REFERAT Kanker Paru

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

KANKER PARU

Disusun oleh :

Yono Suhendro 1102016250

Pembimbing :

dr. Puji Astuti, Sp. P

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA

Periode : 11 September 2017 s.d 18 November 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “KANKER PARU”. Adapun referat ini disusun penulis
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Cengkareng Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Puji Astuti, Sp.P
selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan referat ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan
saran membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, September 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
2.1 DEFINISI ...................... …………………………………………………….5
2.2 EPIDEMIOLOGI. ........................................................................................... 5
2.3 ETIOLOGI ...................................................................................................... 6
2.4 PATOGENESIS. ............................................................................................. 8
2.5 FAKTOR RESIKO ......................................................................................... 9
2.6 KLASIFIKASI. ............................................................................................... 9
2.7 STAGING KANKER PARU. ........................................................................ 11
2.8 GEJALA KLINIS. ........................................................................................ 15
2.9 DIAGNOSIS KANKER PARU.................................................................... 16
2.9.1 ANAMNESIS. ............................................................................ 16
2.9.2 PEMERIKSAAN FISIK. ............................................................ 17
2.9.3 PEMERIKSAAN RADIOLOGI. ................................................ 18
2.9.4 SITOLOGI SPUTUM. ................................................................ 20
2.9.5 HISTOPATOLOGI. .................................................................... 23
2.9.6 PEMERIKSAAN LAIN.............................................................. 23
2.10 PENATALAKSANAAN. ........................................................................... 24
2.10.1 BEDAH. ....................................................................................... 24
2.10.2 RADIOTERPAI. .......................................................................... 25
2.10.3 KEMOTERAPI. ........................................................................... 25
2.11 PENCEGAHAN. ......................................................................................... 27
2.12 PROGNOSIS. ............................................................................................. 27
BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA.. .................................................................................................. 30

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan merupakan
salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit keganasan yang
bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel kanker merusak sel lain. Sel kanker
adalah sel normal yang mengalami mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi
dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian
somatik dan sejak lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan genetik dan epigenetik
yang menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler perkembangbiakan sel.
Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau inaktivasi gen
penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar progresinya.1-3
Menurut data WHO (2005), jenis kanker yang menjadi penyebab kematian terbanyak
adalah kanker paru (mencapai 1,3 juta kematian pertahun), disusul kanker lambung (mencapai
lebih dari 1 juta kematian pertahun), kanker hati (sekitar 662.000 kematian pertahun), kanker
usus besar (655.000 kematian pertahun), dan yang terakhir yaitu kanker payudara (502.000
kematian pertahun). 1-3
Di Amerika Serikat kematian karena kanker paru mencapai 36% dari seluruh kematian
kanker pada laki-laki, merupakan urutan pertama penyebab kematian pada laki-laki
(Mangunnegoro, 1990). Mayo Lung mendapatkan kematian akibat kanker paru terhadap
penderita kanker paru didapatkan angka 3,1 per 1000 orang tiap tahun. 1-3
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru sebagai salah
satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Peningkatan angka
kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker dapat dilihat dari hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena kanker masih
sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 1990. Data yang dibuat WHO menunjukan bahwa kanker
paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok
kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada perempuan. Buruknya
prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita datang ke dokter
ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. Hasil penelitian pada
penderita kanker paru pascabedah menunjukkan bahwa, rerata angka tahan hidup 5 tahunan

3
stage I sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II,apalagi jika
dibandingkan dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan. 1-3
Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru
untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat
membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan
penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun
tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat
buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa
kasus penderita kanker paru membutuhkan penanganan sesegera mungkin meski diagnosis
pasti belum dapat ditegakkan. Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan
di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru
(metastasis tumor di paru). 1-3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru
yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap rokok. Menurut
World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan penyebab kematian utama dalam
kelompok kanker, baik pada pria maupun wanita.3
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor
di paru). Dalam istilah medis yang dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru primer,
yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic
carcinoma)2.

2.2 Epidemiologi

Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama di antara
kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus terbanyak meskipun
angka kejadian pada perempuan cendrung meningkat, hal itu berkaitan dengan gaya hidup
(merokok) . Setiap tahun, terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru di seluruh dunia dengan
angka kematian 1,1 juta setiap tahunnya. Di Eropa, diperkirakan ada 381.500 kasus kanker
paru pada 2004, dengan angka kematian 342.000 atau 936 kematian setiap hari.1
Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru yang
mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasua baru
dalam tahun 1987 dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat
tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun, sedangkan di
Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun
1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Karena
sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor
dan paru di rumah sakit merasakan benar peningkatannya. Sebagian besar kanker paru
mengenai pria (65 %), life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar
prevalensinya disebabkan faktor merokok yang lebih banyak pada pria. Insiden puncak kanker
paru terjadi antara usia 55 – 65 tahun.1
Akan tetapi dengan berkembangnya waktu, insiden diatas berubah, saat ini menurut
WHO terdapat 1,5 – 2 juta kasus baru tiap tahun, mendekati 1,1 juta orang meninggal akibat

5
kanker paru. Dan saat ini baik di Indonesia maupun negara lain, tempat pertama yang
menempati tempat dalam kanker dengan kasus kematian terbanyak adalah kanker paru.1

Gambar 1. Estimasi Insiden Karsinoma Paru di Dunia Tahun 2012 1

2.3 Etiologi

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang berperan dalam peningkatan insiden kanker paru :2-5
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif
telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker
paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh
kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang
sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan
dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan
tumor.9

2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru)
berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif.9

6
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur
nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru
hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga
mengalami peningkatan insiden.9

4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari
industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.9

5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel
untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan
sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit
genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada
jaringan sekitarnya.6-7

7
Gambar 2. Kaskade Onkogenesis4

6. Diet
Makanan menjadi salah satu yang berperan dalam perkembangan kanker. Dimulai dari
makanan siap saji (junk food), makanan dengan pengawet perasa pewarna buatan.

2.4 Patogenesis

Kanker disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi
tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme perbaikan
DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya sendiri
dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif
kematian sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta
fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut
biasanya dapat memicu terjadinya kanker. Kanker sendiri sebenarnya adalah istilah untuk
segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel abnormal dan kemampuan sel-sel
tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, dan bahkan
menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel(3). Beberapa buah mutasi
mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut
sering diakibatkan oleh agen kimia maupun fisik yang disebut sebagai zat karsinogen. Mutasi
tersebut dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline).7-9
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang

8
disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.10
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.10
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.10

2.5 Faktor Resiko


Faktor Risiko :5
1. Laki-laki,
2. Usia lebih dari 40 tahun
3. Perokok (pengguna tembakau – perokok putih kretek atau cerutu)
4. Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau polusi
5. Paparan industri / lingkungan kerja tertentu
6. Perempuan perokok pasif
7. Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat yang
menderita kanker paru (masih dalam penelitian).
8. Tuberkulosis paru (scar cancer), angka kejadiannya sangat kecil.
9. Radon dan asbes
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor risiko di
atas dan mempunyai tanda dan gejala respirasi yaitu batuk, sesak napas, nyeri dada
disebut golongan risiko tinggi (GRT) maka sebaiknya segera dirujuk ke dokter spesialis
paru.6

2.6 Klasifikasi

1. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = SCLC) merupakan 20% dari seluruh
kanker paru, bersifat lebih agresif tetapi sangat responsif dengan pengobatan terutama
kemoterapi dan radioterapi.7,11-12
a) Neuroendokrin tumor
b) Tumbuh cepat
c) Metastase ke mediastinum, toraks, dan ekstra toraks.

9
d) Dapat menyempitkan bronki (kompresi)
e) Dapat menyebabkan serak (paralisis dari nervus laryngeal)
f) Tidak diindikasikan untuk tindakan operatif kecuali pada stase tertentu
g) Prognosis buruk
2. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK= NSCLC) yang terbanyak
yaitu sekitar 80% dari kanker paru-paru. Ada beberapa jenis KPKBSK yang dapat
dikenali diantaranya:7,11-12
1. Karsinoma epidermoid (disebut juga karsinoma sel skuamosa)
a) 30-35% dari pasien kanker paru
b) Berasal dari epitel bronchial
c) Sering ditemukan kavitas (sering menyebabkan diagnosis
menjadi TBC)
d) Tumbuh lambat, metastase jarang terjadi
e) Paling sering pada pria, dan sangat berhubungan dengan rokok.
f) Tumbuh di atau dekat hilus
2. Adenokarsinoma,
a) Terutama mengenai wanita, bukan perokok, <45 tahun.
b) Tidak terlalu berhubungan dengan rokok
c) Tumbuh lebih perifer
3. Karsinoma sel besar
a) Ini suatu subtipe yang gambaran histologinya dibuat secara
eksklusi. Dia termasuk NSCLS tapi tidak ada gambaran
diferensiasi skuoamosa atau galndular, sel bersifar anaplastik,
tak berdiferensiasi, biasanya diserta infiltarasi sel netrofil.
4. Lain-lain:merupakan jenis yang jarang ditemukan misalnya karsinoid,
karsinoma bronkoalveolar.
a) Berasal dari sel alveolus atau bronchioles terminalis
b) Tidak menginvansi stroma, single , atau multiple
c) Menyerupai konsolidasi pneumonia

10
Gambar 3. Tipe Kanker Paru7
2.7 Tingkatan (Staging) Kanker Paru

Staging kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening
(N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter
spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan pertama dokter akan
melakukan foto toraks (foto polos dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari 1
minggu maka akan dibuat foto yang baru. Tetapi foto toraks hanya dapat metentukan lokasi
tumor, ukuran tumor ada tidaknya cairan. Foto toraks belum cukup karena tidak dapat
menentukan keterlibatan kelenjar getah bening dan metastasis luar paru. Bahkan pada beberapa
kondisi misalnya volume cairan yang banyak, paru kolaps luas menutup tumor sehingga tidak
terlihat. Sama perti pencarian jenis histologis kanker, pemeriksaan untuk menetukan staging
juga tidak mesti sama pada semua pasien tetapi masing masing pasien mempunyai prioriti
pemeriksaan yang harus segera dilakukan tergantung kondisinya pada saat datang.7-9
Staging (penderajatan) untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan
penyebarannya ke getah bening (N) dan organ lain (M).
Stage kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) terdiri dari :3
a) Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks). Tumor
ditemukan didalam satu paru dan penjelaran ke kelenjar getah bening dalam paru
yang sama

11
b) Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke
organ lain. Tumor telah menyebar keluar dari satu paru atau ke organ lain diluar
paru.

Stage kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK)


a) Staging/Tingkat I A/B. Satu tumor ukuran kurang atau lebih dari 3 cm pada satu
lobus paru
b) Staging/Tingkat II A/B. Satu tumor dalam lobus paru melekat ke dinding dada
atau menyebar ke kelenjar getah bening di dalam paru yang sama
c) Staging/Tingkat III A. Tumor yang menyebar ke kelenjar getah bening didalam
area trakeal memasuki dinding dada dan diaphragma
d) Staging/Tingkat III B. Tumor yang menyebar ke nodes getah bening pada lawan
paru, atau di dalam leher.
e) Staging/Tingkat IV. Tumor yang menyebar kebagian lain paru atau organ lain di
luar paru.

Tabel 1. Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on
Cancer.3
Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tx Kanker yang tersembunyi terlihat
pada sitologi bilasan bronkus
tetapi tidak terlihat pada radiogram
atau bronkoskopi
TIS Karsinoma in situ
T1 Tumor dengan diameter ≤ 3 cm
dikelilingi paru – paru atau pleura
viseralis yang normal.
T2 Tumor dengan diameter 3 cm atau
dalam setiap ukuran dimana sudah
menyerang pleura viseralis atau
mengakibatkan atelektasis yang

12
meluas ke hilus; harus berjarak 2
T3 cm distal dari karina.
Tumor dalam setiap ukuran dengan
perluasan langsung pada dinding
dada, diafragma, pleura
mediastinalis, atau pericardium
tanpa mengenai jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, atau
korpus vertebra; atau dalam jarak 2
cm dari karina tetapi tidak melibat
T4 karina.
Tumor dalam setiap ukuran yang
sudah menyerang mediastinum
atau mengenai jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus,
koepua vertebra, atau karina; atau
adanya efusi pleura yang maligna.
Kelenjar limfe regional (N)
N0
Tidak dapat terlihat metastasis pada
N1 kelenjar limfe regional.
Metastasis pada peribronkial dan/
atau kelenjar – kelenjar hilus
N2 ipsilateral.
Metastasis pada mediastinal ipsi
lateral atau kelenjar limfe
N3 subkarina.
Metastasis pada mediastinal atau
kelenjar – kelenjar limfe hilus
kontralateral; kelenjar – kelenjar
limfe skalenus atau
supraklavikular ipsilateral atau
Metastasis jauh (M) kontralateral.

13
M0
Tidak diketahui adanya metastasis
M1 jauh
Metastasis jauh terdapat pada tempat
Kelompok stadium tertentu (seperti otak).
Karsinoma tersembunyi TxN0M0
Sputum mengandung sel – sel ganas
tetapi tidak dapat dibuktikan adanya
Stadium 0 TISN0M0 tumor primer atau metastasis.
Stadium I T1N0M0 Karsinoma in situ.
T2N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau
T2 tanpa adanya bukti metastasis
pada kelenjar limfe regional atau
Stadium II T1N1M0 tempat yang jauh.
T2N1M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau
T2 dan terdapat bukti adanya
metastasis pada kelenjar limfe
Stadium IIIa T3N0M0 peribronkial atau hilus ipsilateral.
T3N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T3
dengan atau tanpa bukti metastasis
pada kelenjar limfe peribronkial atau
hilus ipsilateral; tidak ada metastasis
Stadium IIIb Setiap T4N3M0 jauh.
Setiap tumor dengan metastasis pada
kelenjar limfe hilus atau mediastinal
kontralateral, atau pada kelenjar limfe
skalenus atau supraklavikular; atau
setiap tumor yang termasuk
klasifikasi T4 dengan atau tanpa
metastasis kelenjar limfe regional;
Stadium IV Setiap T, setiap N,M1 tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.

14
2.8 Gejala Klinis

Tanda dan gejala kanker paru membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat
diketahui dan seringkali dikacaukan dengan gejala dari kondisi yang kurang serius. Tanda dan
gejala mungkin tidak kelihatan sampai penyakit telah mencapai tahap lanjut.3-4
a) Batuk pada perokok yang terus menerus atau menjadi hebat
b) Batuk pada bukan perokok yang menetap sampai dengan lebih dari dua minggu
c) Dada, bahu atau nyeri punggung yang tidak berhubungan terhadap nyeri akibat batuk
yang terus menerus
d) Perubahan warna pada dahak
e) Meningkatnya jumlah dahak
f) Dahak berdarah
g) Bunyi menciut-ciut saat bernafas pada bukan penderita asma
h) Radang yang kambuh
i) Sulit bernafas
j) Nafas pendek
k) Serak
l) Suara kasar saat bernafas
Selain dari itu juga barangkali tanda-tanda dan gejala-gejala disebabkan oleh
penyebaran kanker paru pada bagian tubuh lainnya. Tergantung pada organ-organ yang
dirusak. 3-4
a) Kelelahan kronis
b) Kehilangan nafsu makan
c) Sakit kepala, nyeri tulang, sakit yang menyertainya
d) Retak tulang yang tidak berhubungan dengan luka akibat kecelakaan
e) Gejala-gejala pada saraf (seperti: cara berjalan yang goyah dan atau kehilangan
ingatan sebagian)
f) Bengkak pada leher dan wajah
g) Kehilangan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya

Karena pada umumnya gejala klinis yang ditemukan pada pasien muncul setelah tahap
lanjut, pada pasien sering terlihat Sindrom Paraneoplastik. 3-4
Sindrom paraneoplastik, terdapat pada 10% kanker paru dengan gejala :
a) sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b) hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

15
c) hipertrofi osteoartropati
d) neurologis : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e) neuromiopati
f) endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
g) dermatologis : eritema multiformis, hyperkeratosis
h) renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)

2.9 Diagnosis Kanker Paru

Pengenalan awal penyakit ini sulit dilakukan bila hanya berdasarkan keluhan saja.
Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam stage dini yaitu stage I dan II.
Data di Indonesia maupun laporan negara maju kebanyakan kasus kanker paru terdiagnosis
ketika penyakit telah berada pada stage lanjut (stage III dan IV). 3-4

2.9.1 Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat
keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat
membantu tegaknya diagnosis. 3-4
Keluhan utama dapat berupa : 3-4
• Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
• Batuk darah
• Sesak napas
• Suara serak
• Sakit dada
• Sulit / sakit menelan
• Benjolan di pangkal leher
• Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa
nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di
luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau
patah tulang kaki. 3-4
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
• Berat badan berkurang
• Nafsu makan hilang
• Demam hilang timbul
16
• Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy",
trombosis vena
perifer dan neuropatia.

2.9.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis suatu penyakit. Tumor
paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan fisik. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil
yang informatif. Pada pasien kanker paru dapat ditemukan demam, kelainan suara
pernafasan pada paru, pembesaran pada kelenjar getah bening, pembesaran hepar,
pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, atau pergelangan kaki, nyeri pada tulang,
kelemahan otot regional atau umum, perubahan kulit seperti rash, daerah kulit menghitam,
atau bibir dan kuku membiru, pemeriksaan fisik lainnya yang mengindikasikan tumor
primer ke organ lain. 3-4

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan
klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto
toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura
dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura
masif sehingga tumor tidak terlihat. Sitologi sputum akan memberikan hasil positif jika
tumor ada dibagian sentral atau intrabronkus. 3-4
Kemajuan di bidang teknologi endoskopi autoflouresensi telah terbukti dapat
mendeteksi lesi prakanker maupun lesi kanker yang berlokasi sentral. Perubahan yang
ditemukan pada mukosa bronkus pada lesi keganasan stadium dini sulit dilihat dengan
bronkoskop konvensional. Hal itu dapat diatasi dengan bronkoskop autoflouresensi karena
dapat mendeteksi lesi karsinoma in situ yang mungkin terlihat normal dengan bronkoskop
biasa. 3-4

17
Gambar 4. Alur Deteksi Dini Kanker Paru7

Gambar 5. Alur Tindakan Diagnosis Kanker Paru3

2.9.3 Pemeriksaan Radiologi


a) Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila massa
tumor berukuran >1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang
ireguler, disertai indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. Pada foto toraks juga

18
dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis
intrapulmoner.5-7
Pemberian OAT pada penderita golongan risiko tinggi yang tidak
menunjukkan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menimbulkan
pemikiran kemungkinan kanker paru dan melakukan pemeriksaan penunjang lain
sehingga kanker paru dapat disingkirkan. Pengobatan pneumonia yang tidak berhasil
setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan
kemungkinan tumor di balik pneumonia tersebut. 5-7
Tabel 2. Gambaran foto toraks berdasarkan tipe histologi kanker paru.5

b) CT scan toraks
CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat mendeteksi tumor
yang berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat dengan foto toraks, dapat
menentukan ukuran, bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh karena 3 dimensi.
CT scan toraks juga dapat mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening regional.
Tanda-tanda proses keganasan tergambar dengan baik, bahkan bila terdapat
penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang
tidak massif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa
gejala. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
19
intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal
untuk dapat mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal. 5-7
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)
MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada
keadaan khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit
diinterpretasikan pada CT scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru
(untuk mengevaluasi keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke vertebra). 5-7

d) PET scan (Positron Emission Tomography)


PET scan merupakan teknologi yang relatif baru. Molekul glukosa yang
memiliki komponen radioaktif diinjeksikan ke dalam tubuh kemudian scan diambil.
Banyaknya radiasi yang digunakan sangat kecil. Sel-sel kanker mengambil lebih
banyak glukosa daripada sel yang normal karena sel-sel kanker bertumbuh dan
bermultiplikasi dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan dengan sel kanker tampak
lebih terang daripada jaringan yang normal. Tumor primer, kelenjar getah bening
dengan sel-sel keganasan, dan tumor metastasis tampak sebagai spot yang terang
pada PET scan. 5-7
PET scan tidak rutin digunakan sebagai tes diagnostik lini pertama untuk
kanker paru, kadang digunakan setelah foto toraks atau CT scan toraks untuk
membedakan antara tumor jinak dan ganas. PET scan khusus digunakan untuk
mendeteksi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh.
Bagaimanapun, terdapat beberapa kondisi yang lain dari kanker yang juga dapat
menyebabkan gambaran positif PET scan. Gambaran PET scan sebaiknya
diinterpretasikan dengan hati-hati dan dikorelasikan dengan hasil pemeriksaan
penunjang lainnya. 5-7

2.9.4 Sitologi Sputum


Sputum adalah sekret abnormal yang berasal/diekspektorasikan dari sistem
bronkopulmoner. Sputum bukanlah air liur (saliva) dan bukan pula berasal dari
nasofaring. Sputum yang dibatukkan oleh seorang pasien mengindikasikan adanya suatu
proses patologis pada sistem bronkopulmoner yang sedang berlangsung. Sputum terdiri
dari material seluler, non seluler, dan non pulmoner tergantung dari proses patologis yang
mendasarinya. Komponen seluler terdiri dari sel-sel inflamasi atau sel darah merah dari
saluran nafas, sel-sel bronkial dan alveolar yang dieksfoliasikan, atau sel-sel keganasan

20
dari tumor paru. Sel-sel non pulmoner seperti sel-sel skuamosa orofaring atau sisa-sisa
makanan yang dapat menjadi bagian dari sputum apabila mengalami aspirasi ke paru dan
kemudian dibatukkan. Air merupakan komponen utama dari sputum (90%), selebihnya
terdiri dari protein, enzim, karbohidrat, lemak, dan glikoprotein. Yang dapat dievaluasi
dari sputum adalah karakteristik fisiknya, mikroorganismenya, adanya sel-sel keganasan,
proses inflamasi, dan perubahan patologis dari mukosa bronkus. 5-7
Analisa sputum dapat melengkapi pemeriksaan CT scan toraks, oleh karena sel-
sel tumor yang terletak di saluran nafas sentral akan ber-eksfoliatif ke dalam sputum lebih
banyak dibandingkan sel-sel tumor yang berada di perifer. Dasar dari gambaran sitologi
sel-sel epitel bronkus mengalami eksfoliatif ke dalam sputum dapat memprediksikan
risiko terjadinya kanker paru yaitu dari pemikiran bahwa perubahan sitologi sel epitel
bronkus karena sel-sel mengalami progresi melalui tahapan-tahapan dari inflamasi
menjadi kanker paru. Dasar ini dibuktikan dengan sering ditemukannya gambaran
metaplasia skuamosa bronkus dan sel-sel atipik pada kanker paru yang invasif, dan
penemuan dari beberapa kasus bahwa pasien-pasien dengan sitologi sputum yang jelek
atau atipik sedang memiliki risiko yang tinggi untuk menderita kanker paru. 5-7
Pemeriksaan sitologi sputum saat ini menjadi satu-satunya metode non invasif
yang dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre-keganasan secara dini. Walaupun
spesifitas sitologi sputum konvensional sangat tinggi (98%), namun sensitivitasnya
sangat rendah. Sitologi sputum memiliki spesifitas 99% dan sensitivitas 66%, tetapi
sensitivitas lebih tinggi pada lesi-lesi sentral (71%) dibandingkan dengan lesi perifer
(49%). 6,14 Jenis sel tumor, lokasi, dan ukuran tumor mempengaruhi sensitivitas sitologi
sputum. Cakupan diagnostik paling tinggi pada karsinoma skuamosa dan karsinoma sel
kecil, tetapi paling rendah pada adenokarsinoma. Tumor yang lokasinya di sentral atau
berada di lobus bawah dan berdiameter >2 cm memiliki cakupan yang lebih tinggi.
Sitologi sputum memiliki akurasi 50-80% tergantung dari derajat diferensiasi sel-sel
tumor. Tumor berdiferensiasi buruk akan lebih sulit untuk menentukan subtipe-nya. Pada
pasien-pasien dengan tumor perifer yang berukuran kecil yang dapat dideteksi dengan
CT scan toraks, hanya sekitar 4-11% kasus yang dapat dideteksi dengan sitologi sputum
saja, dan 7-15% kasus dapat terdeteksi dengan kedua modalitas tersebut. Pemeriksaan
sitologi sputum sangatbergantung pada kemampuan untuk mengumpulkan sampel
sputum yang adekuat, yang mencakup elemen-elemen seluler saluran nafas bawah.
Akurasi diagnostik dari sitologi sputum, bagaimanapun, tergantung dari pengambilan
sampel (minimal 3 sampel) dan teknik pengumpulan sputum, serta lokasi (sentral atau
21
perifer) dan ukuran tumor. Blocking dkk. telah menunjukkan bahwa sensitivitas sitologi
sputum dari 1 sampel berkisar 68%, dari 2 sampel berkisar 78%, dan dari ≥3 sampel
berkisar 85-86%. Cara yang paling mudah adalah dengan cara batuk spontan di pagi hari,
dengan mengumpulkan tiga buah sampel sputum sekuensial I selama 3 hari dan 3 buah
sampel sputum sekuensial II selama 3 hari, untuk mendapatkan sputum yang sama
adekuat dengan sputum induksi NaCl 3%. Sampel sputum sekuensial II dapat mencakup
lebih banyak kelainan dibandingkan dengan sekuensial I, oleh karena pasien sudah
belajar membatukkan. Pada pasien-pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara
spontan, induksi dengan NaCl 3% dapat lebih efektif. Perkusi dan vibrasi dada juga dapat
meningkatkan cakupan diagnostik sputum.25,27 Sputum pertama di pagi hari atau
sputum setelah/post bronkoskopi cenderung memiliki cakupan diagnostik yang lebih
tinggi. Cakupan diagnostik dari hanya satu sampel sputum berkisar 40%, namun dengan
pengumpulan yang berulang dapat mencapai >80% dari 4 sampel sputum. Bila ditangani
oleh tenaga yang terampil, maka kekerapan terjadinya “false-postive” tidak melebihi dari
1%.5-7
Terdapat dua metode untuk mengumpulkan/fiksasi sputum untuk pemeriksaan
sitologi sputum, yaitu teknik pick-and-smear (sputum langsung/segar) dan teknik
Saccomanno (blended). Teknik pick-and-smea merupakan metode yang cepat,
sederhana, dan murah untuk mengumpulkan sputum, dimana sputum yang segar
diperiksakan fragmen-fragmen jaringannya, darah, atau keduanya. Apusan dibuat dengan
segera dan difiksasi dalam etanol 95%. Modifikasi dari metode ini adalah teknik fiksasi
Saccomanno, dimana sputum dikumpulkan dalam larutan etanol 50% dan polietilen
glikol (carbowax) 2%. Sputum yang terkumpul kemudian dihomogenisasi dalam blender
dan dikonsentrasikan dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama
15 menit. Supernatan dibuang. Beberapa sediaan apus (smears) dapat dibuat dari
material seluler yang telah dikonsentrasikan (sedimen), dengan menggunakan dua buah
kaca objek, dikeringkan di udara ruangan selama minimal 1 jam, kemudian diwarnai
dengan teknik Papanicolaou. Larutan fiksasi Saccomanno yang mengandung carbowax
lebih efektif/superior dibandingkan dengan hanya menggunakan etanol saja. Keuntungan
dari teknik fiksasi Saccomanno ini adalah pengumpulan sampel sputum yang homogen,
pengawetan sel-sel yang lama, dan preparasi sel yang tipis (thin-layer cell preparation).
Sedangkan kekurangannya adalah pemecahan agregat-agregat sel dan fragmen-fragmen
jaringan sewaktu homogenisasi, serta membutuhkan tenaga laboran yang terampil. 5-7

22
Sitologi sputum telah dipublikasikan sebagai metode untuk mengetahui risiko
terjadinya kanker paru. Saccomanno dkk. melaporkan progresi dari perubahan sitologi
sampai menjadi karsinoma pada populasi risiko tinggi di Colorado Barat. Perubahan
morfologi sitologi ini dapat mendeteksi dini kanker paru dan perubahan lesi-lesi pre-
keganasan dapat terdeteksi beberapa tahun sebelum diagnosis kanker paru ditegakkan
secara klinis. Telah dilaporkan dalam beberapa penelitian bahwa atipik berat akan
berisiko 45% berkembang menjadi kanker paru dalam 2 tahun. Pada penelitian Johns
Hopkins dalam National Cancer Institute Cooperative Early Lung Cancer Detection
Project, dinyatakan bahwa atipik sedang juga berisiko berkembang menjadi kanker paru.
Sebanyak 40% pasien dengan atipik sedang berkembang menjadi kanker paru dalam
waktu yang lama, dibandingkan dengan 3% pasien non atipik. 5-7

2.9.5 Histopatologi5-7

1. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan


sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang
letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
4. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah
bening yang terlibat.
5. Torakotomi. Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.

2.9.6 Pemeriksaan lain5-7


1. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah ada, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
2. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait

23
dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2,dan lainya. Manfaat utama dari
pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.

2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Bedah7
Hanya dilakukan untuk KPKBSK staging I atau II atau untuk pengobatan paliatif
yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah masif, gawat napas yang
mengancam jiwa, atau nyeri hebat. Bedah yang dilakukan adalah dengan membuang 1
lobus paru (kadang lebih) tempat ditemukannya tumor dan juga membuang semua
kelenjar getah bening mediastinal. Diagnosis sebelum bedah mungkin saja akan berubah
setelah bedah. Hal itu terjadi karena keterbatasan alat bantu diagnosis atau penyakit telah
berkembang selama putusan bedah dilakukan. Akibatnya mungkin saja setelah bedah
pasien harus mendapat radiasi atau kemoterapi segera setelah luka operasinya sembuh.7
Pada kasus khusus misal dengan penyebaran kepala dan hanya ditemukan 1 tumor
di otak dan mengganggu kualiti hidup pasien dapat dilakukan pembuangan tumor di
kepala dengan bedah. Di Indonesia (Jakarta) telah dapat melakukan terapi tampa
pembedahan di kepala dengan menggunakan cyber knife.7
Bedah paliatif lain dilakukan oleh dokter bedah syaraf yaitu membuang tumor
metastasis yang berupa soliter nodule di otak dan menimbulkan gangguan kualitas hidup
penderita. Pilihan lain untuk tumor meta dikepala adalah menggunakan cyber knife yang
sudah dapat dilakukan beberapa senter di Indonesia.7
Bedah adalah terapi lokal dan dapat terjadi stage pre-bedah (cTNM)
berbeda dengan diagnosis pasca-bedah. Jika terjadi perbedaan maka stage yang
digunakan adalah stage pasca-bedah (pTNM) dan pilihan terapi tergantung pada hasil
akhir.

Beberapa jenis pembedahan yang mungkin digunakan untuk mengobati NSCLC,


antara lain:
- Pneumonectomy: seluruh paru-paru (kiri atau kanan) diangkat pada operasi ini
- Lobektomi: lobus paru-paru diangkat dalam operasi ini
- Segmen Resection: bagian dari suatu lobus diangkat dalam operasi ini
- Wedges Resection: bagian kecil dari paru diangkat
Tindakan pembedahan memiliki angka kegagalan (death rate) sekitar 4,4% yang
tergantung juga pada fungsi paru-paru pasien dan risiko lainnya. Kadang pada kasus
kanker paru stadium lanjut dimana banyaknya cairan terkumpul pada rongga dada

24
(pleural effusion), dokter perlu membuat suatu lubang kecil pada dada untuk
mengeluarkan cairan. Efek samping pembedahan yang mungkin timbul sesudah
operasi, antara lain bronchitis kronis (terutama pada mantan perokok aktif).7

2.10.2 Radioterapi
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvan/paliatif pada tumor dengan komplikasi
seperti mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus.7,12
Efek samping yang sering adalah disfagia karena esofagitis post radiasi,
sedangkan pneumonitis post radiasi jarang terjadi (<10%). Radiasi dengan dosis paruh
yang bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang inoperabel tapi belum
disokong data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan memperpanjang survival
sampai 20% dengan cara radiasi dosis paruh ini didapat dari kasus-kasus stadium 1 usia
lanjut, kasus dengan penyakit penyerta sebagai penyulit operasi atau pasien menolak
dioperasi.7,12
Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah
merambat sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan untuk diberikan.
Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya pada reseksi lebih
komplit pada pancoastitumor atau stadium III b dilaporkan bermanfaat dari beberapa
sentra kanker. Radiasi paliatif, pada kasus sindrom vena cava superior atau kasus dengan
komplikasi dalam rongga dada akibat kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter,
atelektasis, mengurangi nyeri akibat metastasis kranium dan tulang, juga amat
berguna.7,12

2.10.3 Kemoterapi7
Kemoterapi adalah memberikan obat anti-kanker pada pasien dengan cara
diinfuskan. Pada kemoterapi diberikan lebih dari 1 jenis obat antikanker dan biasanya 2
macam, tujuannya agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh dengan jalur yang
berbeda. Pemberian kemoterapi harus dilakukan di rumah sakit karena diberikan dalam
prosedur tertentu atau ptotokol yang berbeda tergantung pada jenis obat anti-kanker yang
digunakan.7,12
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru dan tujuannya bukan
hanya membunuh sel kanker pada tumor primer tetapi juga mengejar sel kanker yang
menyebar di tempat lain. Kemoterapi adalah pilihan terapi untuk KPKSK dan KPKBSK
stage III/IV.7,12

25
Pemberian kemoterapi memerlukan beberapa syarat antar lain kondisi umum
pasien baik yaitu masih dapat melakukan aktiviti sendiri, fungsi hati, fungsi ginjal dan
fungsi hemostatik (HB, jumlah sel darah putih atau lekosit dan jumlah trombosit darah)
harus baik. Kemoterapi dihitung dengan siklus pemberian yang dapat dilakukan setiap
21 – 28 hari setiap siklusnya.12
Efek samping kemoterapi kadang sangat mengganggu, misalnya rontoknya
rambut s/d botak, mual muntah, semutan, mencret dan bahkan alergi. Efek samping itu
tidak sama waktu muncul dan berat ringannya pada setiap orang dan juga tergantung
pada jenis obat yang digunakan. Efek samping lain yang dapat menganggu proses
pemberian adalah gangguan fungsi hemostatik HB < 10 gr%. Leukosit < 3.000/dl atau
trombosit < 100.000/dl. Efek samping dinilai sejak mulai kemoterapi I diberikan. Efek
samping yang berat dapat menghentikan jadwal pemberian, dokter akan mengkoreksi
efek samping yang muncul dengan memberikan obat dan tranfusi darah jika perlu.7,12
Evaluasi hasil kemoterapi dinilai minimal setelah 2 siklus pemberian (sebelum
kemoterapi III diberikan) yang dapat merupa respons subyektif yaitu apkah BB
meningkat atau keluhan berkurang dan foto toraks untuk melihat kelainan di paru.
Evaluasi dengan menggunakan CT-scan toraks dilakukan setelah pemberian 3 siklus
(sebelum pemberian kemoterapi IV). Jika pada penelian tumor hilang (komplit respons)
mengecil sebagian (respons partial) atau tumor menetap tapi respons subyektif baik maka
kemoterapi dapat diterudskan samapi 4 – 6 siklus. Tetapi jika pada evaluasi terjadi
perburukan misalnya tumor membesar atau tumbuh tumor yang baru, kemoterapi harus
dihentikan dan diganti dengan jenis obat anti-kanker yang lain.7,12

Toksisiti kemoterapi
Evaluasi toksisiti non-hematologik segera setelah pemberian kemoterapi dimulai, toksisiti itu
dinilai tingat keparahannya berdasarkan skala toksisiti WHO sedangkan toksisiti hematologik
sebaiknya dilakukan setiap 1 minggu. Berat ringannya toksisiti akan mempengaruhi jadwal pemberian
kemoterapi berikutnya. Toksisiti non-hematologik yang paling sering timbul12
 Mual dan muntah
 Diare
 Neuropati
 Alopesia

Toksisiti hematologi grade III/IV harus segera dikoreksi untuk menghindarkan terjadinya
neutropenia fever yaitu demam pada pasien dengan neutrofil < 1.000/dl. Jadwal kemoterapi akan
tertunda jika ditemukan gangguan sistem hematopoitik.12

26
 HB < 10 gr%
 Leukosit < 3.000/dl
 Trombosit < 100.000/dl
ika setelah dilakukan koreksi nilai batas dapat dicapai maka kemoterapi dapat segera diberikan.
Jadwal kemoterapi sebaiknya jangan tertunda > 2 minggu.7
Rejimen kemoterapi
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa rejimen yang terdiri dari lebih dari 1 obat anti-
kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya. Kemoterapi untuk KPKSK
diberikan sampai 6 siklus dengan ”cisplatin based” rejimen yang diberikan :
 Sisplatin + etoposid
 Sisplatin + irinotekan (CPT-11)
 Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan karboplatin dan irinotekan
digantikan dengan dosetaksel. 7
Kemoterapi untuk KPKBSK dapat 6 siklus (pada kasus tertentu diberikan sampai lebih dari 6
siklus) dengan ”platinum based” rejimen yang diberikan sebagai terapi lini pertama (first line) adalah :
 Karboplatin/sisplatin + etoposid
 Karboplatin/sisplatin + gemsitabin
 Karboplatin/sisplatin + paklitaksel
 Karboplatin/sisplatin + dosetaksel7

2.11 Pencegahan
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi risiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok perokok yang
berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.12
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan
memakai derivat asam retinoid, caretinoid, vitamin C, selenium, dan lain-lain. Jika seseorang
beresiko terkena kanker paru maka penggunaan betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-
acetyl-cystein dapat meningkatkan risiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan
kemopreventif ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi
untuk digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua pihak.12

2.12 Prognosis
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk penyembuhan dan
tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-gejala, tipe kanker paru, dan keadaan
kesehatan secara keseluruhan dari pasien.12

27
Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika dibandingkan dengan
beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka kelangsungan hidup untuk kanker paru umumnya
lebih rendah daripada yang untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan suatu angka keseluruhan
kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar 16% dibandingkan dengan 65%
untuk kanker usus besar, 89% untuk kanker payudara, dan lebih dari 99% untuk kanker
prostat.12

28
BAB III
KESIMPULAN

Kanker adalah suatu penyakit neoplastik yang berakibat fatal. Untuk itu perlu diagnosis
dini dan penanganan yang tepat serta suatu dukungan moral. Kanker paru sendiri terdiri dari
beberapa jenis yaitu Karsinoma sel kecil dan karsinoma Non sel kecil. Masing-masing
memiliki cirri khas tersendiri dan keganasan yang berbeda. Untuk menghindari kanker yang
diperlukan adalah menghindari factor risiko yang dapat memperberat seperti polusi, diet. Selain
itu pajanan-pajanan terhadap zat karsinogenik lainnya lebih baik dihindari.

29
Daftar Pustaka

1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2013.p.266-71.


2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2014.p.170-171.
3. DeVita VT Jr., Lawrence TS, Rosenberg SA, Hellman S. Cancer principles and
practice on oncology. In: Non small cell lung cancer and small cell lung cancer.
8thedition. Philadelphia: Wolters Kluwer – Lippincott Williams & Wilkins;
2008.p.896-966.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. In: Tuberkulosis paru. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing;
2014.p.2230-2253.
5. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Current medical diagnosis and treatment. In:
Bronchogenic carcinoma. 47th edition. USA: McGraw-Hill Medical; 2008.p.1398-
1404.
6. Lung cancer. 27 June 2013. Diunduh dari
http://www.medicinenet.com/lung_cancer_pictures_slideshow/article.htm, 16
September 2017.
7. Kanker paru. 13 Juni 2006. Diunduh dari
http://kankerparu.org/main/index.php?option=com_content&task=view&id=17&Item
id=31, 16 September 2017.
8. Hudoyo A. Bagaimana kanker terbentuk. Semijurnal Farmasi & Kedokteran Ethical
Digest. 2006;33:21-26.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. In: Tumor ganas paru. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2005.p.843-849.
10. Underwood JCE, editor. General and systematic pathology. In: Respiratory tract. 4th
edition. USA: Churchill Livingston – Elsevier; 2010.p.352-358.
11. Bower M, Waxman J. Oncology lecture notes. In : Lung cancer. UK: Blackwell
Publishing; 2006.p.156-160.
12. Amin Z. Buku ajar ilmu penyakit dalam. In: Kanker paru. Edisi 6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014.p.2254-2262.

30

Anda mungkin juga menyukai