Laporan Monev KPAD 2015
Laporan Monev KPAD 2015
Laporan Monev KPAD 2015
RENCANA STRATEGIS
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 - 2015
TIM MONEV :
BAPPEDA KOTA SURAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas petunjukNya,
maka penyusunan buku Laporan Kegiatan Penanggulangan AIDS di Kota Surakarta Tahun
2015 dapat diselesaikan .
Pertumbuhan jumlah penderita HIV dan AIDS di Kota Surakarta saat ini sudah
memasuki level endemic yang artinya adalah bahwa di Kota Surakarta bukan hanya
ditemukan kasus akan tetapi sudah bisa dilihat potensi kasus . Jumlah penderita HIV dan
AIDS di Kota Surakarta saat ini berada di posisi ke-2 (dua) terbesar di Provinsi Jawa
Tengah. Perubahan yang terjadi di Kota Surakarta terkait dengan penderita HIV-AIDS
adalah pergeseran dari pengguna jarum suntuk atau PENASUN ke ibu rumah tangga.
Untuk itu perlu adanya program dan kegiatan yang kreatif dan inovatif dari semua
pihak yang tetap sesuai dengan RENSTRA KPAD 2011-2015. Saat ini semua pihak telah
berusaha untuk menekan laju pertumbuhan jumlah penderita HIV dan AIDS di Kota
Surakarta. Hasil monitoring dan evaluasi yang setiap tahun dilakukan oleh Tim dari
Bappeda dan seluruh pemangku kepentingan penanggulangan HIV-AIDS, menunjukan
proses yang terarah mulai dari adanya RENSTRA, keserasian program dan kegiatan
instansi terkait, peran strategis media sebagai sumber dan sarana penyebaran informasi
hingga peran serta masyarakat dengan pembentukan Warga Peduli AIDS atau WPA
disetiap kelurahan se Kota Surakarta yang dibentuk oleh Komisi Penanggulangan HIV-AIDS
Daerah Kota Surakarta (KPAD).
Selanjutnya menjadi tugas Pemerintah Kota Surakarta khususnya BAPPEDA untuk
memberikan penguatan kapasitas khususnya kapaistas perencanaan bagi komponen
Warga Peduli AIDS di Kota Surakarta. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program
Penanggulangan HIV-AIDS ( Monev KPAD ) Kota Surakarta tahun ini digunakann untuk
memberikan pelatihan penguatan kapasitas perencanaan bagi WPA ditingkat kelurahan
sehingga mereka mampu untuk bersinergi dengan pembangunan.
Pelatihan ini dipandang perlu untuk menindak lanjuti pengelolaan anggaran hibah
yang diberikan oleh Pemeriantah Kota Surakarta kepada WPA sehingga akan tercipta
program penanggulangan HIV-AIDS yang komprehensif. Seperti yang di instruksikan
melalui Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Surakarta Nomor 910/01 tentang : Persiapan
Pelaksanaan DPK Tahun 2015, Dalam Rangka Pengelolaan hibah Dana Pembangunan
Kelurahan DPK di masing-masing kelurahan untuk kegiatan yang bertujuan
penanggulangan HIV & AIDS.
Harapannya adalah pemberdayaan masyarakat melalui WPA dapat menyusun
program kegiatan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat waktu untuk efektifitas dan
efisiensi dengan hasil yang maksimal. Sehingga dengan keterlibatan masyarakat yang tahu,
ii
sadar, mau dan mampu serta paham akan HIV-AIDS maka angka penderita atau kasus HIV-
AIDS yang ada di Kota Surakarta dapat dikurangi dan tidak lagi menjadi daerah endemic.
Lebih luas lagi adalah untuk mensinergikan dan meningkatkan peran serta Lembaga
Kemasyarakatan Kelurahan yang telah ada dan dilegitimasi oleh PERDA LKK Kota
Surakarta da dapat saling terintegrasi.
Akhirnya diucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
tersusunya Buku Laporan Kegiatan Program Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan
HIV-AIDS di Kota Surakarta Tahun 2015 ini .
Ir. AHYANI, MA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Human Immune-deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)
yang belum ditemukan obatnya tidak pandang bulu dalam mencari mangsa. Segala usia dan
golongan masyarakat berpeluang sama untuk mengidap virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh tersebut. Virus yang hanya menyerang golongan tertentu adalah sebuah
pikiran yang sangat usang menyangkut HIV/AIDS. Sebab, kenyataannya, virus itu sangat
dekat dengan kehidupan semua orang.
Di Indonesia, kasus penderita HIV/AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di
Bali, dan sejak saat itu sampai sekarang perkembangan HIV/AIDS di Indonesia juga sudah
sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Dalam Triwulan Juli s.d September 2014
dilaporkan oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI tambahan kasus HIV/AIDS yaitu 7.335 kasus
HIV dan 176 kasus AIDS. Adapun jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d 30
September 2014 yaitu, HIV terdapat 22.869 kasus dan AIDS 1.876 kasus. Secara kumulatif
kasus HIV dan AIDS 1 April 1987 s.d 30 September 2014 adalah HIV sebanyak 150.296
kasus, AIDS sebanyak 55.799 kasus dan yang meninggal sebanyak 8.230 orang.
Jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 1.
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Di Indonesia Menurut Jenis Kelamin
1 April 1987 s.d 30 September 2014
Jenis Kelamin AIDS
Laki-laki 30.001
Perempuan 16.149
Tak Diketahui 9.649
Jumlah 55.799
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
Sementara itu, jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut faktor risiko dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Di Indonesia Menurut Faktor Risiko
1 April 1987 s.d 30 September 2014
1
Transfusi Darah 130
Transmisi Perinatal 1.506
Tak Diketahui 9.536
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
Jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut golongan umur (tidak termasuk
data dari Provinsi DKI Jakarta yang kasus AIDS-nya tidak bisa dikategorikan secara
kelompok umur) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.
Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Di Indonesia Menurut Golongan Umur
1 April 1987 s.d 30 September 2014
2
Tabel 4
Jumlah Kumulatif Kasus HIV & AIDS di Indonesia Berdasarkan Provinsi
1 April 1987 s.d 30 September 2014
3
Tabel 5.
Prevalensi Kasus AIDS per 100.000 Penduduk Berdasarkan Propinsi
1 April 1987 s.d 30 September 2014
No. Propinsi Prevalensi
1 Papua 359.43
2 Bali 109.52
3 DKI Jakarta 77.82
4 Kalimantan Barat 38.65
5 Sulawesi Utara 35.14
6 Papua Barat 228.03
7 Kepulauan Riau 22.75
8 DI Yogyakarta 26.49
9 Bangka Belitung 26.08
10 Maluku 34.37
11 Sulawesi Selatan 21.20
12 Sumatera Barat 19.64
13 Jawa Timur 23.95
14 Riau 19.93
15 Maluku Utara 15.89
16 Jambi 14.81
17 Jawa Barat 9.73
18 Kalimantan Timur 9.34
19 Bengkulu 9.33
20 Nusatenggara Timur 10.59
21 Jawa Tengah 11.63
22 Nusatenggara Barat 10.89
23 Sulawesi Tenggara 11.91
24 Gorontalo 6.54
25 Banten 9.80
26 Sumatera Selatan 5.49
27 Sumatera Utara 12.12
28 Kalimantan Tengah 4.84
29 Kalimantan Selatan 10.04
30 Sulawesi Tengah 9.75
31 Lampung 5.56
32 NAD/Aceh 4.29
33 Sulawesi Barat 0.52
Nasional 23.48
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
Tabel 6.
Jumlah Kasus Baru HIV & AIDS dan Kematian
Berdasarkan Tahun Pelaporan 1 April 1987 s.d 30 September 2014
4
1991 15 4
1992 13 -
1993 24 4
1994 20 4
1995 23 7
1996 42 40
1997 44 5
1998 60 18
1999 94 20
2000 255 76
2001 219 26
2002 345 62
2003 316 115
2004 1.125 316
2005 (HIV: 1987-2005) 859 2.162 574
2006 7.195 3.439 760
2007 6.048 4.434 825
2008 10.362 5.134 937
2009 9.793 5.458 960
2010 21.591 6.476 1.185
2011 21.031 6.178 825
2012 21.511 8.747 1.489
2013 29.037 6.266 726
2014 s.d. September 22.869 1.876 211
Tidak diketahui 11
Jumlah 150.296 52.782 9.205
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
Epidemi HIV dan AIDS telah merata di 33 Provinsi, sehingga diterbitkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1993 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS
dan diperbaharui kembali melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional yang menjadi dasar hukum untuk
membentuk Komisi Penanggulangan AIDS di tingkat Nasional ke Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang berfungsi melakukan koordinasi lintas sektoral dan upaya
komprehensif Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS.
Angka temuan kasus HIV dan AIDS di Indonesia dimungkinkan akan terus meningkat,
seperti fenomena gunung es yakni kasus yang terjadi sebenarnya lebih besar dari kasus yang
ditemukan. Masih adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa HIV dan AIDS merupakan
penyakit sampah masyarakat ( Pekerja Seks, IDU‟ s, Waria ), sehingga perlu dikucilkan
dan didiskriminasi, walaupun dari Tahun 2006 sampai saat ini upaya – upaya pencegahan
melalui sosialisasi terus digalakkan dan ditingkatkan dengan melibatkan peran serta
masyarakat rentan tertular HIV dan AIDS dan upaya penanggulangan komprehensif telah
dilakukan.
5
Di Indonesia sampai dengan September 2014, terdapat 1.391 layanan Konseling dan Tes
HIV (KT), termasuk Tes HIV dan Konseling yang diprakarsai oleh Petugas Kesehatan
(TIPK); 448 layanan PDP (Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) yang aktif melakukan
pengobatan ARV, terdiri dari 328 RS Rujukan PDP (induk) dan 120 satelit; 87 layanan PTRM
(Program Terapi Rumatan Metadon); 1.180 layanan IMS (Infeksi Menular Seksual); 182
layanan PPIA (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak) serta 223 layanan yang mampu
melalukan layanan TB-HIV. Sampai dengan bulan Maret 2014, jumlah Lapas/Rutan/Bapas
yang melaksanakan kegiatan pengendalian HIV-AIDS dan IMS sebagai berikut : 148
Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi); 20
Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan penjangkauan; 78 Lapas/Rutan/Bapas memiliki
Kelompok Dampingan Sebaya (KDS); 45 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan
Konseling dan Tes HIV; 148 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan koordinasi; 9
Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan layanan PTRM serta 127 Lapas/Rutan/Bapas
melaksanakan kegiatan rujukan HIV-AIDS (http://spiritia.or.id/).
Adapun jumlah ODHA yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan
bulan September 2014 sebanyak 45.631 orang. Pemakaian rejimennya adalah 97,03% (44.275
orang) menggunakan Lini 1 dan 2,97% (1.356 orang) menggunakan Lini 2.
Dalam Buku Laporan Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV 2012, Depkes – KPA
disebutkan bahwa Proporsi Estimasi Populasi Kunci di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
adalah sebagai berikut :
Diagram 1
Proporsi Estimasi Populasi Kunci di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
Adapun Proporsi Estimasi Orang Dengan HIV di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
dapat dilihat pada diagram berikut ini :
Diagram 2
Proporsi Estimasi Orang Dengan HIV di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
6
Kasus HIV dan AIDS di Provinsi Jawa Tengah Kumulatif Tahun 1993 S/D 31
Desember 2014 terdapat 10.804 kasus HIV dan AIDS dengan perincian HIV : 5.871 kasus,
AIDS : 4.933 dan yang meninggal : 1.192 orang. Hal ini dapat diketahui dari diagram berikut
ini :
Diagram 3
Jumlah Kasus HIV dan AIDS
Di Jawa Tengah Tahun 1993 – 31 Desember 2014
7
Diagram 4
Kasus Kumulatif HIV dan AIDS Yang Dilaporkan
20 Besar Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
Gambar 1
Kasus Kumulatif HIV dan AIDS
Yang dilaporkan Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
8
Diagram 5
Distribusi Kasus AIDS Menurut Jenis Kelamin
Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
Diagram 6
Distribusi Kasus AIDS Menurut Kelompok Umur
Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
Diagram 7
Faktor Risiko Penularan Kasus AIDS
Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
9
Diagram 8
Distribusi Kasus AIDS Menurut Jenis Pekerjaan
Di Jawa Tengah Tahun 1993 s/d 31 Desember 2014
Gambar 2
Rumah sakit yang melayani ODHA dan ARV di Provinsi Jawa Tengah
10
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/144/1/2006 Tanggal 8 Juni
2006 Tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS dan Sekretariat KPA, maka
Pemerintah Kota Surakarta membentuk KPA dan menetapkan Kelompok Kerja untuk
memperlancar pelaksanaan tugas – tugas Penanggulangan sejak tahun 2006 sampai sekarang.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pokok KPA Kota Surakarta, telah menyusun Rencana
Strategis lima tahunan ( 2007 – 2011 ) dan ( 2011 – 2015 ) yang dikembangkan atas arahan
kebijakan RPJMD dan Penanggulangan HIV dan AIDS secara komprehensif, terpadu dan
berkesinambungan dari semua sektor.
Dalam rangka mengatasi epidemi HIV dan AIDS, Pemerintah Kota Surakarta telah
melakukan pembenahan di berbagai bidang khususnya alokasi dukungan anggaran di bagian
layanan kesehatan dan kesejahteraan sosial. Komitmen kuat semua unsur sangat dibutuhkan
untuk memberikan penyadaran bahwa epidemi HIV dan AIDS adalah tanggungjawab
bersama Pemerintah dan Masyarakat untuk bahu membahu menekan penyebaran HIV dan
AIDS. Berdasarkan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/98/1/2012 Tanggal 20
November 2012 Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok Kerja dan Sekretariat
Penanggulangan AIDS, Kota Surakarta telah membentuk Komisi, POKJA dan Sekretariat
KPA Kota Surakarta yang dalam operasional pelaksanaan kerja Penanggulangan HIV dan
AIDS mengoptimalkan 6 kelompok kerja (POKJA).
Adapun POKJA – POKJA tersebut adalah :
1. POKJA Pencegahan dan Penjangkauan
2. POKJA Layanan Kesehatan dan Care Support and Treatment (CST)
3. POKJA Penguatan Manajemen
4. POKJA Harm Reduction ( Penggurangan Dampak Buruk Penggunaan Jarum
Suntik )
5. POKJA Pemberdayaan
6. POKJA PMTS
7. POKJA MONEV
Pemerintah Kota Surakarta telah menerbitkan Surat Edaran Sekretariat Daerah Kota
Surakarta Nomor 910/10 Perihal Persiapan Pelaksanaan Dana Pembangunan Kelurahan
Tahun 2013 yang mengamanatkan alokasi 5% dari Dana Pembangunan Kelurahan di masing-
masing Kelurahan untuk kegiatan yang bertujuan menanggulangi HIV/AIDS oleh Warga
Peduli AIDS dan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2014 Tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune
Deficiency Syndrome.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan Monitoring dan Evaluasi Rencana
Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta Tahun 2011 - 2015.
11
B. Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh Anggota KPA yanng terdiri dari SKPD, LSM,
Masyarakat Peduli AIDS ( WPA ) dalam upaya mendorong tercapainya Visi “Solo Bebas
HIV dan AIDS Tahun 2015”.
2. Mengetahui perkembangan program Penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan di
Kota Surakarta.
3. Memantau kasus HIV dan AIDS di Surakarta untuk menentukan arah kebijakan
Pemerintah Kota.
12
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
A. HIV/AIDS
1. Pengertian HIV/AIDS
Kasus AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1959 yaitu ditemukan pada
seorang meninggal dunia (di Kongo, Afrika) karena penyakit yang belum terindentifikasi.
Beberapa tahun kemudian, analisis terhadap contoh darah orang tersebut dianggap sebagai
kasus pertama infeksi HIV di dunia.
Pada tahun 1981, para dokter (di Los Angeles, California dan New York)
melaporkan adanya kasus Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP) dan sejenis kanker
yang jarang terjadi yaitu Sarkoma Kaposi yang menjangkiti para pasien pria gay.
Kemudian The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat
13
menyebarluaskan temuan ini, dan kumpulan gejala penyakit ini disebut sebagai GRID
(Gay Related Immune Deficiency) yaitu menurunnya kekebalan tubuh yang terjadi akibat
homoseksual di antara gay. Namun pada tahun 1982, sindrom ini dicari kaitannya dengan
kondisi darah dan kemudian teridentifikasi bahwa hal ini tidak hanya terjadi pada
kalangan pria gay tapi juga pada perempuan, laki-laki heteroseksual, pecandu narkotika,
penderita hemofilia,penerima tranfusi darah, dan bahkan bayi. Oleh karena itu, sindrom
ini akhirnya direvisi namanya menjadi AcquiredImmune Deficiency Syndrome (AIDS).
(Demartoto, 2010a)
3. Gejala-gejala HIV/AIDS
Kebanyakan orang yang sudah tertular HIV tidak mengetahui bahwa dirinya sudah
terserang virus berbahaya itu. Baru beberapa minggu sesudah itu, orang terinfeksi sering
kali menderita penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Selain itu, penderita juga
sering merasa tidak sehat meski dari luar tampak sehat. Keadaan penderita yang terinfeksi
ini biasa disebut dengan sindrom HIV akut. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam
beberapa minggu. Dalam waktu 3-6 bulan kemudian, tes serologi baru akan positif karena
telah terbentuk antibodi. Masa 3-6 bulan ini disebut window periode, dimana penderita
dapat menularkan namun secara laboratorium hasil tes HIV-nya masih negatif. Setelah
melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa gejala. Pada masa ini
virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe. Masa ini berlangsung
cukup panjang yaitu 5-10 tahun. Setelah masa ini pasien akan masuk ke fase full blown
AIDS.
Sebenarnya gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Namun begitu, beberapa
gejala umum yang terjadi adalah :
a. Rasa lelah yang berkepanjangan.
b. Sering terserang demam dengan suhu lebih dari 38 derajat celcius disertai keringat
pada malam hari tanpa sebab yang jelas.
d. Pembesaran kelenjar di leher, ketiak, lipatan paha tanpa sebab yang jelas.
14
4. Penularan HIV/AIDS
HIV sebenarnya tidak mudah menular dibandingkan dengan virus dari penyakit
lainnya seperti virus influenza. Virus HIV ini hanya terdapat dalam darah, air mani, air
liur, air kemih, cairan vagina, dan air susu ibu. Walaupun HIV/AIDS adalah penyakit
yang sangat berbahaya, tetapi hanya ada tiga cara penularannya yaitu :
a. Melalui hubungan seksual, baik heteroseks maupun homoseks tanpa pelindung
dengan pasangan terinfeksi HIV. Risiko akan bertambah besar apabila ada penyakit
kelamin lainnya yang diderita pasangan. Risiko penularan dari pihak pria kepada
wanita lebih besar daripada sebaliknya.
b. Melalui darah yaitu dengan menjalani tranfusi darah yang mengandung HIV atau
melalui alat suntik atau alat tusuk lainnya seperti alat tusuk akupuntur, alat tusuk tato,
alat tindik yang dipakai secara bersama-sama atau bekas dipakai oleh pengidap HIV.
Paparan terhadap darah yang terinfeksi HIV dapat terjadi sebagai akibat darah yang
ditranfusikan tidak disterilkan terlebih dahulu melalui penggunaan alat-alat suntik dan
jarum suntik yang tidak disuci-hamakan, misalnya oleh pemakai obat suntikan
intravena atau yang lain.
c. Dan ibu hamil yang mengidap HIV ke anak yang dikandungnya, sebelum, selama,
atau beberapa saat setelah melahirkan (penularan perinatal).
Tidak ada bukti penularan HIV melalui cara lain, misalnya melalui saluran
pernapasan atau pencernaan. Juga tidak melalui hubungan sosial biasa dalam ruang
lingkup apapun, apakah di rumah, di sekolah, tempat kerja, ataupun penjara. HIV juga
tidak ditularkan melalui gigitan nyamuk, makanan, air kakus, kolam renang,
menggunakan bersama-sama alat-alat makan dan minum atau obyek lain seperti pakaian
bekas dan telepon. Berciuman belum menunjukkan risiko penularan. Meskipun belum ada
bukti, secara teoritis ada risiko penularan HIV jika melakukan cium basah (cium lidah).
(Mundiharno, 1997 : 10).
B. Teori Sistem
Secara umum para ahli teori organisasi melihat organisasi dari 2 sudut pandang, yaitu:
1. Sudut pandang yang melihat suatu organisasi sebagai satu kesatuan unit yang
memiliki suatu tujuan, seperti yang dianut oleh para ahli teori klasik dan neo-klasik,
sering juga disebut dengan pendekatan goalistic. Pendekatan ini memusatkan
perhatian pada pembagian kerja dalam pencapaian tujuan organisasi, pada prosedur
kerja yang ditetapkan untuk mencapai tujuan itu, dan sebagainya. Analisisnya sangat
ditandai oleh analisis alat-tujuan, serta penempatan rasionalitas yang mendasari
bekerjanya berbagai aktivitas dalam organisasi. Pendekatan ini mempunyai
15
kelemahan yang berkaitan dengan hubungan saling pengaruh antar elemen dalam
organisasi, hubungan antara organisasi dengan lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan yang lebih melihat hubungan antar elemen, baik yang ada di dalam
organisasi, maupun dengan lingkungan sekitarnya yang tersusun dari elemen-
elemen yang saling berhubungan. Oleh karena itu pendekatan ini sering dikatakan
sebagai pendekatan yang sistematik. Pendekatan sistemik menaruh perhatian pada
organisasi yang mempunyai tujuan sebagai suatu sistem yang komplek, bahkan
sistem kehidupan (living system) yang terdiri dari elemen-elemen yang saling terjadi
hubungan dan proses yang terjadi dalam hubungan tersebut. Pendekatan ini
memungkinkan para ahli melihat organisasi secara menyeluruh, baik hubungan antar
elemen dalam organisasi maupun hubungan antara organisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Apabila ada yang hilang atau tidak berfungsi akan mengganggu sistem
itu sebagai keseluruhan.
Sistem pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik umum sebagai berikut:
1. Bagian dari sistem bersifat dinamis, berinteraksi satu sama lain, saling
berhubungan, dan saling tergantung satu sama lain.
2. Suatu sistem dapat tersusun dari beberapa sub sistem, sub sistem dapat tersusun
dari beberapa sub-sub sistem yang secara keseluruhan harus dilihat sebagai bagian
dari sistem.
3. Setiap sistem memiliki tujuan proses, norma, perangkat peran, struktur sendiri,
dan pola-pola tertentu.
4. Sistem pada dasarnya bersifat terbuka (open system) dengan ciri adanya masukan
energi, keluaran, proses di dalam sistem, masukan informasi, umpan balik negatif
dan sebagainya.
Melihat organisasi sebagai suatu sistem, didalamnya terdapat minimal 3
sub sistem, yaitu:
1. Sub sistem teknis yang menunjuk pada aspek formal. Sistem teknis terdiri dari
aturan diberlakukan, distribusi wewenang dan tanggung jawab dilakukan, jenjang
hirarki atas tugas-tugas disusun.
2. Sub sistem sosial menunjuk pada aspek non formal. Sistem sosial terjadi karena
terjadinya saling berinteraksi para karyawan, baik sejajar atau lintas hirarki,
membentuk kelompok sosial yang sifatnya spontan. Kelompok sosial ini memiliki
tujuan, peran, struktur maupun normanya sendiri.
3. Sub sistem kekuasaan menunjuk pada aspek non formal. Sub sistem kekuasaan
terjadi karena tingkah laku orang dalam organisasi yang sangat bervariasi, ada
yang lebih kuasa dari yang lain, ada yang mempunyai pengaruh lebih luas
sehingga terjadi deferensiasi kekuasaan yang berdasar pada besar kecilnya
16
kekuasaan yang dimiliki dalam organisasi dan menciptakan struktur kekuasaan
dalam organsiasi.
Pada kenyataannya, ketiga sub sistem tersebut tidak dapat saling dipisahkan
dan saling mempengaruhi, saling tergantung, sub sistem yang satu menjadi
lingkungan sub sistem lainnya, dan menjadi bagian dari sistem yang lebih besar,
organisasi, masyarakat. Kondisi ini menghasilkan interaksi antar sub sistem maupun
antar sistem dan terbentuk pula perilaku organisasi sebagai refleksi dari hasil
pengaruh sub sistem dan sistem yang berbeda. Konsekuensinya, organisasi selalu
mengalami pergeseran dari rancangan awalnya sebagai akibat dari bekerjanya sub
sistem maupun sistem yang ada. Organisasi selalu menanggapi perubahan sutuasi
yang terjadi dengan menciptakan keseimbangan yang dinamis.
Perkembangan dalam masyarakat sejalan dengan kemajuan teknologi adalah
berkembangnya organisasi sebagai entitas yang kompleks. Organisasi yang demikian
ditandai dengan sejumlah ciri, antara lain:
1. Berskala besar
2. Memiliki berbagai tujuan
3. Teknologi canggih
4. Menggunakan banyak sumber daya manusia yang tersebar dalam suatu
wilayah yang luas sehingga tidak selalu dapat melakukan interaksi temu muka
5. Mempunyai tingkat spesialisasi yang tinggi
6. Memiliki latar belakang, persepsi, kepercayaan, sikap yang berbeda.
Kompleksitas organisasi dipengaruhi lingkungannya yang juga selalu berubah
dengan cepat sehingga merupakan suatu sistem yang tidak dipahami hanya dari
memahami ukuran, fungsi, maupun strukturnya secara terpisah. Berkembangnya teori
sistem karena apresiasi fungsi organisasi dan bagaimana memahami organisasi
berinteraksi dengan lingkungannya karena organisasi merupakan suatu susunan
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu sehingga organisasi tersusun atas berbagai
komponen yang terintegrasi dan masing-masing komponen melakukan aktivitasnya
sendiri.
Menurut teori sistem, suatu sistem dapat dibagi 2 yaitu:
1. Sistem tertutup (closed system), merupakan suatu sistem yang beroperasi tanpa
pengaruh lingkungan, contohnya pandangan para ahli teori klasik yang
memusatkan perhatiannya pada struktur formal dan peranan dari struktur formal.
2. Sistem terbuka (open system), melihat adanya pengaruh timbal balik antara
organisasi dengan lingkungannya dan menempatkan lingkungan sebagai faktor
yang berpengaruh dan dipengaruhi oleh organisasi.
17
diantaranya oleh Tavistock, Homans, “overlapping group” dari Likert, “overlapping
role-set” oleh Kahn yang mengkaji hubungan dan interaksi antara organisasi dengan
lingkungan. Model-model tersebut secara garis besar menghasilkan beberapa
penjelasan sebagai berikut :
1. Perubahan pada suatu bagian dari sistem atau subsistem akan selalu membawa
pengaruh terhadap bagian atau subsistem yang lain dari sistem tersebut.
2. Organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka yang terdapat mekanisme
masukan proses keluaran berlangsung dan itu berarti terdapat mekanisme terhadap
lingkungan.
Suatu jaringan kerja dari kegiatan interaksi dan perasaan dari orang-orang dalam
organisasi terbentuk oleh karena bekerjanya sistem internal maupun sistem eksternal.
Kelompok-kelompok dalam organisasi saling tumpang tindih dan berkait satu sama lain
melalui hubungan antar individu. Terdapat perangkat peran yang saling tumpang tindih
dan saling kait mengkait, setiap individu memainkan peran masing-masing sesuai dengan
yang diharapkan dari masing-masing orang.
Prinsip-prinsip organisasi diikuti lebih patuh pada industri-industri dengan teknologi
yang stabil dibanding dalam industri dengan teknologi yang dinamis Masing-masing
bagian dari organisasi bersifat fungsional, bekerja dengan dan bereaksi terhadap suatu
bagian tertentu saja dari lingkungan yang berbeda dan bagian yang lain dari organisasi.
Model yang dikembangkan di atas menunjukkan bahwa organisasi merupakan suatu
sistem yang komplek. Organisasi menerima masukan dari lingkungan dan kemudian
menstransformasikannya menjadi keluaran untuk kembali disodorkan kepada lingkungan.
Proses ini berulang atau melingkar (recycling process) yang tiada henti. Pendekatan
sistem memberikan sumbangan yang besar dalam evolusi perkembangan teori organisasi
modern yang dikenal dengan teori sistem umum (General System Theory). Pada
prinsipnya General System Theory menggunakan sistem sebagai dasar memahami
fenomena organisasi, yaitu fungsi dan saling interaksi antara organisasi dengan
lingkungannya. Beberapa ciri inti dari General System Theory ini antara lain bahwa
organisasi sebagai suatu sistem memiliki bagian-bagian:
1. Individu dalam organisasi
Adanya individu/orang dalam organisasi menyebabkan organisasi dapat beraktivtas.
Individu mempunyai latar belakang, sikap, motivasi yang berlainan dan bersama-
sama, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Individu dipengaruhi dan
mempengaruhi lingkungannya.
2. Setiap organisasi selalu tersusun berdasarkan prinsip, peraturan, dan prosedur
tertentu untuk dapat menjalankan fungsinya secara baik dan ini berkaitan dengan
formalisasi organisasi.
18
3. Interaksi sosial antar individu dalam organisasi menghasilkan berbagai bentuk
hubungan sosial yang tidak selalu formal sifatnya. Perilaku sosial yang spontan ini
kemudian memiliki pola tertentu sehingga memunculkan kelompok informal dalam
organisasi untuk memenuhi kebutuhan sosialnya yang tidak dapat dipenuhi oleh
organisasi.
4. Setiap organisasi memiliki sistem hirarki/sistem berjenjang yang membentuk
piramida yang dapat menunjukkan posisi sosial individu dalam organisasi dan
meberikan peran dan status tertentu.
5. Situasi lingkungan aktivitas organisasi dapat terdiri dari berbagai macam, misalnya
lingkungan fisik yang memberikan pengaruh besar pada keterampilan, motivasi,
persepsi, prestasi dan kepuasan kerja.
6. Sebagai suatu sistem, bagian-bagian dan organisasi saling berhubungan satu sama
lain. Antara satu bagian dengan bagian lain dari sistem itu saling tergantung, masing-
masing memiliki tugas yang khusus, terspesialisasi dan berlainan. Terdapat
pembagian kerja yang terintegrasi di antara bagian-bagian dari suatu organisasi
sebagai suatu sistem. Sistem ini menunjukkan adanya hubungan antar bagian dalam
sistem.
7. Bekerjanya masing-masing bagian dan saling hubungan antar bagian dalam
organisasi itu menunjuk pada suatu proses yang saling berkaitan (linking processes).
8. Setiap sistem senantiasa memiliki tujuan tertentu, demikian juga organisasi sebagai
sistem juga memiliki tujuan tertentu. Oleh karena adanya upaya pencapaian tujuan
ini maka setiap organisasi selalu terdapat interaksi, kestabilan, kemampuan
beradaptasi, dan berkembang.
Teori ini juga melihat arti penting dari pengawasan atau kontrol sebagai
mekanisme untuk menciptakan keseimbangan dari organisasi. Pelaksanaan dari fungsi
pengawasan atau kontrol ini nampak secara jelas dalam konsep cybernetics, yang
menekankan aspek pengawasan atau kontrol dari suatu sistem melalui penggunaan
umpan balik dari lingkungan sistem itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka unsur-
unsur dalam sebuah sistem adalah :
1. Input
Input ini merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk
berfungsinya sebuah sistem seperti sistem atau Komisi Penanggulangan AIDS Kota
Surakarta, maka masukannya berupa potensi anggota Komisi Penanggulangan AIDS
Kota Surakarta, seperti : sumber daya manusia, sarana dan prasarana, anggaran
(dana) dan lain sebagainya.
2. Proses
Proses adalah berbagai kegiatan dalam Komisi Penanggulangan AIDS Kota
Surakarta. Kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk
19
menjadikan sebuah hasil yang diharapkan dari sistem tersebut, sebagaimana contoh
dalam sistem atau Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, maka yang
dimaksud dengan proses adalah berbagai program dan kegiatan dalam Komisi
Penanggulangan AIDS Kota Surakarta.
3. Output
Output merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses, dalam sistem atau
Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta hasilnya dapat berupa luaran program
dan kegiatan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yang berkualitas, efektif
dan efisien serta dapat dijangkau oleh seluruh anggota Komisi Penanggulangan
AIDS Kota Surakarta khususnya dan masyarakat pada umumnya, sehingga anggota
Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta menjadi Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas, terampil, cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki
kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam mencegah, menangkal, menanggulangi
dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda.
4. Dampak
Akibat yang dihasilkan dari sebuah hasil dari sistem disebut dampak, yang terjadi
relatif lama waktunya. Setelah hasil tercapai, maka dampaknya akan menjadikan
anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yang berkualitas, terampil,
cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial
dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah
kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadikan masukan dan ini
terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Umpan balik dalam sistem atau Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dapat
berupa kualitas anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yang juga
dapat menjadikan input yang selalu meningkat (Azwar, 2010)
20
BAB III METODE
MONEV
A. Lokasi Monev
B. Jenis Monev
Data diperoleh melalui sumber data primer dan sumber data sekunder. Yang
dimaksud dengan data primer dalam monev ini adalah data yang diperoleh langsung dari
sumber atau informannya, yakni: Pengurus dan anggota Komisi Penanggulangan AIDS
Kota Surakarta, SKPD terkait dan masyarakat. Data sekunder berupa dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan dengan monev dan data monografi.
Dalam monev ini jumlah sampel tidak menjadi titik perhatian yang penting karena
teknik sampling yang digunakan dalam monev ini adalah secara total sampling yaitu
teknik pengambilan sampel dengan menggunakan seluruh sampel yaitu Komisi
Penanggulangan AIDS Kota Surakarta.
21
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam monev ini adalah observasi,
indepth interview, dokumentasi dan Focus Group Discussion (FGD)
F. Validitas Data
Validitas data digunakan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati sesuai
dengan apa yang ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan
tentang dunia kenyataan memang benar sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Dalam
monev ini, validitas data dilakukan dengan cara triangulasi, yakni teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk
keperluan pengecekan atau perbandingan terhadap data itu.
22
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui sumber informasi yang berbeda. Prosedur ini dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
1. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dilakukan
secara pribadi.
2. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kota Surakarta
Gambaran Umum Kota Surakarta ini disusun berdasarkan pada data statistik Kota
Surakarta Dalam Angka Tahun 2013.
1. Letak Geografis dan Adi minis tratif Kota Surakarta
Secara geografis wilayah Kota Surakarta tergolong sebagai wilayah yang
strategis. Letak strategis Kota Surakarta karena wilayahnya berada di dataran rendah
yang merupakan pertemuan beberapa gunung disekitarnya yaitu Gunung Lawu di bagian
Timur dan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di bagian Barat. Keberadaan wilayah
Kota S u r a k a r t a di dataran rendah dan berada diantara pegunungan tersebut
menjadikan melimpahnya sumber air. Terdapat beberapa sungai yang mengalir di
wilayah Kota Surakarta ya i t u Sungai Pepe, Anyar dan Jenes yang kesemuanya
bermuara di Sungai Bengawan Solo sebagai kebanggaan warga Kota Surakarta.
Kota Surakarta terletak di daerah Provinsi Jawa Tengah bagian Selatan dan
merupakan penghubung antara Daerah Provinsi Jawa Tengah bagian Timur dan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administratif batas Kota Surakarta
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali,
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar;
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo; sebelah Barat berbatasan
dengan Kabupaten Sukoharjo dan K a b u p a t e n Karanganyar.
Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,06 km2 yang terbagi dalam lima
Kecamatan (Kecamatan Laweyan. Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon,
Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari) dan 51 Kelurahan. Pada tahun 2013
j u m l a h RW t ercat at sebanyak 601 dan j u m l a h RT sebanyak 2.708. Dengan
j u m l a h Kepala Keluarga (KK) sebesar 151.817 KK, maka rata-rata j u m l a h KK
s e t i a p RT berkisar sebesar 56 KK setiap RT. Sebagian besar pcnduduk S u r a k a r t a
berada di Kecamatan Banjarsari, karena Kecamatan Banjarsari merupakan Kecamatan
yang palin g luas (1,48 1.10 meter persegi) dan m e m i l i k i jumlah Kelurahan paling
banyak (terdapat 13), RW (terdapat 175), serta RT (terdapat 874).
Letak geografis Kota S u r a k ar t a yang st rategis , y a i t u berada di tengah-tengah
daerah pendukung sekitarnya, serta Kota Surakarta sebagai pusat perekonomian dan
kebudayaan daerah sekitarnya telah menjadikan Kota Surakarta tumbuh menjadi
perkotaan yang dinamis. Pertumbuhan kota yang semakin melaju menyisakan persoalan
perkotaan yang semakin kompleks bagi Kota Surakarta, seperti permasalahan
kesehatan (HIV/AIDS), lingkungan, kependudukan, tata ruang kota. transportasi,
kriminalitas, dinamika penduduk, serta permasalahan-permasalahan sosial lainnya. Hal
itulah juga menjadikan Kota Surakarta l ebih dinamis dan mengalami perubahan yang
24
cepat jika dibandingkan daerah-daerah l ai n disekitarnya.
2. Komposisi Penduduk Kota Surakarta
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi nasional (SUSENAS) Tahun 2013
Penduduk Kota Surakarta mencapai 507.825 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar
94,69 yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 95
peduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun 2013
mencapai 13.331 jiwa/km2. Tahun 2013 Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat
di kecamatan Serengan yang mencapai angka 19.109. Dengan tingkat kepadata yang
tinggi akan berdampak pada masalah-masalah sosial seperti perumahan, kesehatan dan
juga tingkat kriminalitas.
Berdasarkan data Kota Surakarta Dalam Angka Tahun 2013 bahwa perbandingan
rasio penduduk laki-laki dan perempuan peningkatannya sangat kecil sekali yaitu tidak
mencapai 1 %. Kota Surakarta berada di lokasi yang strategis, memiliki potensi
ekonomi dan budaya yang l eb i h jika dibandingkan daerah-daerah sekitarnya, sehingga
sering kali menjadi daya t a r i k bagi warga luar Kota Surakarta. Jumlah pmduduk
berdasarkan data statistik tersebut dan berdasarkan fakta di lapangan mungkin sekali
jauh berbeda karena banyaknya pendatang, b a i k pendatang yang tinggal menetap
maupun pendatang yang hanya berkunjung ke Surakarta untuk bekerja maupun
berwisata. Mengingat bahwa Kota Surakarta sebagai kota tujuan wisatawan.
25
Jumlah penduduk l ak i -l ak i yang bekerja sebanyak 147.983 yang tersebar di sembilan
sektor usaha.
Mayoritas penduduk Surakarta bekerja di sektor Perdagangan (Perdagangan,
Rumah Makan, Akomodasi) berjumlah 84.693 dan sektor Jasa (Pendidikan, Kesehatan,
Administrasi Pemerintahan) berjumlah 68.331. Di sektor perdagangan laki-laki tidak
mendominasi, jumlah laki-laki yang bekerja di sektor perdagangan hanya mencapai
37.775. Sementara di delapan sektor usaha lainnya didominasi laki-laki, meliputi: sektor
pertanian, perikanan: 1.586; sektor pertambangan: 365; sektor industri pengolahan:
30.406; sektor l i s t ri k , gas dan air: 430; sektor konstruksi: 10.701; sektor angkutan.
pergudangan, dan komunikasi: 28.648: sektor keuangan 11.479; sektor jasa
(pendidikan. kesehatan, ad mi ni st ras i pemerintahan) 26.593.
Dominasi pekerjaan laki-laki Surakarta di sektor-sektor usaha tidak hanya pada
sektor-sektor yang diidentikkan dengan pekerjaan yang rnengandalkan kekuatan fisik
saja, seperti: sektor pertambangan, sektor konstruksi, maupun sektor angkutan,
pergudangan dan k o m u n i k a s i . Di sektor keuangan dan industri pengolahan yang
identik dengan pekerjaan perempuan pun laki-laki mendominasi. Berdasarkan data
tersebut menunjukkan l a k i - l a k i sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, l eb i h
banyak mendapat tempat di sektor-sektor p u b l i k di Kota Surakarta.
Sementara kebutuhan hidup minimum di Surakarta perkembangannya selama
empat tahun terakhir mulai dari tahun 2010-2013 semakin meningkat. Pada tahun 2010
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) mencapai Rp. 835.138,- meningkat menjadi Rp.
1.090.000,- pada tahun 2013. Peningkaian kebutuhan hidup minimum kota t e r s e b u t
direspon dengan semakin meningkatnya Upah Minimum Kota (UMK). Upah Minimum
Kota (UMK) Surakarta pada tahun 2010 sebesar Rp. 785.000,- menjadi Rp. 1.145.000.-
pada tahun 2013.
Jumlah pencari kerja l ak i -l aki di Surakarta pada tahun 2013 jumlahnya lebih
banyak dibandingkan perempuan. Laki-laki yang mencari pekerjaan di Surakarta
jumlahnya 4.539, didominasi laki-laki pencari kerja berpendidikan Sarjana (SI)
sebanyak 2.300. Pencari kerja laki-laki dibandingkan dengan pencari kerja perempuan
berdasarkan tingkat pendidikan Sarjana (SI) jumlahnya lebih kecil 3.279, namun
berdasarkan tingkat pendidikan SLTA perbedaannya sangat mencolok. Pencari kerja
laki-laki berpendidikan SLTA sebanyak 1.863.
Data ini menunjukkan laki-laki berpendidikan SLTA yang ingin bekerja lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan. Dorongan kemandirian ekonomi laki-laki
sebagai bentuk tanggungjawab laki-laki sebagai tulang punggung keluarga secara
naluriah oleh laki-laki direspon dengan segera bekerja ketika mendapatkan pendidikan
yang cukup. Bekerja sambil meneruskan pendidikan d i p i l i h agar dorongan
kemandirian ekonomi tetap terjaga dalam konstruksi laki-laki. Ketika pekerjaan
26
memberikan banyak keuntungan sebagai bentuk kemandirian ekonomi, seperti tidak
lagi mengantungkan penuh dari orang tua, pendidikan tidak menjadi penting untuk
diperhatikan oleh laki-laki.
27
Tabel 7
Fasilitas Kesehatan Kota Surakarta
No. Jenis Fasilitas Kesehatan Jumlah
1. Rumah Sakit 12 buah
2. Puskesmas
Puskesmas DTP 4 buah
Puskesmas TTP 13 buah
Puskesmas Pembantu 26 buah
Puskesmas Keliling Roda 4 17 buah
3. Sarana Pelayanan Farmasi
Gudang Farmasi 1 1 1 buah
Apotik 161 161 161 buah
Toko Obat 21 21 21 buah
4. Anggaran Kesehatan bersumber
APBD Kota Surakarta 76.201.330.010
APBD Prop. Jateng 81.252.000
APBN 5.193.772.000
5. Tenaga Kesehatan:
Dokter Spesialis 154
Dokter Umum 178
Dokter Gigi 51
Perawat 2.068
Bidan 294
Tenaga farmasi 310
Sanitarian 35
Kesehatan masyarakat 98
Tenaga Gizi 8
6. Situasi Epidemi HIV dan AIDS di Kota Surakarta dari Oktober 2005 s.d Maret
2015
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta dari Oktober 2005
s.d Maret 2015 di Kota Surakarta, terdapat 1565 kasus HIV/AIDS yang terdiri dari HIV
532 kasus dan AIDS 1.033 kasus. Adapun yang meninggal dunia sebanyak 449 orang.
Pada umumnya mereka dirawat di rumah sakit Dr Moewardi Kota Surakarta yakni
sebanyak 559 kasus dan 60 kasus di rawat di rumah sakit Dr Oen Surakarta. Menurut
Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta, estimasi ODHA sebanyak 1.565
kasus. Hal ini dapat diketahui pada tabel berikut ini :
28
Tabel 8
Data Kasus HIV-AIDS Surakarta
dari Oktober 2005 s/d Maret 2015
Diagram 10
Kasus HIV / AIDS di Kota Surakarta
Berdasarkan Jenis Kelamin Oktober 2005 – Maret 2015
29
Diagram 11
Kasus HIV / AIDS di Kota Surakarta
Berdasarkan Faktor Resiko Oktober 2005 – Maret 2015
Diagram 12
Kasus HIV / AIDS di Kota Surakarta
Berdasarkan Pekerjaan Oktober 2005 – Maret 2015
30
Diagram 12
Jumlah ODHA yang sedang mendapat pengobatan ARV
di Kota Surakarta kumulatif /Bulan Januari - Maret 2015
Diagram 13
Pasien Aktif Mengikuti Program Terapi Metadhon
Klinik PTRM di Surakarta Bulan Januari – Maret 2015
31
yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan pencegahan, penanggulangan sehingga akan
terwujud penurunan angka HIV/AIDS.
KPA Kota Surakarta dibentuk sejak tahun 2005 dan berkantor di Kompleks Kantor
Balai Kota Surakarta. Sekarang berkantor di Jalan Alun - Alun Utara Surakarta Kode Pos
57113. KPA merupakan lembaga koordinasi dan bukan lembaga sosialisasi bahaya
HIV/AIDS. Semua SKPD Kota Surakarta merupakan anggota KPA yang diharapkan dapat
mengkomunikasikan dan menginformasikan tentang bahaya HIV/AIDS kepada seluruh
lapisan masyarakat sesuai dengan bidang pelayanan masing-masing SKPD tersebut. Selain
itu, yang menjadi anggota KPA bukan hanya seluruh SKPD Kota Surakarta tetapi juga
semua institusi dan lembaga yang dianggap berkaitan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta.
Dalam menjalankan tugasnya, KPA Kota Surakarta berdasar dan berpegang pada
Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/28-A/1/2010 Tanggal 22 Maret 2010
Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok Kerja (Pokja) Dan Sekretariat Penanggulangan
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Kota Surakarta.
Tabel 9
Susunan Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta
No Kedudukan dalam Keanggotaan Nama/Jabatan dan Instansi
1. Sekretaris Penuh Waktu Drs. Harsojo Soepodo, MM
2. Pengelola Program Drs. Prawoto Mujiyono
3. Pengelola Administrasi/Keuangan Hariyanti, A.Md
Sumber : Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/98/1/2012
Berdasarkan tabel diatas terlihat susunan sekretariat KPA dimana sekretariat ini
berkantor setiap hari Senin-Jumat dan menjalankan semua program KPA dalam upaya
penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta. Dalam Keputusan Walikota Surakarta
Nomor 443.2.05/28-A/1/2010 terdapat juga uraian mengenai susunan keanggotaan KPA dan
susunan kelompok kerja yang terdiri dari berbagai pihak. Dengan demikian, semua SKPD
dan institusi lain yang terkait dengan penanggulangan AIDS telah menjadi anggota KPA dan
memiliki tugas dan tanggungjawab sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing.
Setiap SKPD dan institusi yang tergabung dalam keanggotaan KPA ini berkoordinasi
bersama dan membuat rencana strategis untuk jangka waktu 5 tahun. Seluruh rencana yang
dibuat memiliki visi yang sama yaitu untuk menanggulangi HIV/AIDS dalam upaya
penurunan angka penularan HIV/AIDS di Kota Surakarta. Dalam prakteknya, setiap SKPD
harus memiliki program-program penanggulangan HIV/AIDS yang terkait dengan bidang
masing-masing SKPD dimana seluruh anggaran biayanya akan masuk pada APBD Kota
Surakarta. Program-program tersebut contohnya adalah pada Dinas Komunikasi dan
Informasi membuat baliho, brosur, leaflet, atau penyelenggaraan dialog televisi dan radio
tentang bahaya HIV/AIDS.
32
Agar pencegahan dan penanggulangan AIDS di Kota Surakarta lebih efektif maka
perlu merubah susunan keanggotaan KPA sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/28-A/1/2010 Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok
Kerja (Pokja) Dan Sekretariat Penanggulangan Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS) Kota Surakarta. Untuk itu diterbitkan Keputusan Walikota Surakarta Nomor
443.2.05/98/1/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor
443.2.05/28-A/1/2010 Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok Kerja (Pokja) Dan
Sekretariat Penanggulangan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Kota Surakarta.
33
Penanggulangan AIDS Nasional.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum
Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah.
c. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor
3/PER/MENKO/KESRA/III tahun 2007 Tetang Susunan, Tugas dan Fungsi
Keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS Tahun 2007-2010.
d. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor
7/PER/MENKO/KESRA/III tahun 2007 Tentang Strategi Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS Indonesia Tahun 2007-2010
e. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor
8/PER/MENKO/KESRA/III tahun 2007 Tentang Pedoman Nasional Monitoring
dan Pelaporan HIV dan AIDS di Seluruh Indonesia.
f. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV dan AIDS.
34
4. Kewenangan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta
a. KPA secara berjenjang merinci dan membagi secara jelas kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan aparat, jajaran kesehatan , serta
masyarakat.
b. KPA secara berjenjang dan berkesinambungan melakukan sosialisasi kepada
seluruh aparat pemerintah daerah , lembaga pendidikan , lembaga swasta ,
lembaga kemasyarakatan, yang dibentuk oleh masyarakat termasuk lembaga adat
, lembaga keagamaan , tokoh adat , tokoh agama dan masyarakat.
c. Dalam pelaksanaan Kebijakan , strategi dan langkah-langkah penanggulangan
HIV dan AIDS, Bupati/ Walikota menugaskan :
1) Camat memimpin, mengkoordinasikan pelaksanaan dan mobilisasi
sumberdaya yang ada di Kecamatan.
2) Kepala Desa / Kelurahan melaksanakan upaya penanggulangan HIV dan
AIDS di Desa.
d. Pelaksanaan upaya penanggulangan HIV dan AIDS dibantu oleh lembaga
pendidikan , lembaga swasta , lembaga kemasyarakatan, tokoh adat, tokoh agama,
dan tokoh masyarakat.
35
e. Membentuk dan mengarahkan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang bertugas
untuk menyampaikan informasi tentang bahaya HIV/AIDS yang dilakukan oleh
teman-teman sebaya yang berasal dari kelompok profesi sama (peer educator)
misalnya seorang WPS (Wanita Pekerja Seks) menjadi peer educator untuk WPS
yang lain, seorang gay menjadi peer educator untuk gay yang lain, dan
seterusnya.
f. Menyelenggarakan training untuk para peer educator yang dilakukan secara
berkala.
g. Mempersiapkan manajer kasus yang akan memantau secara khusus parakorban
yang sudah terbukti positif terkena HIV/AIDS.
h. Membuat laporan pertanggungjawaban kepada Walikota di tingkat Daerah dan
kepada Gubernur di tingkat Provinsi.
6. Dukungan Pemerintah
Dukungan Pemerintah Kota Surakarta dalam penanggulangan HIV/AIDS berupa dana
hibah APBD tahun 2010, 2011, 2012 , 2013, 2014 yang dipergunakan untuk :
a. Sosialisasi kepada masyarakat dan populasi kunci.
b. Pemberian makanan tambahan bagi ODHA
c. Pembuatan Media KIE
d. Pemeriksaan CD-4 bagi ODHA
e. Sarana dan prasarana pendukung lain.
f. Pelatihan kader Warga Peduli AIDS (WPA) dan peningkatan pengetahuan bagi
pegiat HIV dan AIDS.
g. Memfasiltasi kegiatan kawan-kawan LSM dalam pedampingan pada masyarakat
dan populasi kunci.
h. Menfasilitasi WPA dalam pembuatan perencanaan dan sekaligus rencana tindak
lanjutnya.
i. Memfasilitasi Pelatihan Peer Educator di semua populasi kunci dalam
membantu penyebarluasan informasi pada teman sebayanya.
j. Memberikan dukungan LSM dalam melaksanakan pendampingan populasi kunci
k. Menyusun rencana strategis kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS secara
komprehensif dan berkesinambungan .
l. Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait pencegahan dan penanggulangan
HIV dan AIDS yang dilakukan semua anggota KPA Kota Surakarta seperti :
GOWs (Gabungan Organisasi Wanita Surakarta) (Progres); PKK (TP KK) se-
Surakarta (Progres); Karang Taruna; FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama);
Bhayangkari; Persit Chandra Kirana; AURI; Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informasi (Dishubkominfo) : Pada komunitas Terminal Tirtonadi dan lain-lain.
36
7. Kegiatan, Target dan Capaian Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta
2011-2015
Tabel 10
Kegiatan, Target dan Capaian
Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta 2011-2015
No Kegiatan Target Capaian Keterangan
37
11. Pelatihan pemulasara jenazah 60 takmir Tercapai
yang terinfeksi HIV/AIDS bersama
pengurus
jenazah.
12. Pelatihan PE untuk perwakilan 10 Tercapai Dinsosnaker
karyawan pada perusahaan di Perusahaan trans
Kota Surakarta
13. Sosialisasi HIV & AIDS pada SLTP dan Progres Dikpora
kegiatan Masa Orientasi SLTA Se-
Sekolah (MOS) tingkat Kota
Sekolah Surakarta
baik negeri
maupun
swasta
14. Pelatihan perencanaan dan 28 April
penganggaran di SKPD 2015
15. Penyusunan Peraturan sedang
Walikota Surakarta terkait dalam
dengan penanggulangan proses.
HIV/AIDS di Kota Surakarta.
Sumber : Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, April 2015
C. Monitoring dan Evaluasi SKPD Kelurahan, Kecamatan, dan Anggota KPA.
1. POKJA Pencegahan dan Pejangkauan.
Koordinator kegiatan pencegahan dan penjangkauan dilakukan oleh Bidang Promosi
Kesehatan.
a. Hasil Monitoring dan Evaluasi Kegiatan pada kelompok SKPD Kelurahan :
1) Kegiatan pada tatanan program partisipasi masyarakat melalui Warga Peduli
AIDS telah dilakukan sejak Tahun 2012. Kegiatan yang telah dilakukan di 51
Kelurahan adalah menset-up lembaga sosial yaitu Organisasi Warga Peduli
AIDS.
2) Kegiatan WPA di 51 Kelurahan berupa sosialisasi baik secara oral kepada
masyarakat resiko tinggi dan masyarakat umum melalui peringatan Hari AIDS
sedunia (setiap 1 Desember), Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN)
(setiap bulan Mei).
3) WPA melakukan pemetaan komunitas resiko tinggi masyarakat perwilayah
Kelurahan.
4) Dukungan kegiatan Warga Peduli AIDS menggunakan alokasi dana DPK 5 %,
sehingga hampir 51 Kelurahan dapat melakukan penyuluhan secara intensif
kepada semua anggota masyarakat.
b. Hasil Monitoring dan Evaluasi pada kelompok sasaran SKPD anggota KPA Kota
Surakarta
Dari 40 anggota KPA hanya beberapa SKPD yang aktif melakukan
sosialisasi dan penyuluhan dengan menyisipkan kegiatan sosialisasi HIV dan
38
AIDS dalam anggaran kegiatan yang berhubungan langsung dengan
stakeholder SKPD sehingga secara anggaran tidak bisa secara jelas.
SKPD yang aktif dalam perannya sebagai anggota KPA diantaranya :
1) Dinas Kesehatan
a) Melalui bidang promosi kesehatan melakukan penyuluhan ke sekolah dan
ibu rumah tangga beresiko tinggi.
b) Melalui Bidang P2PL melakukan Sarasehan HIV & AIDS bagi anak
sekolah tingkat SMU dan SMK di Surakarta.
c) Sekrening awal ibu hamil terhadap penularan HIV & AIDS dengan info
sesi dan konseling dini HIV & AIDS.
2) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
a) Sosialisasi HIV & AIDS pada kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS)
tingkat Sekolah
b) Diklat Nasionalisme dan Karakter Bangsa.
3) Bapermas,PP,PA & KB ;
a) Dukungan Kampaye pencegahan melalui kondom di lokasi kelompok
berisiko tinggi (Risti)
b) Melakukan kampaye HIV dan AIDS bagi masyarakat yang dikemas dalam
peringatan Hari AIDS dan Malam Renungan AIDS.
c) Pembuatan materi KIE IMS, HIVdanAIDS.
d) Pembuatan materi Info sesi HIV dan AIDS di kelompok ibu – ibu PKK
e) Sosilisasi kesehatan reproduksi di kelompok Ibu RT.
f) Penguatan Warga Peduli AIDS melalui pelatihan dan roadsho sosialiasi
g) Workshop
4) Dinas Pariwisata
a) Sosialisasi bagi kelompok Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI) Kota Surakarta.
5) Dinas Perindustrian dan Perdagangan
a) Bekerjasama dengan KPA untuk roadshow sosialisasi keacara Pelatihan
UMKM
6) Dinas Sosial, Naker dan Transmigrasi
a) Pembekalan Informasi HIV dan AIDS bagi Perusahaan dalam rangka K3
b) Melakukan razia WPS dan memberikan sosialiasi HIV & AIDS di wanita
utama.
7) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi
a) Pembuatan Materi KIE Leaflet
b) Dialog Interaktif di RRI
c) Kampaye pencegahan HIV di wilayah terminal
39
8) Bagian HUMAS Setda Kota Surakarta
a) Roadshow sosialisasi HIV dan AIDS di 51 Kelurahan
9) Bagian Hukum dan HAM
a) Memfasilitasi terbentuknya Peraturan Daerah terkait HIV & AIDS Kota
Surakarta
10) Kantor Kementerian Agama
a) Sosilisasi HIV & AIDS bagi mubalig
b) Pembuatan materi info sesi HIV & AIDS bagi khutbah Jum‟ at.
11) Rumah Tahanan Klas I
a) Sosialisasi bagi warga binaan pemasyarakat yang baru.
b) Pelaksanaan kegiatan sosialisasi acara peringatan Hari Kemerdekaan ,
Ulang Tahun RUTAN
c) Lomba Poster dan pembuatan KIE pendukung program pencegahan HIV
dan AIDS.
c. Hasil Monitoring dan Evaluasi Kelompok LSM atau Non SKPD
1) Dalam program penanggulangan HIV dan AIDS, di Kota Surakarta dilakukan
penjangkauan dan pendampingan oleh LSM Mitra Alam dan LSM Lentera.
2) Strategi pendampingan kepada semua komunitas Resiko Tinggi, dengan
melakukan penjangkauan untuk dilakukan IMS dan VCT.
3) Kegiatan pendampingan dan pejangkauan dikolaborasikan dengan tiga pilar
Pencegahan, Pengobatan dan Pendampingan.
4) Pencegahan yang dilakukan dengan memberikan info sesi tentang dasar penularan
serta pencegahan terhadap HIV & AIDS dan pasca pengobatan adanya
pendampingan klien dalam akses layanan lanjutan terpapar IMS dan HIV & AIDS.
5) Anggaran kegiatan di kelompok Non SKPD masih menggunakan dukungan
lembaga donor seperti GF dan Charitas untuk Kelompok Dukungan ODHA.
40
Komprehensif Berkesinambungan ( LKB ).
b. LKB di Surakarta telah melakukan upaya – upaya pencegahan HIV dan
Pendampingan pada ODHA secara maksimal dari proses Pre Test, Post Test, dan
pendampingan kasus HIV melalui buddies dari KDS “ Soloplus “.
c. Dari pelaksanaan perawatan, dukungan dan pengobatan dari 8 layanan VCT di
Kota Surakarta yaitu :
1) Jumlah Klien yang dikirim tes : 19.633
2) Jumlah yang melakukan tes HIV : 20.458
3) Jumlah yang mengambil hasil : 17.737
4) Jumlah HIV + : 1538
5) Jumlah yang diberi ARV : 584
41
c. Layanan Harm Reduction di Kota Surakarta meliputi konseling Adiksi, Rumatan
Methadone, dukungan CST dan Dukungan ODHA bersama keluarga.
d. Program HR atau dikenal dengan Program Terapi Rumatan Methadone (PTRM) telah
menangani 30 klien Penasun yang akses methadone setiap bulannya.
e. Kegiatan dan operasonal klinik methadone masih menggunakan dukungan dana
lembaga donor HCPI yang akan selesai pada bulan September 2015.
f. Pendampingan dan penjangkauan klein Penasun dilakukan oleh LSM Mitra Alam
dengan dukungan HCPI.
g. POKJA HR selalu melakukan koordinasi lintas sektoral dalam rangka penguatan
dukungan keberlanjutan program Yankes.
5. POKJA PEMBERDAYAAN
a. Koordinator POKJA Pemberdayaan di mandatori oleh Kepala Bidang Pemberdayaan
Masyarakat di BAPERMAS,PP,PA&KB Kota Surakarta.
b. Operasional kegiatan masih belum bisa berjalan maksimal
c. Tahun 2014, POKJA hanya melakukan kegiatan Rakor dan Pembinaan WPS yang
kena razia di Wanita Tama dan Mobile Layanan Kesehatan IMS, HIV dan AIDS.
d. Pembagian Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi 20 ODHA warga Surakarta
yang diberikan melalui Rumah Singgah Lentera.
e. Keadaan WPA sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat akan
kepedulian dan pemahaman tentang HIV & AIDS dan penanggulangannya
masih belum memiliki konsep yang terstruktur sehingga program kurang
spesifik.
42
ketersediaan kondom atau alat pencegahan HIV & AIDS di lokalisasi.
5) KPA mampu mencukupi kebutuhan logistik bagi masyarakat resiko tinggi
maupun yang rentan penularan HIV & AIDS.
7. POKJA MONEV
a. Program Penanggulangan HIV dan AIDS telah menerapkan Sistem Informasi HIV dan
AIDS ( SIHA ) di kelompok layanan, sehingga memberikan kemudahan akses informasi
bagi anggota POKJA untuk melakukan monitoring dan Evaluasi kegiatan.
b. Sudah berjalannya laporan rutin lintas layanan ke KPA, sebagai sumber data satu pintu.
c. Adanya outlet kondom di wilayah Kelurahan dengan tanggung jawab WPA setempat,
dimana masyarakat akan mudah dalam mengaksesnya.
d. Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan oleh Pokja ini melalui BAPPEDA Kota
Surakarta dilakukan secara rutin setiap tahun untuk menghindari adanya penyimpangan
program dan kegiatan serta memberikan rekomendasi terhadap keberlanjutan program.
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Rencana Strategis Komisi Penanggulangan
AIDS Kota Surakarta 2011-2015 dapat diketahui dari beberapa aspek :
1. Aspek Kebijakan
a. Dalam merespons situasi epidemi HIV/AIDS di Kota Surakarta, Pemerintah Kota
Surakarta telah mengambil kebijakan, termasuk Rencana Strategis yang didukung
dengan berbagai peraturan, Surat Keputusan, dan pedoman pelaksanaan,
pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dan pelaksanaan
program layanan. Peraturan dan Surat Keputusan merupakan landasan legal bagi
Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dan segenap jajaran untuk bekerja dan
mendapatkan dukungan pembiayaan untuk pelaksanaan program dan kegiatan
Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta melalui Anggaran Pembangunan dan
Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta. Hal ini merefleksikan komitmen
Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS.
Keberadaan Peraturan Daerah, Surat Keputusan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis tentang pembentukan komisi dan upaya penanggulangan bermaksud
menjamin pelaksanaan kebijakan.
b. Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta Tahun 2011-2015
merupakan penjabaran kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam menanggulangi
HIV dan AIDS. Rencana Strategis memuat tujuan penanggulangan, rencana strategis
penanggulangan melalui program-program layanan dan penguatan kelembagaan,
strategi dasar, dan prinsip manajemen pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
43
program. Terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaan program dan kegiatan
dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta antara lain :
1) Masalah HIV dan AIDS belum dianggap masalah prioritas baik oleh sektor
kesehatan maupun sektor pembangunan terkait.
2) Dukungan politik yang belum memadai terhadap program promosi kondom dan
pengurangan dampak buruk NAPZA suntik padahal kedua program ini
merupakan program pokok upaya penanggulangan HIV/AIDS.
3) Rencana Strategis menjelaskan strategi dasar upaya penanggulangan, tetapi belum
spesifik atau belum jelas bagaimana strategi pelaksanaan program dalam konteks
menghadapi tantangan program.
c. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dalam melakukan koordinasi dan
arahan pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dan program
penanggulangan HIV dan AIDS belum optimal, meskipun berbagai Surat Keputusan
mengenai upaya penanggulangan bahkan pembiayaan juga telah diterbitkan.
d. Dalam mendukung pelaksanaan kebijakan program penanggulangan HIV dan AIDS,
berbagai Pokja (Kelompok Kerja) dibentuk sesuai kebutuhan yang melibatkan
perwakilan sektor terkait dan masyarakat, namun Pokja yang ada belum melibatkan
optimal LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) Peduli AIDS, anggota unsur instansi
atau SKPD terkait, keterwakilan masyarakat kurang terlihat. Anggota LSM Peduli
AIDS kurang dilibatkan dalam rapat koordinasi maupun sosialisasi kebijakan atau
rekomendasi hasil rapat Pokja.
2. Aspek Program
a. Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan
mengendalikan penularan HIV/AIDS, antara lain dengan menyediakan layanan
konseling dan tes HIV sukarela; layanan perawatan, dukungan dan pengobatan;
layanan Infeksi Menular Seksual; layanan jarum suntik steril; layanan rumatan
metadhon; serta layanan terpadu TB-HIV.
b. Hasil monitoring dan evaluasi menyatakan bahwa para petugas pelayanan kesehatan
menyatakan bahwa pihak Pemerintah Kota Surakarta perlu meningkatkan kemitraan
strategis dengan lembaga-lembaga formal dan non formal agar efektif melakukan
sosialisasi terkait pencegahan HIV dan AIDS. Selain itu pemerintah Kota Surakarta
dapat merangkul organisasi keagamaan dan organisasi kepemudaan seperti karang
taruna untuk melakukan sosialisasi, terutama terhadap warga yang beresiko tinggi
terhadap HIV dan AIDS serta masyarakat umum, sehingga warga tersentuh informasi
dan bisa merubah perilaku mereka dalam menjalankan pola hidup yang lebih sehat.
c. Salah satu tantangan terberat penanggulangan HIV dan AIDS adalah kendala
stigmatisasi terhadap orang yang terinfeksi yang bisa datang dari berbagai kelompok
44
masyarakat, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan
kerja, sekolah, serta lingkungan komunitas lainnya.
d. Masih sangat diperlukan penguatan kapasitas khususnya kepada perencana
program SKPD untuk keberlanjutan dan konsistensi serta keterkaitan dan
kesinambungan pada perencanaan dan penganggaran program baik internal
SKPD dan atau anatar SKPD .
3. Hambatan Dalam Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS
a. Belum semua anggota KPA melaksanakan tugas dan fungsi sebagai anggota KPA
b. Belum semua anggota KPA menganggarkan untuk kegiatan HIV dan AIDS atau
menyelipkan kegiatan HIV dan AIDS di kegiatan yang ada.
c. Dalam pelaksanaan Rapat koordinasi anggota KPA , yang hadir selalu berganti
orang, sehingga tidak memahami dan tidak berkelanjutan terkait dengan program
yang telah direncanakan sebelumnya.
d. Peer Educator yang telah dilatih , belum semua berjalan dengan baik, dikarenakan
tingginya mobilitas mereka, dan rata-rata populasi kunci tidak mempunyai tingkat
pendidikan yang baik.
e. Kesadaran memakai kondom dalam seks beresiko juga belum sesuai dengan yang
diharapkan , sehingga temuan kasus IMS atau HIV masih tetap ada.
f. Kurangnya program pemberdayaan masyarakat tentang upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV & AIDS yang dilakukan oleh SKPD.
g. Upaya penguatan kapasitas keluarga yang memiliki resiko tinggi masih belum
maksimal dilakukan baik dalam bentuk kelompok ataupun pendampingan.
h. Layanan Kesehatan dan akses informasi tentang ketersediaan layanan VCT, ARV dll
terkait HIV & AIDS masih belum maksima; dalam penyebarannya.
45
BAB V
PENUTUP
46
universal. Sistem komunitas melalui LSM dan organisasi/jaringan populasi kunci
perlu diperkuat untuk dapat lebih berperan aktif dan menjangkau populasi kunci.
2) Masih perlu peningkatan tata kelola kepemerintahan yang baik untuk koordinasi
antar sektor/SKPD, harmonisasi kebijakan, manajemen, penyediaan informasi
strategik, monitoring dan evaluasi serta implementasi program.
3) Masih perlu peningkatan lingkungan yang lebih kondusif, untuk mengurangi stigma
dan diskriminasi, ketidaksetaraan gender dan pelanggaran Hak Asasi Manusia
dengan melibatkan organisasi masyarakat dan keagamaan serta sektor pendidikan.
4) Pemerintah Kota Surakarta perlu melakukan survailans tes HIV yang menyeluruh,
yang dimulai dari surveilans rutin, sentinel dan khusus terhadap kalangan tertentu.
5) Perlu dukungan lebih kuat dari lembaga hukum terhadap program penanggulangan
HIV dan AIDS.
6) Perlu mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat terkait penanggulangan Napza-
HIV.
7) Perlu peningkatan koordinasi dan kerjasama internal dan eksternal antara Rumah
Sakit, Puskesmas, layanan kesehatan lainnya dan LSM dalam akses layanan
rujukan.
3. Output
Cakupan program (coverage) khususnya terhadap populasi kunci dan populasi
umum yang diukur dari seluruh populasi kunci yang dijangkau oleh program
komunikasi perubahan perilaku, diantaranya program edukasi, komunikasi pendidikan
sebaya, penilaian risiko individu/kelompok, dan akses terhadap kondom dan alat
suntik, program VCT, IMS serta perawatan, dukungan dan pengobatan. Selain itu ada
perkembangan program Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta yaitu
terbentuknya Warga Peduli HIV dan AIDS (WPA).
4. Outcome
Hasil pelaksanaan Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota
Surakarta 2011 - 2015 telah dapat merubah perilaku berisiko menjadi perilaku aman
dari kelompok kunci maupun populasi umum, baik perilaku pencegahan maupun
perilaku pengobatan, namun masih ada stigma dan diskriminasi terhadap pengidap
HIV dan AIDS. Hal ini dapat diketahui dari beberapa data dan informasi terkait
kekerasan terhadap ODHA.
5. Impact
Dampak epidemi dan program HIV dan AIDS di Kota Surakarta dapat
diketahui dari data Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta dari Oktober
2005 s.d Maret 2015 di Kota Surakarta, terdapat 1565 kasus HIV/AIDS yang terdiri
dari HIV 532 kasus dan AIDS 1.033 kasus. Adapun yang meninggal dunia sebanyak
449 orang. Pada umumnya mereka dirawat di rumah sakit Dr Moewardi Kota
47
Surakarta yakni sebanyak 559 kasus dan 60 kasus di rawat di rumah sakit Dr Oen
Surakarta.
B. Saran
1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta perlu menjadi salah satu prioritas
dalam program pembangunan di Kota Surakarta. Untuk mencapai hal ini perlu
dilakukan advokasi khusus kepada pihak Pemerintah Kota Surakarta.
2. Disamping menetapkan target-target kuantitatif program, Rencana Strategis Komisi
Penanggulangan AIDS Kota Surakarta ke depan perlu menjelaskan strategi mencapai
target-target tersebut dan strategi mengatasi berbagai hambatan pelaksanaan program.
Untuk itu maka dokumen Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota
Surakarta harus ditindaklanjuti dengan memperjelas peran Kelompok Kerja dan SKPD
yang terkait.
3. Penanggung jawab masing-masing program dan layanan kesehatan harus mengacu
kepada Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta. Untuk
mewujudkan hal ini, Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta harus melakukan
fasilitasi dalam menyiapkan rencana kerja, termasuk pembiayaan, petunjuk
pelaksananaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis).
4. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta perlu melakukan fasilitasi pembuatan
payung hukum setiap program dan layanan kesehatan; meyakinkan harmonisasi
berbagai Peraturan Daerah dan aturan hukum terkait lainnya; melakukan negosiasi
dengan pemerintah Kota Surakarta untuk mencari mekanisme legal pendanaan SKPD
dan LSM penanggung jawab program dan layanan kesehatan; dan melakukan advokasi
kepada pemerintah Kota Surakarta dan sektor terkait untuk kebutuhan penjangkauan
yang melibatkan LSM.
5. Meningkatkan kompetensi anggoata Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta,
penyelenggara program dan penyelenggara layanan kesehatan dalam kemampuan
menggunakan data, menentukan masalah prioritas, mengembangkan dan menguji
pendekatan strategis pemecahan masalah program.
6. Mengupayakan penambahan tenaga layanan kesehatan, diprioritaskan melalui APBN
atau APBD.
7. Mengembangkan berbagai pendekatan inovatif dan strategis untuk menjangkau populasi
kunci atau kelompok berisiko tinggi, terutama untuk testing dan perubahan perilaku.
Upaya ini dapat dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta bersama
pemangku kepentingan lainnya dalam bentuk pertemuan dan atau melakukan studi ke
Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota lain atau lembaga lain.
48
8. Mengembangkan sistem informasi tentang HIV/AIDS yang komprehensif agar dapat
menghasilkan informasi yang lebih akurat sesuai kebutuhan, dan lebih memudahkan
akses informasi oleh masyarakat luas dan berbagai pihak yang berkepentingan.
9. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta memfasilitasi koordinasi di antara sektor
(SKPD) terkait, LSM dan pihak-pihak terkait melalui forum diskusi yang teratur dan
pelibatan LSM dalam pelaksanaan kegiatan program dan layanan kesehatan.
10. Perlu menyiapkan strategi memandirikan upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota
Surakarta agar program dan layanan kesehatan tidak rentan terhadap kelangsungan
bantuan donor asing.
11. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta bersama dengan sektor dan LSM
terkait mengembangkan dan melaksanakan penelitian operasional yang dapat
memandu pengembangan, perbaikan kebijakan program dan layanan kesehatan. Riset
operasional mencakup studi keberhasilan program, surveilans remaja, afirmasi LBT,
koordinasi kebijakan, program dan aksi di lapangan diarahkan untuk memperbaiki
kebijakan dan program.
12. Memperbaiki strategi sero-surveilans dengan lebih fokus pada beberapa populasi
kunci: wanita penjaja seks; LSL; penasun; dan pada ibu hamil yang mewakili populasi
umum/rendah. Surveilans perlu memperhatikan kesamaan metodologi dari waktu ke
waktu, termasuk besar dan cara penarikan sampel, dan metode pengukuran anti body
HIV.
C. REKOMENDASI
1. Perlu dilakukan penguatan kapasitas anggota KPA Kota Surakarta dalam
hal perencanaan dan penganggaran terkait sinkronisasi program
Penangulangan HIV-AIDS khususnya kepada SKPD terkait ;
2. Penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) KPAD Kota Surakarta harus
diperbaharui untuk kesinambungan dan keberlanjutan program
penanggulangan HIV-AIDS tahun 2015-2019 mengacu kepada Kajian
Tehnokratis RPJMD Kota Surakarta tahun 2015-2019;
3. Perlu adany sarana dan prasarana informasi dan komunikasi yang terbuka
dan konsisten terkait dengan upaya dan capaian penangulangan HIV-AIDS
yang mudah diakses, terbuka dan tersistem baik yang sifatny langsung dan
media;
4. Pentingnya kajian dan penelitian terkait penyebaran , penanganan ,
peanggulangan dan rehabilitasi serta perkembangan dari penyakit HIV-
AIDS yang dapat dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait
Penangulangan HIV-AIDS ;
49
5. Perlu adanya standart operasional prosedur yang pasti dan berlaku sama
mulai dari pelayanan, penanganan, pencegahan, dan penanggulangan
hingga rehabilitasi medis dan sosial .
6. Perlu ditinjau ulang kebijakan, kelembagaan, struktur dan mekanisme serta
keterlibatan masyarkat dalam upaya pemberdayaan keluarga.
50
DAFTAR PUSTAKA
Demartoto, Argyo. 2010. Perilaku Laki-laki yang Berhubungan Seks dengan Laki-laki (LSL)
untuk melakukan test HIV di Kota Surakarta. Laporan Penelitian (Tidak diterbitkan).
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Saku Kesehatan 2012 Visual Data
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Triwulan II Tahun 2012. Semarang : Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah.
Ditjen PPM & PL Depkes Rl. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d
September 2014. (Serial Online) http://www.spiritia.or, id
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Mundiharno. 1997.Perilaku Seksual Berisiko Tertular PMS dan HIV/AIDS (Kasus Sopir Truk
Antar Propinsi).Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) Universitas Gadjah
Mada.
Sutopo, HB. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar dan Praktis, Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
51