Bab 2 Fardus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB II

ASPEK KIMIA DAN PREFORMULASI

2.1. Bentuk Sediaan


Ibuprofen diformulasikan dalam bentuk suspensi karena tidak larut dalam
air dan sediaan dalam bentuk suspensi diterima baik oleh para konsumen
dikarenakan penampilan baik, dari segi warna ataupun bentuk wadahnya.
Penggunaan dalam bentuk suspensi bila dibandingkan dengan larutan sangat efisien
sebab suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Penggunaan bentuk sediaan obat cair sangat menguntungkan jika dibandingkan
dengan penggunaan sediaan padat, karena sediaan cair mudah dikonsumsi oleh
anak-anak dan lanjut usia yang mempunyai kesulitan menelan. Suatu obat dalam
bentuk larutan tidak mengalami proses penghancuran dan pelarutan dalam tubuh,
sehingga obat dapat diabsorbsi oleh tubuh dengan cepat dan mengurangi
penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air (Ansel, 1989)

2.2. Kekuatan Sediaan


Kekuatan sediaan ibuprofen yang akan diformulasikan adalah 100mg/5 mL.

2.3. Rute Pemberian


Rute pemberian sediaan suspensi ibuprofen adalah melalui oral.

2.4. Dosis dan Aturan Pakai


Dosis sediaan ibuprofen yang akan diformulasikan adalah 100 mg/ml.
Aturan pakai formula ini adalah 3 x sehari.

2.5. Tinjauan Umum Zat Aktif dan Aspek Kimia


a. Deskipsi Umum Ibuprofen

Nama Obat : Ibuprofen

Rumus
: C13H18O2
Molekul
Berat Molekul : 206.28
Serbuk hablur berwarna putih hingga hampir putih,
Pemerian :
berbau khas lemah dan tidak berasa.
(The USP Convention, 2015 ; FI ed III, 1979)

b. Sifat Fisikokimia Ibuprofen

Struktur :

Gambar 2.1 Struktur Kimia Ibuprofen

Praktis tidak larut dalam air; bebas larut dalam aseton,


Kelarutan : diklorometana, dan dalam metil alkohol; larut dalam
larutan encer alkali hidroksida dan karbonat.
pH : 3,6 – 4,6 (dalam bentuk suspensi)
Inkompatibel dengan polyvinyl pirolidin, stearat,
Inkompatibilitas : Eudragit RL100, magnesium oksida, natrium
bikarbonat
Stabilitas : Thermolabil dan fotolabil
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Farmakope Indonesia V (2014), Al-Talla dkk (2011), Farmer dkk (2002), Dragan
dkk (2015)

c. Analisis Bahan Baku


1. Metode Kromatografi Lapis Tipis
Uji identifikasi ibuprofen menggunakan kromatografi lapis tipis dengan eluen
berupa kloroform : etanol (95:5) menghasilkan kromatogram dengan nilai Rp
0,66. Penampak bercak yang digunakan merupakan penampak bercak
spesifik ibuprofen yaitu kalium permanganat (KmnO4) yang dilarutkan dalam
asam sulfat (H2SO4). (Florey, 1974) Bercak yang timbul disebabkan karena
kalium permanganat dan asam sulfat yang bersifat oksidator sehingga akan
menyebabkan pembakaran pada plat KLT yang telah ditotolkan larutan
pembanding ibuprofen. (Nazer, M., 2015)
2. Metode Spektrofotometer UV-Vis
Uji kuantitatif yang dilakukan adalah pengukuran panjang gelombang
serapan maksimum dari larutan ibuprofen 50 mg dalam 10 mL etanol. Dari
larutan tersebut diperoleh nilai sebesar 275 nm. (Nazer, M., 2015)

2.6 . Karakterisktik Bahan Tambahan


a. Acesulfame Potassium
Pemerian : Acesulfame potassium berbentuk serbuk kristal, tidak
berwarna hingga berwarna putih. Tidak berbau, rasa
sangat manis
Kelarutan : larut dalam 1 : 3,7 bagian air pada suhu 20C, larut dalam
1:10 Ethanol (50%)
Stabilitas : Acesulfame potassium memiliki stabilitas yang baik.
Sterilisasi dan pasteurisasi tidak mempengaruhi rasa dari
zat ini. Bahan harus disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat di tempat yang sejuk dan kering serta terlindung dari
cahaya.
Identifikasi :

Gambar 2.1 Spektrum IR Acesulfame Potassium


Densitas : 1,04 – 1,28 g/cm3
Titik didih : 250°C
pH : 3.0 – 3.5
Inkompabilitas : -
Fungsi : zat pemanis

b. FD & C Red No. 40


Pemerian : FD & C Red No. 40 berbentuk serbuk berwarna cokelat
kemerahan gelap.
Kelarutan : larut dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol
(95%).
Stabilitas : memiliki stabilitas yang baik terhadap cahaya. Tidak
terlalu tahan dalam pemanasan.
Densitas : 0,80 g/cm3
Titik didih : >300°C
pH : 3.0 – 8.0
Inkompabilitas : gas yang mudah terbakar dibentuk dengan mencampurkan
senyawa azo dan azido dengan logam alkali. Hindari
reaksi dengan zat pengoksidasi.
Fungsi : zat pewarna.

c. Flavour Berry
Pemerian : terbuat dari sari buah blueberry yang masih segar yang
diproses secara mekanik.
Kelarutan : mudah larut dalam alkohol (90%), asam asetat glasial.
Stabilitas : dapat disimpan dalam wadah gelas dan plastik. Disimpan
dalam wadah tertutup, kering dan terhindar dari cahaya
matahari.
Fungsi : flavouring agent

d. Glycerin
Pemerian : gliserin cairan higroskopis yang jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, kental; memiliki rasa manis, sekitar 0,6 kali
semanis sukrosa.
Kelarutan : larut dalam air. Larut dalam Ethanol (95%). Larut dalan 1
: 500 bagian eter. Praktis tidak larut dalam benzene.
Praktis tidak larut dalam kloroform.
Stabilitas : gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan
terhadap oksidasi oleh atmosfer dalam kondisi
penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan dengan
evolusi akrolein toksik. Campuran gliserin dengan air,
etanol (95%), dan propilen glikol stabil secara kimia.
Identifikasi :

Gambar 2.2 Spektrum IR Gliserin


Densitas : 1.2620 – 1.2656 g/cm3
Titik didih : 176°C
pH : 5.0
Inkompabilitas : gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan
terhadap oksidasi oleh atmosfer di bawah penyimpanan
biasa. Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat
pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida, kalium
klorat, atau kalium permanganat.
Dalam larutan encer, reaksi berlangsung pada kecepatan
yang lebih lambat dengan beberapa produk oksidasi
terbentuk. Perubahan warna hitam pada gliserin terjadi
dengan adanya cahaya, atau jika kontak dengan seng
oksida atau basa bismut nitrat.
Kontaminan zat besi dalam gliserin dapat terjadi dengan
penggelapan warna campuran yang mengandung fenol,
salisilat, dan tanin.
Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam
gliseroborat, yang merupakan asam yang lebih kuat dari
asam borat. Tetapi gliserin terurai pada pemanasan
dengan evolusi akrolein toksik. Campuran gliserin dengan
air, etanol (95%), dan propilen glikol stabil secara kimia.
Fungsi : pengawet antimikroba, zat pemanis, zat tonisitas.

e. Na – CMC
Pemerian : natrium karboksimetilselulosa berbentuk serbuk
higroskopis putih yang tidak berbau dan tidak berasa yang
mengandung 5-22% natrium karboksimetilselulosa. Na-
CMC hidrokoloid organik yang dapat terdispersi dalam
air.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam asam encer dan pelarut organik.
Sebagian larut dalam alkali encer dan air (fraksi natrium
karboksimetil selulosa).
Stabilitas : natrium karboksimetilselulosa bersifat higroskopis dan
tidak boleh terkena uap air. Stabil pada kisaran pH 3,5-11.
Simpan di tempat yang sejuk dan kering. Hindari paparan
panas yang berlebihan.
Densitas : 0.6 g/cm3
Titik didih : 227°C
pH : 6.0 - 8.0
Inkompabilitas : kompatibel dengan oksidator kuat.
Fungsi : zat pendispersi
2.7. Validasi Metode Analisis Bahan Baku dan Sediaan
Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukan bahwa prosedur
analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode
untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana
guna mendukung prosedur analitiknya. Menurut USP (United States
Pharmacopeia), ada 8 parameter uji yang digunakan dalam validasi metode, yakni
akurasi/kecermatan, presisi/keseksamaan, spesifitas, batas deteksi (LOD), batas
kuantitasi (LOQ), linieritas, rentang dan ketahanan.
Parameter Uji
Validasi Parameter Indikator Kriteria Penerimaan
Spesifitas Resolusi > 1,5
Linearitas R > 0,99 - 1
LOD & LOQ Konsentrasi (PPM) Konsentrasi kerja lebih
besar dari LOD dan
LOQ
Presisi :
a. Ripitabilitas RSD ≤ 2,0 %
b. Presisi Antara RSD ≤ 2,0 %
Akurasi (Ketetapan) Recovery 98.0 % - 102.0 %
Range Rentang Kadar 80 – 120 %
Robustness RSD ≤ 2.0 %
Metode analisa suspensi sukralfat menggunakan HPLC. Pelaksanaan validasi
metode analisis dilakukan seperti pada prosedur analisis zat dengan menggunakan
HPLC.
a. Spesifitas/Selektifitas
Pengujian dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisa yang digunakan
dapat mengukur analisa secara selektif disamping komponen lain yang ada
dalam komponen sampel.
Prosedur : Lakukan pengujian sampel dengan HPLC, kemudian lihat
kromatogram dari dua puncak yang berdekatan. Hitung R dengan rumus 𝑅 =
2(𝑡2−𝑡1)
, dimana t adalah waktu retensi masing-masing puncak dan W adalah
𝑤1+𝑤2

lebar puncak. Nilai R harus tidak kurang dari 1,5 atau terlihat adanya puncak
yang terpisah.
b. Linearitas
Pengujian dilakukan untuk menunjukkan respon instrumen (sumbu y) secara
langsung/matematis berbanding lurus terhadap konsentrasi analis dalam contoh
(sumbu x) pada rentang tertentu. Dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang
menunjukkan ada hubungan linear antara x dan y.
Prosedur : Buat larutan baku dan larutan sampel suspensi sukralfat dengan 5
variasi konsentrasi. Ukur larutan baku dan larutan sampel dengan instrumen.
Catat nilai respon instrumen dari tiap konsentrasi. Hitung nilai linearitas (r).
Nilai r harus >0,99 – 1.
c. Akurasi
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh nilai yang
sebenarnya (ketepatan pengukuran).
Prosedur : Pengujian dilakukan dengan minimum 3 konsentrasi analit/baku kerja
dalam rentang 80 – 120%, masing-masing 3 replikasi. Tentukan kadar sampel
dengan HPLC. Hitung nilai %recovery dengan rumus:
Kadar yang diperoleh dari pengukuran
𝑥 100%
Kadar mula − mula

Nilai %Recovery harus 98% – 102%


d. Presisi
Merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk menunjukkan kedekatan
dari suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogen.
Prosedur :
1. Ripitabilitas : Lakukan pengukuran sampel dengan minimal 3 variasi
konsentrasi sebanyak 3 replikasi (9 nilai).
2. Presisi antara : Dilakukan oleh orang/analis yang berbeda pada hari yang
berbeda dan reagen yang berbeda.
Hasil pengukuran kemudian ditentukan nilai RSD . Nilai RSD harus < 2%.
e. Limit of Detection (LOD)
Merupakan jumlah analit terkecil yang masih bisa dideteksi namun tidak perlu
dapat terukur.
Prosedur : Buat larutan sampel dengan variasi konsentrasi. Ukur dengan
menggunakan instrumen kemudian buat kurva kalibrasi. Hitung nilai LOD
3,3𝜎
dengan rumus: dengan 𝜎 adalah simpangan baku respon dan S adalah slope
𝑆

dari kurva kalibrasi.


f. Limit of Quantity (LOQ)
Merupakan jumlah analit terkecil yang yang masih bisa diukur dengan akurat
(tepat) dan presisi (teliti)/reprodusibel.
Prosedur : Buat larutan sampel dengan variasi konsentrasi. Ukur dengan
menggunakan instrumen kemudian buat kurva kalibrasi.
10𝜎
Hitung nilai LOQ dengan rumus dengan 𝜎 adalah simpangan baku respon
𝑆

dan S adalah slope dari kurva kalibrasi.


g. Ketegaran (Robustness)
Pengujian dilakukan untuk menentukan ketegaran dari suatu metode
(Robustness) dengan penyuntikan berulang setiap 60 menit selama 6 jam dari
contoh homogen untuk menunjukkan stabilitas dari larutan. Ketegaran
(Robustness) dengan penyuntikan pada konsentrasi pengujian 100% pada
sampel. Nilai RSD yang didapat dari pengukuran adalah < 2%.

h. Range (batasan)
Nilai rentang pengujian diperoleh pada saat melakukan uji linearitas, uji akurasi,
dan presisinya telah memenuhi syarat

2.8. Metode Analisis Sediaan


Dalam analisis penetapan kadar sediaan suspensi ibuprofen digunakan
metode HPLC (Pattanaik. S., 2013).
Kolom : Metode RP-HPLC isokratik dicapai dengan Thermo
Hypersil BDS, 150X4.6mm; Kolom 5μm
Flow rate : 1.5 mL/min
Injection Volume : 10 μL
Detektor : UV 220 nm
Run time : 5 min.
Larutan Standar : Ditimbang secara akurat sekitar 40 mg standar Ibuprofen
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 70
ml pengencer-1 (buffer 20: asetonitril 80), sonikasi agar larut
dan dibuat hingga volume pengencer-1 tercampur. Pipet 5
mL larutan stok standar dan dimasukkan ke dalam labu ukur
25 mL. Larutkan hingga tanda tera dengan pengencer-2
(buffer 40: asetonitril 60) tercampur dengan baik.
Larutan Sampel : Ibuprofen dimasukkan ke dalam 250 ml labu volumetrik.
Ditambahkan 175 mL pengencer-1 dan disonikasi selama 30
menit dengan intermittent shaking. Dibuat hingga tanda tera
dan dicukupkan volume dengan pengencer-1 hingga
tercampur rata. Centrifuge sebagian larutan di atas pada 3000
rpm selama sekitar 5 menit. Pipet 5 ml larutan supernatan
yang dibagian atas dan dimasukkan ke dalam labu
volumetrik 25mL. Buat volume hingga tanda tera dengan
pengencer-2 dan aduk rata. Dimasukkan larutan ke dalam
sistem HPLC
Fase gerak : Buffer dan acetonitril (40:60) . Buffer terdiri dari air kadar
HPLC: Triethylamine: Orthophosphoric acid (1000ml: 1ml:
0.5ml)
Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Terjemahan: Farida Ibrahim,.
Edisi 4,UI Press: Jakarta

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1975. Farmakope Indonesia


Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 2014. Farmakope Indonesia


Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dragan dkk. 2015. Compability Study of Ibuprofen with Some Excipients


Employed for Solid Dosage Forms. Revista de Chimie Bucharest 66 Vol.
2, 191-195.

Farmer dkk. 2002. Forced Degradation of Ibuprofen in Bulk Drug and Tablets.
Pharmaceutical Technology Journal, 28-42.

Florey, 1974, Analitycal Profiles of Drug Subtances, Vol. 3, Academic Press, New
York and London.

Nazer, Mochamad, Hilda, A., Endah. R., 2015, Pengembanan Analisis Ibuprofen
sebagai Bahan Kimia Obat (BKO) di dalam Jamu Pegal Linu dengan
menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan Spektofotometri UV-
Vis, Prosiding Penelitian SpeSIA Unisba.

Al- Talla dkk. 2011. Bioequivalence Assessment of Two Formulations of


Ibuprofen. Drug Design, Development and Therapy Journal, 5:427-433.

Pattanaik, Sovan, Sangeeta, M., Gurudutta, P., and Jasmin, P., 2013, Assay method
development and validation of ibuprofen tablets by HPLC, Der Pharmacia
Sinica, Vol 4, No.4.

Rowe, Raymond C., Sheskey, P., Owen S.C. 2009. Handbook Of Pharmaceutical
Exipients, 6th ed. London : The Pharmaceutical Press.
The United States Pharmacopoeial Convention. 2015. The United States
Pharmacopoeia National Formulary, 38th ed. Rookville: The United
States Pharmacopoeial Convention Inc.

Anda mungkin juga menyukai