Laporan Pendahuluan Askep Peritonitis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

H DENGAN PERITONITIS
DI RUANG ICU RSUD KRMT WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

Disusun oleh :

Nama : Muhammad Sutriyanto


NIM : G3A019010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERITONITIS

A. PENGERTIAN
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada
bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum - lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronik/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis
adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut
(peritoneum) lapisan membrane serosarongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa rongga
abdomen) rongga perut bagian dalam (Arif Muttaqin, 2011).
Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membran serosa rongga abdomen
dan meliputi visera. (Brunner dan Suddarth, 2001).

B. ETIOLOGI
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena
trauma abdomen . (Brunner dan Suddarth, 2001)
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun
biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis,
perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus
atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ – organ dalam dengan
inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi
clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.

C. TANDA DAN GEJALA


Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –
tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri
pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri
subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas,
tes psoas, atau tes lainnya.

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.
 Demam
 Distensi abdomen
 Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
 Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh
dari lokasi peritonitisnya.
 Nausea, vomiting
 Penurunan peristaltik.

D. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-
organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-
lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan
di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya
pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
2. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
3. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar
berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi. Pemeriksaan
radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi :
 Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP ).
 Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
 Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal
F. PATHWAY

Interna (appendicitis Bakteri E. Coli, Eksterna (trauma,


perrforasi, tukak peptikum, Pseudomonas, operasi yg tidak steril)
Streptococus, klebsiella)
tumor, divetikulosis)

Invasi bakteri

Infeksi

Leukosit meningkat

Kontaminasi Bakteri

Peristaltic menurun Kompresi jaringan


Permeabilitas kapiler

Lambung tertekan
konstipasi Inflamasi
Distensi abdomen
Usus mengalami Penumpukan
paralysis Akumulasi rongga cairan dlm rongga
abdomen peritoneum
Mual muntah
nyeri Kebocoran isi dari
Keb. Nutrisi tidak organ dalam abdomen
terpenuhi masuk ke rongga
peritoneum

Gg pemenuhan nutrisi
G. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Terdiri dari identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, nomor register klien, tanggal masuk dirawat,
tanggal pengkajian, diagnosa medis.
2) Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift / jaw trust
 Suction / hisap
 Guedel airway
 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing,
sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara
yang cukup jelasa dan cepat adalah
 Awake
 Respon bicara
 Respon nyeri
 Tidak ada respon
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
3) Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering kali
membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian
berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum
parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada
beberapa penyakit tertentu (misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut
berat, iskemia usus) nyeri abdomen dapat digeneralisasi dari awal
b. Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu tubuh,
mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan
kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat pada
tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan
pernyataan. Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi dan
tuberkulosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola makan,
gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga dapat
menyebabkan peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkul peptikum, gastritis,
divertikulosis dan lain-lain
4) Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana
pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
5) Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
a. Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
b. TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik.
c. Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi, pasien tampak
legarti serta syok hypovolemia
d. Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen didapatkan
pada hampir semuja pasien dengan peritonitis dengan menunjukkan
peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan peritonitis berat sering
menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk
mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering mengembung disertai
tidak adanya bising usus. Temuan ini mencerminkan ileus umum.
Terkadang, pemeriksaan perut juga mengungkapkan peradangan massa
2) Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu
tanda ileus obstruktif
3) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu tubuh, adanya
darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan
dan defans muskular. Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas
dibawah diafragma. Pemeriksaan rektal dapat memunculkan nyeri
abdomen, colok dubur ke arah kanan mungkin mengindikasikan apendisitis
dan apabila bagian anterior penuh dapat mengindikasikan sebuah abses.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan untuk
mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya endometritis, salpingo-
ooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi temuan sering sulit diinterprestasikan
dalam peritonitis berat
4) Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
6) Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Laroche, 1998) hal-hal berikut :
1) Sebaian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan
leukositosis (>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk mendeteksi disfungsi
pembengkuan
4) Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran kemih, namun
pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukkan
sel darah putih dalam air seni dan mikrohematuria
6) Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritoneal (yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut dan kultur cairan
peritoneal). Pada peritonitis tuberkulosa, cairan peritoneal mengandung
banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diindikasi dengan kultur
b. Pemeriksaan radiografik
1) Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin didapatkan
usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas hadir dalam kebanyakan
kasus anterior perforasi lambung dan duodenum, tetapi jauh lebih jarang
dengan perforasi dari usus kecil dan usus besar, serta tidak biasa dengan
appendiks perforasi. Tegak film berguna untuk mengidentifikasi udara
bebas di bawah diafragma (paling sering disebalah kanan) sebagai indikasi
adanya viskus berlubang
2) Computed tomography scan (CT scan)
CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik pilihan untuk
abses peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua kasus dimana diagnosis
tidak dapat dibangun atas dasar klinis dan temuan foto polos abdomen.
Abses peritoneal dan cairan lain dapat diambil untuk diagnostik atau terapi
dibawah bimbingan CT scan
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul untuk diagnostis dicurigai
abses intra-abdomen. Abses abdomen menunjukkan penurunan itensitas
sinyal pada gambar T1-weighted dan homogen atau peningkatan intensitas
sinyal heterogen pada gambar T2-weighted. Terbatasnya
4) USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas
(misalnya perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis, pankreas
pseudocyst), kuadran kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya
appendisitis, abses tuba-ovarium, abses Douglas), tetapi terkadang
pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri, distensi abdomen dan
gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi peningkatan jumlah cairan
peritoneal (asites), tetapi kemampuannya untuk mendeteksi jumlah kurang
dari 100 ml sangat terbatas
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d infeksi, inflamasi intestinal, abses abdomen ditandai dengan nyeri tekan
pada abdomen
2) Risiko tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, sekunder dari syok
sepsis ditandai dengan mual, muntah, dan demam
3) Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d keluarnya cairan tubuh ditandai
dengan muntah yang berlebihan

3. Intervensi Keperawatan
N Diagnose Perencanaan
o keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri b.d infeksi, Tupan : Setelah 1. Kaji nyeri 1. Pendekatan
inflamasi dilakukan tindakan dengan PQRST dapat
intestinal, abses keperawatan 3 x 24 pendekatan secara
abdomen ditandai jam diharapkan PQRST komprehensif
dengan nyeri nyeri hilang menggali kondisi
tekan pada Tupen : Dalam nyeri pasien :
abdomen waktu 1 x 24 jam P=Penyebab nyeri
nyeri berkurang bisa diakibatkan
atau teradaptasi oleh respons
Kriteria evaluasi : iritasi atau
 Secara inflamasi
subjektif intestinal, abses
pernyataan abdomen, kram
nyeri abdomen
berkurang atau Q=Kualitas nyeri
teradaptasi seperti tumpul,
 Skala nyeri 0-1 terbakar, kram,
(0-4) dan mulas
 TTV dalam R=Area nyeri
batas normal, yang dirasakan
wajah pasien seperti nyeri pada
rileks abdomen bawah
atau atas
S=Pasien
mengalami skla
nyeri 4 (0-5)
T=Nyeri
bertambah pada
waktu ditekan
atau dilepas dan
saat BAB
2. Pemberian
2. Beri oksigen oksigen dilakukan
nasal apabila untuk memenuhi
skala nyeri ≥ 4 kebutuhan
(0-5) oksigen pada saat
pasien mengalami
nyeri pascabedah
3. Istirahat
diperlukan untuk
menurunkan
peristaltik usus
3. Istirahatkan sehingga nyeri
pasien pada dapat berkurang
saat nyeri 4. Pengaturan posisi
muncul dapat membantu
merelaksasi otot-
otot abdomen
sehingga
4. Atur posisi menurunkan nyeri
fisiologis 5. Memberikan
respons
vasodilatasi.
Kompres ini
dilakukan pada
pasien tanpa
pembedahan
5. Berikan
kompres 6. Untuk
hangat pada mengurangi atau
abdomen menghilangkan
nyeri

6. Kolaburasi :
Berikan
analgesic

2 Risiko tinggi syok Tujuan : Dalam 1. Identifikasi 1. Pada pasien


hipovolemik b.d waktu 1 x 24 jam adanya tanda- dengan perubahan
penurunan volume tidak terjadi syok tanda syok akut TTV dan
darah, sekunder hipovolemik dan status dehidrasi berat
dari syok sepsis Kriteria evaluasi : dehidrasi maka pemulihan
ditandai dengan - Tidak terdapat hidrasi menjadi
mual, muntah, dan tanda-tanda syok : parameter utama
demam pasien tidak dalam melakukan
mengeluh pusing, tindakan
TTV dalam batas 2. Pasien yang
normal, kesadaran mengalami
optimal, urine 2. Kolaborasi dehidrasi berat
>600 ml/hari skor dehidrasi ditandai dengan
skor dehidrasi 7-
- Membran mukosa 12 dan
lembap, turgor mempunyai risiko
kulit normal, CRT tinggi terjadi syok
>3 detik hipovolemik
- Laboratorium : 3. Pemasangan
nilai elektrolit IVFD secara dua
normal, nilai jalur harus dapat
hematokrit dan 3. Lakukan dilakukan untuk
protein serum pemasangan mencegah syok
meningkat, IVFD,Lakuka yang bersifat
BUN/Kreatinin n pemasangan ireversibel,
menurun dan diharapakan
pemberian terdapat perbaikan
infus dua sirkulasi ditandai
jalur. dengan
bendungan vena
sehingga syok
bisa diatasi
4. Pemberian 1-2
liter larutan
dekstrosa 5%
dalam 0,5 NaCl
disertai 50 mEq
NaHCO2 dan 10-
4. Kolaborasi 20mEq KCl
rehidrasi selama 30-40
cairan menit sangat
penting dilakukan
pada dehidrasi
berat
5. Rehidrasi cairan
harus diperhatikan
dan diberikan
sampai
didapatkannya
perbaikan status
mental dan tanda
5. Monitor perfusi jaringan
rehidrasi sudah membaik
cairan 6. Sebagai evaluassi
penting dari
intervensi hidrasi
dan mencegah
terjadinya over
hidrasi
7. Pasien yang
mengalami syok
6. Dokumentasi hipovolemik
dengan akurat mendapat
tentang intake perawatan di
dan output ruang intensif
cairan untuk
memudahkan
dalam memonitor
7. Lakukan seluruh kondisi
monitoring organ
ketatpada
seluruh sistem
organ

3 Risiko Tujuan : Dalam 1. Monitoring 1. Jumlah dan tipe


ketidakseimbanga waktu 1 x 24 jam status cairan cairan pengganti
n cairan dan tidak terjadi (turgor kulit, ditentukan dari
elektrolit b.d ketidakseimbangan membran keadaan status
keluarnya cairan cairan dan mukosa, urine cairan.
tubuh ditandai elektrolit output) Penurunan
dengan muntah Kriteria evaluasi : volume cairan
yang berlebihan  Pasien tidak mengakibatkan
mengeluh menurunnya
pusing, produksi urine,
membran monitoring yang
mukpsa ketat pada
lembap, turgor produksi urine,
kulit normal. apabila <600
TTV dalam ml/hari
batas normal, merupakan tand
CRT >3 detik, a-tanda
urine >600 terjadinya syok
ml/hari hipovolemik
 Laboratorium 2. Kehilangan
: nilai 2. Kaji sumber cairan dari
elektrolit kehilangan muntah dapat
normal, nilai cairan disertai dengan
hematokrit keluarnya
dan protein natrium via oral
serum yang juga akan
meningkat, meningkatkan
BUN/Kreatini risiko gangguan
n menurun elektrol

3. Hipotensi dapat
terjadi pada
3. Monitor hipovolemik
tanda-tanda yang
vital terutama memberikan
tekanan darah manisfestasi
sudah terlibatnya
sistem
kardiovaskuler
untuk melakukan
kompensasi
mempertahankan
tekanan darah
4. Mengetahui
adanya pengaruh
peningkatan
tahanan perifer
4. Kaji warna 5. Kolaborasi
kulit, suhu,  Jalur yang
sianosis, nadi paten penting
perifer, dan untuk
diaforesis pemberian
secara teratur cairan cepat
5. Kolaborasi dan
 Pertahanka memudahkan
n perawat
pemberian dalam
cairan melakukan
secara kontrol intake
intravena dan output
 Evaluasi cairan
kadar  Sebagai
elektrolit diteksi awal
menghindari
gangguan
elektrolit
sekunder dari
muntah pada
pasien
peritonitis
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinik Edisi 6.
Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta : EGC
https://www.academia.edu/11562167/LAPORAN_PENDAHULUAN_PERITONITIS

https://www.academia.edu/7760795/129916230-Lp-Peritonitis

Anda mungkin juga menyukai