Makalah Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan KLP 3
Makalah Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan KLP 3
Makalah Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan KLP 3
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Dosen Pembimbing:
Puji dan syukur senantiasa kita hadiahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata
kuliah Falsafah dan Teori Keperawatan tentang “Perlindungan Hukum dalam Praktik
Keperawatan” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis berharap dengan disusunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan para
pembaca. Penulis juga menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan
makalah ini.
Penulis
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI
pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya
bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak
adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum
dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas
dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa
frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga
menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa
memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
Salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan adalah
tenaga profesi perawat. Perawat merupakan tenaga profesional yang memiliki body of
knowledge yang khusus dan spesifik dan dalam menjalankan praktik profesinya memiliki
tanggung jawab dan tanggung gugat, sehingga perawat juga sangat terikat oleh atauran-aturan
hukum yang mengatur praktik tenaga kesehatan.
Dari sebab itu, pada kesempatan kali ini kami akan menulis tentang “Perlindungan Hukum
Praktik Keperawatan” dengan ringkas dan mudah di pahami.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Apa definisi dan tujuan dari praktik keperawatan.
2. Apa saja bunyi UU praktik keperawatan.
3. Apa saja tujuan dan komponen regulasi dalam perlindungan praktik keperawatan.
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui definisi dan tujuan dari praktik keperawatan.
2. Memahami isi UU yang berkaitan dengan praktik keperawatan.
3. Dan mengetahui tujuan dan komponen regulasi dalam perlindungan praktik
keperawatan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan teoritis
2
Di Indonesia salah satu bentuk aturan yang menunjukan
adanya hubungan hukum dengan perawat adalah UU No. 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan, Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa ”Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Berdasarkan PP No.
32/1996 Pasal 2 ayat (1) jo, ayat (3) perawat dikatagorikan sebagai tenaga
keperawatan.
Ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU No. 23 tahun 1992 jo. Pasal 21 ayat (1) PP
No. 32 tahun 1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
diwajibkan untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Standar profesi merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan/perawat dalam
menjalankan upaya pelayanan kesehatan, khususnya terkait dengan tindakan
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap pasien, sesuai dengan
kebutuhan pasien, kecakapan, dan kemampuan tenaga serta ketersediaan
fasilitas dalam sarana pelayanan kesehatan yang ada.
b. Instrumen Normatif Bagi Perawat Dalam Upaya Menjalankan Pelayanan
Keperawatan
Perawat dalam menjalankan proses keperawatan harus berpedoman pada
Lafal Sumpah Perawat, Standar Profesi Perawat, Standar Asuhan
Keperawatan, dan Kode Etika Keperawatan. Keempat instrumen tersebut
berisi tentang norma-norma yang berlaku bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan. Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi perawat
disebut instrumen normatif, karena keempatnya meskipun tidak dituangkan
dalam bentuk hukum positif/Undang-Undang, tetapi berisi norma-norma
yang harus dipatuhi oleh perawat agar terhindar dari kesalahan yang
berdampak pada pertanggungjawaban dan gugatan ganti kerugian apabila
pasien tidak menerima kegagalan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.
1) Lafal Sumpah Perawat
Lulusan pendidikan keperawatan harus mengucapkan janji/sumpah
sesuai dengan program pendidikannya, D3 atau S1. Lafal sumpah ada dua
macam yaitu lafal Sumpah/Janji Sarjana Keperawatan dan
lafal Sumpah/Janji Ahli Madya Keperawatan.
2) Standar Profesi Perawat
Pasal 24 ayat (1) PP 23/1996 tentang Tenaga Kesehatan menentukan
bahwa perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang
3
melakukan tugas sesuai dengan Standar Profesi tenaga kesehatan.
Standar profesi merupakan ukuran kemampuan rata-rata tenaga
kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya (Praptianingsih, 2006).
Dengan memenuhi standar profesi dalam melaksanakan tugasnya,
perawat terbebas dari pelanggaran kode etik.
Sebagai tolak ukur kesalahan perawat dalam melaksanakan tugasnya,
dapat dipergunakan pendapat Leenen dalam Koeswadji (1996) sebagai
standar pelaksanaan profesi keperawatan, yang meliputi : terapi harus
dilakukan dengan teliti; harus sesuai dengan ukuran ilmu pengetahuan
keperawatan; sesuai dengan kemampuan rata-rata yang dimilki oleh
perawat dengan kategori keperawatan yang sama; dengan sarana dan upaya
yang wajar sesuai dengan tujuan kongkret upaya pelayanan yang
dilakukan. Dengan demikian, manakala perawat telah berupaya dengan
sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuannyadan pengalaman rata-rata
seorang perawat dengan kualifikasi yang sama, maka dia telah bekerja
dengan memenuhi standar profesi.
5
Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa
pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
b. UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan
tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter
gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau
tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi
dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan
apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn
kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak
mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan
pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana
keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang
secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung
pada tenaga kesehatan lainnya.
c. UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib keja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3
tahun. Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga
kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai
negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan
terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan
pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga
tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen
calon pesrta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib
kerja dll. Yang perlu diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan
sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter,
sehingga dari aspek propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari
kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
d. SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan
(termasuk bidan) dan paramedic non keperawata. Dari aspek hukum, sartu hal
yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga
termasuk kategori tenaga keperawatan.
e. Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
6
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawatan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan
praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan.
Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan
dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan
kurang relevan atau adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain
perawat diizinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak
perawat harus menggantikan atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk
mengobati penyakit terutam dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal
tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan
dirumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat
dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan untuk benar-benar melakuan
nursing care.
f. SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,
tanggal 4 Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan
system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya
atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit
tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang
kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I
Keperawatan.System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya
dan tidak tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya.
g. UU kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan
termasuk praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan
tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan
hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.Beberapa pernyataan UU
kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU praaktik
keperawatan adalah :
1. Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
dan ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
2. Pasal 53 ayat I
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesui dengan profesinya.
3. Pasal 53 ayat 2
7
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari klien/pasien perlu
ditetapkan dengan jelas apa hak dan kewajiban serta kewenangan perawat agar tidak
terjadi kesalahan dalam melakukan tugasnya.
Sebagai bagian dari profesi kesehatan , perawat hemdak tidak takut lagi untuk
melakukan tindakan karena sekarang sudah ada UU keperawatan.
B. Saran
1. Sebagai seorang perawat hendaknya mengetahui dengan jelas hak dan kewajiban
serta kewenangannya
2. Sebagai seorang perawat hendaknya tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat
hukum sebagai dasar pemahaman terhadap harapan masyarakat pada penyenggara
pelayanan keperawatan yang profesional
10
DAFTAR PUSTAKA
http://rahmaniarjasan.blogspot.com/2017/02/makalah-perlindungan-hukum-dalam.ht
ml
https://azharnasri.blogspot.com/2015/12/makalah-perlindungan-hukum-praktek.html
11