ANALGETIKA
ANALGETIKA
ANALGETIKA
ANALGETIKA-AINS
A. Analgetik
Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapa cara, yaitu :
1. Analgetika perifer : menghalangi terbentuknya rangsangan pada nyeri perifer.
2. Anestetika lokal : menghalangi penyaluran rangsangan di saraf sensoris.
3. Analgetika sentral (narkotika) : memblokir pusat nyeri di CNS (anestesi
umum).
4. Antidepresif trisiklis : digunakan pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme
kerja belum diketahui secara jelas (misal amitriptilin).
5. Antiepileptika : meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang synaps pada
nyeri (pregabalin, karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, valproate).
Secara umum analgetika dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik non-
narkotinik atau analgetik non-opioid atau integumental analgesik (misalnya asetosal
dan parasetamol) dan analgetika narkotik atau analgesik opioid atau visceral
analgesic (misalnya morfin).
Mekanisme Kerja :
Menduduki sisa sisa reseptor nyeri yang tidak diduduki oleh endorphin
(morfin endogen) mengakibatkan perasaan nyeri di blokir. Zat-zat ini memiliki daya
menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf
Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan
menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan
kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan
gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Karena bahaya adiksi ini, maka
kebanyakan analgetika sentral seperti narkotika dimasukkan dalam Undang-undang
Narkotika dan penggunaannya diawasi dengan ketat oleh Dirjen POM.
Efek Samping :
Supresi CNS :
- Sedasi, menekan pernafasan , miosis, hypothermia perubahan mood
- Stimulasi langsung pada CTZ ( Chemo Triger Zone) mengakibatkan
mual, muntah.
- Dosis tinggi mengakibatkan menurunnya aktivitas mental & motorik
Saluran nafas : bronchokontriksi, pernafasan dangkal, frekuensi nafas
menurun
Sistim sirkulasi : vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi terjadi hipotensi dan
bradycardia.
Saluran cerna : motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi spinchter kandung
empedu (kolik batu empedu), sekresi pancreas/ usus empedu berkurang
Saluran urogenital : retensi urin (naiknya tonus spinchter vesica urinaria),
motilitas uterus turun (waktu persalinan diperpanjang)
Histamin liberator : urticarial, gatal-gatal (pelepasan histamin)
Kebiasaan : adiksi
Penggunaan :
Golongan salisilat
Asam asetil salisilat (Acetyl Salicylic Acid) : asetosal / aspirin. Obat ini
diindikasi untuk sakit kepala, nyeri otot, demam dll. Saat ini asetosal makin banyak
dipakai karena sifat anti plateletnya. Sebagai contoh aspirin dosis kecil digunakan
untuk pencegahan trombosis coroner dan cerebral. Asetosal adalah analgetik
antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat
bebas. Efek samping yaitu mengiritasi lambung dan saluran cerna namun dapat
dikurangi dengan meminum obat setelah makan atau membuat menjadi sediaan salut
enteritik (enteric-coated). Karena salisilat bersifat hepatotoksik maka tidak
dianjurkan diberikan pada penderita penyakit hepar yang kronis.
B. Analgetik – Antipiretik
Efek Farmakodinamik :
Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat inimemperlihatkan efek antipiretik in
vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
digunakan rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang
ada di sental otak terutama COX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat
AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak
dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alas an tersebut.
C. Analgesik – AINS
Adalah obat-obat analgesic yang selain memiliki efek analgesic juga memiliki
efek anti inflamasi. Digunakan dalam pengobatan rheumatic dan gout. Obat-obatnya
antara lain ibuprofen, indometasin, diklofenak, fenilbutazon dan piroxicam.
Mekanisme Kerja :
Efek Farmakodinamik :
Ibuprofen
Adalah turunan asam propionate yang berkhasiat anti inflamasi, analgesic dan
anti piretik. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasi terlihat
dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorbsi ibuprofen cepat melalui lambung dan
kadar maksimumdalam plasma dicapai setlah 1-2 jam. Ekskresinya berlangung cepat
dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorbsi akan diekskresi melalui urin
sebagai metabolit atau konjugatnya. Efek sampingnya ialah eritema kulit, sakit kepala
trombositopenia, amblipobia toksik yang reversible.
Fenilbutazon
Derivat pirazolon ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat daripada
analgetikanya. Sebagai obat rematik seperti halnya juga dengan oksifenilbutazon.
Kontra indikasinya berupa penyakit jantung, gangguan paru, ginjal, dan hati,
kehamilan dengan riwayat tukak lambung, penyakit tiroid. Efek sampingnya berupa
radang tenggorokan, sariawan, gangguan penglihatan, gangguan darah.
Penyalahgunaannya dalam obat-obat penguat dan tonikum (dengan ginseng) dapat
memberikan efek merusak sel-sel darah.
Piroksikam
Anti radang, analgetik dan antipiretik yang kuat. Untuk nyeri dan radang
reumatik, gangguan otot skelet, gout. Efek samping berupa perdarahan dalam
lambung usus, nyeri dapat timbul ditempat penyuntikan, suppositoria menyebabkan
iritasi rectum kadang-kadang pendarahan.
Antihistamin
Zat zat yang dapat mengurangi /menghalangi efek histamin terhadap tubuh
dengan cara memblokir reseptor histamin
Penggolongan AH1 :
1. Antihistamin H1 (AH1) generasi I / antihistaminika klasik. Berkhasiat
sedatif, sebagian besar mempunyai efek kolinergik
Etanolamin: karbinoksamin, difenhidramin,dimenhidrinat
Etilenediamin : pirilamin,tripelenamin
Piperazin : hidroksizin, sikilizin, meklizin
Alkilamin : klorferinamin, bromfeniramin
Derivat fenotiazin : prometazin
Lain-lain : siproheptadin, mebhidrolin napadisilat
2. Antihistamin H1 (AH1) generasi II / penghambat asam. Bersifat hidrofil
(sulit mencapai cairan cerebrosipnal), tidak berkhasiat sedatif. Masa paruh
panjang. Dapat menghambat sintesis mediator inflamasi (prostaglandin,
leukotrien, kinin).
Astemizol
Feksofenadin
Lain-lain : loratadin, setrizin
Farmakodinamik :
Farmakokinetik :
Efek timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan timbul 15-30 menit
setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah
pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan derivat piperazin seperti
meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang panjang. Tempat utama
transformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga dapat paru-paru dan ginjal. AH1
diekskresi melalui urin selama 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Indikasi :
Efek Samping :
Efek samping paling sering ialah sedasi. efek yang berhubungan dengan efek
sentral AH1 ialah vertigo,tinitus, lelah, inkoordinasi, penglihatan kabur, tremor.
Gangguan saluran cerna : mual, muntah, anoreksia, sembelit, konstipasi atau diare.
Efek antikolinergik mulut kering, gangguan akomodasi dan retensi urin. Efek
antiserotonin dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan. Jangan diberikan
pada penderita glaukoma, hipertrofi dan prostat.
Perhatian :
AH1 sebagai campuran resep harus digunakan hati-hati karena efek AH1
bersifat aditif dengan alkohol, obat penenang atau hipnotik sedatif.
Farmakodinamik :
Farmakokinetik :
Indikasi :
Efek samping :
Nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit,
pruritus, kehilangan libido dan impoten. Simetidin mengikat reseptor androgen
dengan akibat disfungsi seksual dan ginekomastia.
Interaksi obat :
Klasifikasi
Antintibiotik berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti “melawan” dan bios
yang berarti “hidup”. Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan miroorganisme
tertentu untuk menginhibisi pertumbuhan bahkan membunuh mikroorganis lain di
dalam larutan. Dengan kata lain antibiotic merupakan agen antimikroba. Anti
mikroba diklasifikasikan menurut jenis mikroba yang menjadi targetnya
kemampuannya mematikan kuman, dan menurut sifat pharmacokinetics dan
pharmacodynamics (PK/PD) nya.
Menurut jenis mikroba yang menjadi target, Anti mikroba dapat dibagi
menjadi :
Anti bakteri
Anti virus
Anti jamur
Anti protozoa
Anti cacing
Anti mikroba yang bersifat aktif hanya terhadap bakteri gram positif atau
gram negatif saja. Contoh : Penisilin G, streptomisin.
Selama dua dasa warsa terakhir ini, dilaporkan bahwa kemampuan anti
mikroba mematikan kuman sangat bergantung dari sifat PK/PDnya. Dari segi ini ,
anti mikroba dapat dibedakan 2 kelompok yaitu :
Tergantung dari kadar (concentration-dependent)
Tergantung dari waktu (time-dependent)
Mekanisme Kerja :
TETRASIKLIN
Pengunaan : infeksi saluran nafas dan paru-paru, saluran kemih, kulit dan mata.
Kinetik : resorbsi tetrasiklin dari usus pada lambung kurang lebih 75% dan agak
lambat baru setelah 3-4 jam tercapai kadra puncak dalam darah. Pengecualian untuk
doksisilin dan minosiklin yang diserap baik sekali yaitu 90-100%. Ekskresi
secara utuh melalui ginjal. Untuk doksisilin dan minosiklin disekresi melalui
empedu dan tinja.
Efek samping : pada penggunaan oral sering terjadi gangguan lambung-usus (mual,
muntah, diare), supra-infeksi oleh jamur Candida albicans (dengan gejala mulut dan
tenggorokan nyeri, gatal sekitar anus, diare, diabetes insipidus, kerusakan ginjal, hati.
Pada gigi berefek pada terdeposisinya perkembangan tulang dan gigi. Pemberian
pada pertengahan kehamilan sampai 5 bulan, akan memberikan efek pada gigi
desidui berupa diskolorisasi kecoklatan pada gigi yang menyerupai karies.
Tetrasikilin yang diberikan antara umur 3 bulan sampai 6 bulan akan mempengaruhi
perkembangam dentin dari gigi anterior. Sedangkan pemberian tetrasikilin yang
diberikan di akhir masa kehamilan atau masa kanak-kanak dapat menyebabkan
penghambatan secara temporer dari pertumbuhan tulang.Pada penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan kelainan bentuk dan pengurangan tinggi badan.
Kontra indikasi : tidak boleh diberikan pada wanita hamil setelah bulan keempat
dari kehamilan, dan pada anak-anak sampai usia 8 tahun.
Interaksi : tetrasiklin tidak boleh diminum bersamaan dengan susu atau antisida,
Karena tetrasiklin membentuk senyawa komplek yang tak larut dengan besi,
alumunium, magnesium dan kalsium. Ini akan menyebabkan gagalnya resorbsi dari
usus-ginjal.
SULFONAMIDA
Kombinasi Sulfonamida
Kombinasi Sulfonamida
Penggunaan Sulfonamida
Dosis
a. Anak-anak : 100-150 mg/kg berat badan atau menurut usia antara 1-3 tahun
sepertiga, antara 4-10 tahun setenagh, dan antara 11-15 tahun tigaperempat dosis
dewasa.
b. Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk
menghindari gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi.
Penggolongan Sulfonamida
AMINOGLIKOSIDA
MAKROLIDA
Contoh Makrolida :
a. Eritromisin
Aktivitas bekerja bakteriostatis. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan
reversible pada ribosom kuman, sehingga menghambat sintesis protein
Indikasi infeksi paru-paru oleh Mycoplasma pneumonia, infeksi usus
dengan Campilobacter jejuni. Untuk infeksi saluran nafas dijadikan alternatif
kedua bilaman terdapat resistansi atau hipersensitivitas oleh penisilin atau
sefalosporin.
Farmakokinetik Makanan memperburuk absorpsinya, maka sebaiknya
diminum saat perut kosong. 80 % terikat pada protein. Kadar dalam
intraseluler tinggi. Metabolismenya, semua makrolida diuraikan dalam hati,
sebagian oleh system sitokrom-P450. Ekskresinya melalui empedu dan tinja
serta kemih, terutama dalam bentuk inaktif.
Efek samping gangguan lambung-usus, diare, nyeri perut,nausea,muntah.
Interaksi denga obat lain bisa terjadi. Penghambatan metabolisme teofilin,
kumarin, rifampisin, siklosporin.
Pada kehamilan dan laktasi, dapat diberikan dengan aman, namun
derivatnya belum diketahui secara pasti.
Dosis Oral 2-4 dd 250-500 mg pada saat perut kosong, untuk anak-anak
20-40 mg/kgBB/hari selama maksimum 7 hari.
b. Spiramisin
Indikasi Infeksi di jaringan mulut, tenggorokan, dan saluran napas
Farmakokinetik Resorpsinya tidak konstan, PP-nya hanya 30 %, waktu
paruhnya 4-8 jam tergantung dari dosis.
Efek samping Ringan. Wanita hamil dapat meminum obat ini, tetapi tidak
dianjurkan selama laktasi karena kadarnya dalam ASI tinggi sekali.
Dosis Oral 4 dd 0,5-1 g, anak-anak 50-100 mg/kg/hari selama 5 hari, pada
toxoplasmaosis selama 3-4 minggu.
DERIVAT NITROBENZENA
Contoh obat antibiotik yang merupakan derivate dari nitrobenzena adalah khloramfenikol.
Khloramfenikol:
Antifungal digunakan untuk mengobati infeksi jamur. Secara umum infeksi jamur
dibagi menjadi 2 yaitu infeksi jamur sistemik dan topical. Contoh antifungal untuk infeksi
sistemik adalah amfoterisin B, flusitosin, ketokonazol. Sedangkan contoh antifungal untuk
infeksi jamur topical adalah griseofulvin, mikonazol, dan klotrimazol.
1. Ketokonazol
Ketokonazol merupakan turunan dari imidazol yang mempunyai aktivitas antijamur
baik sistemik maupun nonsistemik. Efektif terhadap Candida, Coccidioides imitis,
Crytococcus Neoformans, H. capsulatum, B. Dermatidis, Aspergillus, dan Sporothrix
spp.
Farmakokinetik Ketokonazol merupakan antijamur sistemik per oral yang diserap
baik melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk
menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna akn
berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi.Sebagian besar dari obat
ini mengalami metabolism lintas pertama. Ekskresinya melalui cairan empedu ke
lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan melalui urin.
2. Mikonazol
Mikonazol mempunyai spektrum luas baik terhadap jamur sistemik maupun
dermatofit. Obat ini berbentuk kristal putih, tidak berwarna dan berbau, sebagian
kecil larut dalam air tetapi lebih larut dalm pelarut organik.
Aktivitas antijamur menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton,
Microsporum, Candida, dan Malassezia furfur. Mikonazol menghambat sintesis
ergosterol yang menyebabkan permeabilitas membrane sel jamur meningkat juga
menyebabkan gangguan sintesis asam nukleat yang akan menyebabkan kerusakan
jamur.
Efek samping iritasi, rasa terbakar.
ANTIVIRUS
ANTIPROTOZOA
Malaria merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh protozoa. Antimalaria atau
bisa disebut sebagai anti protozoa bersifat toksik bagi skizon eritrositik, skizon adalah
sporozoit matang di jaringan dari protozoa yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia. Obat
antiprotozoa atau antimalaria yang bekerja cepat antara lain:
Efek yang ditimbulkan dari dosis tinggi mengakibatkan mual, muntah, diare, ruam
pruritis, dan yang jarang adalah psikosis. Pemberian dosisi tinggi dalam jangka panjang akan
merusak retina secara irreversibel. Pemberian dari kuinin, meflokuin, malaron, dan riamet
dilakukan melalui oral.
Antelmintik
Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk memberantas
atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh
Mebendazol
Pirantel Pamoat
Piperazin
Levamisol
Albendazol
Tiabendazol
Ivermektin
Dietilkarbamazin
Prazikuantel
Metrifonat
Niklosamid
1. Albendazol
Albendazol adalah obat cacing derivat benzi midazol bersepektrum lebar yang
dapat diberikan pe oral. Dosis tunggal untuk infeksi cacing kremi, cacing gelang,
cacing trikuris, cacing S. stercoralis dan cacing tambang. Juga merupakan obat
pilihan untuk penyakit hidatit dan sistiserkosis.
Farmakokinetik
Pada pemberian per oral obat ini diserap secara tidak teratur oleh usus obat ini
cepat dimetabolisme, terutama menjadi albendazole sulfoksida suatu metabolit aktif
yang sebagian besar lewat fases. Makanan berlemak akan meningkatkan absorpsi
empat kali lebih besar disbanding perut kosong . kadar puncak metabolit aktif plasma
dicapai dalam 3 jam. Waktu paruh 8-9 jam sebagian besar metabolit terikat dengan
protein dan didistribusi ke jaringan jaringan, serta ke cairan serebrospnal, termasuk ke
kista hidatid.
Farmakodinamik
Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan β-tubulin parasit sehingga
menghambat polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa oleh
larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurun dan
pembentukan ATP berkurang, akibatnya cacing akan mati. Obat ini memiliki khasiat
membunuh larva pada cacing tambang. Gelang trikuris, penyakit hidatid,
sistiserkosis, dan juga dapat merusak cacing gelang, tambang dan trikuris.
Indikasi
Untuk infeksi cacing kremi, cacing tambang. Cacing askaris dan trikuris.
Dosis dewasa dan anak umur diatas 2 tahun adalah 400 mg dosis tunggal bersama
makan. Untuk cacing kremi , terapi hendaknya diulangi sesudah 2 minggu. Untuk N.
americanus cacing trikuris serta askariasis berat lama pengobatan yang dianjurkan
ialah 2-3 hari. Untuk infeksi cacing S. stercoralis dosis terapi 2 x 400 mg per hari
selama 1-2 minggu diberikan bersama makanan.
Untuk cutaneus larva migran dosis terapimya 400 mg/hari selama 3 hari dan untuk
kapilariasis intestinal selama 10 hari serta untuk trichinosis selama 1-2 minggu
Efek Samping
Untuk penggunaan 1-3 hari, aman. Efek samping berupa nyeri ulu haati, diare,
sakit kepala, mual, lemah, pusing, insomnia, frekuensinya sebanyak 6%. Pada
pengobatan/penyakit hidatid selama 3 bulan, dilaporkan timbulnya efek samping
berupa alopesia, leokopenia yang reversible. Peningkatan transaminase yang
revesible, serta gangguan cerna berupa mual, muntah, dan nyeri perut.
Pada studi loksisitas kronik dengan hewan coba ditemukan adanya: diari, anemi,
hipotensi, depresi sumsum tulang, kelainan fungsi, embriotoksisitas, dan
tertogenisitas
Kontraindikasi : Anak umur kurang dari 2 tahun wanita hamil dan sirosis hati
2. Ivermektin
Obat ini sekarang digunakan untuk pengobatan masal dan individual terhadap
onchocerciasis dan strongyloidiasis.
Farmakokinetik
Farmakodinamik
Cara kerja obat ini yakni memperkuat peranan GABA pada proses transmisi
di saraf tepi. Sehingga cacing mati pada keadaan paralisis. Obat ber efek terhadap
microfilaria di jaringan embryogenesis pada cacing betina microfilaria mengalami
paralis, sehingga mudah dihancurkan oleh system retikulo-endotelia. Karena obat ini
tak melewati BBB, maka tak menyebabkan paralisis pada hopes. Obat ini memiliki
margin of safety yang lebar.
Indikasi
Pada dosis tunggal 50-200 µg/kgBB efek samping ang ditimbul umumnya
ringan sebentar dan dapat ditoleransi. Biasanya berupa demam, pruritus, sakit otot
dan sendi, sakit kepala, hipotensi nyeri di kelenjar limfe. Gejala efek samping ini tak
separah seperti dietilkarbamazin, biasanya cukup disembukan dengan pemberian
antihistamin dan antipiretik. Gejala ini berkaitan dengan jumlah microfilaria yang
mati dan dikenal sebagai reaksi mazzotti. Efek teragonik obat ini terlihat pada hewan
coba.
3. Prazikuantel
Efek antelmintik.
In vitro, prazikuantel diambil secara cepat dan reversible oleh cacing, tetapi
didak dimetabolisme. Kerjanya cepat melalui 2 cara (1) pada kadar efektivitas
terendah menimbulkan peningkatan aktivita otot cacing, karena hilangnya caintrasel
sehingga timbul kontraksi dan paralis spastic yang bersifat reversibel, yang mungkin
mengakibatkan terlepasnya cacing dari tempatnya cacing S. mansoni dan S.
japonicum dari vena mesentrika dan masuk ke hati . (2) pada dosis terapi yang lebih
tinggi prazikuantel mengakibatkan vakuolisasi dan vesikulasi tegument cacing,
sehingga isi cacing keluar , mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi
kehancuran cacing.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral absorpsinya baik. Kadar maksimal dalam daarah tercapai
dalam waktu 1-3 jam. Metabolisme obat berlangsung cepat di hati melalui proses
hidroksilasi dan konyugasi sehingga terbentuk produk yang efek antelmintik kurang
aktif. Waktu paruh 0,8-1.5 jam. Ekskresi sebagian besar melalui urin dan sisanya
melalui empedu. Hanya sedikit obat yang diekskresi dalam bentuk utuh.
Efek samping
Efek samping timbul dalam beberapaa jam setelah pemberian obat dan akan
bertahan selama beberapa jam 1 hari. Yang paling sering adalah sakit kepala, pusing,
mengantuk dan lelah yang lainnya adalah : mual, muntah, nyeri perut, diare, pruritus,
urtikaria, nyeri sendi dan otot, serta peningkatan enzim hati selintas. Deman ringan,
pruritus, dan skin rashes disertai dengan peningkatan easinofil yang terlihat setelah
beberapa hari pengobatan.
Kontraindikasi
Sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan menyusui. Demikian pada
pekerja-pekerja yang melakukan koordinasi fisik dan kewaspadaan, harus
diperingatkan mengenai efek kantuk yang terjadi pemakaian obat. Kontraindikasi
mutlak adalah pada ocular cysticercosis, sebab kehancuran parasit di mata
menimbulkan kerusakan mata yang tak dapat diperbaiki .Pasien dengan gangguan
fungsi hati memerlukan penyesuaian dosis pemberian kortikosteroid untuk menekan
reaksi informasi perlu mendapat pertimbangan karena kortikosteroid dapat
mengurangi kadar plasma sampai 50%.