Seminar Kasus
Seminar Kasus
Seminar Kasus
Disusun Oleh:
Kelompok 8
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Kepala LAKESLA Drs. Med R.Rijadi S,Phys
Surabaya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, Rahmat, dan Ridha-Nya
alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Asuhan
Keperawatan Hiperbarik Oksigen hari ke-5 pada Tn. F dengan Diagnosa Medis
Fraktur phalanx di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S., Phys Surabaya”. Laporan
yang telah disusun oleh penulis ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
tugas pada praktik profesi keperawatan Program Studi S1 Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Tidak lupa kami menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Kolonel Laut (K) dr. Sapta Prihartono, Sp.B., Sp.BA., selaku Kalakesla Drs.
Med R. Rijadi S., Phys Surabaya yang telah memberikan kesempatan serta
fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Dr. Kusnanto, S.Kp, M.Kes, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan
dorongan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
4. Letkol Laut (K) dr. Jan Arif Kadarman, Sp.P., selaku Kabagdiklitbang
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan
waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini.
5. Mayor Laut (K) Maedi S.Kep Selaku kepala ruangan di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
6. Serma Taukhid, S.Pd Selaku pembimbing klinik di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan motivasi, dukungan, arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini.
7. Makhfudli, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop. selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Profesi Ners (P3N) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Profesi Ners.
iii
8. Lailatun Ni’mah, S,Kep.Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Terima kasih atas kesabaran
dalam memberikan bimbingan, masukan arahan dan saran kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik. Akhirnya penyusun berharap semoga semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami dan bagi yang membaca.
Surabaya,18 September2019
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Cover ......................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN
v
2.2.4 Kontra Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik .............................. 9
BAB 4 PENUTUP
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya
angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun sedang berkembang
(Buckley R, et.al, 2008). Di antara berbagai penyebab trauma, transfer energi
tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling
banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Sebanyak 1,26 juta orang
meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30%
kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien, 30% terjadi
akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga
(Kahlon, Hanif & Awais, 2004).
Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi
adalah insiden fraktur yaitu sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang (Depkes RI,
2009).
Fraktur dapat terjadi pada semua bagian tubuh. Salah satunya yaitu fraktur
proximal interphalanx (PIP). Terdapat 408 remaja yang mengalami patah tulang
disebabkan karena cedera olahraga dengan angka keseluruhan kejadian 563/tahun.
84% adalah fraktur ekstermitas atas, fraktur yang paling umum adalah fraktur
phalanx dengan 28,7%, radius dan ulna dengan 23,0%, dan metacarpus 12,7%
(Helmi, 2013).
1
2
penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan diperhatikan
lokasi kejadian serta waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat
dihasilkan sesuatu yang optimal (Alexa, 2010).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur adalah tulang patah yang bisa bersifat patahan sebagian atau
patahan utuh pada tulang yang disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran.
Fraktur sering terjadi pada anak-anak. Fraktur bisa mengkhawatirkan jika terjadi
kerusakan pada lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan
terjadi karena kerusakan pada area ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak
teratur atau pemendekan dari tulang (Purwoko, 2006).
2.1.2 Jenis Jenis Fraktur
Menurut Suratun (2008) menjelaskan jenis-jenis fraktur yaitu:
a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (dari yang normal).
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c. Fraktur tertutup (fraktur simpel): patah tulang, tidak menyebabkan
robeknya kulit.
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks): patah yang menembus
kulit dan tulang berhubungan dengan dunia luar.
e. Fraktur kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen.
f. Fraktur green stick: fraktur yang salah satu sisi tulang patah sedang satu
sisi lainnya membengkok.
g. Fraktur kompresi : dengan tulang mengalami kompresi (tulang belakang).
h. Fraktur depresi : fraktur yang tulang fragmen tulangnya terdorong ke
dalam (tulang tengkorak dan wajah).
2.1.3 Etiologi
Menurut Batticaca (2008), etiologi dari fraktur yaitu:
a. Kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering)
b. Olahraga
5
tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang
yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan
nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika
terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum
tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan fraktur bersifat individual dan didasarkan pada usia dan status
kesehatan umum klien, dan jumlah serta lokasi dari fraktur. Pengobatan medis
termasuk pemberian analgesik sesuai kebutuhan untuk mengatasi nyeri, dan jika
nyeri hebat, dilakukan blok saraf regional (interkosta) atau anestesia epidura
(Asih, 2004). Ada beberapa pengobatan medis lainnya antara lain (Tucker, 1999),
yaitu:
a. Antibiotik : Merupakan obat yang sangat penting dan digunakan untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi. Zat kimia ini dihasilkan oleh
mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tanah, dan mempunyai khasiat
bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu atau beberapa mikroorganisme lain
yang rentan terhadap antibiotik (Sumardjo, 2009).
b. Traksi : Suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah atau dislokasi
ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu atau
dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang
diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan pasien dislokasi (Ningsih, 2009).
7
Tekanan oksigen normal pada tulang yang sehat adalah sekitar 45 mmHg
oksigen di bawah kondisi ruangan. Jaringan tulang yang terinfeksi dan nekrotik
menyebabkan penurunan tekanan oksigen yaitu 23 mmHg. Hal ini menyebabkan
gangguan vaskular, pembentukan jaringan parut pada jaringan tulang yang
terinfeksi. Sehingga untuk memperbaiki kondisi tersebut dibutuhkan tekanan
oksigen sekitar 30-40 mmHg. Tekanan ini dibutuhkan untuk pembentukan
neurovaskularisasi dalam jaringan yang mengalami iskemik dan meningkatkan
killing leukosit. Walaupun pemberian antibiotik dapat membunuh mikoorganisme
10
dalam jaringan lunak di area infeksi dan operasi menghilangkan jaringan yang
mati pada tulang yang terinfeksi namun HBO memperbaiki respon host dengan
membuat lingkungan lebih menguntungkan untuk membunuh leukosit oksidatif,
neurovaskularisasi dan resorspsi tulang yang mengalami iskemik dan tersinfeksi.
Selian itu terapi HBO meningkatkan transportasi dan menambahkan kemanjuran
terapi antibiotik karena pemberian antibiotik akan terhambat jika terdapat area
yang mengalami hipoksia (Wibowo, 2015).
Secara garis besar pemakaian dan mekanisme oksigen hiperbarik dalam
proses penyembuhan luka dapat dijelaskan sebagai berikut: Hipoksia pada luka
dapat dikoreksi dengan terapi oksigen yang bervariasi dari pemakaian intalasi
oksigen 40% pada tekanan udara bebas hingga oksigen 100% pada tekanan 2,5
Tekanan Atmosfir Absolut (ATA). Tekanan yang tinggi diperlukan untuk
oksigenasi di pusat luka kronis yang hipoksia. Terapi oksigen hiperbarik pada
tekanan 2 ATA memperlihatkan terjadinya peningkatan oksigenasi jaringan yang
mengalami hipoksia. Koreksi secara intermiten pada luka yang hipoksia dengan
terapi oksigen dapat meningkatkan replikasi fibroblas dan produksi kolagen.
Meningkatnya tekanan oksigen pada luka dapat meningkatkan aktifitas leukosit
untuk membunuh bakteri patogenik (Wibowo, 2015).
Sel PMN merupakan sel yang bertanggung jawab terhadap perlawanan
infeksi bakteri. Sel tersebut menggunakan model S.aureus, Mader menunjukkan
hubungan proporsional antara tekanan oksigen dan kemampuan fagosit.
Meningkatkan oksigen hingga 150 mmHg dan 760 mmHg membunuh sebagian
besar S.aureus. Penelitian menunjukkan hasil terapi penyembuhan luka fraktur
membaik dengan terapi oksigen hiperbarik. Fibroblast tidak dapat mensintesa
kolagen atau migrasi ke daerah terinfeksi apabila tekanan oksigen kurang dari 20
mmHg. Meningkatkan tekanan oksigen di atas 200 mmHg mengembalikan
aktifitas fibroblastik ke dalam fungsi normal. Hiperbarik pada penyembuhan luka
adalah perbaikan perfusi jaringan, peningkatan replikasi fibroblast dan produksi
kolagen, dan meningkatkan kemampuan fagositik leukosit (Wibowo, 2015).
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik
1. Pengkajian
a. Pre HBO
1) Observasi TTV
2) Observasi bersihan jalan napas, memastikan klien dapat melakukan
valsava.
3) Observasi keadaan umum (anemia, pusing, kelemahan, keabnormalan
pendengaran dan penglihatan)
4) Mengkaji tingkat nyeri.
Zat dan benda yang dilarang dibawa masuk saat terapi HBO berjalan:
1. Semua zat yang mengandung minyak dan alkohol (parfum, hairspray,
deodorant, dsb).
2. Pasien harus melepas semua perhiasan cincin, kalung dan jam tangan.
3. Lensa kontak harus dilepas karena berpotensi membentuk gelembung
antara kornea dengan lensa.
4. Alat bantu dengar juga harus dilepas karena memicu percikan listrik
dalam chamber.
5. Menggunakan pakaian berbahan katun 100% untuk meminimalkan
terjadinya proses luka bakar apbila terjadi kebakaran didalam chamber.
6. Menggunakan obat pre medikasi pada pasien dengan klaustrofobia
(diberikan paling tidak 30 menit sebelum mulai terapi HBO).
b. Intra HBO
a. Observasi TTV
b. Observasi bersihan jalan napas, memastikan klien dapat melakukan
valsava.
c. Observasi keadaan umum (anemia, pusing, kelemahan, kenormalan
pendengaran dan penglihatan), jika klien mengalami perubahan keadaan
umum, pastikan klien dapat melakukan valsava dengan benar dan klien
dapat membuka masker untuk istirahat saat berhenti menghirup
oksigen.
d. Mengkaji tingkat nyeri, jika klien merasa nyeri dapat dilakukan
mobilisasi ke lock chamber.
c. Post HBO
a. Observasi TTV
12
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
1 Kecemasan Pasien dan/atau 1. Dokumentasikan pemahaman
b/d defisit keluarga akan pasien/keluarga tentang pemikiran dan
pengetahuan menyatakan: tujuan terapi HBO, prosedur yang
tentang terapi 1. Alasan untuk terlibat dan potensi bahaya terapi HBO
oksigen terapi oksigen 2. Mengidentifikasi hambatan
hiperbarik hiperbarik pembelajaran
dan prosedur 2. Tujuan terapi 3. Mengidentifikasi kebutuhan belajar
keperawatan 3. Prosedur yang termasuk informasi mengenai hal-hal
terlibat dengan berikut
terapi oksigen 4. Memberikan kesempatan terus untuk
hiperbarik diskusi dan intruksi
4. Potensi bahaya 5. Menyediakan pasien dan atau keluarga
dari terapi oksigen dengan brosur informasi mengenai
hiperbarik terapi HBO
6. Menjaga pasien /keluarga diberitahu
tentang semua prosedur.
7. Dokumentasikan pasien/keluarga
terhadap lingkungan serta terapi HBO
13
Fraktur
Ketidakefektifan perfusi
Kehilangan volume cairan jaringan perifer
Ruangan bertekanan tinggi
3.1 Pengkajian
Tanggal Pendaftaran : 11 September 2019
Tanggal Pengkajian : 16 September 2019
No. RM : 06xx/1x/2019
Jam Pengkajian : 07.00
Diagnosa Masuk : Post-op fraktur phalanx
Terapi HBO ke :5
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. F
2. Umur : 20 tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : Karyawan Swasta
6. Alamat : Blora, Jawa Tengah
KELUHAN UTAMA
DCS :-
Klinis : Fraktur phalanx. Terlihat lesi pada daerah luka post-op pada jari
tangan kanan.
Kebugaran : Tidak terkaji
RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Rabu, 11 September 2019 Tn.F datang pertama kali bersama bapaknya
untuk menjalani Terapi Hiperbarik Oksigen pada pukul 10.00 WIB dengan
diagnosa fraktur phalanx. Sampai tanggal 16 September 2019,Tn. F sudah
mendapatkan 5x terapi HBO. Setelah melakukan terapi HBO ke 1 dan 2, pasien
belum merasakan perubahan. Setelah mendapatkan terapi HBO ke 3 klien
15
16
mengatakan jika badan terasa lebih segar dan terdapat perkembangan yang
bagus pada lukanya yaitu luka post-op semakin menutup.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pada tanggal 10 September 2019 mengalami trauma
mekanik pada tulang phalanx dekstra dan menjalani operasi di RSUD. Dr.
Soetomo. Pada tanggal 11 September 2019 pasien dirujuk ke Lakesla untuk
mendapat terapi HBO dan tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan TOHB.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital: TD 100/60 mmhg HR 80 x/mnt RR 20 x/mnt S: -
2. Keadaan Fisik
Kepala : Simestri, warna rambut hitam, tidak ada luka, tidak ada nyeri
tekan
Mata : Mata simetris, tidak anemis.
Hidung : Pasien tidak terdapat masalah. Bernafas normal, tidak ada kotoran
di dalamnya
Telinga : Telinga normal, bersih, tidak ada serumen.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Tenggorokan: Tidak ada nyeri telan
3. Sistem Neurologis
GCS: E: 4 V: 5 M: 6
Keluhan Pusing: Ya/Tidak
P: -
Q: -
R: -
S: -
T: -
4. Sistem Pernafasan
Keluhan : Sesak / Nyeri Waktu Nafas / Orthopnea / Tidak ada keluhan
Batuk : Produktif / Tidak Produktif
Irama Nafas: Teratur / Tidak
5. Sistem Kardiovaskuler
Irama Jantung : Reguler / Irregular
CRT : < 2 detik
Akral : Hangat / Kering / Merah / Basah / Pucat / Panas / Dingin
Nyeri Dada : tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
6. Sistem Pencernaan
Mulut : Bersih / Kotor / Berbau
18
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, namun diberikan anjuran terapi HBOT.
Penekanan pada
membran tympani
Resiko barotrauma
DO : Keterbatasan gerak
-Skala kekuatan otot
2 5 Pintu masuk ruangan
5 5 (chamber) kecil
-Pasien perlu bantuan
ketika masuk kedalam
ruangan (chamber)
-Bagian pintu masuk Pasien transfer in/out
dan dalam chamber
kecil memiliki ruang
gerak terbatas Resiko cidera
Post HBO
1. Kaji kondisi pasien dan pastikan
tidak ada tanda – tanda Barotrauma.
2. Dokumentasi kegiatan
Post HBO
1. Kaji kondisi klinis pasien dan
pastikan tidak ada tanda–tanda
keracunan oksigen.
2. Beritahukan dokter hiperbarik jika
tanda-tanda dan gejala keracunan
oksigen paru muncul.
Post HBO
1. Bantu pasien keluar ruangan/
chamber
2. Periksa kondisi pasien dan pastikan
tidak ada cedera pada pasien.
24
3.5 Implementasi
No Tanggal Jam Imlementasi Paraf
1 16 07.15 Pre HBO Perawat
September 1. Membina hubungan saling percaya
2019 dengan pasien
2. Melakukan pengkajian pada pasien
3. Melakukan observasi TTV, Tekanan
Darah: 100/80 mmHg, Nadi: 80x/menit,
RR: 20x/menit.
4. Mengkaji kemampuan klien melakukan
teknik valsava dengan benar
5. Mengingatkan kembali pada pasien
tentang barang-barang yang tidak boleh
dibawa kedalam chamber
6. Membantu klien memasuki ruang
chamber dan mengantarkan ke kursi yang
telah disediakan
b. Telinga berdenging
c. Vertigo
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah tersinggung
f. Mual
6. Menganjurkan untuk sering berlatih
menggerak gerakkan sisi yang lemah.
7. Mengajarkan klien teknik distraksi dan
relaksasi ketika nyeri muncul serta
kompres di bagian paha atau tungkai atas
8. Merapikan dan membersihkan chamber
9. Melakukan asistensi perawatan luka
dengan menggunakan teksik steril pada
jari tangankanan
10. Mendokumentasikan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan pada
catatan keperawatan hiperbarik
26
4.1 Kesimpulan
Hasil pengkajian menunjukkan pasien Tn. F dengan diagnosa medis
frakturphalanx telah menjalani terapi oksigen hiperbarik sejak 11 September
2019. Tn. F sudah mendapatkan 5x terapi HBO kemudian pada hari Senin tanggal
16September merupakan terapi HBO sesi ke 5. Setelah mendapatkan terapi ke 5
pasien dan keluarga merasa jika luka pada jari tangan mengalami penutupan yang
sangat baik, luka post-op semakin menutup.
Berdasarkan hasil pengkajian yang ditemukan pada Tn. F, maka
ditemukan masalah keperawatan yaitu Risiko barotrauma dan risiko keracunan
oksigen, serta risiko cidera. Intervensi dan implementasi dilakukan pada Tn. F
dilakukan untuk memonitor agar resiko tidak terjadi pada pasien. Untuk intervensi
dan implementasi resiko keracunan oksigen meliputi, meonitor kondisi pasien saat
terapi berlangsung dan dokumentasikan tanda dan gejala dari keracunan oksigen
pada sistem saraf pusat, meonitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan
dokumentasikan tanda dan gejala keracunan oksigen paru, melaporkan pada
petugas atau dokter jika terjadi tanda-tanda keracunan, dan mengevaluasi hasil
dari terapi yang dilakukan pasien. Sedangkan pada diagnosa resiko barotrauma
dilakukan intervensi dan implementasi yaitu, mengatur posisi yang nyaman untuk
klien, mengecek kembali barang-barang yang tak boleh dibawa masuk ke dalam
chamber, mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava manuver ketika
tekanan chamber dinaikkan, membantu memasangkan oksigen masker pada klien,
dan memonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung, cek adanya tanda-tanda
barotrauma.
Setelah mengikuti terapi HBO ke-3 hingga terakhir ke-5 kondisi luka
pasien mengalami perbaikan yaitu luka mulai menutup dan pasien merasa tubuh
menjadi lebih bugar sehingga dapat tidur dengan nyenyak di malam hari. Terapi
oksigen hiperbarik efektif untuk pasien fraktur phalanx dengan hasil perbaikan
pada luka yang dialami pasien karena terapi HBO meningkatkan suplai oksigen ke
jaringan sehingga mempercepat proses regenerasi jaringan.
27
28
4.2 Saran
Berdasarkan pengamatan selama praktek di Lakesla Drs. Med. Rijadi. S.,
Phys Surabaya, saran yang dapat diberikan penulis untuk perbaikan pelayanan di
Lakesla meliputi:
1. Bagi Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya
a. Diharapkan terdapat ruangan untuk pre dan post TOHB serta terdapat rute
atau alur pasien TOHB masuk sampai keluar.
b. Diharapkan terdapat pengarahan setiap pasien apakah pasien masuk ke
chamber kecil atau besar serta dilakukan pemeriksaan fisik di setiap
chamber, sehingga tidak akan ada pasien yang terlewat dilakukannya
pemeriksaan fisik khususnya observasi sebelum pasien dilakukan TOHB.
c. Diharapkan terdapat petugas kesehatan yang mengevaluasi hasil dari pre
dan post terapi HBO kepada pasien sehingga respon pasien sebelum dan
sesudah terapi dapat diketahui.
2. Bagi Mahasiswa Praktek Profesi Universitas Airlangga
Diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan wawasan seputar terapi
oksigen hiperbarik sebelum profesi di Lakesla sehingga memudahkan dalam
praktik profesi di tempat tersebut dan mendaptkan ilmu yang lebih banyak
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Canale, S. Terry, and James H. Beatty, eds. "Fractures and Dislocation, Part
XV." Campbell's Operative Orthopaedics. 11th ed. Philadelphia: Mosby
Elsevier, 2007.
Joewana, Satya, 2005. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat.
Psikoaktif, Penyalahgunaan Napza/Narkoba Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Lukman & Ningsih, Nurna (2009). Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system Muskuloskeletal.Jakarta : Salemba Medika
29
30
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex
MediaKomputindo