Praktikum Perhutanan Sosial Laporan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM PERHUTANAN SOSIAL

HUTAN ADAT DESA GUGUK KECAMATAN RENA PEMBARAB KABUPATEN


MERANGIN PROVINSI JAMBI

ANGGELI HANA EKA PUTRI

L1A117057

Dosen Pengampu:

Ir. FAZRIYAS., M.Si

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS NEGERI JAMBI

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perhutanan sosial merupakan program yang saat ini menjadi salah satu fokus
utama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Perhutanan sosial sendiri memiliki tujuan untuk menyejahterakan masyarakat sekitar
hutan. Program ini dilatarbelakangi karena pada saat sekarang pemerintah dalam hal ini
pemerintah pusat yang diwakili oleh KLHK memiliki 2 agenda besar. Dua agenda
tersebut adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan juga
penciptaan model pelestarian hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang
efektif.
Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan
dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk
meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial
budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat,
Hutan Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.
Berdasarkan Permen LHK Nomor 83 tahun 2016 tujuan dari program ini adalah
memberikan pedoman pemberian hak pengelolaan, perizinan, kemitraan dan Hutan
Adat di bidang perhutanan sosial. Program ini juga untuk menyelesaikan permasalahan
tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang
berada di dalam atau sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat
dan pelestarian fungsi hutan.
Hutan adat merupakan pilihan hukum masyarakat untuk mengelola hutan di
dalam kawasan hutan negara yang dikelolah khusus untuk masyarakat hukum adat.
Menurut UU No 41 tahun 1999 menjanjikan peluang bagi peran serta asyarakat dalam
pengelolaan hutan dan mentetapkan dasar pengusahaan hutan dan sumber daya hutan
yang lebih beragam demi memberdayakan masyarakat. Tetapi pemberdayaan ini tidak
boleh diberikan kepada masyarakat di luar hukum adat tersebut. Pengelolaan hutan adat
diserahkan kepada masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat adalah kelompok
masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena
adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum (P.21 tahun 2019).
B. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSAAN
Hari : Sabtu – Minggu
Tanggal : 12 – 13 September 2019
Pukul : 15.00 – selesai dan 08.00 – selesai
Tempat : Hutan Adat Desa Guguk, Kec. Renah Pembarap, Kab. Merangin,
Jambi
C. TUJUAN
Mengetahui Implementasi Perhutanan Sosial Pola Hutan Adat
BAB II

HASIL PRAKTIKUM

A. SEJARAH HUTAN ADAT GUGUK

Hutan Adat Desa Guguk secara geografis terletak pada 102°01’55.38” Bujur Timur dan
2°06’10.15” Lintang Selatan dengan ketinggian 50 Mdpl, serta luas 270 Km2. Secara
administratif Desa Guguk berbatasan langsung dengan:

 Sebelah Timur :Desa Marus Jaya dan Desa Air Batu Kecamatan Renah
Pembarap
 Sebelah Utara :Desa Muaro Bantan Kecamatan Renah Pembarap
 Sebelah Selatan :Desa Durian Rambun Kecamatan Muara Siau
 Sebelah Barat :Desa Simpang Parit dan Paruta Kecamatan Renah
Pembarap

Gambaran Luasan

Luas :690 ha (tracking dengan GPS dan jurang tidak tercover)

Batas :

 Timur : Sungai Nilo


 Barat : Sungai Tai
 Utara : Sungai Merangin
 Selatan : Jln. EX. BELANDA – HPH PT.

Latar Belakang

Latar belakang berdirinya Hutan Adat Desa Guguk untuk menanggapi aspirasi tokoh
adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda Desa Guguk. Hal ini juga
dilakukan sebagai bentuk kepedulian masyarakat yang resah terhadap keberadaan patok
HPH yang memasuki wilayah adat Desa Guguk. Patok ini adalah patok dari perusahaan
HPH PT. INJAPSIN. Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk aksi protes terhadap illegal
logging yang dilakukan oleh desa tetangga dan keberadaan HPH yang menurut mereka
merusak keindahan alam dan keanekaragaman hayatinya serta lingkungan Hutan Desa
Guguk. Ini adalah bentuk kesadaran masyarakat desa akan pentingnnya menyelamatkan
hutan demi kelestarian dan keberlanjutannya di masa yang akan datang.
Proses Berdirinya Hutan Adat

Berdirinya hutan adat ini atas inisiasi tokoh masyarakat Desa Guguk yaitu H. Abu
Bakar (alm). Beliau merasa prihatin dengan keadaan hutan desa yang mengalami illegal
logging dan dirambah HPH untuk dijadikan sebagai hutan industri. Oleh karena itu, beliau
ikut melaksanakan Kongres Hutan Adat Indonesia yang dilaksanakan di Hotel Indonesia
(HI), Jakarta guna menyampaikan keluh kesah beliau dan masyarakat sekitar hutan
tersebut. Sesampainya disana presentasi beliau disambut sangat baik oleh pemerintah.
Karena dukungan dan sambutan baik dari pemerintah inilah beliau merasa mendapatkan
motivasi untuk melestarikan hutan mereka dan timbul inisiatif untuk mengelolah hutan
dengan sebutan Hutan Adat mengingat hutan adat Desa Guguk bukan hanya sekedar hutan
tapi juga ada situs sejarah dan kearifan lokal disana.

Sepulangnya dari kongres tersebut beliau memberikan penjelasan akan niatannya untuk
menjaga hutan Desa Guguk dan pentingnya untuk menjaga kelestarian hutan dan kearifan
lokal desa. Sehingga pada akhir 1999 (awal 2000) dilaksanakannya Musyawarah Desa.
Dalam musyawarah ini dibahaslah semua hal tentang apa yang beliau sampaikan kepada
pemerintah, bagaimana tanggapan pemerintah dan rencana kedepannya untuk kelestarian
hutan adat tersebut. Dalam musyawarah ini masyarakat ada yang pro dan banyak juga yang
kontra. Masyarakat kontra berpendapat bahwa hutan harus dimanfaatkan mengingat hutan
adat tersebut memiliki potensi kayu yang bernilai sangat besar. Sedangkan masyarakat pro
berpendapat bahwa menjaga hutan dan melestarikannya lebih baik daripada merusak hutan
itu sendiri, mengingat di hutan tersebut tidak hanya berbicara tentang keanekaragaman
hayatinya namun juga terdapat situs sejarah (jalan Belanda dan Kuburan syech Rajo).

Adanya masyarakat yang kontra membuat rencana untuk melestarikan dan menjaga
hutan menjadi terhambat karena perbedaan kepentingan inilah maka lembaga – lembaga
masyarakat meminta bantu pada LSM pemerhati lingkungan yaitu KKI Warsi. KKI Warsi
memfasilitasi semua kegiatan dan menyampaikan kepada masyarakat akan pentingnya
melestarikan lingkungan serta menjaga hutan. KKI Warsi mengajak masyarakat sekitar
studi banding ke hutan lindung dan hutan adat yang ada di daerah lain (diluar Jambi).
Penduduk yang ikut studi banding tersebut merasa tersugesti untuk ikut menjaga hutan
desa mereka. Masyarakat yang kontra berangsur berkurang jumlahnya, tapi masih ada juga
beberapa dari mereka yang bersikukuh pada kontrasitas mereka.
Setelah masyarakat sepakat dengan rencana untuk melestarikan hutan desa guguk
menjadi hutan adat, tidak semuanya berjalan mulus. Tantangan terbesar masyarakat adalah
pencurian kayu yang dilakukan oleh desa tetangga. Sehingga masyarakat Desa Guguk
Sepakat untuk membentuk Kelompok Pengelolaan Hutan Adat dan keluarlah SK Kepala
Desa. Dalam SK ini kelompok pengelola diberi wewenang untuk menginventarisasi Hutan
Adat didampingi oleh KKI Warsi.

Kelompok pengelola hutan adat ini tidak berjalan mulus karena tidak tahu mau
melakukan apa dan pada akhirnya KKI Warsi membrikan edukasi kepada warga tentang
apa saja yang perlu dilakukan untuk menjaga dan melestarikan hutan adat tersebut. Dengan
adanya bantuan dari KKI Warsi inilah kelompok pengelola bisa mengerti dan tahu mereka
harus melakukan apa. Mereka membuat program kerja dan melakukan patroli untuk
mencegah terjadinya illegal logging dan pencurian kayu.

Setelah SK Kepala Desa, kelompok pengelola beserta masyarakat adat disana


mengajukan pembentukkan SK Bupati untuk lebih memperkuat status hutan adat tersebut
secara hukum. Namun pemerintah kabupaten menolak karena hutan tersebut adalah areal
konsesi PT. INJAPSIN. Perbedaan kepentingan dan tujuan inilah melahirkan berbagai
konflik, perusahaan mengklaim bahwa itu adalah wilayah HPH mereka dengan
menunjukkan peta hutan tersebut. Sedangkan masyarakat adat disana hanya mengklaim
secara lisan bahwa hutan tersebut adalah hutan adat nenek moyang mereka. Hingga pada
awal 2000-an dilakukan perundingan di kecamatan Manau dengan mempertemukan
masyarakat adat dan pihak perusahaan untuk menyelesaikan masalah saling klaim ini.
Pada perundingan ini masyarakat adat membawa peta yang dimiliki oleh H. Abu Bakar
(alm), peta tersebut adalah peta zaman pemerintahan kolonial Belanda (1900-an). Dengan
adanya peta tersebut pihak PT. INJAPSIN merasa kalah dan akhirnya menyerah atas
kawasan hutan tersebut.

Setelah masalah saling klaim selesai, masyarakat adat kembali mengajukan SK Bupati
ke kabupaten guna menegaskan kembali legalitas dan pengakuan secara hukum dari Hutan
Adat Desa Guguk. Sehingga pada 23 November 2003 keluarlah SK tersebut dan
penyerahan SK dilakukan di lapangan desa yang mana penyerahannya dilakukan langsung
oleh Bupati Merangin pada saat itu yaitu H. Rotani Yutaka. Maka secara resmi dari
pemerintahan Kabupaten, Hutan Adat Desa Guguk telah terbentuk.
B. KONSEP PENGELOLAAN HUTAN ADAT DESA GUGUK

Setelah keluarnya SK Bupati, masyarakat adat, kelompok pengelola, dibantu KKI Warsi
melakukan:

a. Penguatan Kawasan
 Pemetaan kawasan Hutan Adat
Didalam hutan adat desa guguk ini terdapat banyak sekali tegakan bernilai
ekonomi tinggi serta beberapa situs sejarah didalamnya, inilah yang menjadikan
hutan adat desa guguk sangat bernilai. Oleh karena itu, kelompok pengelola
membuat peta kawasan agar pengelolaan bisa dilaksanakan dengan maksimal.
 Patroli Rutin
Patroli ini dilakukan untuk mencegah dan meringkus pelaku illegal logging dan
pencurian kayu di Hutan Adat Desa Guguk. Jika ada kegiatan yang
mencurigakan di hutan maka masyarakat wajib melapor pada petugas patroli
dan kelompok pengelola. Patroli ini dilakukan sekali sebulan.
 Pembuatan Peraturan Terkait
Peraturan ini berkaitan dengan ilegal logging dan segala kegiatan yang
berkaitan dengan perusakan hutan adat.
 Pembuatan merk batas kawasan hutan adat
Peraturan yang menjelaskan menganai batas – batas wilayah dalam hutan adat.
Kawasan yang boleh dimanfaatkan dan tidak boleh dimanfaatkan.
 Pendataan jenis satwa dan kayu
Melakukan pendataan satwa dan jenis kayu yang dilindungi secara nasional
maupun internasional.
 Hutan adat ini adalah hutan asli/tulen
Hutan adat ini adalah hutan yang masih belum dijamah oleh manusia dengan
kata lain masih banyak terdapat pohon yang memiliki diameter yang sangat
besar (bahkan ada yang sampai 150 cm). Terdapat banyak tumbuhan yang
memiliki nilai ekonomi tinggi serta dilindungi secara nasional ataupun
internasional seperti tembesu, meranti, bulian dan lainnya. Selain itu banyak
fauna yang dilindungi berkeliaran di hutan adat tersebut seperti harimau
sumatera, tapir, kucing batu, beruang dan masih banyak lagi.
b. Penguatan Kelembagaan
 Membuat peraturan untuk kelompok pengelola
Peraturan untuk kelompok pengelola agar kegiatan lebih teratur, tersistematis
dan terarah.
 Pembuatan program kerja jangka pendek, menengah, dan panjang
 Pengadaan sarana dan prasarana pendukung
Seperti infokus, handy talk, perangkat komputer, GPS dan lainnya.
 regulasi yang transparan berkaitan dengan pendanaan
Kekurangan dari kelompok pengelola ini adalah belum bisa mencari donatur
dalam memberikan pendanaan untuk kegiatan ini. Dengan kata lain kelompok
pengelolaa mandiri dalam pendanaannya.

Beberapa Program yang Sudah Dijalankan

a. peningkatan manfaat KHA


 penghitungan stock carbon
penghitungan stock carbon dilakukan oleh kelompok pengelola hutan adat dan
KKI Warsi untuk mendukung REDD+ . Reduction of Emissions from
Deforestation and Forest Degradation (REDD+) adalah sebuah mekanisme
pengurangan deforestasi dan pengrusakan hutan dengan maksud mengurangi
emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan tersebut. REDD+ merupaka suatu
mekanisme global yang memberikan suatu kesempatan unik bagi negara
berkembang seperti Indonesia, yang memiliki wilayah hutan yang luas dan
sedang menghadapi ancaman deforestasi.
 Pelaksanaan RHL
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap terjaga. Tujuan RHL adalah menurunkan degradasi hutan dan
lahan serta memulihkan lahan – lahan rusak/kritis agar dapat berfungsi sebagai
media produksi dan media tata air. Hutan adat desa Guguk melaksanakan RHL
ini pada tahun 2011.
 Pelaksanaan KBR
Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di lahan kritis, lahan kosong dan lahan tidak
produktif merupakan salah satu upaya pemulihan kondisi DAS yang kritis.
Salah satu kegiatan untuk mendukung program rehabilitasi hutan dan lahan
dengan pemberdayaan masyarakat adalah pembangunan Kebun Bibit Rakyat
(KBR). KBR dimaksud adalah untuk menyediakan bibit tanaman kayu – kayuan
atau tanaman serbaguna (MPTS) dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan sekaligus mendukung pemulihan fungsi dan daya dukung DAS.
Kebun Bibit Rakyat dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat,
yang mana hasil KBR ini digunakan untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis
serta kegiatan penghijauan lingkungan. Hutan Adat Desa Guguk melaksanakan
KBR pada tahu 2011 bersamaan dengan pelaksanaan RHL. Bibit dari KBR
yang di kelola masyarakat adalah bantuan dari Provinsi yang mana bibit – bibit
ini dibagikan kepada masyarakat untuk ditanam di Hutan Adat.
 Ekowisata
Kelompok pengelola menjadikan tumbuhan dan hewan langka sebagai objek
ekowisata untuk turis lokal maupun mancanegara. Selain itu juga ada beberapa
sungai dan air terjun yang indah dan tak kalah menariknya.
 Pembuatan Paket Wisata
Paket wisata ini bisa dinikmati oleh turis lokal dan mancanegara dengan pilihan
beberapa destinasi wisata alam maupun situs sejarah yang dirangkum menjadi
beberapa pilihan. Tergantung dari banyaknya destinasi yang ingin dikkunjungi.
 Program Pohon Asuh
Pohon asuh adalah pendataan pohon dekat pondok pemberhentian dengan
diameter 80 up serta melakukan identifikasi untuk pohon tersebut. Program ini
bertujuan untuk menjual pohon secara online tanpa harus menebangnya. Pohon
tersebut difoto lalu di jual disitu online. Langkah – langkah program pohon
asuh:
 Adanya pembeli yang tertarik pada salah satu jenis pohon yang dijual
 Lalu pembeli tersebut membeli pohon tersebut (dengan harga yang tidak
ditentukan, terserah pada pembeli)
 Kemudia kelompok pengelola dibantu oleh KKI Warsi mencatat data si
pembeli
 Lalu pohon yang telah dibeli diberi label nama si pembeli pohon tersebut
 Ini berlaku hanya dalam jangka 1 tahun. Jika sudah lewat satu tahun
maka pohon dijual kembali untuk mendapatkan pembeli baru

Tujuan dari program pohon asuh ini adalah agar kelestarian tumbuhan langka
dan endemik tetap terjaga, sebagai edukasi dan penelitian bagi masyarakat.
Dana dari pembelian pohon tersebut dijadikan sebagai biaya perawatan pohon
agar tetap terjaga dan lestari sampai masa yang akan datang.

 Mendukung penelitian untuk pengembangan pendidikan


Sebagai bahan edukasi untuk pelajar, peneliti, maupun masyarakat awam.
Bahwa seperti inilah hutan adat serta keanekaragaman hayati yang ada
didalamnya.

C. DINAMIKA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN GUGUK


a. Budaya
 Rumah tuo
Adalah sebuah rumah untuk melakukan acara adat yang dilakukan setiap tahun
pada 2 Syawal.
 Makam Syech Rajo
Syech Rajo adalah seorang pemimpin dan juga alim ulama pada zaman dahulu
(Belanda). Beliau meninggal dan dikuburkan di lokasi Hutan Adat. Menurut
cerita masyarakat dari turun temurun, beliau meninggal dan dikubur bersama
dengan tujuh orang pengawal yang menemaninya. Ini menandakan bahwa
beliau sangat berpengaruh dan disegani pada masanya.
 Tempat Gedang
Adalah tempat yang luas
 Aur berduri
 Jalan Exs Belanda
Adalah jalan yang digunakan pada zaman penjajah Belanda menuju hutan. Jalan
ini sering dilalui orang Belanda dengan menggunakan kuda. Jalan ini masih ada
sampai sekarang.
 Piagam Lantak Sepadan
Adalah piagam warga yang berada di jl. Exs Belanda.
 Benda – benda peninggalan sejarah

D. ANALISIS
Hutan sangatlah penting bagi manusia, terlepas dari statusnya sebagai hutan
konservasi, hutan lindung, hutan adat ataupun hutan yang lainnya. Keberadaan hutan
memberikan manfaat ekonomi dan ekologi yang tak ternilai bagi mereka yang mengerti
dengan potensi hutan. Hutan akan berbeda fungsi sesuai dengan cara pandang dari
masing – masing individu. Jika dipandang hanya sebagai pemenuhan kebutuhan
ekonomi, maka hutan dieksploitasi untuk kebutuhan konsumsi sampai batas limitnya
setelah itu tidak dapat dinikmati lagi hasilnya (butuh waktu yang lama untuk
pemanfaatan kembali). Jika kita memandang hutan sebagai sebuah ekosistem yang
tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya pasti kita berfikir bahwa,
pemanfaatan hutan tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan ekonomi saja tapi juga ada
manfaat ekologi yang kita dapat dari hutan tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Guguk saat ini, tingginya
kesadaran mereka akan pentingnya memelihara dan menjaga lingkungan menjadikan
hutan yang semulanya dikuasai oleh swasta untuk dijadikan sebagai HPH, namun bisa
mereka rebut kembali dan menjadikannya sebagai hutan adat yang terjaga dan kaya
akan keanekaragaman hayati maupun ekowisatanya.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Latar belakang berdirinya Hutan Adat Desa Guguk untuk menanggapi aspirasi
tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda Desa Guguk. Hal ini
juga dilakukan sebagai bentuk kepedulian masyarakat yang resah terhadapa keberadaan
patok HPH yang memasuki wilayah adat Desa Guguk. Patok ini adalah patok dari
perusahaan HPH PT. INJAPSIN. Hal ini dilakukan sebagai bentuk aksi protes terhadap
illegal logging yang dilakukan oleh desa tetangga dan keberadaan HPH yang menurut
mereka merusak keindahan alam dan lingkungan Hutan Desa Guguk. Ini adalah bentuk
kesadaran masyarakat desa akan pentingnnya menyelamatkan hutan demi
kelestariannya di masa yang akan datang.
Berdirinya hutan adat ini karena atas inisiasi tokoh masyarakat Desa Guguk
yaitu H. Abu Bakar (alm). Beliau merasa prihatin dengan keadaan hutan desa yang
mengalami illegal logging dan dirambah HPH untuk dijadikan sebagai hutan industri.
Setelah masalah saling klaim selesai, masyarakat adat kembali mengajuka SK Bupati
ke kabupaten guna menegaskan kembali legalitas dan pengakuan secara hukum dari
Hutan Adat Desa Guguk. Sehingga pada 23 November 2003 keluarlah SK tersebut dan
penyerahan SK dilakukan di lapangan desa yang mana penyerahannya dulakukan
langsung oleh Bupati Merangin pada saat itu yaitu H. Rotani Yutaka. Maka secara resmi
dari pemerintahan Kabupaten, Hutan Adat Desa Guguk telah terbentuk.
Setelah adanya kepastian hukum maka dibentuk kelompok pengelola hutan adat
yang mana mereka dibantu oleh KKI Warsi dalam pelaksanaan pengelolaannya. Semua
program dan kegiatan yang mereka lakukan dibawah pengawasan dan bimbingan dari
KKI Warsi berjalan sangat baik, terbukti dengan Kalpataru yang didapat dua tahun
berturut – turut dari KLHK. Selain hutan dengan keanekaragaman hayatinya, hutan adat
ini juga memiliki ekowisata dan situs sejarah didalamya yang mana ini bisa
diberdayakan sehingga bisa meningkatkan perekonomian desa dan penduduk setempat
B. SARAN
Dari masyarakat Desa Guguk kita bisa belajar bahwa menjaga kelestarian hutan
sangat penting. Terbukti dengan terjaganya kelestarian hutan, maka keseimbangan
ekosistem akan tetap stabil dan tidak akan berdampak negatif pada lingkungan.
Tingginya kesadaran masyarakat Desa Guguk akan pentingnya menjaga dan
melestarikan hutan sangat perlu diapresiasikan oleh masyarakat luar terutama kita
sebagai akademisi. Mereka saja bisa melakukannya, apalagi kita yang memang di ajar
untuk menjadi orang terpelajar dibidang ini. Semoga kita bisa belajar dari mereka.

Anda mungkin juga menyukai