Rumus Chi
Rumus Chi
Rumus Chi
Chi-Square disebut juga dengan Kai Kuadrat. Chi Square adalah salah satu jenis
uji komparatif non parametris yang dilakukan pada dua variabel, di mana skala
data kedua variabel adalah nominal. (Apabila dari 2 variabel, ada 1 variabel
dengan skala nominal maka dilakukan uji chi square dengan merujuk bahwa
harus digunakan uji pada derajat yang terendah).
Uji chi-square merupakan uji non parametris yang paling banyak digunakan.
Namun perlu diketahui syarat-syarat uji ini adalah: frekuensi responden atau
sampel yang digunakan besar, sebab ada beberapa syarat di mana chi square
dapat digunakan yaitu:
1. Tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual
Count (F0) sebesar 0 (Nol).
2. Apabila bentuk tabel kontingensi 2 X 2, maka tidak boleh ada 1 cell saja
yang memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count ("Fh")
kurang dari 5.
3. Apabila bentuk tabel lebih dari 2 x 2, misak 2 x 3, maka jumlah cell
dengan frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.
Rumus chi-square sebenarnya tidak hanya ada satu. Apabila tabel kontingensi
bentuk 2 x 2, maka rumus yang digunakan adalah "koreksi yates". Untuk rumus
koreksi yates, sudah kami bahas dalam artikel sebelumnya yang berjudul "Koreksi
Yates".
Pada artikel ini, akan fokus pada rumus untuk tabel kontingensi lebih dari 2 x 2,
yaitu rumus yang digunakan adalah "Pearson Chi-Square".
Pekerjaan
Pendidikan Total
1 2
1 a b a+b
2 c d c+d
3 e f e+f
Total a+c+e b+d+f N
Dari data di atas, kita kelompokkan ke dalam tabel kontingensi. Karena variabel
pendidikan memiliki 3 kategori dan variabel pekerjaan memiliki 2 kategori, maka
tabel kontingensi yang dipakai adalah tabel 3 x 2. Maka akan kita lihat hasilnya
sebagai berikut:
Pekerjaan
Pendidikan Total
1 2
1 11 9 20
2 8 16 24
3 7 9 16
Total 26 34 60
Dari tabel di atas, kita inventarisir per cell untuk mendapatkan nilai frekuensi
kenyataan, sebagai berikut:
Cell F0
a 11
b 9
c 8
d 16
e 7
f 9
Langkah berikutnya kita hitung nilai frekuensi harapan per cell, rumus
menghitung frekuensi harapan adalah sebagai berikut:
Cell F0 Fh
a 11 8,667
b 9 11,333
c 8 10,400
d 16 13,600
e 7 6,933
f 9 9,067
Kuadrat dari Frekuensi Kenyataan dikurangi Frekuensi Harapan per cell kemudian
dibagi frekuensi harapannya:
1. Fh cell a = 5,444/8,667 = 0,628
2. Fh cell b = 5,444/11,333 = 0,480
3. Fh cell c = 5,760/10,400 = 0,554
4. Fh cell d = 5,760/13,600 = 0,424
5. Fh cell e = 0,004/6,933 = 0,001
6. Fh cell f = 0,004/9,067 = 0,000
Kemudian dari nilai di atas, semua ditambahkan, maka itulah nilai chi-square
hitung. Lihat Tabel di bawah ini:
Apabila taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% maka batas kritis 0,05 pada
DF 2, nilai chi-square tabel sebesar = 5,991.
Karena 2,087 < 5,991 maka perbedaan tidak signifikan, artinya H0 diterima atau
H1 ditolak.
Untuk mendapatkan nilai semua Chi-Square Tabel, maka baca artikel kami
berjudul "Chi-Square tabel dalam Excel"
“PENGUJIAN CHI – KUADRAT”
Filed under: Uncategorized — Tinggalkan komentar
Mei 20, 2012
1) Pendahuluan
Chi-kuadrat digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa vaktor atau mngevaluasi
frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi dengan frekuensi yang diharapkan dari sampel
apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak.
Dalam statistik, distribusi chi square termasuk dalam statistik nonparametrik. Distribusi nonparametrik
adalah distribusi dimana besaran-besaran populasi tidak diketahui. Distribusi ini sangat bermanfaat
dalam melakukan analisis statistik jika kita tidak memiliki informasi tentang populasi atau jika asumsi-
asumsi yang dipersyaratkan untuk penggunaan statistik parametrik tidak terpenuhi.
Beberapa hal yang perlu diketahui berkenaan dengan distribusi chi square adalah :
b) Uji Kebebasan
c) Uji Beberapa Proporsi (Prinsip pengerjaan (b) dan (c) sama saja)
Nilai chi square adalah nilai kuadrat karena itu nilai chi square selalu positif. Bentuk distribusi chi
square tergantung dari derajat bebas (Db)/degree of freedom. Pengertian pada uji chi square sama
dengan pengujian hipotesis yang lain, yaitu luas daerah penolakan Ho atau taraf nyata pengujian
Metode Chi-kuadrat menggunakan data nominal, data tersebut diperoleh dari hasil menghitung.
Sedangkan besarnya nilai chi-kuadrat bukan merupakan ukuran derajat hubungan atau perbedaan.
Agar pengujian hipotesis dengan chi-kuadrat dapat digunakan dengan baik, maka
hendaknyamemperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Jumlah sampel harus cukup besar untuk meyakinkan kita bahwa terdapat kesamaan antara
distribusi teoretis dengan distribusi sampling chi-kuadrat.
2. Pengamatan harus bersifat independen (unpaired). Ini berarti bahwa jawaban satu subjek tidak
berpengaruh terhadap jawaban subjek lain atau satu subjek hanya satu kali digunakan dalam
analisis.
3. Pengujian chi-kuadrat hanya dapat digunakan pada data deskrit (data frekuensi atau data
kategori) atau data kontinu yang telah dikelompokan menjadi kategori.
4. Jumlah frekuensi yang diharapkan harus sama dengan jumlah frekuensi yang diamati.
5. Pada derajat kebebasan sama dengan 1 (table 2 x 2) tidak boleh ada nilai ekspektasi yang
sangat kecil. Secara umum, bila nilai yang diharapkan terletak dalam satu sel terlalu kecil (< 5)
sebaiknya chi-kuadrat tidak digunakan karena dapat menimbulkan taksiran yang berlebih (over
estimate) sehingga banyak hipotesis yang ditolak kecuali dengan koreksi dari Yates.
Bila tidak cukup besar, maka adanya satu nilai ekspektasi yang lebih kecil dari 5 tidak akan banyak
mempengaruhi hasil yang diinginkan.
Pada pengujian chi-kuadrat dengan banyak ketegori, bila terdapat lebih dari satu nilai ekspektasi
kurang dari 5 maka, nilai-nilai ekspektasi tersebut dapat digabungkan dengan konsekuensi jumlah
kategori akan berkurang dan informasi yang diperoleh juga berkurang.
Pada pembahasan tentang distribusi ‘’ t ‘’, kita ketahui bahwa besarnya derajat kebebasan sama dengan
n – 1.
Pengujian hipotesis menggunakan distribusi chi-kuadrat yang terdiri dari 2 variabel dan masing-
masing variable terdiri dari beberapa kategori. Untuk menghitung banyaknya derajat kebebasan maka
dibuat table kontingensi. Misalnya terdapat 2 variabel di mana variable ke-1 terdiri dari 3 kategori dan
veriabel ke-2 terdiri dari 4 kategori. Dengan demikian dapat dibuat table kontingensi 3 x 4 sebagai
berikut.
Variable 2
1 2 3 4 jumlah
A B B B Tb X
B B B B Tb X
Variabel
1 C Tb Tb Tb Tb X
Jumlah X X X X X
Keterangan :
Tb = tak bebas
X = nilainya diketahui
Jumlah nilai dari baris dan kolom disebut nilai marginal. Jika nilai marginal dari jumlah seluruhnya
(grand total) telah diketahui maka, pada baris pertama terdapat 3 nilai yang dapat ditentukan dengan
bebas, demikian pula dengan baris kedua, tetapi pada baris ketiga semuanya tidak bebas karena jumlah
marginal telah diketahui. Jadi, disini terdapat 6 nilai yang dapat ditentukan dengan bebas (2 x 3 = 6).
Secara umum rumus untuk menghitung derajat kebebasan pada pengujian hipotesis menggunakan chi-
kuadrat adalah sperti berikut.
dk =(B–1) (K–1)
Nilai ekspektasi adalah nilai yang kita harapkan terjadi sesuai dengan hipotesis penelitian. Nilai
ekspektasi dapat dihitung dengan perkalian antara nilai marginal kolom dan baris yang bersangkutan
dibagi dengan jumlah seluruhnya (N) atau grand total yang terletak pada sudut kanan tabel
kontingensi. Perhitungan nilai ekspektasi akan lebih jelas dengan contoh berikut.
Contoh :
Misalkan, seorang dokter rumah sakit menyatakan bahwa frekuensi anemia pada ibu hamil di rumah
sakit A sama dengan di rumah sakit B dan sama denga rumah sakit C. Pernyataan tersebut akan diuji
pada derajat kemaknaan 5%.
Pernyataan tersebut diuji dengan mengambil sampel secara independen pada ketiga rumah sakit
tersebut. Sampel yang diambil adalah ibu hamil yang datang memeriksakan diri ketiga rumah sakit
tersebu, masing – masing rumah sakit A = 50, rumah sakit B = 40, rumah sakit C = 60. Frekuensi
anemia ibu hamil selama pengamatan adalah sebagai berikut.
A 20 30
B 25 15
C 35 25
Untuk memudahkan menghitung nilai ekspektasi maka dibuat tabel kontingensi 3 x 2 seperti berikut :
A 1) 20 2) 30 50
B 3) 25 4) 15 40
C 5) 35 6) 25 60
Jumlah 80 70 150
Untuk memudahkan menghitung besarnya nilai ekspektasi maka setiap sel diberi nomor urut.
Rumus :
contoh :
Bila dari contoh diatas kita akan menguji pernyataan kepala rumah sakit tersebut maka perhitungannya
adalah seperti berikut ini :
Ho : f1 = f2 = f3
Ha : f1 ≠ f2 ≠ f3
O E (O – E) (O – E)2 (O – E)2/E
Jumlah 4,56
Pada tabel 3 x 2 tersebut, dk = (3 – 1) (2 – 1) = 2; pada tabek x2, cari x2 dengan dk = 2 dan ditulis
sebagai berikut.
Kesimpulan, tidak terdapat perbedaan frekuensi anemia pada ketiga rumah sakit tersebut.
Chi-kuadrat dapat digunakan untuk menguji beberapa proporsi, mislanya, kita memperoleh beberapa
proporsi P1, P2, P3 . . . . Pk dengan kategori x1, x2, x3 . . . . xk yang bersifat independen dan kita ingin
mengetahui apakah perbedaan proporsi hasil pengamatan memang benar berbeda atau karena faktor
kebetulan. Untuk menyelesaikan masalah tersebutdilakukan pengujian dengan x2.
Ho : P1 = P2 = P3 . . . . Pk
Ha : P1 ≠ P2 , P3 . . . . Pk
dk = banyaknya kategori – 1 = (k – 1)
Ho akan diterima bila hasil perhitungan x2 lebih kecil daripada x2 yang terdapat dalam tabel dengan dk
= k – 1 pada derajat kemaknaan .
Contoh :
1. Misalnya, dinyatakan bahwa status gizi anaka balita disuatu daerah mempunyai perbandingan
yang sama, gizi baik = gizi sedang = gizi kurang = gizi buruk.
Untuk mengetahui apakah pernyataan tersebut dapat dipercaya maka dilakukan tersebut dan diperoleh
hasil sebagai berikut.
30 anak dengan gizi baik, 35 anak dengan gizi sedang, 20 anak dengan gizi kurang dan 15 anak dengan
gizi buruk.
Hipotesis :
H o : p = p 1 = p2 = p 3 = p4
H a : p ≠ p 1 = p 2 = p3 = p 4
n = 30 + 35 + 20 + 15 = 100
= 0,05; dk = (k – 1) = 4 – 1 = 3
O1 = 30 ; O2 =35 ; O3 = 20 ; O4 = 15.
Nilai ekspektasi, karena hipotesis nol dan semua proporsi sama maka diharapkan semua nilai dengan
proporsi status gizi yang sama.
E1 = np = 100 x 0,25 = 25
E2 = 100 x 0,25 = 25
E3 = 100 x 0,25 = 25
E4 = 100 x 0,25 = 25
= {(O1 – E1)2/ E1} + {(O2 – E2)2/ E2} + {(O3 – E3)2/ E3} + {(O4 – E4)2/ E4}
= 10
Karena 10 > 7,815 maka x2 = 10 berada diluar daerah penerimaan atau dengan kata lain hipotesis
ditolak pada derajat kemaknaan 0,05 atau p < 0,05.
Kesimpulannya, proporsi status gizi anak balita didaerah tersebut tidak sama.
1. Hasil pemeriksaan antropometrik status gizi anak dengan perbandingan gizi baik, sedang,
kurang dan buruk adalah 5 : 4 : 2 : 1.
Untuk menguji apakah hasil antropometrik dengan perbandingan tersebut benar, dilakukan
pengambilan sampel dengan hasil gizi baik = 30, gizi sedang = 40, gizi kurang = 10 dan gizi buruk =
10.
Hipotesis statistik :
Ho : p = 5 : 4 : 2 : 1
Ha : p ≠ 5 : 4 : 2 : 1
Kalau dianggap bahwa perbandingan tersebut benar maka diharapkan mempunyai perbandingan
sebagai berikut.
P1 =5∕12 x 90 = 37
P2 = 4∕12 x 90 = 30
P3 = 2∕12 x 90 = 15
P4 = 1∕12 x 90 = 8
Agar lebih jelas, ini dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut
E 37 30 15 8
X2 dk 3, 0,05 = 7,815
Kesimpulann:
Dibidang kedokteran tidak jarang kita menemukan dua variabel dimana masing – masing variabel
terdiri dari beberapa kategori,misalnya tingkat beratnya penyakit dengan tingkat kesembuhan. Bila kita
ingin mengetahui apakah diantara dua variabel tersebut terdapat hubungan atau tidak, dengan kata lain
apakah kedua variabel tersebut bersifat dependen atau independen, maka pengujian hipotesis dilakukan
dengan x2.
Interpretasi hasil pengujian ialah apabila hipotesis nol diterima, berarti tidak ada hubungan
(independen), tetapi bila hasilnya menolak hipotesis nol maka dikatakan kedua variabel tersebut
mempunyai hubungan atau dependen. Rumus yang digunakan adalah rumus umum x2.
Contoh :
Sebuah penelitian dilakukan oleh seorang kepala rumah sakit untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan kelas ruang rawat inap. Untuk kepentingan tersebut diambil sampel
sebanyak 200 orang penderita dengan hasil sebagai berikut.
20 memilih kelas 1
40 memilih kelas 2
10 memilih kelas 3
25 memilih kelas 1
15 memilih kelas 2
10 memilih kelas 3
15 memilih kelas 1
10 memilih kelas 2
15 memilih kelas 3
20 memilih kelas 1
5 memilih kelas 2
15 memilih kelas 3
SD SLTP SLTA PT
1 20 25 15 20 80
2 40 15 10 5 70
3 10 10 15 15 50
Jumlah 70 50 40 40 200
Hasil perhitungan :
O E (O – E) (O – E)2 (O – E)2/E
20 28 -8 64 2,29
25 20 5 25 1,25
15 16 -1 1 0,06
20 16 4 16 1,00
10 14 -4 16 1,14
5 14 -9 81 5,75
15 10 5 25 2,5
Jumlah 30,11
X2 = 0,05, dk 6 = 12,59
Kesimpulannya, kita 95% percayat bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelas
ruang rawat inap.
Grafik :
Bila hasil pengamatan terdiri dari dua variabel dan masing-masing hanya terdiri dari 2 kategori maka
dapat dibuat tabel kontingensi 2 x 2. Dalam hal demikian, bila sampelnya cukup besar maka
perhitungan chi-kuadrat dapat dilakukan dengan rumus chi-kuadrat yang lazim digunakan.
Variabel Dependen
I II
Variabel 1 a b a + b = r1
Independen
2 c d c + d = r2
a + c = s1 b + d = s2 N
atau
Contoh:
Hasil penelitian mengenai tingkat tekanan psikologis dikaitkan dengan usia responden yang
diakibatkan pekerjaanya tampak pada tabel berikut :
< 25 20 18 22
25 – 40 50 46 44
40 – 60 58 63 59
> 60 34 43 43
Ujilah apakah ada hubungan antara usia dan tingkat tekanan psikologis pada taraf natay sebesar 0,01 ?
Pemecahan :
1. Formulasi
df = (4 – 1)(3 –1) = 6
Fo Fe Fo Fe Fo Fe Fo Fe
< 25 20 19 18 20 22 20 60 60
25 – 40 50 46 46 48 44 48 140 140
40 – 60 58 58 63 61 59 60 180 180
+ (43-41)2/41 + (43-40)2/40
X2 = 2,191
1. Kesimpulan , Karena 2,191 < 16,812, maka ho diterima berarti tidak ada hubungan antara
usia dengan tekanan psikologis.
Contoh lain:
Suatu penelitian ingin mengetahui: “apakah ada perbedaan cita-cita kelak setelah tamat S1 diantara
mahasiswa & mahasiswi AN Fisip UNS semester-VII?”
Hipotesis:
H0 = tidak ada perbedaan antara mahasiswa dan mahasiswi dalam hal cita-cita mereka kelak
setelah tamat S1.
Ha = proporsi mahasiswi lebih banyak yang bercita-cita sebagai PNS setelah mereka tamat S1
ketimbang mahasiswa.
Tabel kerja:
PNS 10 11 21
Bukan PNS 46 13 59
Jumlah 56 24 80
Perhitungan:
Df = (k-1) (b-1)
= (2-1) (2-1)
=1
Kelompok 1 diberi obat, sedangkan kelompok 2 diberi plasebo. Setelah 3 hari kemudian dievaluasi dan
hasilnya pada kelompok 1 terdapat 7 orang sembuh dan 3 orang tidak, sedangkan kelompok 2 terdapat
4 orang sembuh dan 6 orang tidak.
H0 : obat plasebo
Ha : obat plasebo
Efek
Obat 7 3 10
Plasebo 4 6 10
Jumlah 11 9 20
Hipotesis diterima pada derajat kemaknaan 0,05. Kesimpulannya, kita 95% percaya bahwa obat
tersebut tidak mempunyai efek terhadap penyembuhan influenza.
Bila kita gunakan rumus diatas untuk menyelesaikan pengujian chi-kuadrat dengan tabel 2×2 dengan
derajat kebebasan (dk) satu, maka akan terjadi penaksiran yang berlebih terutama bila hasil
pengamatan merupakan frekuensi yang kecil sehingga banyak terjadi penolakan hipotesis. Hal ini
disebabkan terjadinya pendekatan distribusi binomial ke distribusi normal.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan koreksi yang dikenal dengan koreksi kontinuitas yang
ditemukan oleh F Yates pada tahun 1934. Oleh karena itu, koreksi tersebut dikenal dengan koreksi
Yates.
Koreksi Yates adalah aturan yang diusulkan oleh F.Yates (1934), dimaksudkan sebagai suatu nilai
koreksi terhadap hasil distribusi kontinu berdasarkan hasil dari data diskrit, koreksi Yates ini sebagai
upaya untuk mengkontinukan tingkat penyebaran data dalam pengujian tabel kontingensi 2×2, agar
lebih baik sebaran hampirannya (Murti, 1996).
Variabel Dependen
I II
1 A b a + b = r1
Variabel 2 C d c + d = r2
Independen
a + c = s1 b + d = s2 N
Dalam menurunkan distribusi statistic χ2 perlu diperhatikan bahwa distribusi chi-kuadrat bertipe
kontinu, maka untuk mereduksi akibat penghampiran a , Yates mengusulkan sebuah koreksi
kekontinuan. Yaitu anggap frekuensi pengamatan dapat diambil semua nilai yang mungkin pada suatu
selang kontinu dengan cara mengambil jarak ½ unit dari bilangan yang diperoleh.
Faktor koreksi tersebut ialah dikurangi sebelum dihitung sehingga rumusnya menjadi seperti berikut.
atau
Budiarto (2002), menyarankan bahwa untuk menggunakan koreksi Yates pada kondisi sebagai berikut :
1. Sampel kecil
4. dk = 1
Namun demikian penggunaan koreksi Yates tidak disarankan/diperlukan lagi, bila N terlampau banyak.
Dahulu koreksi Yates banyak digunakan, namun akhir-akhir ini manfaatnya dipertanyakan. Bahkan
Grizzle (1967) menganjurkan untuk tidak menggunakan koraksi Yates, karena cenderung memperbesar
kesalahan tipe II (tidak menolak Ho, padahal Ho salah) (Murti, 1996)
Contoh:
Dari contoh efek semacam obat untuk influenza. Pada penelitian ini diambil 2 kelompok penderita
influenza masing-masing 10 orang.
Kelompok 1 diberi obat, sedangkan kelompok 2 diberi plasebo. Setelah 3 hari kemudian dievaluasi dan
hasilnya pada kelompok 1 terdapat 7 orang sembuh dan 3 orang tidak, sedangkan kelompok 2 terdapat
4 orang sembuh dan 6 orang tidak.
H0 : obat plasebo
Ha : obat plasebo
Efek
Obat 7 3 10
Plasebo 4 6 10
Jumlah 11 9 20
Dengan koreksi Yates, hasil perhitungan nilainya lebih kecil daripada tanpa koreksi walaupun hasilnya
juga tidak bermakna.
Kriterianya diterimanya hipotesis adalah bila nilai hasil perhitungan lebih kecil dari 3,84. Dari hasil
tersebut hipotesis diterima. Kesimpulannya, kita 95 % percaya bahwa obat tersebut tidak berhasiat
untuk menyembuhkan influenza.
Grafik.
Yang berikut adalah data hasil pengumpulan pendapat masyarakat terhadap dua calon pemimpin.
Pendapat
Ya Tidak Total
A 37 22 59
Calon B 18 7 25
Jumlah 55 29 84
Untuk penngujian hipotesis bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata mengenai pendapat masyarakat
terhadap kedua calon itu diperlukan nilai.
Walaupun telah dilakukan koreksi, tetapi masih terjadi keraguan pendekatan distribusi chi-kuadrat ke
distribusi normal. Hal ini terjadi bila frekuensi terlalu kecil.oleh karena itu, R.A. Fisher, J.O. Irwin, dan
F. Yates mengusulkan perhitungan chi-kuadrat dilakukan eksak tes yang dikenal dengan Fisher
probability exact test
Fisher probability exact test merupakan salah satu metode statistik non parametrik untuk menguji
hipotesis. Prosedur ini ditemukan oleh R.A. Fisher pada pertengahan tahun 1930. Pada penelitian dua
variabel dengan data yang dinyatakan dalam persen, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan
statistik parametrik chi-kuadrat. Bila sampel yang digunakan terlalu kecil (n<20) dan nilai ekspektasi <
5 maka chi-kuadrat tidak dapat digunakan walaupun telah mengalami koreksi dari Yates. Untuk
mengatasi kelemahan uji chi-kuadrat tersebut digunakan Fisher probability exact test (Budiarto, 2002).
Menurut Sugiyono, (2005), uji exact fisher digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif
dua sampel kecil independen bila datanya berbentuk nominal. Untuk memper-mudahkan perhitungan.
Dalam pengujian hipotesis, maka data hasil pengamatan perlu disusun ke dalam tabel kontingensi 2 x 2
(Sugiyono, 2005).
Fisher exact tes ini lebih akurat daripada uji chi-kuadrat untuk data-data berjumlah sedikit. Walaupun
uji ini biasanya digunakan pada tabel sebanyak 2 x 2, namun kita dapat melakukan Uji exact Fisher
dengan jumlah tabel yang lebih besar.
Rumus dasar yang digunakan untuk pengujian exact fisher yaitu sebagai berikut:
Atau…..
Cohran (1954) dalam Siegel (1992) menganjurkan untuk menggunakan uji exact fisher bila pada uji
chi-kuadrat dilakukan dengan sampel kecil tersebut akan baik bila digunakan pada kondisi sebagai
berikut :
Pada nilai marginal yang tetap dapat disusun berbagai kombinasi. Dari setiap kombinasi yang
dihasilkan dapat dihitung selisih persentase antara yang berhasil (+) dan tidak berhasil (-) dan dihitung
nilai p menggunakan rumus di atas.
Hasil perhitungan persentase setiap kombinasi dan nilai p dapat disusun dalam bentuk tebel. Melalui
tabel tersebut kita dapat segera mengetahui besarnya p dari selisih persentase (+) dan (-) (Budiarto,
2002).
Keuntungan dan kerugian dengan menggunakan Uji exact Fisher yaitu sebagai berikut (Budiarto,
2002) :
Keuntungan :
Kerugian :
Bila data yang akan diuji merupakan data binomial dengan probilitas terjadinya sesuatu = p dan
probabilitas lain = q maka pengujiannya dilakukan dengan mengambil sampel sebesar n, dimana dalam
sampel tersebut terdapat kategori x. Frekuensi yang diharapkan pada probabilitas yang diharapkan =
np.
Contoh:
Penderita yang dirawat di bagian ilmu kesehatan anak terdiri 40% wanita dan 60% laki-laki. Bila ingin
diuji apakah pernyataan tersebut dapat dipercaya maka hasilnya sebagai berikut.
Untuk menguji hipotesis tersebut diambil sampel sebanyak 50 anak yang dirawat dibagian ilmu
kesehatan anak dengan hasil 27 anak perempuan dan 23 anak laki-laki.
Hipotesis Statistik:
H0 : p 0,4
Ha : p 0,4
Nilai Ekspektasi:
Wanita : 0,4 × 50 = 20
Laki-laki : 0,6 × 50 = 30
Kesimpulannya, kita 95% percaya bahwa penderita yang dirawat di bagian ilmu kesehatan anak 40%-
nya adalah wanita.
Grafik.
Kegunaan teknik koefisien kontingensi yang diberi simbol C, adalah untuk mencari atau menghitung
keeratan hubungan antara dua variabel yang mempunyai gejala ordinal (kategori), paling tidak berjenis
nominal.
Cara kerja atau perhitungan koefisien kontingensi sangatlah mudah jika nilai Chi-kuadrat sudah
diketahui. Oleh karena itu biasanya para peneliti menghitung harga koefisien kontingensi setelah
menentukan harga Chi-kuadrat. Test signifikansi yang digunakan tetap menggunakan tabel kritik Chi-
kuadrat, dengan derajat kebebasan (db) sama dengan jumlah kolom dikurangi satu dikalikan dengan
jumlah baris dikurangi satu (b-1)(k-1).
Untuk mengetahui asosiasi /kekuatan/derajat hubungan/relasi antara dua perangkat atribut. Rumus
yang digunakan untuk menghitung koefisien kontingensi adalah :
contoh: bila dalam tabel kontingensi dudah dihitung nilai x2 = 144,12 dengan N = 668, didapat
Agar harga C dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi antara faktor-faktor atu nutuk mengukur
kekuatan hubungan, maka nilai C harus dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimum yang
bisa terjadi.
Cmaks
Contoh : bila tabel kontingensi terdiri dari 3 baris dan 4 kolom maka minimumnya 3 , sehingga
Cmaks
Penilaian
Makin dekat nilai C dengan Cmaks maka makin besar derajat asosiasi, antara faktor-faktor tersebut atau
dengan kata lain tingkat dependensi diantara kedua faktor makin besar.
Daftar Pustaka
Arini, Sukma. 2011. Uji χ² (Uji Chi-Kuadrat/Uji Kecocokan) kasus satu sampel.
http://arini2992.blogspot.com/2011/05/uji-uji-chi-kuadratuji-kecocokan-kasus.html diakses tanggal 10
April 2012 pukul 13.15 WIB
Budiarti,Eko. 2001. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat .cetakan I. Jakarta :
EGC
Budiarto, 2002. Analisis Data Katagorik (B). http://vinaserevinafisika-
unj.blogspot.com/2011_12_01_archive.html diakses pada tanggal 11 April 2012 pukul 14.20 WIB
Budiarto,Eko. 2002. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC