Laporan Tetes Telinga Clotrimazole

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan
kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab
memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik
farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan
sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan
terhadap pasien diantaranya layanan klinik, evaluasi efikasi, dan keamanan
penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat (Lukas, 2006).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan semakin
pesat, menuntut farmasis untuk selalu mengembangkan cara pembuatan obat dan
formulasi sediaan obat. Peningkatan kualitas obat dan efisiensi dalam pembuatan
merupakan hasil yang ingin dicapai dari pengembangan cara pembuatan dan
formulasi sediaan obat tersebut, sehingga dapat lebih diterima oleh masyarakat
(Reynolds, 1982)
Dalam bidang farmasi mencakup pengetahuan mengenai steril. Steril adalah
keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik pathogen atau nonpatogen
(tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetative maupun dalam bentuk
spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri
dengan lapisan pelindung yang kuat) (Brunner,2002).
Dalam pengembangan obat tersebut dibuatlah sebuah sediaan yang ditunjukan
untuk telinga berdasarkan adanya gangguan pada telinga yakni berupa penyumbatan
akibat kotoran telinga, infeksi dan lain-lain. Sediaan telinga kadang-kadang dikenal
sebagai sediaan otic atau aural. Sediaan-sediaan yang digunakan pada permukaan luar
telinga, hidung, rongga mulut termasuk macam-macam dari sediaan farmasi dalam
bentuk larutan, suspense, dan salep yang semuanya dibuat dalam keadaan steril
sehingga disebut dengan sediaan steril. Tujuannya untuk memperlihatkan lebih dekat

1
tipe-tipe bentuk sediaan yang digunakan dengan tempat pemakaiannya dan untuk
menentukan dari komponen dalam formulasi (Brunner,2002).
Guttae atau obat tetes mata merupakan salah satu dari bagian sediaan farmasi
yang termasuk ke dalam sediaan steril. Guttae adalah sediaan cair berupa larutan,
emulsi atau suspensei yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan
dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebut dalam farmakope
Indonesia (Anief,2008)
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud percobaan
Adapun maksud dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
khasiat dan penggunaan obat tetes telinga natrium dokusat.
1.2.2 Tujuan percobaan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui pembuaatan steril khususnya sediaan
tetes telinga
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui khasiat penggunaan tetes telinga

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara
lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus).
Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat
terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke
bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan – bahan toksis lainnya, serta
harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat
dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua
jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo,
B., 2007).
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisibebas mikroba atau
setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh
semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang sering dilakukan
untuk alat–alat praktikum terbagi menjadi sterilisasi kering dan sterilisasi basah
(Hadioetomo, 1993).
Metode-metode cara sterilisasi menurut Farmakope Indonesia Edisi III, sediaan di
sterilkan dengan cara berikut:
a. Pemanasan dalam otoklaf
Sediaan yang akan disterilkan diisikan kedalam wadah yang cocok, kemudia
ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml,
sterilisasidilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115 derajat sampai 116 derajat
selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 m, waktu sterilisasi
diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 115 derajat sampai 116
derajat selama 30 menit.

3
b. Pemanasan dengan bakterisida
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam
larutan klorkresol P 0,2 % b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida
yang cocok dalam air untuk injeksi. Isikan kedalam wadah, kemudian ditutup kedap.
Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 98o sampai
100o, selama 30 menit. Jika volume dalam wadah lebih 30ml waktu sterilisasi
diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu980 sampai 100o
selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan secara intravenous lebih
dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini.Injeksi yang digunakan secara
intrateka, intrasistema, atau peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini.
c. Penyaringan.
Larutan disaring melalui penyaring bateri steril, diisikan kedalam wadah
akhiryang steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptic.
d. Pemanasan kering.
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah kemudian
ditutupkedap atau penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran.
Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150
selama1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung
setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150o. wadah yang tertutup sementara,
kemudian ditutup kedap menurut tenik aseptic.
e. Teknik Aseptik.
Proses aseptik adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik
yangdapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum
mungkin. Teknik aseptic dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi
yangtidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir, karena ketidak mantapan zatnya .
Teknik ini tidak mudah diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil
akhir sesungguhnya steril. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil
itutelah memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada Uji keamanan hayati.
Teknikaseptic menjadi hal yang penting sekali diperhatikan pada waktu melaukan

4
sterilisasi menggunakan cara sterilisasi C dan D sewaktu memindahkan atau
memasukan bahan steril ke dalam wadah akhir steril. Dalam hal tertentu untuk
meyakinkan terjadi cemaran atau tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan
cairan steril kedalam wadah steril menggunakan cara ini. Perlu diuji dengan cara
berikut : kedalam salah satu wadah masukan medium biakan bakteri sebagai ganti
cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 32o selama 7 hari. Jika terjadi
pertumbuhan kuman, menunjukan adanya cemaran yang terjadi pada waktu
memasukan atau memindahkan cairan kedalam wadah akhir. Dalam pembuatan
larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutan atau didispersikan dalam
zat pembaea steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedapuntuk
melindungi terhadap cemaran uman. Semua alat yang digunakan harus steril.
Ruangan yang digunakan untuk melakukan pekerjaan ini harus disterilkan terpisah
dan tekanan udaranya diatur positif dengan memasukan udara yang telah dialirkan
melalui penyaring bakteri.
Menurut Dirjen POM (1979), tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan
untuk telinga dengan cara meneteskan obat kedalam telinga. Kecuali dinyatakan lain,
tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan pembawa yang
digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada
dinding telinga : umumnya digunakan gliserol dan propilenglikol. Dapat juga
digunakan etanol, heksilenglikol dan minyak nabati.
Menurut Ansel, Preparat telinga kadang-kadang dikenal sebagai preparat optic
atau aural. Preparat telinga biasanya diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil
kedalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran telinga ( lilin telinga ) atau untuk
mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit. Karena bagian luar telinga merupakan
suatu struktur yang tertutup kulit yang mudah terkena kondisi dermatologi
sebagaimana bagian permukaan tubuh lainnya.
Menurut Moh. Anief (2006), Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan
dengan cara meneteskan obat kedalam telinga. Bila tidak dinyatakan lain, cairan
pembawa yang digunakan adalah bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus

5
mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding telinga,
biasanya digunakan gliserin dan propilenglikol.Selain tersebut dapat pula digunakan
etanol, heksilenglikol, dan minyak lemak nabati.
Guttae atau obat tetes merupakan salah satu dari bagian sediaan farmasi yang
termasuk ke dalam sediaan steril. Guttae adalah sediaan cair berupa larutan emulsi
atau suspensi yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar digunakan dengan
cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan
tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia.
Definisi tetes telinga menurut berbagai sumber yaitu:
1. FI III : 10
Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk
telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes
telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan pembawa yang
digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada
dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol. Dapat juga
digunakan etanol 90%, heksilenglikol dan minyak nabati. Zat pensuspensi dapat
digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan
kecuali dinyatakan lain pH 5,0–6,0 penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam
2. Ansel : 567
Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada telinga
dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga
untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi,
peradangan atau rasa sakit.
3. DOM King : 153
Tetes telinga adalah bahan obat yang dimasukkan ke dalam saluran telinga,
yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan-bahan obat tersebut dapat berupa
anestetik lokal, peroksida, bahan-bahan antibakteri dan fungisida, yang berbentuk
larutan, digunakan untuk membersihkan, menghangatkan, atau mengeringkan telinga
bagian luar.

6
4. Farmakope Indonesia Edisi IV
Larutan tetes telinga atau larutan otic adalah larutan yang mengandung air
atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan pada telinga
luar misalnya larutan otic benzokain dan antipirin, larutan otic neomisin dan
polimiskin sulfat dan larutan otic hidrokortison. Guttae atau obat tetes terdiri dari
guttae atau obat tetes yang digunakan untuk obat luar dilakukan dengan cara
meneteskan obat ke dalam makanan atau minuman. Kemudian guttae oris atau tetes
mulut, guttae auriculars atau tetes telinga, guttae opthalmicae atau tetes mata dan
guttae nasals yaitu tetes hidung. Dari semua obat tetes hanyalah obat tetes telinga
yang tidak menggunakan air sebagai zat pembawanya. Karena obat tetes telinga harus
memperhatikan kekentalan. Agar dapat menempel dengan baik kepada dinding
telinga. Guttae auriculars ini sendiri merupakan obat tetes yang digunakan untuk
telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Zat pembawanya biasanya
menggunakan gliserol dan propilenglikol. Bahan pembuatan tetes telinga harus
mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan
mikroba yang masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan
dikatakan bersifat bakteriostatik. Jika terkena cahaya matahari atau cahaya yang
lainnya akan merusak sediaan tetes telinga tersebut. Karena guttae auriculars ini
merupakan salah satu sediaan obat dalam bidang farmasi, maka seorang farmasis
wajib mengetahui bagaimana cara pembuatannya dan bagaimana pula cara
pemakaiannya.
Adapun manfaat Penggunaan obat tetes telinga sebagai berikut (Repetitorium hal.45,
Husa’s hal. 272-276, Ansel hal. 568-569) :
a. Melepaskan/melunakkan kotoran telinga
Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea dari saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini kalau didiamkan
akan menjadi kering, setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel epitel, bulu
yang terlepas serta debu atau benda-benda lain yang masuk telinga. Tumpukan
kotoran ini bila berlebihan dapat menimbulkan gatal, rasa sakit, gangguan

7
pendengaran, dan merupakan penghalang pemeriksaan otologik. Bahan yang
biasanya digunakan adalah minyak mineral encer, minyak nabati, H2O2,kondensat
TEA polipeptida oleat dalam propilenglikol, dan karbamida peroksida serta
natrium bikarbonat dalam gliserin anhidrat. (Petunjuk Praktikum Steril, 15; Ansel,
567-568)
b. Anti infeksi ringan
Antara lain kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat, dan
nistatin (Ansel, hal 567). Umumnya diformulasikan dalam propilenglikol atau
gliserin anhidrat dan dikombinasikan dengan bahan analgetik dan anestesi lokal.
Untuk infeksi akut diobati dengan antibiotika sistemik (Repetitorium, hal 45).
c. Antiseptik dan anestesi
Antara lain fenol, AgNO3, lidokain HCl, dibukain, benzokain (Petunjuk
Praktikum Steril, 15; Ansel, 568)
d. Anti radang
Antara lain : hidrokortison dan deksametason natrium fosfat (Ansel, 569)
e. Membersihkan telinga setelah pengobatan
Antara lain spiritus (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
f. Mengeringkan permukaan dalam telinga yang berair .Contoh : Al-asetat sebagai
adstringen (Petunjuk Praktikum Steril, 15)
Adapun faktor penting yang harus di perhatikan (Benny Logawa, Buku Penuntun
Praktikum Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 9-14):
a. Kelarutan
Data kelarutan menentukan jenis sediaan yang dibuat, jenis zat aktif yang
dipilih, dan tonisitas larutan (jika pembawanya air).
b. pH stabilita
Beberapa zat aktif akan terurai pada pH larutannya sehingga pH larutan
diatur sampai mencapai pH stabilita zat aktif. pH stabilita adalah pH dimana
penguraian zat aktif paling minimal sehingga diharapkan kerja farmakologi
optimal dengan kerja sampingan minimal tercapai. pH stabilita dicapai dengan

8
menambahkan asam encer seperti HCL encer atau asam bikarbonat, atau basa
lemah.
c. Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda
sterilisasi atau cara pembuatan. Zat aktif dapat terurai, diantaranya oleh berbagai
faktor seperti oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), karbondioksida
(turunnya pH larutan), cahaya (oksidasi), pelepasan alkali wadah (naiknya pH
larutan), sesepora ion logam berat sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jika zat aktif
teroksidasi oleh oksigen, setelah air suling dididihkan dialiri gas nitrogen dan ke
dalam larutan ditambah antioksidan. Jika zat aktif terurai oleh air maka
alternatifnya :
1. Dibuat dengan penambahan asam atau basa untuk mencapai pH stabilita atau
dengan penambahan dapar. Jangka waktu penyimpanan sebaikanya
diperhatikan.
2. Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air
3. Sediaan dibuat dalam bentuk kering
Perlu diperhatikan apakah zat aktif dapat terpengaruh akibat cahaya matahari.
Sesepora ion Logam berat diatasi dengan penambahan zat pengompleks. Jenis wadah
pun harus diperhatikan.
d. Tak tersatukannya zat aktif
Ditinjau secara kimia biasanya disebabkan oleh perbedaan pH stabilitas,
keasaman atau kebasaan. Jika perbedaan > dari 1 skala pH disarankan agar sediaan
dibuat terpisah. Secara fisika umumnya berupa campuran eutektik, kristalisasi
kembali zat aktif dari larutan jenuhnya, perbedaan kelarutan (diatasi dengan
mensuspensikan salah satu zat aktif ke dalam zat aktif lainnya dengan asumsi
bahwa kombinasi keduanya memang dibutuhkan). Secara farmol, dapat berupa
kerja antagonis atau sinergis dengan kemungkinan tercapainya efek toksik. 2 zat
aktif antagonis terkadang tak perlu dipisahkan pembuatannya jika dosis keduanya

9
terpaut jauh. Kombinasi antagonis dipisahkan pembuatannya jika dosis yang
diminta sama banyak.
e. Bahan pembantu
Perlu diperhatikan kelarutan eksipien dimana disesuaikan dengan kelarutan
zat aktif. pH eksipien juga disesuaikan dengan pH stabilita zat aktif agar efek
optimal.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Clotrimazole (Dirjen Pom,1979)
Nama Resmi : CLOTRIMAZOLE CRYSTALLINE
Nama Lain : Clotrimazole ZnSO4 complex
Rumus Molekul : C20H37NaO7S
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 344,837 g/mol


Pemerian : Serbuk hablur,putih sampai kuning pucat.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air,mudah larut dalam
metanol,dalam aseton,dalam kloroform dan
dalam etanol.
Penyimpanan : Di simpan pada suhu 15◦C - 30◦C terlindung
dari cahaya dan kelembaban.
2.2.2 Propilenglikol (Dirjen Pom, 1979)
Nama Resmi : PROPYLEN GLYCOLUM
Nama Lain : Propilenglikol
Rumus Molekul : C3H8O2
Rumus Struktur :

10
Berat Molekul : 76,09 g/mol
Pemerian : Cairan kuning,tidak berwarna,kental praktis
tidak berbau,dengan rasa manis sedikit asam
menyerupai gliserin
Kelarutan : Pelarut dengan aseton, kloroforom,etanol
95%,glisero dan air larut dalam 1 bagian eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari
sinar matahari

11
BAB 3
PENDEKATAN FORMULA
3.1 Formula
NO Nama Bahan Konsentrasi Fungsi
1. Clotrimazole 1% Sebagai bahan pembantu untuk
melunakkan serumen
2. Propilen glikol 100% Sebagai pelarut atau pembawa dan
pengawet pada sediaan (rowe,
2009)

3.2 Pre formulasi excipient.


3.1.1 Propilen glikol (Rowe, 2009)
Pemerian Cairan kuning, tidak berwarna, kental praktis tidak
berbau, dengan rasa manis sedikit asam menyerupai
gliserin
Kelarutan Pelarut dengan aseton, kloroform , etanol 95%,
gliserol dan air larut dalam 1 bagian eter, tidak larut
dengan minyak mineral
Stabilitas
-Suhu 50°C
-PH 5,74
Inkompatibilitas Tidak sesuai dengan pereaksi pengoksi dan seperti
kalium pemagnat
Kesimpulan Propilen glikol adalah cairan cairan dalam wadah
tutup rapat dan ph 3-6
Bentuk zat Cairan bening

Cara sterilisasi Autoklaf pada suhu 121°c


Wadah Botol

12
Konsentrasi 100%

13
BAB 4
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
4.1 Formulasi
R/ clotrimazole 1%
Propilen Glikol q.s
4.2 Perhitungan
Perhitungan Bahan
1
Clotrimazole = 100 x 100

= 0,1 gr
Propilen Glikol = 10 ml – 0,1 gr
= 9,9 ml

14
BAB 5
PROSEDUR KERJA DAN EVALUASI

5.1 PROSEDUR KERJA


Ruang Prosedur Kerja
Gray Area
1. Ruang Dicuci alat yang akan digunakan dalam praktikum
Pencucian
2. Ruang 1. Disterilisasikan alat dan bahan-bahan menggunakan
Sterilisasi autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit
2. Disterilisasi botol dan sendok tanduk menggunakan
aseptic
3. Ruang 1. Ditimbang clotrimazole sebanyak 0,1 gr
Penimbangan2. Diukur proplyn glikol sebanyak 9,9 ml
White Area
1. Ruang 2. Disiapkan masing-masing alat dan bahan yang sudah
Pencampuran disterilkan
3. Dimasukan clotrimazole kedalam gelas kimia 50 ml
4. Ditambahkan Proplyn Glikol sebanyak 9,9 ml
5. Diaduk menggunakan batang pengaduk sampai
homogeny
Black Area
1. Ruang 2. Dimasukan kedalam botol tetes telinga untuk bahan
Penyimpanan yang sudah dibuat
3. Diberi etiket, brosur dan dimasukan kedalam kemasan
2. Ruang 1. Dilakukan evaluasi dengan melakukan uji kejernihan,
Evaluasi uji penetapan pH, uji volume terpindahkan, uji
viskositas, uji pertikulat, kebocoran dan sterilisasi

15
5.2 Evaluasi
No Jenis Prinsip Syarat Hasil
Evaluasi
1 Uji Wadah sediaan Setiap larutan Jernih
Kejernihan akhir disinari dari harus jernih
samping dengan dan bebas
latar belakang dari kotoran
hitam untuk oleh sebab itu
melihat partikel uji ini cukup
putih dilihat
dengan mata
2 Uji Menggunakan Dilakukan 6,5
Penetapan pH meter pengukuran
pH pada pH
meter
3 Uji Volume Jumlah sediaan Melihat Volume Sesuai
Terpindahkan yang dikemas kesesuaian dengan yang
dalam wadah volume tercantum pada
sediaan dosis sediaan jika etiket yaitu 5 ml
ganda. Jika dipindahkan
sediaan tersebut dari wadah
dikeluarkan asli dengan
dalam wadah volume yang
hasilnya akan tertera di
memperoleh etiket
jumlah yang
sesuai

16
4 Uji viskositas Menggunakan Nilai Viskositas yang
alat mikrometer viskositas tinggi
hipples sesuai dengan
yang
ditetapkan
5 Uji partikulat Partikel pengotor Bila larutan Bebas partikel
cairan yang jernih bebas asing dan serat
dilengkapi partikulat halus
sensasi cahaya yang terlihat
secara visual
6 Uji Wadah yang Tidak Wadah yang
kebocoran tidak dapat dilakukan digunakan tidak
disterilkan untuk vial terdapat
kebocorannya dan botol kebocoran
harus diperiksa karena tutup
dengan karetnya
memasukan tidak tahan
wadah tersebut panas
dalam exsikator
yang kemudian
di fakumkan jika
terjadi kebocoran
larutan akan
diserap keluar
7 Uji sterilitas Berdasarkan ada Dengan Sediaan bebas
atau tidaknya probabilitas dari mikroba dan
mikroba yang sama atau partikulat dapat
tumbuh pada lebih baik disimpulkan

17
sediaan dari x −6 bahwa sediaan ini
artinya dalam Steril
1 juta sediaan
steril hanya
boleh
hasilkan 1
yang tidak
steril

18
BAB 6
PEMBAHASAN
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau
setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk
membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang
sering dilakukan untuk alat-alat praktikum terbagi menjadi sterilisasi kering dan
sterilisasi basah (Hadioetomo, 1993).
Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan sediaan steril salah satunya
yaitu guttae merupakan obat tetes telinga. Sebagaimana telah diketahui definisi guttae
auriculars adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga. Obat tetes telinga ini
dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air, tetapi menggunakan propilenglikol.
(Dirjen POM, 1979).
Dalam praktikum kali ini menggunakan zat aktif clotrimazole, yang
diindikasikan untuk mengangkat jamur ataupun mencegah pertumbuhan jamur pada
dinding telinga, alasan digunakannya clotrimazole karena Menurut (Depkes RI,
2000), clotrimazole merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk melunakan
kotoran telinga serta dapat mencegah pertumbuhan jamur pada telinga. Semakin
lunak kotoran telinga, semakin mudah pula kotoran itu keluar. Dengan begitu, telinga
Akan terhindar dari pertumbuhan bakteri dan jamur. Dalam hal ini digunakan
pembawa bukan air yaitu prpilenglikol, propilenglikol digunakan karena zat
pembawanya ini sangat baik kekentalannya dan dapat melengket dengan baik pada
dinding telinga. Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak
sengaja, bila wadah dibuka pada waktu penggunaan atau dikatakan bersifat
bakteriostatik.(Pratiwi,2008)
Setelah Dilakukan pencampuran terhadap semua bahan, maka larutan obat
tetes telinga dimasukan dalam wadah botol, Cara memasukkan dalam botol yaitu obat
tetes telinga langsung dimasukkan ke dalam botol setelah itu tutup, tetapi pipet tutup

19
botolnya harus dipencet agar sediaan yang dalam botol tidak tumpah keluar.Untuk
penyimpanan sebaiknya disimpan pada suhu kamar.
Pembuatan larutan obat tetes telinga termasuk dalam sediaan steril, setelah
pembuatan obat tetes telinga, selanjutnya dilakukan evaluasi pada sediaan obat tetes
telinga yang meliputi uji kejernihan, uji Ph, uji volume terpindahkan, viskositas, uji
partikulat, uji kebocoran, uji partikulat dan uji sterilitas
Pada uji kejernihan menurut (Depkes RI,2000) setiap larutan harus jernih dan
bebas dari kotoran hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa sediaan tetes telinga
setelah diamati itu jernuh.
Pada uji penetapan pH dengan menggunakan kertas lakmus, pH sediaan harus
sama seperti pH zat aktif. Jika pH sediaan tidak sesuai dengan pH zat aktif maka
kemungkinan terjadi kesalahan pada saat penimbangan atau pada saat
memformulasi.(Agoes,2009),setelah dilakukan pengamatan didapatkan Ph sediaan
tetes telinga yaitu 7,2
Pada uji Volume terpindahkan dengan melihat kesesuain volume sediaan jika
dipindahkan dari wadah asli dengan vulome yang tertera dietiket.(Ansel,2011) setelah
dilakukan pengamatan volume sesuai dengan yang tercantum pada etiket yaitu 5 ml.
Pada uji Viskositas, nilai viskositas sesuai yang ditetapkan, setelah diamati
viskositas pada tetes telinga yaitu sangat tinggi.
Pada uji partikulat menurut (Dirjen POM,1979) larutan harus jernih bebas
partikulat, setelah diamati sediaan tetes telinga bebas dari partikel asing dan serat
halus.
Pada uji kebocoran menurut (Dirjen POM,1995) dengan membalikan botol
sediaaan setelah diamati wadah yang digunakan tidak terdapat kebocoran.
Evaluasi terakhir yang dilakukan uji sterilitas menurut (Dirjen POM,1995)
dengan probabilitas sama atau lebih baik dari x6 artinya dalam satu juta sediaan steril
dihasilkan hanya 1 yang tidak steril, setelah diamati sediaan bebas dari mikroba dan
partikulat artinya sediaan tersebut steril.

20
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum ini adalah,
dapat mengetahui khasiat dan penggunaan obat tetes telinga clotrimazole,serta
dapat mengetahui cara pembuaatan sediaan steril dalam bentuk tetes
telinga,kemudian pada pembuaatan obat tetes telinga zat pembawa yang
digunakkan propilen glikol,digunakkan propilen glikol karena zat ini sanagat
baik melekat pada telinga.
7.2 Saran
7.2.2 Untuk Jurusan
Untuk kelancaran praktikum berikutnya sebaiknya fasilitas dan penuntunan
praktikan yang digunakkan dalam praktek lebih dilengkapi agar hasil yang
diperoleh dalam pengambilan data lebih maksimal.
7.2.3 Untuk Asisten
1. Diharapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikan lebih ditingkatkan
dan asisten juga lebih memberi waawasan pada praktikkan.
2. Hubungan antara asisten dan praktikan diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana yang baik.

21

Anda mungkin juga menyukai