Tutorial Blok Neuro
Tutorial Blok Neuro
Tutorial Blok Neuro
1. EPILEPSI
A. Definisi
Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus ≥2 dengan interval >24 jam antara
serangan pertama dan berikutnya dan jarak antar serangan <1 tahun.
B. Epidemiologi
- Insiden epilepsi tertinggi pada usia dini, menurun pada dewasa muda, dan
meningkat pada usia lanjut (Hausen dan Nelson, 2013).
- Diperkirakan terdapat 50 juta orang di seluruh dunia yang menderita epilepsi
(WHO 2012).
- Secara umum diperkirakan terdapat 2,4 juta pasien yang didiagnosis epilepsi
setiap tahunnya.
C. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari International League Against Epilepsy (ILAE) :
1. Serangan parsial (fokal, lokal, kesadaran tak berubah)
a. Serangan parsial sederhana (kesadaran tetap baik)
- Dengan gejala motorik
- Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
- Dengan gejala autonom
- Dengan gejala psikis
b. Serangan parsial kompleks (kesadaran menurun)
- Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang ke penurunan kesadarann
a) Tanpa gambaran gambaran lainnya
b) Dengan gambaran seperti a1-4
c) Dengan automatisme
- Dengan penurunan kesadaran sejak awitan
a) Tanpa gambaran gambaran lainnya
b) Dengan gambaran seperti a1-4
c) Dengan automatisme
2. Serangan umum (konvulsif atau non-konvulsif)
a. 1. Absence
2. Absence tak khas
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
D. Etiologi
Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Epilepsi idiopatik
Penyebab tidak diketahui
Meliputi ±50% dari penderita epilepsi pada anak dan umumnya ada
presdisposisi genetik
Awitan biasanya pada usia >3 tahun.
2. Epilepsi simptomatik
Disebabkan oleh kelainan atau lesi pada susunan saraf pusat misalnya post
trauma kapitis, infeksi SSP, gangguan metabolik, malformasi otak kongenital,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), kelainan
neurodegeneratif, dan lainnya.
3. Epilepsi kriptogenik
Dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui termasuk disini
Sindrom West, Sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
E. Patofisiologi
Multifaktorial (misalnya keadaan patologis)
↓
Mengganggu fungsi membran neuron
↓
Membran mudah dilampaui oleh Ca dan Na dari ekstrasel ke intrasel
↓
Influx Ca ke membran
↓
Mencetuskan letupan depolarisasi muatan listrik yang berlebihan, tidak teratur, dan
tidak terkendali
↓
Menjadi dasar serangan epilepsi
↓
Serangan akan berhenti karena pengaruh proses inhibisi
↓
Sistem inhibisi pra dan post sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus melepas muatan
↓
Serangan epilepsi berhenti
↑
Keadaan lain seperti : kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak seperti O2, ATP, kreatin fosfat, dan neurotransmitter.
2. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar otak atau kedua
hemisfer otak. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya menurun.
a. Kejang absans
Hilangnya kesadaran (beberapa detik) dan mendadak disertai amnesia.
Serangan tersebut tanpa peringatan seperti aura atau halusinasi sehingga sering
tidak terdeteksi.
b. Kejang atonik
Pada kejang tipe ini, terjadi kehilangan tonus yang mendadak dan biasanya
total pada otot anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat
singkat atau lebih lama.
c. Kejang mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat.
Kejang dapat terjadi tunggal atau berulang.
d. Kejang tonik-klonik (Grand mal)
Pada kejang tipe ini, terjadi kehilangan kesadaran dengan cepat dan total.
Kontraksi menetap dan masif di seluruh otot dan mata mengalami deviasi ke
atas. Terdapat dua fase yaitu fase tonik dengan durasi 10-20 detik diikuti fase
klonik dengan durasi sekitar 30 detik. Selama fase tonik akan tampak jelas
fenomena otonom seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan
denyut jantung.
e. Kejang klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik tetapi durasi terjadi
lebih lama dan biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Dikarenakan kaku pada otot
tersebut, penderita sering jatuh karena hilang keseimbangan.
G. Diagnosis
1. Anamnesis (baik auto maupun alloanamnesis)
- Pola atau bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada atau tidaknya penyakit yang diderita sekarang
- Usia saat terjadinya serangan pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya
- Riwayat epilepsi dalam keluarga.
3. Elektroensefalografi (EEG)
- Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada
semua pasien epilepsi untuk menegakkan diagnosis, tetapi bukan sebagai gold
standard.
- Hasil EEG akan bermakna jika didukung oleh klinis.
4. Pemeriksaan radiologis
Dua pemeriksaan yang sering dilakukan yaitu CT Scan dan MRI, yang mana MRI
lebih sensitif dan secara anatomis akan tampak lebih rinci.
H. Tatalaksana
Tatalaksana farmakoteurapetik bersifat jangka panjang.
Setiap memutuskan untuk memberikan OAE maka perhatikan :
- Risk-benefit ratio
- Penggunaan OAE harus sehemat mungkin dalam jangka waktu yang lebih
pendek
- Memilih obat yang paling spesifik untuk jenis serangan yang akan diobati.
Prinsip terapi :
- OAE mulai diberikan jika diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal
2 kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan dan
efek samping pengobatan
- Terapi dimulai dengan monoterapi
- Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping
- Bila dosis penggunaan maksimal OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
ditambah OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE
pertama diturunkan perlahan
- Penambahan OAE ketiga baru dilakukan jika terbukti dengan dosis maksimal
OAE kedua tidak dapat mengatasi bangkitan.
Prinsip mekanisme kerja OAE :
- Meningkatkan neurotransmitter inhibisi
- Menurunkan eksitasi melalui modifikasi konduksi ion Na, Ca, K, dan CL atau
aktivitas neurotransmitter.
a. Definisi
Status epileptikus adalah kondisi kejang berkepanjangan mewakili keadaan darurat
medis dan neurologis utama. International League Against Epilepsy mendefinisikan
status epileptikus sebagai aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus selama 30
menit atau lebih (Nia Kania,2007). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali
selama lima menit atau lebih, harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.
b. Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angk a
kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik u mum
yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Pada sepertiga kasus, status
epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi b
erulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya ka
rena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan. (Sisodiya S.M, Duncan J
2000) Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, teta pi
mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epilept ikus
kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bim odal
dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua. (Mardjono 2003)
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status Epileptikus dapat
dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua Status Epileptikus
kebanyakan sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung,
dementia. Pada Negara miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani d an
merupakan angka kejadian yang paling tinggi. (Oguni 2004).
c. Etiologi
1. Idiopatik epilepsi : biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang umum,
penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai inteligensi
normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi genetik. 2.
Kriptogenik epilepsi : Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui.
Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yang
mendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk disini adalah sindroma West,
Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa
ensefalopati difus. 3. Simptomatik epilepsi : Pada simptomatik terdapat lesi struktural
di otak yang mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi
susunan saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang di otak, gangguan
pembuluh darah diotak, toksik (alkohol, obat), gangguan metabolik dan kelainan
neurodegeneratif. (Kustiowati dkk 2003, Sirven, Ozuna 2005).
d. Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena pe
nanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya
status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan – area tertentudari
korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)- kat egori
utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi ata u non-
konvulsi. Tahun 1981 International League Against Epilepsy (ILAE) memb uat suatu
klasifikasi internasional mengenai kejang dan epilepsi yang membagi ke jang menjadi
2 golongan utama : serangan parsial (partial onset seizures) dan sera ngan umum
(generalized-onset seizures). Serangan parsial dimulai pada satu area fokal di korteks
serebri, sedangkan serangan umum dimulai secara simultan di ked ua hemisfer.
Serangan lain yang sulit digolongkan dalam satu kelompok dimasuk kan dalam
golongan tak terklasifikasikan (unclassified). ILAE kemudian membuat klasifikasi
yang diperbarui menggunakan diagnosis multiaksial pada tahun 1989, kemudian
disempurnakan lagi pada tahun 2001, namun klasifikasi tahun 1981 teta p masih
sering digunakan. (Kustiowati dkk 2003)
Serangan parsial (fokal) Serangan parsial sederhana (dengan gejala motorik, sensorik,
otonom, atau psikis) Serangan parsial kompleks Serangan parsial dengan generalisasi
sekunder Serangan umum Absens (petit mal) Tonik-klonik (Grand mal) Tonik Atonik
Mioklonik Serangan Epilepsi tak teklasifikasikan
Tabel 1. Klasifikasi ILAE 1981 (Nia Kania,2007)
e. Patofisiologi
Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan,
dan sinkron sehingga mengakibatkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik,
otonom atau fungsi kompleks (kognitif, emosional) secara lokal atau umum.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya
pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat
terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.
(Silbernagl S, Lang F. 2006)
e. Gambaran Klinis
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized
Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai,
hasil dari survei ditemukan kira-kira 44-74 %, tetapi bentuk yang lain dapat juga
terjadi.
g. Tatalaksana
Gangguan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku yang secara klinis bermakna dan
yang disertai penderitaan atau distress pada kebanyakan kasus dan berkaitan dengan
terganggunya fungsi atau disfungsi seseorang.
Klasifikasi adalah pengelompokan atau pembentukan kelas. Merupakan suatu fenomena yang
didapat dari penelitian secara kuantitatif dan dikelompokkan secara ilmiah. Diagnosis yang
benar dan baku didapat melalui terapi yang tepat, komunikasi antar medis yang antar pakar,
dan pengolahan data (statistik).
SEJARAH
Pada 500 tahun sebelum masehi, Hippocrates menemukan tentang mania dan hysteria.
Kemudian Emil Kraeplin dan Eugen Bleuler menemukan tentang psikosa organic, psikosa
endogen (patologi otak), kelainan kepribadian, dan keadaan reaktif.
Pada tahun 1963, WHO menyusun penggolongan gangguan jiwa. Pada tahun 1965,
disusunlah ICD-8 (International Classification of Diseases).
PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Pada tahun 1983-1993 menggunakan PPDGJ-1 atau sama dengan ICD-9 dan DSM III
HIERARKI
Pengertian urutan hierarkis disini adalah pada umumnya, gangguan-gangguan jiwa yang
secara hierarkis terletak dalam blok diurutan atas mempunyai lebih banyak unsur (gejala) dari
gangguan jiwa yang terletak dalam blok dibawahnya.
TUJUAN DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I
Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89,
F90-98, F99). Kondisi Lain yang Menjadi Focus Perhatian Klinis (tidak ada diagnosis
à Z03.2, diagnosis tertunda à R69)
Aksis II
Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptive, mekanisme
defensi maladaptif). Retardasi Mental (F70-79) (tidak ada diagnosis à Z03.2,
diagnosis tertunda à R46.8)
Aksis III
Kondisi Medik Umum
Aksis IV
Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan social, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial)
Aksis V
Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale).
Biasanya untuk fungsi psikologis, sosial dan okupasional.
HIERARKI DIAGNOSIS
Hierarki diagnosis merupakan cara yang sistematik untuk memastikan suatu diagnosis
gangguan jiwa. Bentuknya vertical yaitu dari atas yang bersifat organik kemudian ke bawah
yang bersifat non organik, berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan hierarki lebih
tinggi memiliki tanda dan gejala yang semakin luas.Dikotomi neurotik – psikotik tidak
digunakan lagi maka dari itu pengelompokan berdasarkan kesamaan tema/kemiripan
gambaran klinik.
AKSIS I
Gangguan Klinis (F00-09, F10-19, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89, F90-
98, F99)
Gangguan afektif adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa ansietas yang
menyertainya, atau ke arah elasi (suasana perasaan meningkat).
Manifestasi Klinis
Episode Manik
Pada kelompok ini terdapat afek yang meningkat, disertai peningkatan
dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik den mental, dalam berbagai derajat
keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama),
termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal.
Termasuk:
1. Hipomania
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan bertahan
melebihi siklotimia, serta tidak ada halusinasi atau waham,
Menimbulkan pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial.
2. Mania tanpa gejala psikotik
Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.
Perubahan afek harus disertai energi yang bertambah, sehingga terjadi
aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur
berkurang, ide-ide perihal kebesaran, dan terlalu optimistik.
3. Mania dengan gejala psikotik
Gambaran klinis lebih berat daripada mania tanpa gejala psikotik
Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran (delusion of persecution). Waham dan halusinasi
sesuai dengan keadaan afek tersebut.
Episode Depresi
Gejala utama:
a. Afek depresi
b. Kehilangan minat dan kegembiraan, serta
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Termasuk:
1. Episode depresi ringan
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
Tidak boleh ada gejala berat di antaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
2. Episode depresi sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan
urusan rumah tangga
3. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
3 gejala utama harus ada
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya
harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan banyak
gejalanya secara terperinci
Biasanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi bila
gejala amat berat dan muncul sangat cepat bisa kurang dari 2 minggu
Sangat tidak mungkin pasien mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas
4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik
Gejala seperti depresi berat tersebut di atas
Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau halusinasi olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau anjing
yang membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju kepada stupor.
Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya
beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu yang tak terbatas.
Penatalaksanaan
Prinsip umum:
o Keamanan pasien harus dijamin
o Pemeriksaan diagnostik yang lengkap harus dilakukan
o Rencana pengobatan harus disusun untuk mengatasi semua gejala yang diperkirakan
akan muncul
o Terapi harus menurunkan jumlah dan keparahan stresor pada pasien
o Strategi pengobatan harus disampaikan kepada keluarga pasien
o Pengobatan yang paling efektif adalah kombinasi farmakoterapi danpsikoterapi.
Indikasi rawat:
o Perlu prosedur diagnostik
o Ada risiko bunuh diri atau membunuh
o Ada penurunan kemampuan dasar yang jelas
o Riwayat gejala yang berkembang dengan pesat dan hancurnya sistem pendukung
pasien
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah terapi kognitif,
terapi interpersonal, dan terapi perilaku.
Manifestasi Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak terjadi kelainan yang
mendasari keluhannya.
6. F50-59 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor
Fisik
Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis,
1994).Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau
semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu
neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut
juga gangguan psikofisiologik.
7. F62-69 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa (kecuali gangguan kepribadian
khas, campuran dan lainnya yaitu F60-F61 yang dicatat pada Aksis II)
Hubungan interpersonal
merekaseringbermasalahkarnapermintaanmerekabahwasegalasesuatuharusdilakukand
engancara yang benar- tentunyadengancaramereka.
Individu dengan APD dapat dilihat melalui agresivitas, impulsif dan kepribadian yang
keras.Individu dengan APD dilaporkan memiliki gejala seperti membolos sekolah,
lari dari rumah, berbohong, membakar rumah dengan sengaja dan menghancurkan
properti pada remaja awal.
Individu dengan APD menunjukkan perilaku yang tidak bertanggung jawab, seperti
bekerja dengan tidak konsisten, tidak memenuhi peraturan, mudah meniru dan agresif
secara fisik, tidak mampu melunasi hutang, menjadi ceroboh dan impulsif, dan
mengabaikan rencana. Mereka menunjukkan pandangan yang kecil terhadap kejujuran
dan penyesalan terhadap apa yang mereka lakukan.
8. F80-89 Gangguan Perkembangan Psikologis
Kelompok gangguan ini ditandai oleh abnormalitas kualitatif dalam interaksi sosial dan
pola komunikasi, kecenderungan minat dan meskipun gambaran gerakan terbatas,
stereotiptik, berulang, abnormalitas kualitatif ini merupakan gambaran yang meluas
(pervasif) dari fungsi individu dalam segala situasi, meskipun dapat berbeda dalam
derajat keparahannya. Sering terdapat riwayat perkembangan yang abnormal sejak masa
bayi, kebanyakan kondisinya nyata dalam 5 tahun pertama. Dapat terjadi hendaya
kognitif umum tapi gangguannya batasan umum sebagai prilaku yang menyimpang dalam
hal hubungan dengan usia mental (tak peduli individu retardasi atau tidak).
9. F90-98 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan
Remaja
Dengan onset biasanya terjadi pada masa kanak dan remaja. Onset dini ditandai
gangguan-gangguan aktivitas&perhatian, gangguan perilaku, gangguan emosi termasuk
gangguan “tic”, enuresis-enkopresis, pika, gagap.
Aksis II
Aksis II merupakan klasifikasi dari gangguan kepribadian yaitu melibatkan kekakuan yang
berlebihan, terus menerus dan maladaptif dalam hal berhubungan dengan orang lain dan
penyesuaian terhadap permintaan eksternal. Misal: skizoid, paranoid, skizotipal, antisosial,
dsb.
Retardasi Mental melibatkan suatu perlambatan atau hendaya di dalam perkembangan
kemampuan intelektual dan adaptif
AKSIS III
Neoplasma adalah massa abnormal jaringan sebagai akibat dari neoplasia. Neoplasia adalah
proliferasi sel abnormal. Pertumbuhan sel melebihi, dan tidak terkoordinasi dengan jaringan
normal di sekitarnya. Pertumbuhan tetap dengan cara yang sama berlebihan bahkan setelah
penghentian rangsangan. Biasanya menyebabkan benjolan atau tumor. Neoplasms mungkin
jinak, pre-malignant atau ganas.
Bab III D50-D53 Penyakit darah dan organ pembentukan darah & gangguan
tertentu yang menyangkut mekanisme kekebalan
1. Amenia
Penyakit yang disebabkan kekurangan sel darah merah atau sel darah merah
kekurangan homoglobin
2. Hemofilia
Penyakit yang disebabkan karena darah sukar membeku dan penyakit ini
biasanya turun menurun.
3. Varises
Penyakit yang diakibatkan oleh pembuluh darah kaki yang melebar karena
tekanan darah, sehingga fungsinya sedikit terganggu dan mengakibatkan
pembuluh darah jadi terlihat.
4. Leukemia
Penyakit yang disebabkan adanya kelebihan produksi sel darah putih.
Penyakit endokrin adalah penyakit yang pada umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan
dalam beberapa bagian dari sistem endokrin, yang terdiri dari kelenjar yang bertanggung
jawab untuk menciptakan dan mengatur hormon-hormon yang diperlukan untuk fungsi-
fungsi tubuh penting.
Penyakit Sistem Saraf pada Manusia : Gangguan dan Kelainan - Seperti halnya sistem tubuh
yang lain, sistem saraf juga dapat mengalami kelainan atau kerusakan sel sehingga
tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
misalnya kecelakaan, makanan atau minuman seperti alkohol, virus, dan lain-lain.
Beberapa gangguan pada susunan saraf antara lain sebagai berikut.
1.osteoporosis
2.osteomalacia
3.scoliosis
4.osteomielitis
5.osteoarthtritis
6.rheumatoidarthtritis
7.spondylitis
8.kanker tulang
9.kelainan otot
10.amputasi
11.fraktur
12.sport injuries
13.strains
14.dislokasi dan sublukasi
· Uretra : saluran kecil yang berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh
Malformasi kongenital atau cacat lahir adalah suatu kelainan struktural, perilaku, faal, dan
metabolik yang terdapat pada waktu lahir. Cacat lahir merupakan penyebab kematian kelima,
kira-kira 21% dari semua kematian bayi, ilmu yang mempelajari sebab-sebab terjadinya
malformasi kongential adalah teratologi. Faktor penyebabnya adalah faktor lingkungan dan
faktor genetik.
Deformasi disebabkan oleh gaya-gaya mekanik dalam jangka waktu yang lama. Deformasi
sering kali mengenai sistem kerangka otot. Anomali ini dapat sembuh setelah lahir.
Bab XVIII R00-R99 Gejala, tanda & penentuan klinis & lab. Yg abnormal YTK
Bab XIX S00-T98 Cedera, keracunan & akibat yang tertentu dari kausa eksternal
Bab XXI Z00-Z99 Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan berhubungan
dengan pelayanan kesehatan Kecuali yang tercantum dalam lampiran PPDGJ-III
AKSIS IV
Pada aksis IV, para ahli mengelompokkan masalah psikososial yang dapat menyebabkan
penyakit mental, seperti :
-masalah pekerjaan
-masalah ekonomi
-kesulitan interpersonal
AKSIS V
Penilaian Fungsi secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)
Pada aksis V ini para ahli mengelompokkan fungsi adaptif seseorang kepada level-level
tertentu dalam sebuah Global Assesment of Functioning (GAF) scale. Skala ini digunakan
agar dapat melihat bagaimana hubungan sosial seseorang, fungsi pekerjaannya, serta
bagaimana seseoarng menggunakan waktu luangnya. . Aksis V ini yang nanti akan banyak
terjadi perubahannya pada DSM V.
Aksis V adalah skala penilaian secara global mencakup assessment menyeluruh tentang
fungsi psikologis sosial dan pekerjaan klien.
Adalah skala penilaian global terhadap fungsi-sering. Fungsional diartikan sebagai kesatuan
dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi pekerjaan, fungsi psikologis. Fungsi berupa
skala dengan 100 poin. 100 mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang.
Pasien yang memiliki tingkat fungsional tertinggi sebelum suatu episodepenyakit biasanya
mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat
fungsioal rendah. Digunakan juga untuk mengindikasikan taraf keberfungsian tertinggi yang
mungkin dicapai selama beberapa bulan pada tahun sebelumnya.
91-100 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
81-90 : gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
71-80 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial
61-70 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
baik
51-60 : gejala dan disabilitas sedang
41-50 : gejala dan disabilitas berat
31-40 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi
21-30 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam
hampir semua bidang
11-20 : bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi
dan mengurus diri
01-10 : persisten dan lebih serius
0 : informasi tidak adekuat
Struktur Klasifikasi PPDGJ-III
informasi Gangguan F0 Gangguan Mental Organik F00-F03 Demensia
tidak adekuat organik dan termasuk Gangguan Mental F04-F07, F09 Sindrom Amnesik dan Gangguan Mental Organik
Gangguan simtomatik Simptomatik
mental Gangguan F1 Gangguan Mental dan Perilaku F10 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
organik akibat alkohol Akibat Penggunaan Alkohol dan F11, F12, F14 Gangguan mental dan perilaku akibat pengunaan
dan obat/zat Zat Psikotif Lainnya opioida/kanabinoida/kokain
F13, F15, F16 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau
hipnotika/stimulansia lain/halusinogenika
F17, F18, F19 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
tembakau/pelarut yang mudah menguap/zat multipel dan zat psikoaktif lainnya
Gangguan Skizofrenia dan F2 Skizofrenia, Gangguan F20, F21. F23 Skizofrenia, gangguan skizotipal, psikotik akut dan sementara
mental gangguan yang Skizotipal dan Gangguan Waham F22, F24 Gangguan waham menetap, gangguan waham terinduksi
psikotik terkait F25 Gangguan Skizoafektif
F28, F29 Gangguan Psikoaktif non organik lainnya, atau YTT (yang tidak
tergolongkan)
Gangguan F3 Gangguan Suasana Perasaan F30, F31 Episode manik, gangguan afektif bipolar
afektif (Mood [Afektif]) F 32-F39 Episode depresif, gangguan depresit berulang, gangguan suasana
perasaan (mood/afektif) menetap/lainnya/YTT
Gangguan Gangguan F4 Gangguan neurotik, Gangguan F40, F41 Gangguan anxietas fobik atau lainnya
neurotik dan neurotik Somatotrof, dan Gangguan Terkait F42 Gangguan obsesif kompulsif
gangguan Stress F43, F45, F48 reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian, gangguan
kepribadian somatoform, gangguan neurotik lainnya
F44 Gangguan disosiatif (konversi)
Gangguan F5 Sindrom Perilaku yang F50-F55, F59 Gangguan makan, Gangguan tidur, disfungsi seksual atau
kepribadian dan Berhubungan dengan Gangguan gangguan perilaku lainnya
perilaku masa Fisiologis dan Faktor Fisik
dewasa F6 Gangguan Kepribadian dan F60-F69 Gangguan kepribadian, gangguan kebiasaan dan impuls, gangguan
Perilaku Masa Dewasa identitas atau prefensi seksual
Gangguan Retardasi F7 Retardasi Mental F70-F79 Retardasi mental
masa kanak, mental
remaja, dan Gangguan masa F8 Gangguan Perkembangan F80-F89 Gangguan perkembangan psikologis
perkemabanga kanak, remaja, Psikologis
n dan F9 Gangguan Perilaku dan F90-F98 Gangguan hiperkinetik, gangguan tingkah laku, gangguan emosional
perkembangan Emosional dengan Onset Biasanya atau fungsi sosial khas, gangguan “Tic” atau gangguan perilaku dan emosional
Pada Masa Kanak dan Remaja lainnya
STRUKTUR KLASIFIKASI ICD-10 TENTANG GANGGUAN JIWA DAN PERILAKU
F9 Gangguan perilkaku
dan emosional dengan
onset pada masa kanak
dan remaja
Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa
Hal ini tidak ada penjelasan khusus pada DSM IV, akan tetapi ada bagiannya sendiri dalam
PPDGJ II. Dari sumber lain didapatkan penjelasan mengenai sindrom atau patologi terkait
budaya adalah sebagai berikut :
Awal terbentuknya culture bound syndrome-Stress budaya dapat dialami individu atau
kelompok dalam masyarakat, saat kebudayaan memberikan tekanan-tekanan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Seperti sebuah kebudayaan yang melalui aturan-aturan serta
sangsi-sangsinya membuat para penganutnya terikat kedalam dan tidak memungkinkan
penganutnya untuk bertindak di luar form baku yang telah ditetapkan. Dalam menghadapi stress,
individu selain mengerahkan pertahanan psikologis (psychological defenses), juga mengerahkan
pertahanan budayanya (culture defenses) yaitu dalam bentuk “sistem kepercayaan”, dalam upaya
adaptasinya. Misalnya, terbentuknya organisasi dari suku-budaya tertentu di kota-kota besar atau
timbulnya kelompok aliran agama dan kepercayaan baru, merupakan cara budaya untuk
menolong individu yang mengalami konflik dan stress. Adanya kepercayaan dan ritual budaya
untuk mengurangi ketegangan merupakan faktor penting dalam menentukan berapa besarnya
stress budaya tersebut. Jelaslah bahwa berbagai budaya menyokong atau memperkuat berbagai
corak psikopatologik dan menyediakan berbagai peranan untuk mengekspresikannya.
1. Perubahan budaya yang cepat dan penyakit kejiwaan kehilangan budaya lama, misalnya
pada urbanisasi dan modernisasi,
2. Kontak dan interaksi antar budaya, misalnya kawin antar suku, agama, ataupun
transmigrasi.
1. Kesurupan (umum)
Kesurupan berasal dari bahasa Jawa yang berarti kemasukan sesuatu hal yang gaib.
Kesurupan memang selalu dikaitkan dengan fenomena gaib, yaitu seseorang yang kerasukan
makhluk halus sehingga manusia yang kerasukan mempunyai kepribadian ganda dan mulai
berbicara sebagai individu lain. Menurut ilmu medis modern, kondisi ini adalah suatu keadaan
perubahan kesadaran yang disertai tanda–tanda yang tergolong dalam gangguan disosiatif atau
kepribadian ganda atau dapat pula merupakan gejala serangan akut dari gangguan psikotik
schizophreniform. Masyarakat JawaTimur misalnya selalu menggunakan bantuan para dukun
atau kyai dalam mengobati seseorang yang kesurupan.
2. Bebainan (Bali)
Bebainan adalah kemasukkan “bebai“, yaitu roh yang dapat menguasai manusia,
menyakiti, atau membunuh. Bebai diperoleh dengan pemeliharaan dari kecil sampai dewasa,
kemudian siap dipakai oleh yang memelihara. Yang dapat mengobati bebainan adalah “balian“
(dukun). Gejalanya adalah perubahan kesadaran, tingkah laku agitatif yang terjadi mendadak,
disertai kebingungan, halusinasi dan gejolak emosi. Episode ini cepat menghilang dan disertai
periode amnesia.
Contoh penelitian mengenai bebainan ini adalah dari Suryani (1981) mengenai fenomena
bebainan di beberapa desa di Bali. Suryani melaporkan bahwa lebih sering wanita usia muda
atau belum kawin pernah mengalami bebainan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hari raya Bali
dan stress emosional.
Cekik adalah suatu histeria konversi dengan kejang–kejang seluruh badan dan kesadaran
menurun, sebelum jatuh kejang selalu menunjukkan seperti orang tercekik lehernya. Sebagian
besar mengalami halusinasi visual menjelang atau saat serangan. Terjadi di desa Babalan,
kecamatan Wedung, kabupaten Demak, Jawa Tengah, pada setiap tahun dalam bulan puasa
menjelang lebaran. Santoso dan Pranowo menyebutnya sebagai “sindroma tekak“. Contoh
penelitian mengenai cekik ini adalah penelitian Sumitro (1981) di desa Babalan, dan melaporkan
bahwa wanita lebih sering mengalami cekik dari pada pria, hampir merata pada umur dewasa,
tingkat pendidikan dan sosial-ekonomi rendah, serta berhubungan dengan kepercayaan mistik
bahwa roh halus akan mengambil orang-orang tertentu di desa. Ternyata epidemi ini hilang
dengan sendirinya sesudah bulan Puasa terlewati.
Masyarakat lokal Demak manganalisa fenomena cekik sebagai gangguan dari hantu cekik
yang muncul setahun sekali. Analisa tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat
akan penyakit-penyakit gangguan kejiwaan akibat budaya.
Koro adalah sindroma anxietas yang mendadak sampai dengan panik disebabkan oleh
adanya waham bahwa alat kelaminnya akan mengkerut masuk dan menghilang ke dalam
tubuhnya sehingga dirinya akan mati, pada umumnya terjadi pada laki–laki. Orang itu berusaha
mencegah dengan cara memegang erat– erat alat kelaminnya atau mengikat dengan tali, kalau
perlu minta bantuan orang lain memegang alat kelaminnya secara terus menerus. Dalam keadaan
koro, orang–orang jenis kelamin berlawanan dilarang berada di sekitar pasien, oleh karena dapat
menyebabkan kematiannya. Serangan ini pada suatu saat dapat menghilang sendiri dan
pasienpun menjadi tenang kembali.
5. Amok
Amok terjadi pada suatu episode tunggal dimana terdapat kegagalan menekan impuls
atau rangsangan, yang mengakibatkan suatu tindak kekerasan yang ditujukan ke luar dirinya
sehingga mengakibatkan malapetaka bagi orang lain. Derajat tindak kekerasan yang terjadi
sangat hebat bila dibandingkan dengan stressor psikososial yang mendahuluinya. Setelah episode
itu selesai, pasien tenang kembali dan menyesal. Ia mengalami amnesia tentang sebagian atau
seluruh perbuatannya itu.
6. Latah (Umum)
Latah adalah suatu keadaan yang sering timbul pada wanita setengah tua, tidak bersuami
yang biasanya berasal dari kalangan rendah dengan kehidupan dan cara berpikir yang sederhana,
gejalanya sering diawali dengan mimpi–mimpi tentang alat kelamin laki–laki atau sesuatu yang
melambangkan alat kelamin yang bergantungan di dinding atau di dalam kamar tidurnya, dan
apabila ia dikagetkan oleh suara atau gerakan ia segera bereaksi koprolalia, echolalia atau
echopraxia (hiper sugestibilitas). Setelah episode ini berakhir, ia merasa malu, menyesal dan
minta maaf atau menyalahkan orang yang telah mengejutkan dirinya. Oleh masyarakat keadaan
ini tidak dianggap sebagai gangguan jiwa dan terbanyak terdapat di pulau Jawa.
Latah sendiri juga bisa terjadi dengan sengaja, saat seseorang ingin eksistensinya diakui
di masyarakat, dia berpura-pura menjadi seorang yang latah saat dikejutkan agar dilabeli sebagai
orang yang lucu dan gaul. Saat kejadian tersebut berlangsung kontinum, maka latah dalam arti
penyakit kejiwaan yang asli akan timbul dalam individu tersebut.
Gemblakan adalah suatu aktivitas homoseksual di kalangan pemuda yang diterima oleh
tradisi masyarakat setempat di Ponorogo, Jawa Timur. Aktivitas ini akan berakhir setelah mereka
kawin. Contoh penelitian mengenai gemblakan adalah dari Yusuf dan Husodo (1982) di desa
Bancar, Kabupaten Ponorogo. Mereka menemukan bahwa gemblakan tersebut mempunyai
dampak positif dalam masyarakat, dengan timbulnya rasa kekeluargaan dan gotong royong.
Karena orang yang melakukan gemblakan biasanya orang-orang berpengaruh di kampung
setempat, sehingga yang di gemblak merasa bangga.