Seminar Kasus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK KE-5


PADA Tn.F DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR PHALANX
DI LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S., Phys.
SURABAYA

TANGGAL 16 s.d 21 SEPTEMBER 2019

Disusun Oleh:
Kelompok 8

1. Dinda Salmahella, S.Kep. 131913143033


2. Windi Khoiriyah, S.Kep. 131913143058
3. Alifia Aurora R., S.Kep 131913143087

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan hiperbarik oksigen hari ke-5 pada Tn. F


dengan diagnosa medis fraktur phalanx di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S., Phys
Surabaya yang telah dilaksanakan mulai tanggal 16 September 2019 dalam rangka
pelaksanaan praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA) Drs. Med. R. Rijadi S., Phys
Surabaya.
Telah disetujui untuk dilaksanakan Seminar Kasus di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA) pada hari Kamis, 19 September 2019.

Disahkan, 18 September 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Lailatun Ni’mah, S,Kep.Ns., M.Kep. Serma Taukhid, S.Pd


NIP.198606022015042001 NRP.69686

Mengetahui,
Kepala LAKESLA Drs. Med R.Rijadi S,Phys
Surabaya

Mayor Laut (K) Maedi, S.Kep.


NRP. 14608/P

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, Rahmat, dan Ridha-Nya
alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Asuhan
Keperawatan Hiperbarik Oksigen hari ke-5 pada Tn. F dengan Diagnosa Medis
Fraktur phalanx di LAKESLA Drs. Med. R. RIJADI S., Phys Surabaya”. Laporan
yang telah disusun oleh penulis ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
tugas pada praktik profesi keperawatan Program Studi S1 Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Tidak lupa kami menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Kolonel Laut (K) dr. Sapta Prihartono, Sp.B., Sp.BA., selaku Kalakesla Drs.
Med R. Rijadi S., Phys Surabaya yang telah memberikan kesempatan serta
fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Dr. Kusnanto, S.Kp, M.Kes, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan
dorongan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
4. Letkol Laut (K) dr. Jan Arif Kadarman, Sp.P., selaku Kabagdiklitbang
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan
waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini.
5. Mayor Laut (K) Maedi S.Kep Selaku kepala ruangan di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
6. Serma Taukhid, S.Pd Selaku pembimbing klinik di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan motivasi, dukungan, arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini.
7. Makhfudli, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop. selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Profesi Ners (P3N) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Profesi Ners.

iii
8. Lailatun Ni’mah, S,Kep.Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Terima kasih atas kesabaran
dalam memberikan bimbingan, masukan arahan dan saran kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik. Akhirnya penyusun berharap semoga semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami dan bagi yang membaca.

Surabaya,18 September2019

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................... i

Lembar Pengesahan ................................................................................. ii

Kata Pengantar ........................................................................................ iii

Daftar Isi ................................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Fraktur ............................................................................... 4

2.1.1 Definisi Fraktur ........................................................................... 4

2.1.2 Jenis Jenis Fraktur ....................................................................... 4

2.1.3 Etiologi ........................................................................................ 4

2.1.4 Manifestasi Klinis ....................................................................... 5

2.1.5 Patofisiologi ................................................................................ 5

2.1.6 Penatalaksanaan .......................................................................... 6

2.1.7 Komplikasi .................................................................................. 7

2.2 Konsep Terapi Oksigen Hiperbarik ............................................... 7

2.2.1 Definisi Hiperbarik Oksigen ...................................................... 7

2.2.2 Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik .......................................... 7

2.2.3 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik .......................................... 8

v
2.2.4 Kontra Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik .............................. 9

2.2.5 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik .................................... 9

2.3 Hubungan Terapi Hiperbarik Dengan Fraktur phalanx ................. 9

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik ............ 10

2.5 WOC Fraktur phalanx .................................................................... 14

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Pengkajian ...................................................................................... 15

3.2 Analisa Data ................................................................................... 19

3.3 Diagnosa Keperawatan Hiperbarik ................................................ 20

3.4 Intervensi Keperawatan .................................................................. 21

3.5 Implementasi Keperawatan ............................................................ 24

3.6 Evaluasi Keperawatan .................................................................... 26

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan .................................................................................... 27

4.2 Saran ............................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 29

vi
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya
angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun sedang berkembang
(Buckley R, et.al, 2008). Di antara berbagai penyebab trauma, transfer energi
tinggi dari kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari ketinggian adalah yang paling
banyak ditemukan (Roshan A. & Ram S., 2008). Sebanyak 1,26 juta orang
meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30%
kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien, 30% terjadi
akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 18% akibat kekerasan rumah tangga
(Kahlon, Hanif & Awais, 2004).
Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi
adalah insiden fraktur yaitu sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang (Depkes RI,
2009).

Fraktur dapat terjadi pada semua bagian tubuh. Salah satunya yaitu fraktur
proximal interphalanx (PIP). Terdapat 408 remaja yang mengalami patah tulang
disebabkan karena cedera olahraga dengan angka keseluruhan kejadian 563/tahun.
84% adalah fraktur ekstermitas atas, fraktur yang paling umum adalah fraktur
phalanx dengan 28,7%, radius dan ulna dengan 23,0%, dan metacarpus 12,7%
(Helmi, 2013).

Fraktur phalanx merupakan cedera yang paling sering menyebabkan


gangguan fungsional pada tangan (Ahmad, 2006). Fraktur phalanx adalah
terputusnya hubungan tulang jari-jari tangan yang disebabkan oleh trauma
langsung pada tangan (Helmi, 2013). Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya
kontinuitas tulang serta bagaimana mengatasinya, tetapi harus ditinjau secara
keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi
secara menyeluruh meliputi bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, jenis

1
2

penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan diperhatikan
lokasi kejadian serta waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat
dihasilkan sesuatu yang optimal (Alexa, 2010).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan suatu alat terapi


yang disebut Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) atau yang disebut dengan
terapi oksigen dalam tekanan tinggi. Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) atau
terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis yang menempatkan pasien dalam
suatu ruangan udara bertekanan tinggi daripada tekanan udara atmosfer (hingga
mencapai 3 ATA). Terapi oksigen hiperbarik dapat dipergunakan dalam suatu
terapi. Peranan oksigen pada penyembuhan luka telah lama dipelajari dan
diterima. Oksigen molekuler berperan sebagai nutrien untuk replikasi fibroblas,
mobilitas makrofag, pertumbuhan jaringan granulasi, neovaskulerisasi, dan
fungsi-fungsi penting lainnya dalam penyembuhan luka. Pemberian oksigen
dengan bertambahnya tekanan meningkatkan fagositosis dengan cara
meningkatkan tegangan oksigen lokal, sehingga setingkat dengan fungsi normal
fagositik. Terapi ini menunjukkan efek memperbaiki hipoksia jaringan,
meningkatkan perfusi, mengurangi edema, menurunkan sitokin inflamasi,
meningkatkan proliferasi fibroblas, produksi kolagen, dan angiogenesis. Terapi
oksigen hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi ulkus post fraktur bersamaan
dengan terapi lain seperti debridemen luka, perawatan luka, mengurangi tekanan
pada jari tangan, asupan nutrisi, dan penggunaan antibiotik.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kami menyusun laporan seminar kasus
dengan judul Asuhan Keperawatan Hiperbarik Oksigen hari ke-5 pada Tn.F
dengan Diagnosa Medis Fraktur phalanx di LAKESLA Drs. Med. R Rijadi. Phys
Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan oksigen hiperbarik pada pasien dengan
diagnosa medis Fraktur phalanx di LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi., S.Phys
Surabaya?
1.3 Tujuan Penulisan
3

Mahasiswa dapat memahami dan mampu melaksanakan asuhan


keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur
phalanx di LAKESLA Drs. Med. R Rijadi., S.Phys Surabaya.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Mahasiswa mampu memahami konsep Fraktur phalanx
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Terapi Hiperbarik Oksigen
(THBO)
3. Mahasiswa dapat memahami manfaat Terapi Hiperbarik Oksigen (THBO)
terhadap Fraktur phalanx
4. Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan
hiperbarik oksigen pada pasien Fraktur phalanx mulai dari pre-HBO, intra-
HBO, dan Post-HBO.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Fraktur


2.1.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah tulang patah yang bisa bersifat patahan sebagian atau
patahan utuh pada tulang yang disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran.
Fraktur sering terjadi pada anak-anak. Fraktur bisa mengkhawatirkan jika terjadi
kerusakan pada lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan
terjadi karena kerusakan pada area ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak
teratur atau pemendekan dari tulang (Purwoko, 2006).
2.1.2 Jenis Jenis Fraktur
Menurut Suratun (2008) menjelaskan jenis-jenis fraktur yaitu:
a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (dari yang normal).
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c. Fraktur tertutup (fraktur simpel): patah tulang, tidak menyebabkan
robeknya kulit.
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks): patah yang menembus
kulit dan tulang berhubungan dengan dunia luar.
e. Fraktur kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen.
f. Fraktur green stick: fraktur yang salah satu sisi tulang patah sedang satu
sisi lainnya membengkok.
g. Fraktur kompresi : dengan tulang mengalami kompresi (tulang belakang).
h. Fraktur depresi : fraktur yang tulang fragmen tulangnya terdorong ke
dalam (tulang tengkorak dan wajah).
2.1.3 Etiologi
Menurut Batticaca (2008), etiologi dari fraktur yaitu:
a. Kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering)
b. Olahraga
5

c. Menyelam pada air yang dangkal


d. Luka tembak atau luka tikam
e. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran
sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medula spinalis dan
akar; osteomielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi;
osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra;
siringmielia; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vaskular.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala patah tulang ialah bengkak, kelihatan merah, deformitas,
ekimosis, spasme otot, nyeri, dan kadang-kadang tulang kelihatan sudah tidak
selari atau bentuk anggota yang patah itu tidak normal (Yasin, 2008).
a. Spasme otot
Spasme otot skelet secara luas didefinisikan sebagai kontraksi tanpa sadar
yang abnormal dari otot skelet (Buler, 1961). Menurut Traval (1960)
mengungkapkan bahwa ketika otot dikenai stimulus mekanik, emosional,
infeksius, metabolik atau nutrisi yang noksius, otot-otot hanya akan bereaksi
dalam satu hal yakni menjadi spasme dan memendek.
b. Ekimosis
Ekimosis adalah tanda memar atau tanda biru kehitaman, merupakan
daerah makula besar akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan subkutan dan
kulit, walaupun ekimosis sering ditemukan pada trauma, tetapi ekimosis yang
luas dapat menggambarkan kelainan trombosit atau gangguan pembekuan
(Sabiston, 1992).
c. Nyeri
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu
perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbea-beda bagi setiap
orang (Tjay, 2007).
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989).
Ketika patah tulang, akan terjadikerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum
6

tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang
yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan
nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika
terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum
tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan fraktur bersifat individual dan didasarkan pada usia dan status
kesehatan umum klien, dan jumlah serta lokasi dari fraktur. Pengobatan medis
termasuk pemberian analgesik sesuai kebutuhan untuk mengatasi nyeri, dan jika
nyeri hebat, dilakukan blok saraf regional (interkosta) atau anestesia epidura
(Asih, 2004). Ada beberapa pengobatan medis lainnya antara lain (Tucker, 1999),
yaitu:
a. Antibiotik : Merupakan obat yang sangat penting dan digunakan untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi. Zat kimia ini dihasilkan oleh
mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tanah, dan mempunyai khasiat
bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu atau beberapa mikroorganisme lain
yang rentan terhadap antibiotik (Sumardjo, 2009).
b. Traksi : Suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah atau dislokasi
ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu atau
dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang
diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan pasien dislokasi (Ningsih, 2009).
7

c. Sedatif : Sedatif-hipnotik dapat mengatasi ansietas, sedangkan dalam dosis


besar dapat menginduksi tidur (Joewana, 2005).
d. Analgesik : Istilah kimia untuk zat-zat yang dapat menurunkan rasa sakit,
seperti heroin, opium, pethidine, dan codeine. Efek penghilang rasa sakit
dimunculkan dengan mereduksi kepekaan fisik dan emosional individu, serta
memberikan penggunanya rasa hangat dan nyaman (Amriel, 2007).
2.1.7 Komplikasi
a. Non-union : Akibat imonilisasi yang tidak adekuat atau adanya fraktur
patologis.
b. Mal-union : Penyembuhan dengan angulasi yang buruk.
c. Nekrosis avaskular : Gangguan aliran darah yang menyebabkan kematian
tulang; lokasi yang paling sering terkena adalah kaput femur, kutub
proksimal skapoid, dan kaput talus.
d. Osteoartritis : Proses degeneratif dini pada sendi akibat malalignment
yang buruk.
e. Osteoporosis : Akibat penggunaan yang tidak benar, dan bentuk yang
paling berat, atrofi sudect, dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan
jaringan lunak. (Patel, 2006).
2.2 Konsep Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB)
2.2.1 Definisi Hiperbarik Oksigen
Terapi oksigen hiperbarik atau Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT)
adalah terapi dimana pasien berada dalam suatu ruangan udara bertekanan
tinggi (hyperbaric chamber) dan menghirup 100% oksigen yang mana
tekanan oksigen tersebut lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfir (hingga
mencapai 2,4 ATA) (Oktaria, 2009). Terapi HBO (Hyperbaric Oxygen)
merupakan cara untuk meningkatkan kadar oksigen jaringan, dengan jalan
mengurangi pembengkakan akibat vasokonstriksi pembuluh darah. Pada saat
yang bersamaan, TOHB juga meningkatkan kadar oksigen dalam darah
(Neubauer, 1998). Oksigen tersebut diharapkan mampu menembus sampai ke
jaringan perifer yang kekurangan oksigen, sehingga suplai nutrisi dan oksigen
terpenuhi, sehingga jaringan luka dapat melakukan metabolisme dan
fungsinya (Smeltzer, 2002).
8

2.2.2 Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik


Menurut Mahdi (2009), terapi hiperbarik memiliki beberapa manfaat,
diantaranya:
1. Kelainan atau penyakit penyelaman
Terapi HBO digunakan untuk kelainan atau penyakit penyelaman seperti
dekompresi, emboli gas dan keracunan gas.
2. Luka penderita Diabetes Mellitus
Luka pada penderita diabetes merupakan salah satu komplikasi yang
paling ditakuti karena sulit disembuhkan. Paling sering terjadi pada jari
tangan dan disebabkan oleh bakteri anaerob. Pemberian terapi HBO dapat
membunuh bakteri tersebut dan mempercepat penyembuhan luka.
3. Sudden Deafness
Sudden Deafness adalah penyakit tuli atau tidak mendengar yang terjadi
secara tiba-tiba, hal ini bisa terjadi karena infeksi (panas terlebih dahulu),
bunyi-bunyian yang keras atau penyebab lain yang tidak diketahui.
Dengan melakukan terapi hiperbarik oksigen dapat segera sembuh atau
terhindar dari tuli permanen.
4. Manfaat Lain dari Terapi Hiperbarik Oksigen
a. Keracunan gas CO2.
b. Cangkokan kulit.
c. Osteomyelitis.
d. Ujung amputasi yang tidak sembuh.
e. Rehabilitasi paska stroke.
f. Alergi.
2.2.3 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi HBO diberikan pada pasien dengan penyakit klinis yang
berhubungan dengan asupan oksigen dalam darah seperti diabetes dengan
gangren atau ulkus diabetikum dan luka bakar. Selain itu, terapi HBO dapat
diberikan pada pasien dengan penyakit klinis, yaitu sebagai berikut:
1. Emboli paru
2. Arthritis, osteomyelitis, fraktur tulang, varises, arthralgia
3. Penyakit jantung coroner, hipertensi
9

4. Penyakit vaskuler perifer, anemia, insufisiensi arteri perifer


5. Migraine, nyeri kepaka, vertigo, dan paresthesia
6. Oto-rhyno-laryngologi (Sudden Deafness, Tinitus, OMA/OMK, Rhinitis
alergi)
7. Asfiksia
8. Stroke
9. Dermatitis alergi (Lakesla, 2009).
2.2.4 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Pada keadaan tertentu, terapi HBO tidak dapat diberikan, seperti pada kasus:
1. ISPA, sinusitis kronis, influenza
2. Demam tinggi
3. Epilepsi
4. Emfisema disertai retensi CO2
5. Kerusakan paru asimptomatik
6. Infeksi virus (Lakesla, 2009).
2.2.5 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Komplikasi dapat terjadi saat dilakukan terapi oksigen hiperbarik jika
terdapat kesalahan dalam valsava maupun kesalahan dalam melakukan terapi
oksigen hiperbarik, seperti barotrauma pada telinga, sinus, paru, gigi
mengalami trauma yang diakibatkan terapi, keracunan oksigen, gangguan
neurologis terjadi akibat tingginya kadar oksigen dan dapat pula
mengakibatkan katarak (Mahdi, 2009).

2.3 Hubungan Terapi Hiperbarik dengan Fraktur Phalanx

Tekanan oksigen normal pada tulang yang sehat adalah sekitar 45 mmHg
oksigen di bawah kondisi ruangan. Jaringan tulang yang terinfeksi dan nekrotik
menyebabkan penurunan tekanan oksigen yaitu 23 mmHg. Hal ini menyebabkan
gangguan vaskular, pembentukan jaringan parut pada jaringan tulang yang
terinfeksi. Sehingga untuk memperbaiki kondisi tersebut dibutuhkan tekanan
oksigen sekitar 30-40 mmHg. Tekanan ini dibutuhkan untuk pembentukan
neurovaskularisasi dalam jaringan yang mengalami iskemik dan meningkatkan
killing leukosit. Walaupun pemberian antibiotik dapat membunuh mikoorganisme
10

dalam jaringan lunak di area infeksi dan operasi menghilangkan jaringan yang
mati pada tulang yang terinfeksi namun HBO memperbaiki respon host dengan
membuat lingkungan lebih menguntungkan untuk membunuh leukosit oksidatif,
neurovaskularisasi dan resorspsi tulang yang mengalami iskemik dan tersinfeksi.
Selian itu terapi HBO meningkatkan transportasi dan menambahkan kemanjuran
terapi antibiotik karena pemberian antibiotik akan terhambat jika terdapat area
yang mengalami hipoksia (Wibowo, 2015).
Secara garis besar pemakaian dan mekanisme oksigen hiperbarik dalam
proses penyembuhan luka dapat dijelaskan sebagai berikut: Hipoksia pada luka
dapat dikoreksi dengan terapi oksigen yang bervariasi dari pemakaian intalasi
oksigen 40% pada tekanan udara bebas hingga oksigen 100% pada tekanan 2,5
Tekanan Atmosfir Absolut (ATA). Tekanan yang tinggi diperlukan untuk
oksigenasi di pusat luka kronis yang hipoksia. Terapi oksigen hiperbarik pada
tekanan 2 ATA memperlihatkan terjadinya peningkatan oksigenasi jaringan yang
mengalami hipoksia. Koreksi secara intermiten pada luka yang hipoksia dengan
terapi oksigen dapat meningkatkan replikasi fibroblas dan produksi kolagen.
Meningkatnya tekanan oksigen pada luka dapat meningkatkan aktifitas leukosit
untuk membunuh bakteri patogenik (Wibowo, 2015).
Sel PMN merupakan sel yang bertanggung jawab terhadap perlawanan
infeksi bakteri. Sel tersebut menggunakan model S.aureus, Mader menunjukkan
hubungan proporsional antara tekanan oksigen dan kemampuan fagosit.
Meningkatkan oksigen hingga 150 mmHg dan 760 mmHg membunuh sebagian
besar S.aureus. Penelitian menunjukkan hasil terapi penyembuhan luka fraktur
membaik dengan terapi oksigen hiperbarik. Fibroblast tidak dapat mensintesa
kolagen atau migrasi ke daerah terinfeksi apabila tekanan oksigen kurang dari 20
mmHg. Meningkatkan tekanan oksigen di atas 200 mmHg mengembalikan
aktifitas fibroblastik ke dalam fungsi normal. Hiperbarik pada penyembuhan luka
adalah perbaikan perfusi jaringan, peningkatan replikasi fibroblast dan produksi
kolagen, dan meningkatkan kemampuan fagositik leukosit (Wibowo, 2015).
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik

Menurut Lakesla (2009), Konsep dasar asuhan keperawatan pada terapi


oksigen hiperbarik adalah sebagai berikut:
11

1. Pengkajian
a. Pre HBO
1) Observasi TTV
2) Observasi bersihan jalan napas, memastikan klien dapat melakukan
valsava.
3) Observasi keadaan umum (anemia, pusing, kelemahan, keabnormalan
pendengaran dan penglihatan)
4) Mengkaji tingkat nyeri.
Zat dan benda yang dilarang dibawa masuk saat terapi HBO berjalan:
1. Semua zat yang mengandung minyak dan alkohol (parfum, hairspray,
deodorant, dsb).
2. Pasien harus melepas semua perhiasan cincin, kalung dan jam tangan.
3. Lensa kontak harus dilepas karena berpotensi membentuk gelembung
antara kornea dengan lensa.
4. Alat bantu dengar juga harus dilepas karena memicu percikan listrik
dalam chamber.
5. Menggunakan pakaian berbahan katun 100% untuk meminimalkan
terjadinya proses luka bakar apbila terjadi kebakaran didalam chamber.
6. Menggunakan obat pre medikasi pada pasien dengan klaustrofobia
(diberikan paling tidak 30 menit sebelum mulai terapi HBO).
b. Intra HBO
a. Observasi TTV
b. Observasi bersihan jalan napas, memastikan klien dapat melakukan
valsava.
c. Observasi keadaan umum (anemia, pusing, kelemahan, kenormalan
pendengaran dan penglihatan), jika klien mengalami perubahan keadaan
umum, pastikan klien dapat melakukan valsava dengan benar dan klien
dapat membuka masker untuk istirahat saat berhenti menghirup
oksigen.
d. Mengkaji tingkat nyeri, jika klien merasa nyeri dapat dilakukan
mobilisasi ke lock chamber.
c. Post HBO
a. Observasi TTV
12

b. Observasi bersihan jalan napas


c. Observasi keadaan umum (anemia, pusing, kelemahan, keabnormalan
pendengaran dan penglihatan).
d. Observasi TTV
e. Observasi bersihan jalan napas
f. Observasi keadaan umum (anemia, pusing, kelemahan, kenormalan
pendengaran dan penglihatan), jika klien mengalami perubahan
keadaan umum, segera konsultasikan pada dokter.
g. Mengkaji tingkat nyeri, jika klien merasa nyeri segera konsultasikan
pada dokter.
2. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan terapi HBO
1) Kecemasan b/d defisit pengetahuan tentang terapi oksiegn hiperbarik
dan prosedur keperawatan
2) Resiko cedera b/d transfer pasien (in/out) dari ruangan, ledakan
peralatan, kebakaran atau peralatan dukungan medis
3) Resiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru paru atau gas
embolik cerebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang HBO

3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
1 Kecemasan Pasien dan/atau 1. Dokumentasikan pemahaman
b/d defisit keluarga akan pasien/keluarga tentang pemikiran dan
pengetahuan menyatakan: tujuan terapi HBO, prosedur yang
tentang terapi 1. Alasan untuk terlibat dan potensi bahaya terapi HBO
oksigen terapi oksigen 2. Mengidentifikasi hambatan
hiperbarik hiperbarik pembelajaran
dan prosedur 2. Tujuan terapi 3. Mengidentifikasi kebutuhan belajar
keperawatan 3. Prosedur yang termasuk informasi mengenai hal-hal
terlibat dengan berikut
terapi oksigen 4. Memberikan kesempatan terus untuk
hiperbarik diskusi dan intruksi
4. Potensi bahaya 5. Menyediakan pasien dan atau keluarga
dari terapi oksigen dengan brosur informasi mengenai
hiperbarik terapi HBO
6. Menjaga pasien /keluarga diberitahu
tentang semua prosedur.
7. Dokumentasikan pasien/keluarga
terhadap lingkungan serta terapi HBO
13

2 Risiko cedera Pasien tidak 1. Membantu transportasi pasien dari


yang mengalami cidera ruangan chamber
berkaitan tambahan 2. Mengamankan peralatan di dalam
dengan chamber sesuai protap
pasien 3. Memantau peralatan saat terjadi
transfer perubahan tekanan dan volume
in/out dari 4. Mengikuti prosedur pencegahan
ruangan; pemadam kebakaran sesuai protap
ledakan; 5. Memonitor adanya udara di IV dan
peralatan; tekanan tubing line invasif (udara harus
dikeluarkan dari tabung)
6. Dokumentasikan saat mengoperasikan
HBO chamber pra-intra-post

3 Risiko Tanda-tanda yang 1. Kolaborasi: Pemberian dekongestan ssi


barotrauma terjadi dari advis dokter sebelum perawatan terapi
ke telinga, barotrauma akan oksigen hiperbarik
sinus, gigi segera ditangani dan 2. Saat persiapan terapi,instruksikan
dan paru – segera dilaporkan pasien untuk melakukan valsavah
paru atau gas manuver; menelan; mengunyah;
emboli menguap; atau memiringkan kepala
serebral b/d 3. Menilai kemampuan pasien dalam
perubahan beradaptasi terhadap perubahan tekanan
tekanan udara yang cepat
didalam 4. Mengingatkan pasien untuk bernafas
ruang secara relaks saat terapi HBO (terdapat
oksigen perubahan tekanan)
hiperbarik 5. Konfirmasi pengisian NS pada
ET/manset trach sebelum diberikan
tekanan
6. Memberitahukan operator bila pasien
tidak dapat beradaptasi terhadap
perubahan tekanan
7. Dokumen penilaian
8. Observasi ketidakmampuan dalam
beradaptasi terhadap tekanan (pre, intra,
dan post)
9. Peningkatan kedalaman nafas
10. Observasi tanda pneumothorax (nyeri
dada yang tajam, kesulitan bernafas,
gerakan abnormal pada dinding dada,
takikardi)
11. Kolaborasi dengan dokter
14

WOC FRAKTUR PHALANX

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar Spasme otot Kerusakan fragmen tulang

Pergeseran fragmen tulang Peningkatan tekanan kapiler Kerusakan fragmen tulang

Deformitas Pelepasan histamin Tekanan sumsum tulang


lebih tinggi dari kapiler

Gangguan fungsi ekstremitas Protein plasma hilang


Melepaskan katekolamin

Hambatan mobilitas fisik Edema Metabolism asam lemak

Laserasi kulit Penekanan pembuluh darah Bergabung dengan


trombosit

Kehilangan volume cairan Kerusakan intergritas kulit:


Emboli
resiko infeksi
Putus vena/arteri
Menyumbat pembuluh
darah
perdarahan HBOT

Ketidakefektifan perfusi
Kehilangan volume cairan jaringan perifer
Ruangan bertekanan tinggi

Resiko syok hipovolemik


Pemberian oksigen 100% Kurang pengetahuan
Perubahan tekanan udara di RUBT

Resiko keracunan oksigen Ansietas


Resiko barotrauma
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Pengkajian
Tanggal Pendaftaran : 11 September 2019
Tanggal Pengkajian : 16 September 2019
No. RM : 06xx/1x/2019
Jam Pengkajian : 07.00
Diagnosa Masuk : Post-op fraktur phalanx
Terapi HBO ke :5

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. F
2. Umur : 20 tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : Karyawan Swasta
6. Alamat : Blora, Jawa Tengah

KELUHAN UTAMA
 DCS :-
 Klinis : Fraktur phalanx. Terlihat lesi pada daerah luka post-op pada jari
tangan kanan.
 Kebugaran : Tidak terkaji

RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Rabu, 11 September 2019 Tn.F datang pertama kali bersama bapaknya
untuk menjalani Terapi Hiperbarik Oksigen pada pukul 10.00 WIB dengan
diagnosa fraktur phalanx. Sampai tanggal 16 September 2019,Tn. F sudah
mendapatkan 5x terapi HBO. Setelah melakukan terapi HBO ke 1 dan 2, pasien
belum merasakan perubahan. Setelah mendapatkan terapi HBO ke 3 klien

15
16

mengatakan jika badan terasa lebih segar dan terdapat perkembangan yang
bagus pada lukanya yaitu luka post-op semakin menutup.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pada tanggal 10 September 2019 mengalami trauma
mekanik pada tulang phalanx dekstra dan menjalani operasi di RSUD. Dr.
Soetomo. Pada tanggal 11 September 2019 pasien dirujuk ke Lakesla untuk
mendapat terapi HBO dan tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan TOHB.

3. Riwayat Penyakit Kontraindikasi


Absolute
 Pneumothoraks: Sudah terapi/ Belum terapi
Relatif
 ISPA  Operasi Telinga
 Sinusitis  Kerusakan Paru
 Kejang Asimptomatik
 Emphisema + Retensi O2  Infeksi Virus
 Panas Tinggi  Spherositosis Kongenitas
 Operasi Dada  Neuritis Optik
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Jenis penyakit : tidak ada keluarga yang menderita penyakit diabetes,
darah tinggi, dan jantung serta belum ada keluarga yang melakukan TOHB
sebelumnya.
- Genogram :
17

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital: TD 100/60 mmhg HR 80 x/mnt RR 20 x/mnt S: -
2. Keadaan Fisik
Kepala : Simestri, warna rambut hitam, tidak ada luka, tidak ada nyeri
tekan
Mata : Mata simetris, tidak anemis.
Hidung : Pasien tidak terdapat masalah. Bernafas normal, tidak ada kotoran
di dalamnya
Telinga : Telinga normal, bersih, tidak ada serumen.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Tenggorokan: Tidak ada nyeri telan
3. Sistem Neurologis
GCS: E: 4 V: 5 M: 6
Keluhan Pusing: Ya/Tidak
P: -
Q: -
R: -
S: -
T: -
4. Sistem Pernafasan
Keluhan : Sesak / Nyeri Waktu Nafas / Orthopnea / Tidak ada keluhan
Batuk : Produktif / Tidak Produktif
Irama Nafas: Teratur / Tidak
5. Sistem Kardiovaskuler
Irama Jantung : Reguler / Irregular
CRT : < 2 detik
Akral : Hangat / Kering / Merah / Basah / Pucat / Panas / Dingin
Nyeri Dada : tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
6. Sistem Pencernaan
Mulut : Bersih / Kotor / Berbau
18

Membran Mukosa : Lembab / Kering / Stomatitis


Tenggorokan : Sakit menelan / Sulit menelan / Plembesaran tonsil / tidak
terdapat masalah
Peristaltik : 14x/menit
BAB : 1x/hari Terakhir Tanggal : 16 September
2019, pagi sebelum berangkat ke Lakesla
Konsistensi : Keras / Lunak / Cair / Lendiri / Darah
Diit : Padat / Lunak / Cair
Nafsu makan : Baik / Menun Frekuensi : 3x/hari
Porsi makan : Habis / Tidak / Keterangan
7. Sistem Perkemihat
Keluhan kencing : Ada / Tidak ada Keterangan : -
Perkemihan : Spontan / Alat bantu Sebutkan : -
Produksi urine : Warna : Bau :
8. Sistem Muskuloskeletal
Pergerakan sendi : Bebas / Terbatasnya / Tidak Keterangan: -
Spaik/Gips : Ya / Tidak Keterangan: -
Sistem integument : Ya / Tidak Keterangan: -
Kekuatan Otot : 2 5
5 5
Kelainan ekstremitas : tidak ada kelainan/ kecacatan dinkes
9. Sistem Integumen
Pitting edema : Ada / Tidak ada Grade:
Luka : Ada / Tidak ada
Jenis: Lesi Lama: 7 hari Warna: merah
Luas: Kedalaman: Infeksi:-
19

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, namun diberikan anjuran terapi HBOT.

Keterangan: Grafik Kindwall merupakan grafik yang digunakan sebagai panduan


untuk untuk TOHB pada pasien dengan masalah klinis.
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: pasien mengatakan Ruangan udara dengan Risiko Barotrauma
bisa melakukan valsava tekanan tinggi (2,4 ATA)

DO: pasien bisa


menunjukkan teknik Perubahan tekanan udara
valsava dengan benar di dalam ruangan

Penekanan pada
membran tympani

Resiko barotrauma

DS: pasien dapat Terapi HBO Risiko keracunan O2


menjelaskan habwa
terapi hiperbarik adalah
pemberian O2 100% Pemberian O2 100%

DO: pasien mengjhisap


oksigen murni 3 x 30 Risiko Keracunan
menit. O2
20

DS: pasien mengatakan Risiko Cedera


terapi HBO ke 5 Terapi HBO

DO : Keterbatasan gerak
-Skala kekuatan otot
2 5 Pintu masuk ruangan
5 5 (chamber) kecil
-Pasien perlu bantuan
ketika masuk kedalam
ruangan (chamber)
-Bagian pintu masuk Pasien transfer in/out
dan dalam chamber
kecil memiliki ruang
gerak terbatas Resiko cidera

3.3 Diagnosa Keperawatan Hiperbarik

1. Risiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru-paru b/d perubahan


tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
2. Risiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan
atmosfir meningkatkan.
3. Risiko cedera b/d pasien transfer in/out dari ruang chamber, ledakan
peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis.
21

3.4 Intervensi Keperawatan


No Jam Diagnosa Keperawatan Intervensi
(Tujuan, Kriteria Hasil)
1. 07.15 Risiko barotrauma ke telinga, Pre HBO
sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas 1. Periksa Vital sign dan kondisi
emboli serebral b.d. kurang kesehatan pasien
pengetahuan tentang teknik 2. Sebelum perawatan instruksikan pada
valsava dan perubahan tekanan pasien tentang teknik pengosongan
udara didalam ruangan oksigen telinga, dengan cara menelan,
hiperbarik mengunyah, menguap modifikasi
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan manuver valsava.
keperawatan dengan terapi HBO
selama 2 jam, diharapkan tidak Intra HBO
terjadi barotrauma telinga, sinus 1. Kaji kemampuan pasien melakukan
gigi, dan paru-paru, atau gas teknik pengosongan telinga saat
emboli serebral dengan tekanan dilakukan dengan valsava.
Kriteria Hasil: 2. Lakukan tindakan keperawatan :
1. Pasien tidak mengeluh nyeri a. Ingatkan pasien untuk bernapas
pada telinga, sinus gigi dan dengan normal selama perubahan
paru-paru tekanan,
2. Tidak ditemukan tanda-tanda b. Beritahukan operator ruang
barotrauma berupa: multiplace jika pasien tidak dapat
a. Ketidakmampuan untuk menyesuaikan persamaan tekanan.
menyamakan telinga, nyeri 3. Monitor secara berkelanjutan untuk
telinga, dan telinga berdarah mengetahui tanda-tanda dan gejala
b. Kecepatan dan kedalaman barotrauma termasuk:
napas meningkat a. Ketidakmampuan untuk
c. Nyeri dada yang tajam, menyamakan telinga, atau sakit di
napas cepat dan abnormalitas telinga dan / atau sinus (terutama
gerak dada. setelah pengobatan awal, dan
setelah perawatan berikutnya)
b. Peningkatan kecepatan dan / atau
kedalaman pernafasan
c. Tanda dan gejala dari
pneumotoraks, termasuk:
1) Tiba-tiba nyeri dada tajam
2) Kesulitan, bernafas cepat
3) Gerakan dada abnormal pada
sisi yang terkena, dan
4) Takikardi dan / atau kecemasan

Post HBO
1. Kaji kondisi pasien dan pastikan
tidak ada tanda – tanda Barotrauma.
2. Dokumentasi kegiatan

2. 07.15 Risiko keracunan oksigen b.d. Pre HBO


pemberian oksigen 100% selama 1. Catat hasil pengkajian pasien dari
22

tekanan atmosfir meningkat. dokter hiperbarik :


Tujuan: Setelah dilakukan asuhan a. Peningkatan Suhu tubuh
keperawatan dengan terapi HBO b. Riwayat kejang
selama 2 jam, diharapkan tidak c. Hasil tekanan darah
terjadi keracunan oksigen d. Status perfusi Jaringan Perifer
Kriteria Hasil: e. Faktor risiko tinggi lainnya
1. Pasien tidak mengeluh pusing.
2. Tidak ditemukan tanda-tanda Intra HBO
keracunan oksigen berupa: 1. Monitor kondisi pasien saat terapi
a. Mati rasa dan berkedut berlangsung dan dokumentasikan
b. Vertigo tanda dan gejala dari keracunan
c. Penglihatan kabur oksigen pada sistem saraf pusat :
d. Mual a. mati rasa dan berkedut
b. Telinga berdenging atau
halusinasi pendengaran
c. Vertigo
d. penglihatan kabur
e. gelisah dan mudah tersinggung
f. mual
(Catatan: Toksisitas oksigen pada
SSP dapat mengakibatkan kejang)
2. Laporkan pada operator untuk
mengubah sumber oksigen 100%
untuk pasien jika tanda-tanda dan
gejala muncul, dan beritahukan
kepada dokter hiperbarik.
3. Monitor pasien selama terapi oksigen
hiperbarik dan dokumentasikan tanda
dan gejala keracunan oksigen paru,
termasuk:
a. Nyeri dan rasa terbakar di dada
b. sesak di dada
c. batuk kering (terhenti-henti)
d. kesulitan menghirup napas penuh,
dan
e. Dispneu saat bergerak

Post HBO
1. Kaji kondisi klinis pasien dan
pastikan tidak ada tanda–tanda
keracunan oksigen.
2. Beritahukan dokter hiperbarik jika
tanda-tanda dan gejala keracunan
oksigen paru muncul.

3. 07.15 Risiko cidera yang b/d pasien Pre HBO


transfer in/out dari ruang chamber, 1. Bina Hubungan Saling Percaya
ledakan peralatan, kebakaran, antara petugas dan Pasien
23

dan/atau peralatan dukungan 2. Periksa Vital Sign pasien, dan


medis kondisi klinis.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan 3. Bantu pasien masuk ke ruang
keperawatan dengan terapi HBO Chamber dengan tepat dan hati–
selama 2 jam, diharapkan tidak hati.
terjadi cidera 4. Ingatkan barang-barang yang tidak
Kriteria Hasil: boleh dibawa
1) Pasien keluar chamber dengan 5. Ikuti prosedur pencegahan kebakaran
kondisi aman sesuai kebijakan yang ditentukan dan
2) Tidak terjadi kebakaran prosedur pelaksanaan terapi HBO.
3) Tidak ditemukan cidera pada
tubuh pasien Intra HBO
4) Tidak ada barang-barang 1. Amankan peralatan di dalam ruang
kontraindikasi TOHB yang sesuai dengan kebijakan dan
terbawa masuk chamber prosedur pelaksanaan terapi HBO.
2. Observasi kondisi pasien selama
pemberian terapi HBO di dalam
Chamber
3. Bantu pasien memenuhi kebutuhan
selama di dalam chamber dan
posisikan pasien dengan nyaman di
kursi.

Post HBO
1. Bantu pasien keluar ruangan/
chamber
2. Periksa kondisi pasien dan pastikan
tidak ada cedera pada pasien.
24

3.5 Implementasi
No Tanggal Jam Imlementasi Paraf
1 16 07.15 Pre HBO Perawat
September 1. Membina hubungan saling percaya
2019 dengan pasien
2. Melakukan pengkajian pada pasien
3. Melakukan observasi TTV, Tekanan
Darah: 100/80 mmHg, Nadi: 80x/menit,
RR: 20x/menit.
4. Mengkaji kemampuan klien melakukan
teknik valsava dengan benar
5. Mengingatkan kembali pada pasien
tentang barang-barang yang tidak boleh
dibawa kedalam chamber
6. Membantu klien memasuki ruang
chamber dan mengantarkan ke kursi yang
telah disediakan

07.30 Intra HBO Perawat


1. Mengatur dan menginstruksikan klien
posisi yang paling nyaman
2. Mengecek kembali barang-barang yang
tak boleh dibawa masuk ke dalam
chamber
3. Mengingatkan kembali untuk
melaksanakan valsava manuver ketika
tekanan chamber dinaikkan
4. Membantu memasangkan oksigen masker
pada klien
5. Memonitor kondisi pasien saat terapi
berlangsung, cek adanya tanda-tanda
barotrauma dan keracunan oksigen
6. Mengkaji nyeri klien dengan melihat
respon non verbal
09.20 Perawat
Post HBO
1. Membantu pasien keluar chamber
2. Mengevaluasi keluhan pasien setelah
melakukan terapi HBO
3. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma:
Tidak ditemukan adanya nyeri telinga,
perdarahan pada telinga,mimisan
4. Tidak ditemukan peningkatan kecepatan
dan kedalaman napas maupun nyeri ketika
bernapas
5. Mengevaluasi gejala dari keracunan
oksigen pada sistem saraf pusat :
a. Mati rasa dan berkedut
25

b. Telinga berdenging
c. Vertigo
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah tersinggung
f. Mual
6. Menganjurkan untuk sering berlatih
menggerak gerakkan sisi yang lemah.
7. Mengajarkan klien teknik distraksi dan
relaksasi ketika nyeri muncul serta
kompres di bagian paha atau tungkai atas
8. Merapikan dan membersihkan chamber
9. Melakukan asistensi perawatan luka
dengan menggunakan teksik steril pada
jari tangankanan
10. Mendokumentasikan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan pada
catatan keperawatan hiperbarik
26

3.6 Evaluasi Keperawatan


Hari/ No Evaluasi Paraf
Tanggal/ Jam Dx
Senin, 16 1 S: Klien mengatakan tidak perawat
September mengalami keluhan nyeri pada
2019 telinga dan kepala dan tidak
terdapat pengeluaran darah dari
hidung atau telinga
O: Klien mampu melakukan valsava
manuver dengan menutup hidung
dan dibantu dengan mengunyah
permen serta minum, tidak ada
tanda barotrauma seperti nyeri
telinga, sakit kepala, tuli ringan,
bercak darah di hidung
A: Masalah barotrauma tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO ke 6

Senin, 16 2 S: Klien mengatakan tidak perawat


September mengeluh, sesak, vertigo, mual,
2019 maupun penglihatan kabur. Klien
merasa lebih segar
O:RR20x/menit, klien tampak
tenang, tidak muncul tanda
keracunan. Seperti:
a. Mati rasa dan berkedut
b. Telinga berdenging
c. Vertigo
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah tersinggung
f. Mual
A: Masalah keracunan oksigen tidak
terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO ke 6
Senin, 16 3 S: Klien mengatakan baik baik saja perawat
September dan tidak mengalami cidera saat
2019 masuk, di dalam, dan keluar dari
chamber
O: Pasien masuk dan keluar chamber
dengan menggunakan kursi roda.
Kegiatan HBOT berjalan lancar
dan sesuai prosedur, tidak terjadi
kebakaran maupun ledakkan.
Keluarga tampak memahami cara
melakukan rom pasif kepada
klien.
A: Masalah cidera tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO ke 6
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hasil pengkajian menunjukkan pasien Tn. F dengan diagnosa medis
frakturphalanx telah menjalani terapi oksigen hiperbarik sejak 11 September
2019. Tn. F sudah mendapatkan 5x terapi HBO kemudian pada hari Senin tanggal
16September merupakan terapi HBO sesi ke 5. Setelah mendapatkan terapi ke 5
pasien dan keluarga merasa jika luka pada jari tangan mengalami penutupan yang
sangat baik, luka post-op semakin menutup.
Berdasarkan hasil pengkajian yang ditemukan pada Tn. F, maka
ditemukan masalah keperawatan yaitu Risiko barotrauma dan risiko keracunan
oksigen, serta risiko cidera. Intervensi dan implementasi dilakukan pada Tn. F
dilakukan untuk memonitor agar resiko tidak terjadi pada pasien. Untuk intervensi
dan implementasi resiko keracunan oksigen meliputi, meonitor kondisi pasien saat
terapi berlangsung dan dokumentasikan tanda dan gejala dari keracunan oksigen
pada sistem saraf pusat, meonitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan
dokumentasikan tanda dan gejala keracunan oksigen paru, melaporkan pada
petugas atau dokter jika terjadi tanda-tanda keracunan, dan mengevaluasi hasil
dari terapi yang dilakukan pasien. Sedangkan pada diagnosa resiko barotrauma
dilakukan intervensi dan implementasi yaitu, mengatur posisi yang nyaman untuk
klien, mengecek kembali barang-barang yang tak boleh dibawa masuk ke dalam
chamber, mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava manuver ketika
tekanan chamber dinaikkan, membantu memasangkan oksigen masker pada klien,
dan memonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung, cek adanya tanda-tanda
barotrauma.
Setelah mengikuti terapi HBO ke-3 hingga terakhir ke-5 kondisi luka
pasien mengalami perbaikan yaitu luka mulai menutup dan pasien merasa tubuh
menjadi lebih bugar sehingga dapat tidur dengan nyenyak di malam hari. Terapi
oksigen hiperbarik efektif untuk pasien fraktur phalanx dengan hasil perbaikan
pada luka yang dialami pasien karena terapi HBO meningkatkan suplai oksigen ke
jaringan sehingga mempercepat proses regenerasi jaringan.

27
28

4.2 Saran
Berdasarkan pengamatan selama praktek di Lakesla Drs. Med. Rijadi. S.,
Phys Surabaya, saran yang dapat diberikan penulis untuk perbaikan pelayanan di
Lakesla meliputi:
1. Bagi Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya
a. Diharapkan terdapat ruangan untuk pre dan post TOHB serta terdapat rute
atau alur pasien TOHB masuk sampai keluar.
b. Diharapkan terdapat pengarahan setiap pasien apakah pasien masuk ke
chamber kecil atau besar serta dilakukan pemeriksaan fisik di setiap
chamber, sehingga tidak akan ada pasien yang terlewat dilakukannya
pemeriksaan fisik khususnya observasi sebelum pasien dilakukan TOHB.
c. Diharapkan terdapat petugas kesehatan yang mengevaluasi hasil dari pre
dan post terapi HBO kepada pasien sehingga respon pasien sebelum dan
sesudah terapi dapat diketahui.
2. Bagi Mahasiswa Praktek Profesi Universitas Airlangga
Diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan wawasan seputar terapi
oksigen hiperbarik sebelum profesi di Lakesla sehingga memudahkan dalam
praktik profesi di tempat tersebut dan mendaptkan ilmu yang lebih banyak
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Amriel, Reza I. 2007.Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba. Jakarta:Salemba

Bhutani S, Vishwanath G. Hyperbaric oxygen and wound healing. Indian J Plast


Surg. 2012;45:316-24.
Braddom, Randolph L. Physical Medicine and Rehabilitation. 3rd ed.
Philadelphia: W.B. Saunders, 2006.

Canale, S. Terry, and James H. Beatty, eds. "Fractures and Dislocation, Part
XV." Campbell's Operative Orthopaedics. 11th ed. Philadelphia: Mosby
Elsevier, 2007.

Fransisca B. Baticaca. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


persarafan. Jakarta. Salemba Medika.

Greenspan A. Imaging Modalities in Orthopedics in Chapman’s Orthopaedic


Surgery 3rded Vol 1. 2001. Lippincott Williams & Wilkins.Ch.4,185-96

Joewana, Satya, 2005. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat.
Psikoaktif, Penyalahgunaan Napza/Narkoba Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

Lakesla,2009,Ilmu Kesehatan Penyelamatan dan Hiperbarik, Surabaya:Lembaga


Kesehatan dan Kelautan TNI AL.
Ludwig O, Bisschop P, Veer TJ. A System of Orthopaedic Medicine Vol. 1.
Elsevier Health Sciences.p.68-72

Lukman & Ningsih, Nurna (2009). Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system Muskuloskeletal.Jakarta : Salemba Medika

Mathieu D. Handbook on hyperbaric medicine. Netherlands: Springer; 2006.


McRae R. Practical Fracture Treatment, 3rded, Churcill Livingstone. London:
1999. p. 285-290.

Patel, R. R. 2006. Lecture Notes Radiologi Ed II. Jakarta: Erlangga Medical


Series

Purwoko, S. (2006).Pertolongan Pertama dan RJP. Edisi IV. Jakarta: Arcan

29
30

Ramesh C, Tolhurst S, et al. Orthopedic Surgery in CURRENT Diagnosis and


Treatment: Surgery 13th ed. 2011. Philadelphia:McGraw Hill Company.

Sabiston., 1992. Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian Pertama. Penerbit


BukuKedokteran EGC, Jakarta

Sjamsuhidayat R dan Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC:Jakarta.


2004. Bab 40,hal.841-89.

Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. Apley's Concise System of Orthopaedics


and Fractures 3rd ed. 2005.USA:Oxford University Press.

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran

Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


SistemGastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Susan Martin Tucker.(1999).Standar Perawatan Pasien; EGC; Jakarta

Tintinalli JE. Stapczynski S, et al. Tintinalli's Emergency Medicine: A


Comprehensive Study Guide, 7th ed.2004. Philadelphia:McGraw Hill
Company.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex
MediaKomputindo

Wade R, Juan F, et al. Immediate Management of Musculoskeletal Trauma in


CURRENT Diagnosis & Treatment in Orthopedics. 2011.
Philadelphia:McGraw Hill Company.

Wibowo A. Oksigen hiperbarik: Terapi percepatan penyembuhan luka. Juke


Unila. 2015;5:124-8.
Wibowo, A. 2015. Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka.
Vol 5 (9). Lampung: Juke Unila.

Anda mungkin juga menyukai