara terus-menerus.
Benzena dan toluena merupakan pelarut organik. Hampir semua pelarut
organik bersifat racun apabila terhirup atau tertelan dalam jumlah yang
melebihi ambang batas dan dapat menyebabkan iritasi kulit apabila terjadi
kontak dengan kulit. Pajanan yang terjadi secara terus menerus dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, dimana dampak kerusakannya bergantung
pada konsentrasi pelarut, durasi pajanan, dan toksisitas pelarut. Dampak
kesehatan yang timbul berupa kerusakan fungsi sistem syaraf pusat (central
nervous system/CNS). Gejala CNS ditandai dengan sakit kepala, kelelahan,
pusing, tidak sadarkan diri, hingga kematian (Khan et al., 2013) (Kumar
and Subhashini, 2015) dalam (Eva Laelasari dkk, 2018).
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa keluhan pekerja
cukup bervariasi. Secara garis besar keluhan pekerja dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu gangguan pernafasan (mual, batuk, pilek, sesak
nafas), gangguan pada sistem syaraf pusat (sakit kepala, tremor, kesemutan,
3

mata berkunang, sulit konsentrasi), iritasi pada membran yang disebabkan


kontak langsung dengan bahan kimia berbahaya (Eva Laelasari dkk, 2018).
Melihat banyaknya penggunaan bahan dan zat berbahaya yang terkandung
dalam bahan pembuatan sepatu dan keluhan-keluhan yang dialami para pekerja
pada penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengobservasi pembuatan
Sepatu Prospero yang berada di Jalan Tundagan, Linggajaya, Kota
Tasikmalaya. Peneliti ingin mengetahui proses, bahan yang digunakan,
penggunaan APD dan pengolahan limbah yang di hasilkan, yang dapat
berdampak pada pencemaran lingkungan, kesehatan pekerja dan masyarakat
sekitar pabrik tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam observasi ini adalah:
1. Bagaimana penerapan K3 pada industri sektor informal?
2. Bagaimana bahaya yang ada di lingkungan kerja pada industri sektor
informal?
3. Bagaimana efek yang ditimbulkan dari bahaya yang ada baik buat pekerja
maupun lingkungan pada industri sektor informal?
4. Bagaimana solusi dari masalah yang ada pada industri sektor informal?
5. Bagaimana solusi untuk menerapkan dan meningkatkan K3 pada industri
sektor informal?
C. Tujuan
Berdasarkan perumusan maslah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dal
observasi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penerapan K3 pada industri sektor informal.
2. Untuk mengetahui bahaya yang ada di lingkungan kerja pada industri
sektor informal.
3. Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari bahaya yang ada baik buat
pekerja maupun lingkungan pada industri sektor informal.
4. Untuk mengetahui solusi dari masalah yang ada pada industri sektor
informal.
4

5. Untuk mengetahui solusi dalam penerapan dan peningkatan K3 pada


industri sektor informal.
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka diharapkan observasi ini
mempunyai manfaat dalam pendidikan kesehatan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Adapun manfaat observasi ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil observasi ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:
a. Dapat memperluas dan memperdalam pengetahuan penulis mengenai
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada industri sektor
informal.
b. Menambah kepustakaan dalam bidang kesehatan, khususnya kesehatan
masyarakat dibidang K3 sektor informal di Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Siliwangi.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil observasi ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:
a. Dapat memberikan bahan masukan bagi para pihak yang berkepentingan
dan referensi peneliti berikutnya.
b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis,
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
yang diperoleh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai
sebuah pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan:
tenaga kerja dan manusia pada umumnya (baik jasmani maupun rohani),
hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil, makmur dansejahtera.
Sedangkan ditinjau dari keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja
diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya
mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan
sebagainya
a. Keselamatan (safety)
Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang
ditujukan untuk melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain;
melindungi peralatan, tempat kerja dan bahan produksi; menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan proses produksi.
b. Kesehatan (health)
Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan
psikologi individu (the degree of physiological and psychological well
being of the individual). Secara umum, pengertian dari kesehatan
adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk memperoleh kesehatan
yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan memberantas
penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja, dan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat (Isma Ismara dkk, 2014).
2. Tujuan Penerapan K3
Tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain :
a. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain
di tempat kerja.

5
6

b. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan


efisien.
c. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.
Dengan mempelajari materi diatas diharapkan dapat memahami dan
mengembangkan bangunan kebijakan K3, menetapkan dan mengembangkan
tujuan K3, membangun organisasi dan tanggung jawab pelaksanaan K3,
mengidentifikasi bahaya, menyiapkan Alat Pelindung Diri, memanfaatkan
statistik kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta mengembangkan
program K3 dengan mitra kerja (Isma Ismara dkk, 2014).
3. Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
03/Men/98 adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja diantaranya faktor
manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
faktor material seperti alat-alat kerja yang digunakan, faktor yang
diakibatkan sumber bahaya misalnya karena metode kerja yang salah atau
keadaan yang tidak aman dari keberadaan mesin atau peralatan, dan faktor
yang dihadapi misalnya kurangnya pemeliharaan mesin/peralatan sehingga
tidak bisa bekerja dengan sempurna.
4. Penyakit Akibat Kerja
Menurut Isma dkk tahun 2014 penyakit akibat kerja adalah penyakit
yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun
lingkungan kerja.
a. Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
1) Faktor Fisik
a) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
b) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi,
Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
c) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan
katarak
7

d) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis


e) Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan
terhadap sel tubuh manusia
f) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
g) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme,
Polineurutis
Pencegahan:
a) Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
b) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup
memadai.
c) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
d) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
e) Pelindung mata untuk sinar laser
f) Filter untuk mikroskop
1) Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil
samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat
padat, cair, gas, uap maupun partikel Cara masuk tubuh dapatmelalui
saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit danmukosa. Masuknya
dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi,
alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan
kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan
bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula
dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik,
desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan
cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap
kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis
kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).
Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
8

terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut


atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
a) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia
yangada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
b) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
c) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
d) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara
mata dan lensa.
e) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3) Faktor Biologi
a) Viral Desiases: rabies, hepatitis
b) Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC,
Tetanus
c) Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
Lingkungan kerja padaPelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-
kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari
pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang
menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV
dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan
kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan
Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi
pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di Rumah Sakit
mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada
9

dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan
menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan
yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai
peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
a) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi, dan desinfeksi.
b) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk
memastikan dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan
alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan
imunisasi.
c) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar
(Good Laboratory Practice).
d) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang
benar.
e) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius, dan spesimen secara benar.
f) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
g) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
h) Kebersihan diri dari petugas.
4) Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat
kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek
terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang,
perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat
10

konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut


dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan
Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis,
misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang
digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai
dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi
kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan
fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang kerja (low back pain)
5) Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan,
hubungan kerjakomunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton,
berulang-ulang, kerjaberlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan
terpencil).Manifestasinya berupa stress.Beberapa contoh faktor
psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
a) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan
menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di
laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan
yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-
tamahan
b) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
c) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan
atau sesama teman kerja.
d) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor
formal ataupun informal
5. Analisis Resiko K3
Menurut Ramli (2009) dalam Isma 2014, bahaya adalah segala
sesuatu termasuk situasi atas tindakan yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya.
11

a. Jenis bahaya, antara lain:


1) Bahaya Mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau
benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara
manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut,
potong, press, tempa, pengaduk dan lain-lain.
Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya
seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit,
menekan, dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat
menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit,
terpotong atau terkelupas.
2) Bahaya Listrik
Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari
energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya
seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di
lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari
jaringan listrik maupun peralatan kerja atau mesin yang
menggunakan energi listrik.
3) Bahaya Kimiawi
Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai
dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat
bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan
kimia antara lain keracunan yang bersifat racun (toxic), iritasi,
kebakaran, peledakan, polusi dan pencemaran lingkungan.
4) Bahaya Fisis
Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain:
a) Bising
b) Getaran
c) Suhu panas atau dingin
d) Cahaya atau penerangan
e) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultraviolet atau infra merah.
12

5) Bahaya Biologis
Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang
bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat
di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Faktor bahaya
ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi, pertanian, kimia,
pertambangan, pengolahan minyak dan gas bumi.
6. Pengendalian Resiko Bahaya K3
Pengendalian resiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki
Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian resiko
adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian resiko
yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara
berurutan. Di dalam hirarki pengendalian resiko terdapat 2 (dua)
pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan ”Long Term Gain” yaitu pengendalian berorientasi
jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian
substitusi, eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan,
administrasi dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat
pelindung diri.
b. Pendekatan ”Short Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi
jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan
pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yag
bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan
pengendalian resiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri
menuju ke atas sampai dengan substitusi (Tarwaka, 2008) dalam
(Isma, 2014).
Hirarki Pengendalian Resiko merupakan suatu urutan-urutan
dalam pencegahan dan pengendalian resiko yang mungkin timbul
yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Salah satunya
dengan membuat rencana pengendalian antara lain :
a. Eliminasi (Elimination)
13

Eliminasi merupakan suatu pengendalian resiko yang


bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai
pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai dengan
memindahkan obyek kerja atau sistem kerja yang berhubungan
dengan tempat kerja yang tidak dapat diterima oleh ketentuan,
peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Cara pengendalian
yang baik dilakukan adalah dengan eliminasi karena potensi
bahaya dapat ditiadakan.
b. Substitusi (Substitution)
Cara pengendalian substitusi adalah dengan menggantikan
bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan
bahanbahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih
aman.
c. Rekayasa Teknik (Engineering Control)
Pengendalian rekayasa teknik termasuk merubah struktur
obyek kerja untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya.
Cara pengendalian yang dilakukan adalah dengan pemberian
pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur
pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik,
pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang
menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-lain.
d. Isolasi (Isolation)
Cara pengendalian yang dilakukan dengan memisahkan
seseorang dari obyek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin
produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote
control.
e. Pengendalian Administrasi (Admistration Control)
Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menyediakan
suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang
terpapar potensi bahaya yang tergantung dari perilaku pekerjanya
14

dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya


pengendalian administrasi ini. Metode ini meliputi penerimaan
tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani,
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk
mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja,
pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training
K3.
f. Alat Pelindung Diri (Administration Control)
Alat pelindung diri yang digunakan untuk membatasi antara
terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima oleh
tubuh.
7. Fisiologi Kerja
Fisiologi kerja adalah ilmu fisiologi yang secara khusus
mempelajari dan menerapkannya untuk manusia. Secara fisiologi,
bekerja adalah hasil kerja sama dalam koordinasi yang baik dari
semua indra (mata, telinga, peraba, perasa dan sebagainya), otak,
susunan saraf pusat, dan perifer serta otot. Peredaran darah ke otot
melakukan pertukaran zat yang diperlukan dan yang dibuang. Oleh
karena itu, jantung, paru, hati, usus, ginjal dan sebagainya menunjang
proses pelaksanaan kerja.
Dalam hal bekerja menggunakan peralatan kerja atau mesin,
maka ukurannya harus diserasikan dengan ukuran tubuh. Kemudian
berkembang ilmu antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran-ukuran
tubuh baik dalam keadaan statis maupun dinamis. (Soedirman dan
Suma’mur Prawirakusumah, 2014).
8. Ergonomi
Menurut Soedirman dan Suma’mur Prawirakusumah, 2014
ergonomi adalah kata yang berasal dari Bahasa Yunani, yaitu ergos
artinya kerja dan nomos artinya aturan atau hukum alam. Jadi,
ergonomi berarti aturan kerja atau hukum kerja alami yaitu aturan
15

dalam bekerja agar mengeluarkan tenaga sekecil-kecilnya untuk


mendapatkan hasil sebesar-besarnya.
Jadi, ergonomi pada hakikatnya berarti ilmu tentang kerja, yaitu
bagaimana pekerjaan dilakukan dan bagaimana bekerja lebih baik,
sehingga ergonomi sangat berguna dalam desain pelayanan atau proses.
Dengan demikian, ergonomi membantu menentukan bagaimana
digunakan, bagaimana memenuhi kebutuhan, dan membuat nyaman
serta efisien. Ada beberapa bentuk efisien yaitu :
a. Mengurangi kekuatan yang diperlukan, sehingga sesuatu kegiatan
atau proses dilaksanakan menggunakan tenaga yang lebih sedikit
secara fisik.
b. Mengurangi jumlah langkah atau tahapan dalam suatu usaha agar
dapat lebih cepat untuk menyelesaikan.
c. Mengurangi jumlah suku cadang dalam perbaikan suatu mesin atau
alat.
d. Mengurani jumlah latihan yang diperlukan, misalnya menjadikan
tenaga kerja lebih intuitif dan menjadikan lebih banyak orang yang
berkualitas melaksanakan tugas tanpa latihan.
Penerapan ergonomi dalam kerja dapat mengurangi beban
kerja. Beban kerja dapat diukur dengan evaluasi fisiologis, evaluasi
psikologis, atau cara-cara tidak langsung. Selanjutnya dianjurkan
untuk modifikasi beban kerja dan beban kerja tambahan yang sesuai
dengan kapasitas atau kemampuan kerja, dengan tujuan untuk
menjamin kesehatan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas.
Evaluasi kapasitas kerja dengan beban kerja harus memperhatikan
kegiatan fisik, yaitu:
a. Intensitas kerja.
b. Tempo kerja
c. Jam kerja dan waktu istirahat.
d. Pengaruh kondisi lingkungan (suhu, kelmbapan, kecepatan gerakan
udara, bising, penerangan, warna, debu, gas, dan sebagainya).
16

e. Data biologis (modifikasi makan dan minum, pemulihan sesudah


tidur dan istirahat, perubahan kapasitas kerja karena usia).
f. Kekhususan jenis pekerjaan (adanya getaran mekanik, kerja
malam, kerja bergilir).

B. Industri Sektor Informal


Sektor informal menurut pengertian Badan Pusat Statisik adalah
perusahaan non direktori dan rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja kurang
dari 20 orang. Sektor informal mempunyai ciri-ciri khusus antara lain bekerja
pada diri sendiri, bersifat usaha keluarga, jam kerja dan gaji tidak teratur,
pekerjaan sering dilakukan di rumah, tidak ada bantuan pemerintah dan sering
tidak berbadan hukum. Kelompok pekerja informal ada yang terorganisisr dan
ada yang tidak terorganisir.
Manakala seorang pekerja sektor informal bekerja, kesehatan dan
keselamatan kerjanya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Beban pekerjaan, baik berupa beban fisik, mental, sosial, termasuk juga
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya dan lain-lain.
2. Kapasitas pekerja, banyak tergantung pada tingkat pendidikan, tingkat
keterampilan, kebugaran jasmani, standar fisik, asupan gizi dan sebagainya.
3. Lingkungan kerja seperti faktor cuaca, listrik, radiasi, kimia, biologi,
maupun faktor psikososial seperti interaksi antar pekerja, atasan dan
bawahan, pekerja dengan masyarakat dan lain-lain.
BAB III
GAMBARAN PRODUKSI

A. Profil Usaha

Gambar 3.1 Pabrik Sepatu Prospero Tampak Depan

Nama Perusahaan : Prospero


Nama Pemilik : Irsan Nurmansyah
Alamat Industri : Jln. Tundagan, Linggajaya Kota Tasikmalaya
Tahun Berdiri : 2015
1. Sejarah Perusahaan
Usaha yang didirikan oleh Irsan Nurmansyah berawal dari tahun
2015. Awalnya beliau membantu usaha yang didirikan oleh ayahnya,
usaha yang dijalankan oleh ayahnya sama seperti usaha yang sedang
dijalankan oleh beliau sekarang yaitu pembuatan sepatu. Setelah beliau
mempelajari dan mengetahui proses pembuatan sepatu secara keseluruhan
dan mempunyai ilmu yang mumpuni tentang pembuatan sepatu akhirnya
beliau membuka usaha sendiri pabrik sepatunya yang diberi nama
Prospero.
Penjualan sepatu prospero ini awalnya dilakukan dirumahnya
sendiri dan via online, beliau belum membuka toko khusus tempat

17
18

penjualan sepatu prospero. Seiring berjalannya waktu, pada tanggal 18


April tahun 2019 beliau akhirnya membuka toko sendiri untuk
memasarkan sepatu prospero yang beralamat di Jalan Paseh No 87 Kota
Tasikmalaya.
2. Manajemen
Pimpinan tertinggi di home industry pembuatan sepatu prospero
adalah pemilik home industry yang merupakan penanggung jawab dari
seluruh proses kegiatan yang ada di home industry ini. Home industry ini
tidak memiliki bagian-bagian tertentu seperti perusahaan besar yang
mempunyai banyak staf dan karyawan.
Semua pekerja difokuskan untuk bekerja dibidang produksi
sedangkan bidang pemasaran yang bertugas adalah pemilik home industry
ini sendiri. Pekerja dibagi ke dalam beberapa tahapan pembuatan, yang
pertama pembuatan desain dan pola dilakukan oleh satu orang, penjahitan
bahan sampai membentuk muka sepatu dilakukan oleh dua orang,
penggabungan atasan dan bawahan sepatu dilakukan oleh dua orang,
finishing dilakukan oleh satu orang dan pada tahap packing dilakukan
oleh satu orang pekerja.
3. Sumber Daya Manusia
Pekerja di home industry pembuatan sepatu Prospero berjumlah
tujuh orang dengan pembagian kerja disetiap tahap pembuatannya, satu
orang pekerja laki-laki yaitu Nanang ditempatkan ditahap pembuatan
desain dan pola, dua orang pekerja laki-laki yaitu Rusli dan Mulyadi
ditempatkan ditahap penjahitan bahan sampai membentuk muka sepatu,
dua orang pekerja laki-laki yaitu Atep dan Emin ditempatkan ditahap
penggabungan muka sepatu dan bawahan, satu orang pekerja laki-laki
yaitu Irfan ditempatkan ditahap finishing, satu orang pekerja perempuan
yaitu Ima ditempatkan ditahap packing dan admin.
Dalam home industry pembuatan sepatu ini tidak ada syarat
Pendidikan minimal untuk bekerja di home industry ini. Pembuatan sepatu
ini membutuhkan keahlian khusus oleh karena itu pekerja diberikan
19

pelatihan sebelum menjadi pekerja tetap di home industry ini. Perekrutan


pekerja di home industry ini tidak menggunakan tahapan-tahapan tertentu
seperti di perusahaan besar, tidak ada kesepakatan tertulis mengenai
kontrak kerja antara pemilik dan pekerja.
Upah yang diberikan oleh pemilik bersistem borongan untuk
pekerja pada tahap pembuatan muka sepatu dan penggabungan muka
sepatu dan bawahan, sedangkan untuk pekerja pada tahap finishing,
packing dan pembuatan pola, upah diberikan sesuai dengan UMR
Tasikmalaya. Semua pekerja diberi upah setiap satu minggu sekali.
Pekerja yang diberikan upah dengan sistem borongan mempunyai
waktu kerja yang tidak dibatasi sehingga mereka bisa bekerja dalam waktu
24 jam. Sedangkan pekerja yang diberikan upah sesuai UMR mempunyai
waktu kerja dimulai dari jam 08:00 sampai jam 16:00. Semua pekerja
bekerja 6 hari dalam seminggu kecuali tanggal merah. Apabila ada pekerja
yang sakit, perusahaan memberikan uang jaminan untuk memeriksakan
keluhan yang dirasakan pekerja dan memberikan keringanan pada pekerja
untuk tidak masuk kerja sampai sembuh kembali.
4. Fasilitas Industri
Fasilitas yang diberikan oleh perusahaan meliputi fasilitas untuk
menunjang proses produksi dan fasilitas untuk para pekerja, fasilitas
tersebut antara lain:
a. Bangunan Tempat Produksi
Tempat produksi sepatu Prospero ini bertempat dirumah pemilik
perusahaan. Tempat produksi ditempatkan di lantai dua dan tempat
penyimpanan sepatu yang telah dipacking disimpan dilantai satu.
Keadaan bangunan tempat produksi ini gelap sehingga setiap saat
lampu harus dinyalakan ketika proses pembuatan sepatu.
b. Toilet
Perusahaan ini memberikan fasilitas berupa toilet yang bisa
digunakan oleh para pekerja. Keadaan toilet di pabrik ini gelap serta
20

warna dindingnya pun gelap, sehingga mungkin saja disukai oleh


nyamuk.
c. Ruangan Tempat Istirahat
Pekerja yang mempunyai sistem kerja borongan bisa menggunakan
tempat berupa ruangan kecil yang disekat dari ruangan tempat
produksi untuk beristirahat sejenak dan bisa juga digunakan untuk
pekerja yang tidak bisa pulang ke rumah untuk tidur ditempat ini,
karena tidak semua pekerja pulang ke rumah tiap hari.
d. Alat Pelindung Diri (APD)
Perusahaan telah memberikan APD kepada pekerja berupa masker,
bidal dan ear plug. Namun, pekerja pada saat pelaksanaan kerjanya
tidak menggunakan semua APD itu dengan alasan mengganggu proses
pekerjaan ketika digunakan.
e. Jaminan Kesehatan
Perusahaan memberikan jaminan kesehatan bagi pekerja jika ada
yang sakit untuk memeriksakan kesehatan ke fasilitas kesehatan.
Perusahaan memberikan keringanan kepada para pekerja yang sakit
untuk tidak masuk kerja sampai sembuh kembali.

B. Bahan Baku
1. Bahan Utama
a. Bahan kulit asli
Bahan utama untuk pembuatan sepatu salah satunya adalah bahan
kulit asli, bahan ini didapatkan dari Jakarta. Bahan kulit ini pun tidak
melalui proses penyamakan di pabrik Prospero, melainkan membeli
bahan kulit yang sudah disamak sebelumnya.
b. Bahan Kulit Imitasi
Bahan kulit imitasi adalah kulit yang tidak menggunakan kulit
hewan, kulit imitasi telah dibuat berbagai macam jenis yang sangat
mirip dengan kulit yang aslinya. Ada berbagai macam warna dan jenis
bahan kulit imitasi diantaranya ada yang polos dan bermotif.
21

c. Tekson
Bahan tekson adalah bahan dasar yang digunakan dalam
pembuatan desain dan pola serta insole.
2. Bahan Pembantu
a. Outsole
Outsole merupakan bahan berupa karet dan bagian terluar dari
sepatu. Outsole diperuntukan untuk melindungi seluruh bagian kaki
terutama telapak kaki.
b. Insole
Insole adalah sebuah lapisan bahan yang berada diantara sole dan
telapak kaki. Insole ini berfungsi agar kaki tidak sakit ketika
menginjak/ memakai sepatu, karena bahan dari insole ini empuk.
c. Sulas
Sulas merupakan acuan yang digunakan dalam pembentukan
sepatu sehingga sepatu bisa terbentuk sesuai yang pola yang dibentuk.
Sulas ini digunakan ketika sepatu akan dibentuk atau pada tahap
penyatuan muka sepatu dengan bawahan menggunakan lem, ketika lem
sudah kering maka sulas ini dilepaskan dari sepatu.
d. Pola
Pola merupakan bahan pembantu yang paling penting karena
bentuk sepatu tergantung dari pola yang dibuat. Pola ini digunakan
sebagai acuan pembentukan sepatu mulai dari insole dan muka sepatu.
e. Lem
Lem merupakan bahan perekat yang digunakan baik pada tahap
penjahitan muka sepatu, penyatuan muka sepatu dengan bawahan serta
pada tahap finishing. Hampir dalam semua tahapan ada penggunaan
lem, lem yang digunakan adalah lem gold bond dan lem fox.
f. Pengeras (Bahan Keras)
Bahan keras merupakan berupa bahan yang digunakan untuk
memperkeras muka sepatu supaya terbentuk seperti sepatu pada
22

umumnya. Bahan keras ini digunakan diantara bahan kulit dengan


bahan lapisan dalam.
g. Lapisan bagian dalam
Lapisan bagian dalam merupakan lapisan yang dipasang pada
muka sepatu bagian dalam. Lapisan bagian dalam ini berupa kain atau
bahan lain yang berfungsi agar sepatu terlihat rapih dan nyaman
dipakai. Berfungsi melindungi kaki pemakai agar tidak lecet oleh
bahan yang digunakan dibagian luar.
h. Wash Bensin
Wash bensin digunakan untuk membersihkan sepatu dari sisa-sisa
lem dan debu bekas proses produksi serta digunakan untuk
melenturkan bahan keras.
i. Benang
Benang digunakan pada tahap pembuatan muka sepatu lebih
tepatnya pada proses penjahitan bahan sampai membentuk muka
sepatu. Warna benang yang digunakan disesuaikan dengan warna
bahan yang akan dijahit.
3. Energi
Energi yang digunakan dalam industri pembuatan sepatu ini ialah
energi listrik yang digunakan untuk menjalankan mesin jahit, mesin seset,
dan mesin gurinda serta berfungsi untuk menerangi ruangan pekerja dan
memebantu dalam proses pekerjaan para pekerja baik siang maupun
malam.
4. Alat
Alat yang digunakan dalam proses pembuatan sepatu terdiri dari:
a. Gunting
Gunting merupakan alat untuk memotong bahan-bahan dalam
pembuatan sepatu ini, baik bahan yang akan dijahit maupun bahan
lainnya.
b. Pisau seset
23

Pisau seset ini digunakan untuk bahan pengeras yang dijadikan


dalaman dalam sepatu. Pisau seset ini berfungsi untuk menipiskan
bahan-bahan yang perlu ditipiskan baik itu bahan pengeras maupun
yang lainnya.
c. Palu
Palu merupakan alat untuk memukul paku atau sejenis logam. Palu
ini digunakan pada tahap penyatuan muka sepatu dengan insole dan
outsole.
d. Gegep
Gegep merupakan alat untu menarik bahan sepatu pada proses
penyatuan atasan dan bawahan sepatu sehingga bahan muka sepatu
bisa merekat sempurna pada bawahan (insole dan outsole).
e. Paku
Paku merupakan alat yang digunakan untuk merekatkan muka
sepatu pada acuan sulas agar muka sepatu terbentuk sempurna sesuai
pola dan tidak kendor.
f. Hampelas
Hampelas merupakan alat yang berguna untuk memperhalus
permukaan bahan atau yang lainnya sehingga bahan bisa mudah untuk
dibentuk.
g. Mesin jahit
Mesin jahit berfungsi untuk menjahit bahan-bahan yang perlu
dijahit dalam proses pembuatan sepatu.
h. Mesin seset
Mesin seset merupakan alat seset yang digunakan untuk
mentipiskan bahan yang keras supaya lebih mudah dibentuk.
i. Mesin gurinda
Mesin gurinda merupakan mesin yang digunakan untuk
menghaluskan dan membentuk outsole yang akan digunakan sebagai
bawahan sepatu.
j. Pensil
24

Pensil merupakan alat tulis yang digunakan untuk pembuatan


desain dan pola.
k. Penggaris/ Meteran
Penggaris/ meteran merupakan alat ukur yang digunakan untuk
mengukur panjang ukuran dalam tahap pembuatan desain dan pola
yang nantinya bisa untuk menentukan ukuran sepatu sesuai nomor pada
sepatu.

C. Proses Produksi
Ada beberapa tahapan dalam pembuatan sepatu yaitu terdiri dari:
1. Pembuatan Desain dan Pola
Pembuatan desain dan pola dilakukan oleh tukang tores. Pada
tahap ini, pola digambar pada bahan tekson, dibentuk sesuai bagian-bagian
yang nantinya akan dibuat menjadi muka sepatu dan alas (insole). Setelah
pola terbentuk maka selanjutnya menjiplak pola yang telah dibentuk pada
bahan tekson pada bahan kulit, bahan kulit yang sudah diberi pola
digunting/ dipotong.

Gambar 3.1 Pembuatan desain dan pola

2. Penjahitan Bahan Sampai Membentuk Muka Sepatu


Pada tahap ini dilakukan penyatuan bahan-bahan yang sudah
dipola sampai membentuk muka sepatu dengan cara dijahit. Pada tahap ini
juga terdapat proses pengeleman bahan keras yang dimasukan diantara
bahan kulit dengan bahan lapisan bagian dalam.
25

Gambar 3.2 Penjaitan Bahan

3. Penggabungan Muka Sepatu dengan Outsole dan insole (assembling)


Setelah atasan/ muka sepatu selesai dibuat, maka tahap selanjutnya
dilakukan penggabungan antara muka sepatu dengan insole serta outsole
sampai membentuk sepatu yang sesungguhnya. Sebelumnya terdapat tahap
pembuatan insole dan outsole.
a. Insole : Bahan yang digunakan pada pembuatan insole yaitu tekson
dan spon EVA. Tekson dan spon EVA yang telah dipola pada tahap
pertama dilem dan disatukan menjadi insole sepatu.
b. Outsole : Outsole menggunakan bahan sudah jadi yang dibeli diluar
kota, namun outsole yang sudah jadi tersebut melalui tahapan
penghalusan menggunakan mesin gurinda.

Setelah insole, outsole dan muka sepatu sudah siap, maka dilakukan
penyatuan bahan tersebut, berikut rangkaian penyatuannya:

a. Muka sepatu dibentuk dengan acuan sulas, muka sepatu ditarik dan
dilakukan pemakuan serta pengeleman, dan disimpan sampai lem
kering. Pemakuan dan penarikan dilakukan agar muka sepatu tidak
kendor dan rapih.
b. Setelah lem kering, dilakukan pencabutan paku lalu dilakukan
penyatuan muka sepatu tersebut dengan insole dan outsole
menggunakan lem.
26

c. Lalu disimpan sampai kering, setelah kering dilakukan pelepasan


sepatu yang semi jadi dari acuan sulas.

Gambar 3.3 Tahap assembling


4. Finishing
Dalam tahap ini, dilakukan pembersihan sepatu yang sudah semi
jadi dari sisa-sisa lem bekas proses produksi dari awal. Pada tahap ini juga
ada penempelan tatakan dan nomor.

Gambar 3.4 Tahap Finishing

5. Packing
Setelah proses finishing, maka selanjutnya tahap packing. Pada
tahap ini sepatu yang sudah bersih dan rapih dimasukan ke dalam dus-dus
khusus sepatu dan sepatu siap untuk dipasarkan.
BAB IV
IDENTIFIKASI MASALAH

A. Identifikasi Masalah Kesehatan Lingkungan


1. Aspek Fisik
a. Kebisingan
Pada beberapa tahapan produksi terdapat mesin yang
mengeluarkan bising seperti mesin jahit, mesin seset dan mesin
gurinda. Ketika mesin-mesin tersebut digunakan maka mesin tersebut
akan mengeluarkan bising dan getaran pada pekerja yang
menggunakan mesin tersebut, yang sering kali membuat pekerja
kesemutan. Selain itu juga, pada proses assembling terdapat tahapan
untuk meluruskan besi yang digunakan untuk penyangga agar sepatu
terbentuk sesuai pola dan acuan (sulas), pada saat proses pelurusan besi
tersebut akan ada suara bising yang dikeluarkan yang terkadang
membuat telinga pekerja berdengung dan harus berbicara keras.
b. Limbah
1) Limbah EVA (Ethylene Vinyl Acetate)
Limbah yang di hasilkan pada semua proses produksi, berupa
sisa potongan bahan yang digunakan salah satunya yaitu limbah
EVA (Ethylene Vinyl Acetate). Limbah EVA merupakan salah satu
bahan berupa karet atau karet busa yang digunakan sebagai alas
pembuatan sepatu. Limbah EVA tidak dapat terdegradasi oleh
microba apabila hanya di buang dan ditimbun dalam tanah. Karena
racun yang terdapat dalam limbah EVA dapat mengganggu
kelestarian lingkungan hidup.
2) Limbah Kulit Imitasi
Produksi sepatu ini menggunakan bahan kulit imitasi. Kulit
imitasi merupakan material lama terurai kira kira 100-500 tahun
karena terbuat dari PVC atau polyvinyl clorida maupun PU atau
polyuretan sehingga jika limbah tersebut tidak diolah dengan baik

27
28

dapat membahayakan lingkungan setempat seperti menjadi polusi


tanah, polusi air, dan jika di bakar akan menjadi polusi udara yang
asapnya akan mengganggu pernapasan.
3). Limbah Serbuk
Pada salah satu tahap produksi terdapat proses yang
mengunakan mesin gurinda,dimana mesin gurinda ini digunakan
untuk memperhalus dan membentuk outsole, sehingga terdapat
limbah serbuk yang dihasilkan dari proses ini. Proses ini dikerjakan
di ruangan yang kecil dan tertutup hal tersebut dilakukan dengan
alasan untuk meminimalisir limbah serbuk yang dihasilkan supaya
tidak keluar dan mencemari udara lingkungan sekitar. Namun, hal
tersebut malah akan berdampak pada para pekerja, karena pekerja
tersebut berada di ruangan dan menghirup udara yang penuh
limbah serbuk tersebut, pada proses ini ada penggunaan kipas angin
dengan tujuan agar limbah serbuk tidak terhirup oleh pekerja,
namun karena ventilasi yang kurang limbah serbuk tersebut tetap
bersirkulasi di ruangan dan tetap terhirup oleh pekerja.
c. Radiasi
Admin di pabrik sepatu ini menggunakan komputer dan telepon
seluler untuk menunjang pekerjaannya dalam melayani costumer.
Radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan layar komputer dan
handphone secara terus menerus dapat berdampak pada kesehatan,
terutama kesehatan mata.
d. Kelembaban
Ruangan yang digunakan pada produksi sepatu gelap dan kurang
pencahayaan, dan ventilasi sehingga hal tersebut membuat ruangan
lembab dan dapat mengakibatkan adanya pertumbuhan jamur.
e. Pencahayaan
Kurangnya ventilasi di ruangan tempat produksi membuat
kurangnya cahaya yanag masuk ke ruangan. Dampak yang dapat
timbul dari kurangnya pencahayaan di tempat kerja adalah kelelahan
29

mata, yang ditandai dengan ketegangan pada mata, kondisi pandangan


yang tidak nyaman mata berair, kelopak mata berwarna merah,
penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan
kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun. Hal ini dapat
menghambat produktifitas pekerja karena penggunaan indera
penglihatan dalam proses bekerja yang memerlukan kemampuan untuk
melihat dalam jangka waktu yang lama.
2. Aspek Kimia
a. Lem
Hampir disemua tahapan produksi terdapat penggunaan lem
seperti yang kita ketahui bahwa di dalam lem terdapat kandungan
benzene yang dapat dapat mengganggu kesehatan jika terpapar terus
menerus, apalagi para pekerja tidak menggunakan APD (masker).
Dampak kesehatan akibat pajanan benzene, akan mengakibatkan
depresi pada susunan syaraf dan dapat mengakibatkan kematian, uap
benzene yang ada di suatu lingkungan dengan konsentrasi yang tinggi
akan mengakibatkan keracunan bagi pekerja karena mereka menghirup
uap benzene tersebut.
Gejala awal akibat pajanan benzene yaitu mengantuk, pusing,
sakit kepala, vertigo, dan kehilangan kesadaran. Selain itu benzene
dapat menyebabkan efek kronis. Efek kronis terjadi akibat pajanan
benzene dalam waktu lebih dari satu tahun. Dampak yang timbul akibat
pajanan benzene kronik adalah terganggunya sumsum tulang yang
merupakan tempat produksi sel darah.
b. Asap Rokok
Semua pekerja yang bekerja di tempat pembuatan sepatu ini
perokok akti f kecuali admin. Semua pekerja di home industry sepatu
prospero ini setiap hari menghirup asap rokok, baik asap rokok dari
dirinya sendiri maupun asap rokok dari para pekerja yang lain. Tempat
produksi sepatu ini ruangannya kecil ditambah ventilasi yang kurang,
sehingga sirkulasi udaranya tidak baik dan menyebabkan asap rokok
30

banyak bersikulasi diruangan tempat produksi tersebut dan banyak


terhirup oleh para pekerja.
3. Aspek Biologi
Bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan sepatu
adalah kulit atau imitasi. Di dalam serat bahan tersebut tidak menutup
kemungkinan terdapat banyak bakteri dan jamur yang bersifat patogen
bagi tubuh manusia.
4. Aspek Sosial
Lingkungan kerja non fisik (sosial) adalah semua keadaan yang
terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan
atasan atau hubungan antara rekan kerja. Di perusahaan sepatu tersebut
hubungan antara atasan dan bawahan ataupun antar sesama pekerja
memiliki hubungan yang baik sehingga dengan hubungan yang baik maka
akan mempengaruhi produktivitas dan peningkatan kinerja yang baik bagi
perusahaan.
B. Aplikasi Produksi Bersih
Urutan tahapan proses produksi sepatu secara kasar pada Pabrik Sepatu
Prospero adalah sebagai berikut:
Pembuatan desain dan pola

Penjaitan bahan sampai membentuk muka sepatu

Penyatuan muka sepatu dengan bawahan


(Assembling)

Finishing

Packing

Gambar 4.1 Diagram Alur Tahapan Pembuatan Sepatu Secara Kasar


di Pabrik Prospero
31

Di home industry pembuatan sepatu ini tidak diterapkan aplikasi


produk bersih, apalagi dalam penggunaan energi listrik dimana energi listrik
ini digunakan baik siang maupun malam. Maka dari itu berikut opsi produk
bersih yang kami buat dalam setiap tahapan dipembuatan sepatu ini.

a. Pembuatan Desain dan Pola


Deskripsi Proses : Proses pertama yang harus dilakukan yaitu pembuatan
desain dan pola, bahan utama yang digunakan pada tahap
ini yaitu bahan tekson dan kulit. Pertama desain dan pola
ditulis pada bahan tekson lalu di gunting, setelah desain
dan pola terbentuk maka selanjutnya membentuk pola
tersebut pada bahan kulit lalu di gunting, serta
pembentukan desain dan pola pada bahan EVA untuk
pembuatan insole sepatu maka desain dan pola selesai
dibuat.
Input dan Output : Bahan Tekson
Bahan Kulit
Bahan Spon EVA

Penulisan Pola
Desain pada Bahan Membentuk
Pola Tekson Pola pada
Bahan Kulit

Bahan yang telah dipola dan siap dijahit


Identifikasi : Bahan sisa potongan pola pada tekson dan pada bahan
Munculnya kulit serta spon EVA.
Limbah
Opsi : a. Penerapan produksi bersih yang dianjurkan untuk sisa
Produksi Bersih bahan tekson dan bahan kulit adalah dengan cara
32

dibuat Case HandPhone, tas atau dompet kecil.


b. Penerapan produksi bersih yang dianjurkan untuk sisa
bahan EVA yaitu dengan cara didaur ulang menjadi
bahan dasar isian kursi, dan lain-lain.

b. Penjaitan bahan sampai membentuk muka sepatu


Deskripsi Proses : Setelah bahan dipola maka selanjutnya penjahitan bahan
sampai membentuk muka sepatu. Pada proses ini terdapat
penyatuan bahan kulit dengan lapisan bagian dalam, serta
memasukkan bahan keras diantara bahan kulit dengan
lapisan bagian dalam menggunakan lem agar bahan
menjadi keras dan terbentuk sesuai pola yang diinginkan.
Input dan Output :
Bahan Keras
Lem

Potongan-
potongan Bahan Penyatuan
yang Telah Bahan dengan
dipola Cara Dijahit

Muka Sepatu
Identifikasi : Limbah yang dihasilkan dari proses ini yaitu ceceran lem
Munculnya yang berada diatas meja pekerja yang telah mengeras.
Limbah
Opsi : a. Mengurangi penggunaan lem yang berlebihan
Produksi Bersih sehingga tidak banyak lem yang berceceran.
b. Pengeleman lapisan dalam sepatu juga dilakukan pada
tahap selanjutnya, muka sepatu yang telah dilem pada
tahap ini akan dibuka dan dilem kembali oleh pekerja
33

pada tahap selanjutnya maka agar penggunaan lem


efisien opsi selanjutnya yaitu tidak adanya
penggunaan lem pada tahap ini sehingga pengeleman
lapisan dalam hanya dilakukan pada tahap assembling.

c. Penyatuan muka sepatu dengan bawahan (Assembling)


Deskripsi Proses : Pada tahap ini dilakukan penyatuan muka sepatu dengan
bawahan. Sebelumnya terdapat tahap pembuatan insole
dan outsole.
a. Insole : Bahan yang digunakan pada pembuatan
insole yaitu tekson dan spon EVA. Tekson dan spon
EVA yang telah dipola pada tahap pertama dilem dan
disatukan menjadi insole sepatu.
b. Outsole : Outsole menggunakan bahan sudah jadi
yang dibeli diluar kota, namun outsole yang sudah
jadi tersebut melalui tahapan penghalusan
menggunakan mesin gurinda.
Pada tahap ini juga terdapat pengeleman kembali bahan
keras dalam muka sepatu. Muka sepatu yang sudah jadi
dibuka dan dilakukan pengeleman kembali. Pada tahap
ini juga terdapat proses pencelupan bahan keras ke dalam
wash supaya bahan keras yang digunakan agak lentur
tidak terlalu keras.
Setelah insole, outsole dan muka sepatu sudah siap, maka
dilakukan penyatuan bahan tersebut, berikut rangkaian
penyatuannya:
a. Muka sepatu dibentuk dengan acuan sulas, muka
sepatu ditarik dan dilakukan pemakuan serta
pengeleman, dan disimpan sampai lem kering.
Pemakuan dan penarikan dilakukan agar muka
34

sepatu tidak kendor dan rapih.


b. Setelah lem kering, dilakukan pencabutan paku lalu
dilakukan penyatuan muka sepatu tersebut dengan
insole dan outsole menggunakan lem.
c. Lalu disimpan sampai kering, setelah kering
dilakukan pelepasan sepatu yang semi jadi dari acuan
sulas.
Input dan Output : Wash bensin
Lem
Muka sepatu
Insole Penyatuan muka
sepatu dengan
Outsole insole dan outsole

Sepatu semi jadi


Identifikasi : a. Pada tahap pembuatan insole terdapat proses
Munculnya pengeleman, maka dihasilkan limbah berupa ceceran
Limbah lem yang mengeras.
b. Pada tahap penghalusan outsole menggunakan gurinda
dihasilkan limbah berupa limbah serbuk.
c. Pada tahap ini juga terdapat limbah berupa sisa-sia
potongan spon EVA, potongan-potongan bahan kulit
dan tekson.
Opsi : a. Membersihkan secara rutin meja yang banyak ceceran
Produksi Bersih lem sehingga lem tidak menggumpal dan mengeras di
meja pekerja.
b. Limbah serbuk yang dihasilkan pada proses
penghalusan outsole dapat didaur ulang dan dijadikan
kembali bahan isian karet lembaran untuk pembuatan
bahan sol sepatu.
35

c. Penerapan produksi bersih yang dianjurkan untuk sisa


bahan tekson dan bahan kulit adalah dengan cara
dibuat Case HandPhone, tas atau dompet kecil.
d. Penerapan produksi bersih yang dianjurkan untuk sisa
bahan EVA yaitu dengan cara didaur ulang menjadi
bahan dasar isian kursi, dan lain-lain

d. Finishing
Deskripsi Proses : Pada tahap ini dilakukan pembersihan sepatu
menggunakan wash bensin dari sisa-sisa lem bekas
produksi, serta penempelan tatakan dan nomor sepatu
menggunakan lem.
Input dan Output :
Wash bensin
Lem

Sepatu semi
jadi Pembersihan dan
penempelan tatakan
serta nomor sepatu

Sepatu jadi
Identifikasi : Pada tahap ini tidak ada proses yang menghasilkan
Munculnya limbah.
Limbah
Opsi : Penggunaan lem dan wash bensin dilakukan secara
Produksi Bersih efisien sehingga tidak ada ceceran lem maupun wash
bensin.
36

e. Packing
Deskripsi Proses : Pada tahap ini sepatu yang sudah bersih dan rapih
dimasukan ke dalam dus-dus khusus sepatu dan sepatu
siap untuk dipasarkan.
Input dan Output :
Dus sepatu

Pemasukkan sepatu
Sepatu jadi ke dalam dus

Sepatu yang siap dipasarkan


Identifikasi : Pada tahap ini tidak ada proses yang menghasilkan
Munculnya limbah.
Limbah
Opsi : Pengepakan sepatu dilakukan secara efisien sehingga
Produksi Bersih tidak dihasilkan limbah pada tahap ini.

C. Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Keluhan Pekerja
Kami menggunakan kuesioner untuk mengetahui keluhan pekerja
dari segi kesehatan selama bekerja di pabrik sepatu Prospero. Dan kami
mengetahui hasil wawancara kami mengenai keluhan yang di rasakan
pekerja seperti telinga mendengung sesaat pada proses pelurusan besi pada
tahap assembling. Selain itu terdapat keluhan lain yaitu radiasi komputer
pada admin yaitu kelelahan pada mata, admin juga merasakan keluhannya
yaitu merasa sesak dan pusing ketika masuk ruangan produksi, dan pegal-
pegal karna duduk terus menerus, keluhan lainnya yaitu pada tahap proses
penjahitan bahan menjadi muka sepatu dimana pekerja mengeluh karna
pencahayaan yang kurang sehingga mengganggu daya akomodasi
37

penglihatan pada perkerja sering mengeluh sehingga sulit dalam


penjahitan pola yang rumit , keluhan lainnya yaitu pekerja tidak duduk
ergonomis sehingga menyebabkan keluhan pada pekerjaan yaitu sering
mengeluh pegal-pegal dan terjadi kesemutan. Pada proses pembuatan
desain dan pola pekerja pernah mengeluh gatal gatal pada saat
pengguntingan pola yang berbahan kulit.
2. Aspek Psikologis
Berdasarkan kuesioner yang kami tanyakan kepada pekerja, semua
pekerja merasa nyaman bekerja di pabrik sepatu tersebut, merasa
mendapat gaji yang sesuai dan memiliki hubungan yang baik antara
pekerja dengan pekerja yang lain serta dengan pemilik perusahaan. Pekerja
di pabrik sepatu inipun saling membantu jika ada salah satu pekerja yang
kesulitan dalam proses bekerja.
3. Aspek Ergonomi
Pekerja sebagian besar bekerja secara borongan sehingga bisa
bekerja lebih dari 12 jam. Selama bekerja pekerja duduk terus menerus
dengan posisi yang tidak ergonomis sehingga sering merasa kelelahan. Hal
tersebut memicu terkena MSDS (Musculos keletal Disordes) MSDS
adalah sekolompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal
dari jaringan halus system muculos keletal yang mencangkup syaraf,
tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus interveterbal.
4. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan di lingkungan kerja pasti selalu terjadi kecelakaan
berat atau kecelakaan ringan, dari hasil wawancara kami pekerja
mengalami kecelakaan ringan seperti pada tahapan proses assembling
seringkali terjadi kecelakaan yaitu, tertusuk paku, terpukul palu dan
tersayat pisau, karna keteledoran pekerja yang kurang teliti atau fokus
dalam bekerja.
5. Penggunaan APD
Seringkali pekerja mengalami kecelakaan karena rendahnya
pengetahuan penggunaan APD, padahal perusahaan telah memberikan
38

fasilitas berupa APD kepada pekerja namun, pekerja tidak memanfaatkan


fasilitas yang telah disediakan.

D. Identifikasi Keluhan Masyarakat


Kuesioner yang kami buat bukan hanya ditujukan kepada pegawai pabrik
saja, melainkan juga untuk masyarakat sekitar pabrik. Karena lokasi pabrik
yang berada dekat dengan lingkungan masyarakat dan berdekatan dengan
persawahan sehingga kami menanyakan beberapa hal kepada masyarakat
terkait adanya pabrik tersebut.
Namun, setelah kami menanyakan terkait keluhan yang dirasakan oleh
masyarakat dengan adanya pabrik mereka menjawab bahwa tidak ada hal yang
berarti yang dapat mengganggu masyarakat dengan adanya pabrik, karena
pabrik tersebut tidak terdengar bising dari luar. Limbah yang dihasilkan dari
pabrik sepatu ini juga tidak mengganggu masyarakakat sekitar karena hanya
limbah kering dan itupun langsung dibawa oleh petugas sampah setiap
harinya.
BAB V
PENANGANAN MASALAH

A. Penanganan Masalah Kesehatan Lingkungan


1. Aspek Fisik
a. Kebisingan
Pada beberapa tahapan produksi terdapat mesin yang mengeluarkan
bising seperti mesin jahit, mesin seset dan mesin gurinda. Ketika mesin-
mesin tersebut digunakan maka mesin tersebut akan mengeluarkan bising
dan getaran, pada tahapan produksi ini sebaiknya peminimalisiran alat
kerja cukup penting, yaitu dengan cara menambahkan ganjalan pada
mesin yang digunakan, serta untuk mengurangi kebisingan yang
ditimbulkan oleh mesin yaitu dengan cara memisahkan ruangan pada
setiap proses dan penggunaan mesin sehingga bising yang ditumbulkan
mesin hanya di dengar oleh pekerja yang menggunakan mesin tersebut dan
pekerja yang menggunakan mesin tersebut disarankan untuk menggunakan
APD. Bisa juga dengan mengganti mesin atau melakukan perawatan pada
mesin, karena ketika kita lihat mesin yang digunakan terlihat tidak terawat
dan tua.
b. Limbah
1) Limbah EVA
Penanganan limbah EVA yang sangat berbahaya bagi
polusi tanah, perlu sekali dengan cepat di tangani karena akan
berdampak bagi lingkungan. Penanganan limbah EVA ini
dilakukan dengan cara di daur ulang menjadi bahan dasar isian
kursi, dan lain-lain.
2) Limbah Kulit Imitasi
Limbah Imitasi bisa dimanfaatkan kembali atau daur ulang
dengan cara pemanfaatan sisa kulit imitasi, contohnya di
manfaatkan sebagai case handphone, tas atau dompet kecil,
sehingga limbah yang di hasilkan bisa efektif dan efisien. Selain itu

39
40

limbah kulit imitasi dapat diganti dengan bahan kulit natural


dengan cara di samak dengan ekstrak tumbuhan kenaf. Tumbuhan
ini mengeluarkan oksigen 8x lebih banyak di banding dengan
pohon lainnya, sehingga kulit sepatu tidak menghasilkan limbah
kulit berbahaya
3) Limbah Serbuk
Penggunaan pada mesin gurinda pada tahap penghalusan
outsole menghasilkan serbuk yang dapat menggagu pernafasan.
Penempata mesin diruangan yang kecil dengan ventilasi yang
kurang membuat ruangan sesak dan gelap maka untuk mengurangi
limbah serbuk yang mengganggu proses kerja, yaitu dengan cara
perluasan ruangan kerja dan penambahan ventilasi serta
menyalurkan limbah serbuk EVA ke wadah khusus sehingga
limbah serbuk bisa terkumpul dan bisa dimanfaatkan dan didaur
ulang menjadi bahan isian karet lembaran untuk pembuatan bahan
sol sepatu.
c. Radiasi
Penangan radiasi pada pekerja bidang administrasi dilakukan
dengan cara penggunaan kacamata, mengatur jarak lihat pada layar
computer serta pengaturan pencahayaan lampu yang disesuaikan. Bisa
juga dilakukan dengan pengaturan jam kerja yang dibatas sehingga
admin tidak terus menerus berada dilayar computer maupun
handphone.
d. Kelembaban
Ruangan proses produksi di pabrik Prospero ini dengan kondisi
ruangan yang gelap karena faktor cahaya maupun ventilasi yang masuk
sanagat terbatas, terutama pada proses pembuatan muka sepatu dan
assembling. Jika melihat proses pemolaan dan finishing cukup baik
karna cahaya yang masuk cukup. Maka penanganannya yaitu dengan
menambah jendela agar cahaya matahari masuk ke ruangan sehingga
ruangan tidak lembab dan tidak terlihat kumuh.
41

e. Pencahayaan
Setelah kami melakukan observasi ke lapangan pekerjaan pabrik
sepatu Prospero ini, kami melihat kondisi tempat yang kurang dari
pencahayaan alami yaitu kurang cahaya matahari yang masuk ke
ruangan kerja sehingga pada saat pekerja bekerja siang hari tetap
menyalakan lampu untuk membantu pencahayaan ruangan, hal ini
sangat tidak efisien. Maka untuk melakukan perbaikannya yaitu dengan
cara penambahan cahaya yang masuk ke ruangan agar ruangan tidak
terlihat kumuh atau redup pada siang hari tanpa memerlukan bantuan
cahaya lampu sehingga cahaya yang masuk secara natural. Pada malam
hari pabrik ini medapat satu masalah yaitu pada salah satu bidang
pengerjaan bahan yaitu proses penjahitan muka sepatu, sehingga harus
menambah daya penambahan cahaya atau menambah lampu agar
cukup dalam pencahayaan proses pengerjaan
2. Aspek Kimia
Aspek kimia ini dapat berdampak bahaya bagi kesehatan terutama
zat kimia benzene. Maka dari itu penanganan suatu paparan dapat
dilakukan dengan cara pengurangan waktu jam kerja, memperbanyak
ventilasi udara, dan alat bantu alat pertukaran udara seperti kipas angin,
penggunaan APD, dan dilakukan pendidikan mengenai bahaya zat benzene
agar pengetahuannya meningkat sehingga tau bahaya dan akibat dari
benzene, sehingga pekerja memanfaatkan APD yang telah disediakan.
3. Aspek Biologi
Tidak menutup kemungkinan terdapat bakteri atau virus dalam
bahan kulit yang digunakan, bahkan pekerja bagian pembuatan desain dan
pola kerap mengalami gatal-gatal, tidak menutup kemungkinan gatal-gatal
tersebut diakibatkan oleh bahan kulit yang digunakan. Maka penganan
masalah pada tahap ini bisa dilakukan dengan penggunaan sarung tangan
bagi pekerja yang menyentuh langsung bahan kulit tersebut.
4. Aspek Sosial
42

Melihat tidak adanya masalah antara pekerja dengan pemilik


ataupun dengan sesama pekerja maka penganannya yaitu dengan tetap
menjaga suasana lingkungan kerja yang baik, menjaga hubungan atau
interaksi antar karyawan yang baik agar suasana kerja menjadi lebih
nyaman dan membuat karyawan lebih bersemangat dalam bekerja dan
meningkatkan kinerjanya sehingga produktifitas perusahaan meningkat.

B. Penanganan Masalah K3
Pada hasil wawancara dan pemberian quisioner hasil yang di dapat adalah
keluhan akibat kebisingan, pencahayaan yang kurang baik, ketidak
ergonomisan duduk, dampak dari radiasi cahaya computer, rasa gatal yang
ditimbulkan dari bahan kulit, sesak jika ke ruangan produksi.
Penanganan kebisingan dan gatal akibat kulit yaitu dengan cara
menggunakan APD ( eurplug dan sarung tangan) yang telah di fasilitasi oleh
pihak pemilik pabrik, karna pengetahuan yang kurang sering kali pekerja
menganggap hal ini sepele, maka penting sekali adanya pendidikan atau
pelatihan mengenai penggunaan APD dan masalah K3.
Pencahayaan kurang baik bisa dilakukan dengan penamambahan cahaya
lampu pada malam hari dan penambahan jendela atau ventilasi sehingga
cahaya matahari bisa lebih banyak yang masuk agar pekerja dapat bekerja
dengan baik atau lebih focus pada bidang kerjanya.
Ketidak ergonomisan duduk sering sekali dan paling banyak dikeluhkan
oleh pekerja karna tidak ada pembatasan jam kerja sehingga pekerja mudah
lelah dan mengeluh pegal tetapi hal tersebut tergantung banyak target dalam
pemasaran. Semakin banyak pemrmintaan semakin lama juga duduk bekerja.
Begitupun dengan cahaya komputer yang didapat pada admin perlu adanya
pembatasan jam kerja.
Sesak merupakan hal yang belum biasa jika orang yang baru masuk
kelingkungan produksi tentu akan merasa sesakdan pusing karena pengaruh
dari lem dan bahan kulit sepatu lainnya, tentu perlu penggunaan masker agar
dapat mengurangi uap lem yang terhirup.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan

Pada proses pembuatan sepatu terdapat tahapan-tahapn sebagai berikut :


1. Pembuatan desain dan pola.
2. Penjahitan bahan sampai membentuk muka sepatu.
3. Penyatuan muka sepatu dengan insole dan outsole.
4. Finishing.
5. Packing.

Dari proses diatas dihasilkan dampak baik yang berdampak pada


lingkungan maupun pekerja, berikut dampak yang ditimbulkan dari berbagai
aspek :

1. Aspek Fisik : Kebisingan, limbah EVA, limbah kulit imitasi, limbah


serbuk, radiasi, kelembaban dan pencahayaan.
2. Aspek Kimia : Bahaya yang terkandung dalam lem yaitu benzene.
3. Aspek Biologi : Virus dan bakteri.
4. Aspek Psikologis : Waktu kerja yang tidak teratur membuat pekerja
kelelahan dalam bekerja.
5. Aspek Ergonomi : Duduk terus menerus dalam waktu yang lama.
6. Keluhan Pekerja : Telinga mendengung, radiasi komputer, kaki
kesemutan, pegal-pegal, gatal-gatal pada jari tangan dan pusing saat
memasuki ruang produksi.
7. Kecelakaan Kerja : Tertusuk paku, terpukul palu dan tersayat pisau pada
pekerja tahap assembling.
8. Penggunaan APD : APD yang disediakan oleh perusahaan tidak digunakan
oleh pekerja sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja.
Dari berbagai dampak diatas maka penanganan yang dilakukan sebagai
berikut :

43
44

1. Mendaur ulang sisa-sisa limbah menjadi produk-produk yang bermanfaat


seperti : Case HandPhone, isian kursi, karet sol sepatu dan lain-lain.
2. Mengurangi pemakaian lem yang berlebihan.
3. Memberikan edukasi kepada pekerja mengenai K3 dan penggunaan APD.
4. Penggunaan APD pada setiap tahapan proses terutama pada tahapan yang
mengeluarkan bising dan pada setiap proses pekerjaan yang menggunakan
lem.
B. Saran

1. Saran Kepada Perusahaan


Melihat kurangnya kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD,
maka peneliti menyarankan kepada pemilik perusahaan untuk memberikan
edukasi pada pekerja mengenai K3 dan penggunaan APD sehingga
kepatuhan pekerja terhadap penggunaan APD bisa meningkat, dengan
begitu produktivitas perusahaanpun dapat meningkat.
2. Saran Kepada Pekerja
Pekerja merupakan teknisi di lapangan yang terpapar langsung dengan
bahan atau zat yang digunakan dalam proses pembuatan sepatu, maka
perlu adanya kesadaran pada pekerja agar menggunakan fasilitas yang
telah disediakan perusahaan salah satunya berupa APD. Peneliti
menyarankan agar pekerja menggunakan APD ketika pekerja, karena
dengan penggunaan APD maka menurunkan angka kecelakaan pada
pekerja juga pekerja tidak akan terpapar langsungoleh bahan-bahan
berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan dengan begitu pekerja akan
sehat dan produktivitas perusahaan akan meningkat.
3. Saran Kepada Peneliti Lain
Bahaya yang ditimbulkan oleh mesin berupa bising maupun bahaya
zat yang terkandung dalam lem bila terus menerus memapar para pekerja
maka akan berakibat buruk pada kesehatan para pekerja, namun disini
peneliti tidak tahu pasti berapa desibel (db) bising yang memapar pekerja
dan berapa banyak lem yang terhirup oleh pekerja, maka disini peneliti
menyarankan untuk mengukur efek seberapa besar bahaya yang memapar
45

pekerja kepada peneliti lain agar lebih terukur dan dapat memastikan
akibat yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA

Fyona A. dkk, 2012. Penilaian Resiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada
Area Produksi Bengkel Sepatu Aris, Cibaduyut. Departemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja,. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Holid, Abdul. Meilani, Rini Intasari. 2018. Pengaruh lingkungan kerja sosial
terhadap kinerja karyawan direktorat akademik di sebuah perguruan
tinggi di Indonesia. JURNAL PENDIDIKAN MANAJEMEN
PERKANTORAN. Vol. 1 No. 2, Januari 2018, Hal. 201-209.
http://ejournal.upi.edu/index.php/jpmanper/article/view/00000

Kemenakertrans, 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi


Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja.
www.hukumonline.com, Jakarta, Indonesia.

Kemenkes, 2002. KMK RI N0. 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan


Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri. Indonesia. Kementerian
Kesehatan, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar Dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri. Jakarta, Indonesia.

Laelasari, Eva. Kristant, Dewi. Rahmat, Basuki. 2018. Penggunaan Lem Sepatu
Dan Gangguan Kesehatan Pekerja Industri Sepatu Di Ciomas, Bogor.
Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia. Diakses pada 23 April 2019. Tersedia di
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jek/article/view/150/1
88 .

46
Martha Tinelli Haen dan Katharina Oginawati. 2012. Hubungan Pajanan
Senyawa Benzena, Toluena Dan Xylen Dengan Sistem Hematologi
Pekerja Di Kawasan Industri Sepatu. Di akses pada 23 April 2019.
Tersedia di
http://www.ar.itb.ac.id/wpcontent/uploads/sites/8/2012/07/25310025
Martha-Tinelli-Haen.pdf.

Reza I., Pengertian Jenis Bahan Kulit Sintetis Asli Beserta Perbedaan. Diakses
pada 23 April 2019. Tersedia di https://sumbercenel.com/bahan-kulit-
sintetis/.

Suciati, Ari. 2016. Eksplorasi Limbah Eva Industri Sepatu (Potensi Visual). Prodi
Desain Produk, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom. Vol.3,
No.3 December 2016 | Page 1426.

Syaf, Agus hikmat. 2005. Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak
Limbah Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

47
LAMPIRAN
A. Surat Keterangan
B. Kuesioner

KUESIONER K3 SEKTOR INFORMAL PABRIK SEPATU


PROSPERO DI DAERAH LINGGAJAYA
KOTA TASIKMALAYA

A. Identitas Responden

Nama :

Umur :

Tahap Pekerjaan :

Lama Bekerja :

Pendidikan :

B. Pertanyaan-pertanyaan
1. Aspek Fisik
No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah pada setiap ruang kerja terdapat


jendela?
2. Apakah Anda nyaman dengan cahaya di tempat
kerja?
3. Apakah pada saat proses bekerja membutuhkan
cahaya bantuan berupa lampu?
4. Apakah ada sumber pencahayaan di tempat
kerja?
5. Apabila terdapat lembur apakah mendapatkan
pencahayaan yang cukup?
6. Apakah pada alat yang digunakan pada saat
kerja mengeluarkan suara?
7. Jika ya, apakah suara tersebut mengganggu
pekerjaan anda?
8. Apakah alat yang digunakan pada saatkerja
mengeluarkan panas?
9. Jika ya, apakah panas yang dihasilkan
mengganggu pekerjaan Anda?
10. Apakah terdapat AC diruangan kerja?

11. Apakah di ruangan kerja terdapat ventilasi?

12. Apakah pada proses kerja ada yang


mengeluarkan bau?
13. Jika ya, apakah bau tersebut mengganggu
pekerjaan Anda?

2. Aspek Biologi
No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda pernah merasa gatal-gatal akibat


bahan kulit yang dijadikan bahan baku
pembuatan sepatu?
2. Apakah Anda pernah mengalami luka pada
kulit?
3. Apakah Anda pernah merasa sesak nafas?

4. Apakah Anda pernah merasa gatal-gatal pada


rongga hidung?
5. Apakah tempat kerja disapu setiap hari?

6. Apakah tempat kerja dipel setiap hari?

7. Apkah ruangan kerja disapu setiap minggu?

8. Apakah ruangan kerja dipel setiap minggu?


3. Aspek Psikologis
No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda merasa senang dan nyaman


bekerja disini?
2. Apakah Anda memiliki keinginan untuk
berpindah pekerjaan?
3. Apakah Anda memiiki hubungan yang baik
dengan pekerja yang lain?
4. Apakah Anda memiliki hubungan yang baik
dengan pemillik pekerjaan?
5. Apakah Anda pernah/sedang memiliki masalah
dengan pekerja yang lain?
6. Apakah Anda pernah/sedang memiliki masalah
dengan pemilik kerja?
7. Apakah Anda merasa mendapatkan gaji yang
sesuai?
8. Apakah pekerja yang lain membantu Anda saat
Anda tidak bisa/kesulitan menyelesaikan
pekerjaan?

4. Aspek Kimia
No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda membuang limbah organik ke


sungai?
2. Apakah Anda membuang limbah organik ke
pekarangan rumah?
3. Apakah Anda membuang limbah anorganik ke
sungai?
4. Apakah Anda membuang limbah anorganik ke
pekarangan rumah?
5. Apakah Anda merasa panas akibat dari lem
yang digunakan untuk pengeleman sepatu?
6. Apakah Anda merasa sesak akibat dari mencium
bau lem?
7. Apakah Anda merasa pusing ketika mencium
bau lem yang digunkan?

5. Aspek Ergonomi
No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda melakukan sikap duduk dan sikap


berdiri secara bergantian?
2. Apakah Anda sering mengalami kesemutan
apabila setelah duduk dengan waktu yang lama?
3. Apakah Anda sering mengalami pegal pada
punggung setelah duduk dengan waktu yang
lama?
4. Apakah Anda mengalami lemah, letih, lesu,
lunglai setelah bekerja?
5. Apakah Anda menggunakan alat ketika bekerja?

6. Apakah Anda merasa nyaman ketika


menggunakan alat tersebut?
7. Apakah Anda memiliki keluhan sebelum
bekerja disisni?
8. Apakah Anda memiliki keluhan setelah bekerja
disisni?
9. Apakah Anda menggunakan masker ketika
bekerja?
10. Apakah Anda menggunakan sarung tangan
ketika bekerja?
11. Apakah Anda menggunakan pakaian khusus?
6. Aspek Kesehatan
No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda pernah sakit?

2. Apakah Anda melakukan pengobatan terhadap


penyakit yang diderita?
3. Apakah Anda memiliki Jaminan Kesehatan?

4. Apakah perusahaan Anda memberi fasilitas


kesehatan terhadap pekerja?
5. Apakah perusahaan Anda memperhatikan
kesehatan pekerja?

7. Apa bahan baku utama yang digunakan?


8. Dari mana Anda memperoleh bahan utama?
9. Apa bahan tambahan yang digunakan?
10. Dari mana Anda memperoleh bahan tambahan?
11. Ada berapa tahap dalam proses produksi?
12. Apakah terdapat limbah dari proses produksi?
13. Dimana proses produksi dilakukan?
a. Di luar ruangan
b. Di dalam ruangan
14. Apa yang Anda lakukan terhadap limbah hasil produksi?
a. Di bakar
b. Digunakan kembali
c. Dibuang begitu saja?
15. Apakah limbah yanga dihasilkan proses produksi mengganggu Anda?
Kuesioner Masyarakat

A. Identitas responden
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
B. Pertanyaan-pertanyaan
1. Berapa lama Anda tinggal disini?
2. Apakah Anda tergangu dengan proses produksi sepatu di perusahaan
ini?
3. Apakah pabrik sepatu ini terdengar bising?
C. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai