Tutorial Blok Neuro

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

STEP 6 : Pembahasan Learning Objective

1. EPILEPSI
A. Definisi
Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus ≥2 dengan interval >24 jam antara
serangan pertama dan berikutnya dan jarak antar serangan <1 tahun.

B. Epidemiologi
- Insiden epilepsi tertinggi pada usia dini, menurun pada dewasa muda, dan
meningkat pada usia lanjut (Hausen dan Nelson, 2013).
- Diperkirakan terdapat 50 juta orang di seluruh dunia yang menderita epilepsi
(WHO 2012).
- Secara umum diperkirakan terdapat 2,4 juta pasien yang didiagnosis epilepsi
setiap tahunnya.

C. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari International League Against Epilepsy (ILAE) :
1. Serangan parsial (fokal, lokal, kesadaran tak berubah)
a. Serangan parsial sederhana (kesadaran tetap baik)
- Dengan gejala motorik
- Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
- Dengan gejala autonom
- Dengan gejala psikis
b. Serangan parsial kompleks (kesadaran menurun)
- Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang ke penurunan kesadarann
a) Tanpa gambaran gambaran lainnya
b) Dengan gambaran seperti a1-4
c) Dengan automatisme
- Dengan penurunan kesadaran sejak awitan
a) Tanpa gambaran gambaran lainnya
b) Dengan gambaran seperti a1-4
c) Dengan automatisme
2. Serangan umum (konvulsif atau non-konvulsif)
a. 1. Absence
2. Absence tak khas
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik

3. Serangan epilepsi tak terklasifikasikan

D. Etiologi
Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Epilepsi idiopatik
 Penyebab tidak diketahui
 Meliputi ±50% dari penderita epilepsi pada anak dan umumnya ada
presdisposisi genetik
 Awitan biasanya pada usia >3 tahun.

2. Epilepsi simptomatik
 Disebabkan oleh kelainan atau lesi pada susunan saraf pusat misalnya post
trauma kapitis, infeksi SSP, gangguan metabolik, malformasi otak kongenital,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), kelainan
neurodegeneratif, dan lainnya.

3. Epilepsi kriptogenik
 Dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui termasuk disini
Sindrom West, Sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.

E. Patofisiologi
Multifaktorial (misalnya keadaan patologis)

Mengganggu fungsi membran neuron

Membran mudah dilampaui oleh Ca dan Na dari ekstrasel ke intrasel

Influx Ca ke membran

Mencetuskan letupan depolarisasi muatan listrik yang berlebihan, tidak teratur, dan
tidak terkendali

Menjadi dasar serangan epilepsi

Serangan akan berhenti karena pengaruh proses inhibisi

Sistem inhibisi pra dan post sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus melepas muatan

Serangan epilepsi berhenti

Keadaan lain seperti : kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak seperti O2, ATP, kreatin fosfat, dan neurotransmitter.

F. Gejala dan tanda


Dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi
1. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil ota atau satu
hemisfer otak. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran
penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial simpleks :
- Kejang motorik fokal
- Fenomena halusinatorik, psikoilusi, atau emosional kompleks
- Kesadaran penderita tetap baik
- Pasien dapat merasakan “dejavu” seakan-akan pernah melakukan sesuatu
yang sama sebelumnya
- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik, atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubuh tertentu
- Adanya gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

b. Kejang parsial kompleks


Serangan mengenai bagian otak yang lebih luas dan bertahan cukup lama.
Paling khas pada kejang parsial kompleks adalah adanya penurunan kesadaran
(pasien sadar sebagian, kemungkinan besar tidak akan ingat waktu serangan).
Gejala meliputi :
- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya atau berjalan berkeliling seperti
orang bingung
- Bicara tidak jelas seperti menggumam.

2. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar otak atau kedua
hemisfer otak. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya menurun.
a. Kejang absans
Hilangnya kesadaran (beberapa detik) dan mendadak disertai amnesia.
Serangan tersebut tanpa peringatan seperti aura atau halusinasi sehingga sering
tidak terdeteksi.
b. Kejang atonik
Pada kejang tipe ini, terjadi kehilangan tonus yang mendadak dan biasanya
total pada otot anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat
singkat atau lebih lama.
c. Kejang mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat.
Kejang dapat terjadi tunggal atau berulang.
d. Kejang tonik-klonik (Grand mal)
Pada kejang tipe ini, terjadi kehilangan kesadaran dengan cepat dan total.
Kontraksi menetap dan masif di seluruh otot dan mata mengalami deviasi ke
atas. Terdapat dua fase yaitu fase tonik dengan durasi 10-20 detik diikuti fase
klonik dengan durasi sekitar 30 detik. Selama fase tonik akan tampak jelas
fenomena otonom seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan
denyut jantung.
e. Kejang klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik tetapi durasi terjadi
lebih lama dan biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Dikarenakan kaku pada otot
tersebut, penderita sering jatuh karena hilang keseimbangan.

G. Diagnosis
1. Anamnesis (baik auto maupun alloanamnesis)
- Pola atau bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada atau tidaknya penyakit yang diderita sekarang
- Usia saat terjadinya serangan pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya
- Riwayat epilepsi dalam keluarga.

2. Pemeriksaan fisik dan neurologis


- Dapat dilihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi seperti trauma kepala, gangguan kongenital, gangguan neurologis fokal
atau difus, maupun infeksi telinga dan sinus
- Untuk penderita anak : perhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, dan perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan
awal gangguan perhubungan otak unilateral.

3. Elektroensefalografi (EEG)
- Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada
semua pasien epilepsi untuk menegakkan diagnosis, tetapi bukan sebagai gold
standard.
- Hasil EEG akan bermakna jika didukung oleh klinis.

4. Pemeriksaan radiologis
Dua pemeriksaan yang sering dilakukan yaitu CT Scan dan MRI, yang mana MRI
lebih sensitif dan secara anatomis akan tampak lebih rinci.

H. Tatalaksana
 Tatalaksana farmakoteurapetik bersifat jangka panjang.
 Setiap memutuskan untuk memberikan OAE maka perhatikan :
- Risk-benefit ratio
- Penggunaan OAE harus sehemat mungkin dalam jangka waktu yang lebih
pendek
- Memilih obat yang paling spesifik untuk jenis serangan yang akan diobati.
 Prinsip terapi :
- OAE mulai diberikan jika diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal
2 kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan dan
efek samping pengobatan
- Terapi dimulai dengan monoterapi
- Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping
- Bila dosis penggunaan maksimal OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
ditambah OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE
pertama diturunkan perlahan
- Penambahan OAE ketiga baru dilakukan jika terbukti dengan dosis maksimal
OAE kedua tidak dapat mengatasi bangkitan.
 Prinsip mekanisme kerja OAE :
- Meningkatkan neurotransmitter inhibisi
- Menurunkan eksitasi melalui modifikasi konduksi ion Na, Ca, K, dan CL atau
aktivitas neurotransmitter.

Data farmakologik OAE yang biasa dipergunakan di klinik


Nama obat Jenis Dosis Kadar Waktu Efek samping
serangan mg/kg/hari dalam paruh
serum: (jam)
ug/ml
Fenobarbital P & KU 2-4 15-40 96 Mengantuk,
hiperaktivitas,
bingung, perubahan
perasaan hati
Fenitoin P & KU 3-8 10-30 24 Ataksia, ruam kulit,
perubahan kosmetika,
hiperplasi gingiva,
osteomalasia
Karbamazepin P & KU 15-25 8-12 12 Ataksia, gangguan
gastrointestinal,
pandangan kabur,
gangguan fungsi
hepar, perubahan
darah
Valproat Semua 15-60 50-100 14 Gangguan
gastrointestinal,
hepatitis, diskrasia
darah, ataksia,
alopesia, mengantuk
Klonazepam A&M 0.03-0.30 0.01- 30 Mengantuk, gangguan
0.05 gastrointestinal,
diskrasia darah, ruam
kulit, pengeluaran air
liur
Primidon P & KU 10-20 5-15 12 Mengantuk,
hiperaktivitas,
perubahan perasaan
hati

P = parsial, KU = kejang umum, A = absence, M = mioklonik


2. STATUS EPILEPTIKUS

a. Definisi
Status epileptikus adalah kondisi kejang berkepanjangan mewakili keadaan darurat
medis dan neurologis utama. International League Against Epilepsy mendefinisikan
status epileptikus sebagai aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus selama 30
menit atau lebih (Nia Kania,2007). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali
selama lima menit atau lebih, harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.

b. Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angk a
kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik u mum
yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Pada sepertiga kasus, status
epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang mengalami epilepsi b
erulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya ka
rena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan. (Sisodiya S.M, Duncan J
2000) Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, teta pi
mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epilept ikus
kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi bim odal
dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua. (Mardjono 2003)
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status Epileptikus dapat
dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua Status Epileptikus
kebanyakan sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung,
dementia. Pada Negara miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani d an
merupakan angka kejadian yang paling tinggi. (Oguni 2004).

c. Etiologi
1. Idiopatik epilepsi : biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang umum,
penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai inteligensi
normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi genetik. 2.
Kriptogenik epilepsi : Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui.
Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yang
mendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk disini adalah sindroma West,
Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa
ensefalopati difus. 3. Simptomatik epilepsi : Pada simptomatik terdapat lesi struktural
di otak yang mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi
susunan saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang di otak, gangguan
pembuluh darah diotak, toksik (alkohol, obat), gangguan metabolik dan kelainan
neurodegeneratif. (Kustiowati dkk 2003, Sirven, Ozuna 2005).

d. Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena pe
nanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya
status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan – area tertentudari
korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)- kat egori
utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi ata u non-
konvulsi. Tahun 1981 International League Against Epilepsy (ILAE) memb uat suatu
klasifikasi internasional mengenai kejang dan epilepsi yang membagi ke jang menjadi
2 golongan utama : serangan parsial (partial onset seizures) dan sera ngan umum
(generalized-onset seizures). Serangan parsial dimulai pada satu area fokal di korteks
serebri, sedangkan serangan umum dimulai secara simultan di ked ua hemisfer.
Serangan lain yang sulit digolongkan dalam satu kelompok dimasuk kan dalam
golongan tak terklasifikasikan (unclassified). ILAE kemudian membuat klasifikasi
yang diperbarui menggunakan diagnosis multiaksial pada tahun 1989, kemudian
disempurnakan lagi pada tahun 2001, namun klasifikasi tahun 1981 teta p masih
sering digunakan. (Kustiowati dkk 2003)
Serangan parsial (fokal) Serangan parsial sederhana (dengan gejala motorik, sensorik,
otonom, atau psikis) Serangan parsial kompleks Serangan parsial dengan generalisasi
sekunder Serangan umum Absens (petit mal) Tonik-klonik (Grand mal) Tonik Atonik
Mioklonik Serangan Epilepsi tak teklasifikasikan
Tabel 1. Klasifikasi ILAE 1981 (Nia Kania,2007)

e. Patofisiologi
Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan,
dan sinkron sehingga mengakibatkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik,
otonom atau fungsi kompleks (kognitif, emosional) secara lokal atau umum.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya
pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat
terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.
(Silbernagl S, Lang F. 2006)

e. Gambaran Klinis
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized
Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai,
hasil dari survei ditemukan kira-kira 44-74 %, tetapi bentuk yang lain dapat juga
terjadi.
g. Tatalaksana

3. KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA DAN DIAGNOSA MULTIAKSIAL

Gangguan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku yang secara klinis bermakna dan
yang disertai penderitaan atau distress pada kebanyakan kasus dan berkaitan dengan
terganggunya fungsi atau disfungsi seseorang.

Klasifikasi adalah pengelompokan atau pembentukan kelas. Merupakan suatu fenomena yang
didapat dari penelitian secara kuantitatif dan dikelompokkan secara ilmiah. Diagnosis yang
benar dan baku didapat melalui terapi yang tepat, komunikasi antar medis yang antar pakar,
dan pengolahan data (statistik).

SEJARAH

Pada 500 tahun sebelum masehi, Hippocrates menemukan tentang mania dan hysteria.
Kemudian Emil Kraeplin dan Eugen Bleuler menemukan tentang psikosa organic, psikosa
endogen (patologi otak), kelainan kepribadian, dan keadaan reaktif.

Pada tahun 1963, WHO menyusun penggolongan gangguan jiwa. Pada tahun 1965,
disusunlah ICD-8 (International Classification of Diseases).

PERKEMBANGAN DI INDONESIA

 Pada tahun 1973-1983 menggunakan PPDGJ-1 (Pedoman Penggolongan dan


Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) atau sama dengan ICD-8 (International
Classification of Diseases)

 Pada tahun 1983-1993 menggunakan PPDGJ-1 atau sama dengan ICD-9 dan DSM III

 Pada tahun 1994-2004 menggunakan PPDGJ-1 atau sama dengan ICD-10

HIERARKI

WHO mengelompokkan gangguan-gangguan jiwa dalam blok-blok tertentu berdasarkan


adanya persamaan deskriptif dan meletakkan blok-blok tersebut berdasarkan suatu urutan
hierarkis.

Pengertian urutan hierarkis disini adalah pada umumnya, gangguan-gangguan jiwa yang
secara hierarkis terletak dalam blok diurutan atas mempunyai lebih banyak unsur (gejala) dari
gangguan jiwa yang terletak dalam blok dibawahnya.
TUJUAN DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

 Adanya aspek klinis, kepribadian dan psikososial.


 Dimuali dari PPDGJ - II
 Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan meramalkan
outcome
 Format mudah dan sistematik sehingga membantu menata dan
mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan
menggambarkan heterogenitas individu dengan diagnosis yang sama
 Penggunaan model bio-psiko-sosial

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

 Aksis I
Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89,
F90-98, F99). Kondisi Lain yang Menjadi Focus Perhatian Klinis (tidak ada diagnosis
à Z03.2, diagnosis tertunda à R69)

 Aksis II
Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptive, mekanisme
defensi maladaptif). Retardasi Mental (F70-79) (tidak ada diagnosis à Z03.2,
diagnosis tertunda à R46.8)

 Aksis III
Kondisi Medik Umum

 Aksis IV
Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan social, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial)

 Aksis V
Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale).
Biasanya untuk fungsi psikologis, sosial dan okupasional.
HIERARKI DIAGNOSIS

Hierarki diagnosis merupakan cara yang sistematik untuk memastikan suatu diagnosis
gangguan jiwa. Bentuknya vertical yaitu dari atas yang bersifat organik kemudian ke bawah
yang bersifat non organik, berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan hierarki lebih
tinggi memiliki tanda dan gejala yang semakin luas.Dikotomi neurotik – psikotik tidak
digunakan lagi maka dari itu pengelompokan berdasarkan kesamaan tema/kemiripan
gambaran klinik.

AKSIS I

Gangguan Klinis (F00-09, F10-19, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89, F90-
98, F99)

1. F00-F09 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan MentalSimtomatik


2. F10-19 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif
Lainnya
3. F20-29 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham (kecuali gangguan
kebribadian skizotipal yaitu F21 yang harus dicatat pada aksis II):
Dalam kelompok ini tercakup gangguan jiwa yg dimasa lalu digolongkan sebagai gangguan
psikotik Skizofrenia dan gangguan waham (paranoid) merupakan bagian utama gangguan
skizotipal yang dalam PPDGJ II masuk kedalam gangguan kepribadian.
4. F30-39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif])

Gangguan afektif adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa ansietas yang
menyertainya, atau ke arah elasi (suasana perasaan meningkat).

Gangguan afektif dibedakan atas:Episode tunggal atau multipel


- Tingkat keparahan gejala
 Mania dengan gejala psikotik, mania tanpa gejala psikotik, hipomania
 Depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan gejala
psikotik
 Dengan atau tanpa gejala somatik
Etiologi
Dasar umum untuk gangguan ini tidak diketahui. Penyebabnya merupakan interaksi
antara faktor biologis, faktor genetik, dan faktor psikososial. Kelainan metabolit amin
biogenik seperti hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA),homovanillic acid (HVA), 3-
metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal
dilaporkan ditemukan pada pasien. Pola penurunan genetika terjadi melalui mekanisme
yang kompleks. Bukan hanya tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor psikososial,
namun faktor nongenetik mungkin memainkan peranan kausatif dalam perkembangan
gangguan ini pada sekurangnya beberapa orang pasien.

Manifestasi Klinis
 Episode Manik
Pada kelompok ini terdapat afek yang meningkat, disertai peningkatan
dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik den mental, dalam berbagai derajat
keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama),
termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal.
Termasuk:
1. Hipomania
 Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi atau
berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-kurangnya
beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan bertahan
melebihi siklotimia, serta tidak ada halusinasi atau waham,
 Menimbulkan pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial.
2. Mania tanpa gejala psikotik
 Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.
 Perubahan afek harus disertai energi yang bertambah, sehingga terjadi
aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur
berkurang, ide-ide perihal kebesaran, dan terlalu optimistik.
3. Mania dengan gejala psikotik
 Gambaran klinis lebih berat daripada mania tanpa gejala psikotik
 Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaran (delusion of persecution). Waham dan halusinasi
sesuai dengan keadaan afek tersebut.

Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan ini memiliki episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) di
mana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu. Pada waktu tertentu terdiri
dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania) dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi
dan aktivitas (depresi).
Yang khas biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode
manik biasanya mulai tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,
episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang berusia lanjut. Kedua macam
episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang
penuh stresatau trauma mental lain.

 Episode Depresi
Gejala utama:
a. Afek depresi
b. Kehilangan minat dan kegembiraan, serta
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Termasuk:
1. Episode depresi ringan
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
 Tidak boleh ada gejala berat di antaranya
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
 Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
2. Episode depresi sedang
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
 Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
 Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan
urusan rumah tangga
3. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
 3 gejala utama harus ada
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya
harus berintensitas berat
 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan banyak
gejalanya secara terperinci
 Biasanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi bila
gejala amat berat dan muncul sangat cepat bisa kurang dari 2 minggu
 Sangat tidak mungkin pasien mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas
4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik
 Gejala seperti depresi berat tersebut di atas

Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau halusinasi olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau anjing
yang membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju kepada stupor.

Gangguan Suasana Perasaan Menetap


1. Siklotimia
Ciri esensial adalah ketidakstabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi
banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, di antaranya tidak ada yang
cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria yang lain.
2. Distimia
Ciri esensial adalah afek depresi yang berlangsung cukup lama dan tidak pernah atau
jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguandepresi berulang ringan
atau sedang.

Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya
beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu yang tak terbatas.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Gangguan ini cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan mengalami
kekambuhan. Stresor kehidupan seringkali mendahului episode pertama
gangguan mood dibandingkan episode selanjutnya. Episode depresiyang tidak diobati
biasanya berlangsung selama 6-13 bulan, sedangkan bila diobati sekitar 3 bulan.
Sebagian pasien dengan diagnosis awal gangguandepresi berat menderita episode
manik 6-10 tahun setelah episode depresiawal. Gangguan depresi bukan merupakan
gangguan yang ringan, cenderung menjadi kronik, dan mengalami relaps. Prognosis
diperkirakan baik bila episode ringan, tidak ada gejala psikotik, dan tinggal di RS
dalam waktu singkat.

Penatalaksanaan
Prinsip umum:
o Keamanan pasien harus dijamin
o Pemeriksaan diagnostik yang lengkap harus dilakukan
o Rencana pengobatan harus disusun untuk mengatasi semua gejala yang diperkirakan
akan muncul
o Terapi harus menurunkan jumlah dan keparahan stresor pada pasien
o Strategi pengobatan harus disampaikan kepada keluarga pasien
o Pengobatan yang paling efektif adalah kombinasi farmakoterapi danpsikoterapi.

Indikasi rawat:
o Perlu prosedur diagnostik
o Ada risiko bunuh diri atau membunuh
o Ada penurunan kemampuan dasar yang jelas
o Riwayat gejala yang berkembang dengan pesat dan hancurnya sistem pendukung
pasien
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah terapi kognitif,
terapi interpersonal, dan terapi perilaku.

5. F40-49 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres

Gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stress, dikelompokkan


menjadi satu dengan alas an bahwa dalam sejarahnya aa hubungan dengan perkembangan
konsep neurosis dan berbagai kemungkinan penyebab psikologis (psychological
causation).
Konsep mengenai neurosis secara prinsip tidak lagi digunakan sebagai patokan dalam
pengaturan penggolongan, meskipun dalam beberapa hal masih diperhitungkan untuk
memudahkan bagi mereka yang terbiasa menggunakan istilah neurotik dalam
mengidentifikasi berbagai gangguan tersebut.
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di
mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.
Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikis di bawah sadar yang mempunyai tujuan
tertentu. Ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan
pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus
frontalis dan hemisfer nondominan.

Manifestasi Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak terjadi kelainan yang
mendasari keluhannya.

F40 Gangguan Anxietas Fobik


Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar indifidu itu
sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian itu tidak membahayakan. Kondisi lain (dari diri
individu itu sendiri) seperti perasaan takut akan adanya penyakit (nosofobia) dan ketakutan
akan perubahan bentuk badan (dismorfobia) yang tak realistic dimasukkan dalam klasifikasi
F45.2 (gangguan hipokondrik). Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau
dihadapi rasa terancam.
Secara subjektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbeda dari
anxietas yang lain dan dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang berat (serangan
panik).Anxietas fobik seringkali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode depresif
seringkali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudah ada sebelumnya. Beberapa
episode depresif dapat disertai anxietas fobik yang temporer, sebaliknya afek depresif
seringkali menyertai berbagai fobia., khususnya agarofobia. Pembuatan diagnosis tergantung
dari mana yang jelas-jelas timbullebih dahulu dan mana yang lebih dominan pada saat
pemeriksaan.
40.0 Agarofobia.
Pedoman Diagnostik
Semua Kriteria di bawah iniharus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
a) gejala psikosis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti
misalnya waham atu pikiran obsesif.
b) anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutamaterjadi dalam hubungan dengan
(setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang / keramaian, tempat umum,
bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri dan
c) menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita menjadi “house bound”)

Karakter kelima: F40.00= tanpa gangguan panik


F40.01= Dengan gangguan panik

F40.1 Fobia Sosial


Pedoman Diagnostik
· Semua Kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti:
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti
misalnya waham atu pikiran obsesif.
b) Anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi social tertentu
(outside the family circle); dan
c) Menghindari situasi fobik harus atau merupakan gejala yang menonjol.
· Bila terlalu sulit membedakan antara fobia social dengan agarofobia, hendaknya
diutamakan diagnosis agarofobia (F40.0)

F40.2 Fobia Khas (Terisolasi)


Pedoman Diagnostik
· Semua Kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnostik pasti:
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti
misalnya waham atu pikiran obsesif.
b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu ( highly
specific situation)
c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti agarofobia
dan fobia sosial.

F40.8 Gangguan anxietas Fobik lainnya


F40.9 Gangguan Anxietas Fobik YTT

F41 GANGGUAN ANXIETAS LAINNYA


Manifestasi anxietas merupakan gejala utama dan tidak terbatas (not restricted) pada
situasi lingkungan tertentu saja.Dapat disertai gejala-gejala depresif dan obsesif, bahkan
beberapa unsure dari anxietas fobik, asal saja jelas bersifat sekunder atau ringan.

F41.0 Gangguan Panik (anxietas paroksismal episodik)


Gangguan panic baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan ansietas fobik (F40.-)Untuk diagnostik pasti, harus ditemukan
adanya bebrapa kali serangan anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety)
dalam masa kira-kira satu bulan:
a) Pada keadaan-keadaan diman sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya;
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situation)
c) Dengan keadaan yang relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panic (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi
“anxietas antisipatorik”,yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu
yang mengkhawatirkan akan terjadi).

F41.1 Gangguan cemas menyeluruh.


Pedoman Diagnostik
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free
floating” atau “mengambang”). Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur
berikut:
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi dsb.);
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)

Pada anak-anak sering terliahat adanya kebutuhan berlebihan, untuk ditenangkan


(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic yang menonjol.Adanya gejala-gejala lain
yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan
diagnostikutama yakni gangguan anxietas menyeluru, selama hal tersebut tidak
memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik
(F40.-), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif-komfulsif (F42.-)

F41. 2 Gangguan campuran anxietas dan depresi


Pedoman diagnostik
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnostiktersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan
walaupun tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran
berlebihan.Bila ditemukan anietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguaqn anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnostiktersebut harus dikemukakan, dan diagnosis gangguan
campuran tidak dapat digunakan. Jika karena suatu hal hanya dapat dikemukakan datu
diagnostikmaka gangguan depresif harus diutamakan. Bila gejala-gejala tersebut
berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori
F43.2 gangguan penyesuaian.
F41.3 Gangguan Anxietas Campuran lainnya
Pedoman Diagnostik
Memenuhi criteria gangguan anxietas menyeluruh dan juga menunjukkan (meskipun
hanya dalam jangka waktu pendek) cirri-ciri yang menonjol dari kategori gangguan
F40-F49, akan tetapi tidak memenuhi kriterianya secara lengkap.
Bila gejala-gejala yang memenuhi criteria dari kelompok gangguan ini terjadi dalam
kaitan dengan perubahan atau stress kehidupan yang bermakna, maka dimasukkan
dalam kategori F43.2, gangguan penyesuaian.

F41.8 Gangguan Anxietas lainnya YTD

F41.9 gangguan anxietas YTT

6. F50-59 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor
Fisik
Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis,
1994).Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau
semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu
neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut
juga gangguan psikofisiologik.

7. F62-69 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa (kecuali gangguan kepribadian
khas, campuran dan lainnya yaitu F60-F61 yang dicatat pada Aksis II)

Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-


gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun
rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan
intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi.
Klasifikasi gangguan kepribadian:

o Obsessive Compulsive Personality Disorder


Seseorangdengan obsessive-compulsive personality disorder adalahseseorang yang
perfeksionis, asik dengan detail, peraturan, dan jadwal.

Hubungan interpersonal

merekaseringbermasalahkarnapermintaanmerekabahwasegalasesuatuharusdilakukand
engancara yang benar- tentunyadengancaramereka.

Obsessive-compulsive personality disorder adalahberbedadari OCD,


meskipunmemilikikesamaannama. Personality disorder
tidaktermasukgangguanobsesidan compulsive yang
mendefinisikankeduanya.Meskipundemikian, keduakondisiseringterjadi (Skodol,
Oldham, Hyler, et al, 1995). Dari personality disorder, salahsatu yang paling sering
comorbid dengan obsessive-compulsive personality disorder adalah avoidant
personality disorder.

o Narcissistic Personality Disorder


DSM-IV-TR DSM-V
 Pandanganberlebihterhadapkepentinganseseorang  Antagonis,
 Diikutidengan ___ dikarakteristi
 Meyakinibahwaseseorangituspesialdandapatdipahami kdengan
hanyadgn orang dengan status lebihtinggi grandiosity
 Kebutuhanbesaruntukdikagumi dan attention
 Rasa yang kuatterhadap entitlement seeking
 Cenderungmengeksploitasi orang lain
 Kurangempati
 Iridengan orang lain
 Perilakuatausikaparogan

o Schizotypal Personality Disorder


 Pandangan yang luar biasa mengenai kemampuan mereka
 Self-centered
 Membutuhkan perhatian yang konstan dan kekaguman yang berlebihan.
 Hubungan interpersonal mereka terganggu
 Sangat sensitif terhadap kritikan
 Mereka cenderung akan mencari partner dengan status yang lebih tinggi

o Avoidant Personality Disorder


DSM-IV-TR DSM-V
 Ideas of reference  Psychoticism: eccentricity,
 Pemikiranygmagis cognitive & perceptual
 Persepsiygtidakbiasa dysregulation, and unusual
 Polapemikirandancarabicaraaneh beliefs and experience
 Memilikipenampilanatauperilakuyganeh  Detachment: restricted
 Sedikittemandekat affectivity & withdrawal
 Merasacemasdiantara orang-orang  Negative Affectivity:
suspiciousness

o Antisocial Personality Disorder

Individu dengan APD dapat dilihat melalui agresivitas, impulsif dan kepribadian yang
keras.Individu dengan APD dilaporkan memiliki gejala seperti membolos sekolah,
lari dari rumah, berbohong, membakar rumah dengan sengaja dan menghancurkan
properti pada remaja awal.

Individu dengan APD menunjukkan perilaku yang tidak bertanggung jawab, seperti
bekerja dengan tidak konsisten, tidak memenuhi peraturan, mudah meniru dan agresif
secara fisik, tidak mampu melunasi hutang, menjadi ceroboh dan impulsif, dan
mengabaikan rencana. Mereka menunjukkan pandangan yang kecil terhadap kejujuran
dan penyesalan terhadap apa yang mereka lakukan.
8. F80-89 Gangguan Perkembangan Psikologis

Yang termasuk F80-F89 mempunyai gambaran :


1. Onset bervariasi selama masa bayi atau anak
2. Hendaya/kelambatan perkembangan fungsi yang berhubungan erat dengan
kematangan biologis SSP
3. Berlangsung terus menerus tanpa remisi & kekambuhan yang khas bagi
banyak gangguan jiwa
Fungsi yang dipengaruhi termasuk :
1. Bahasa
2. Keterampilan visual-spasial
3. Koordinasi motorik

Beberapa gangguan perkembangan psikologis:


F80 Gangguan artikulasi berbicara khas
Gangguan perkembangan khas yang ditandai oleh penggunaan suara bicara dari anak
berada dibawah tingkat yg sesuai untuk usia mentalnya, sedangkan tingkat kemampuan
bahasanya normal.
F81 Gangguan Perkembangan Belajar Khas
Adalah suatu gangguan pada pola normal kemampuan penguasaan keterampilan yang
terganggu sejak stadium awal perkembangan
F82 Gangguan perkembangan motorik khas
Gambaran utama dari gangguan ini adalah hendaya berat dalam perkembangan koordinasi
motorik yang tidak semata disebabkan oleh retardasi intelektual umum atau kelainan
kongenital atau gangguan neurologik yang didapat (kecuali satu yang implisit dalam
kelainan koordinasi). Kelambanan motorik sering dihubungkan dengan hendaya dalam
kemampuan melaksanakan tugas kognitif visuo-spasial.
F83 Gangguan Perkembangan Khas Campuran
Merupakan sisa kategori gangguan yang batasannya tak jelas, konsepnya inadekuat
dengan perkembangan khas campuran dari berbicara dan berbahasa, keterampilan
akademik, dan/atau fungsi motorik, tetapi tidak ada satu gejala cukup dominan untuk
dibuat sebagai diagnosis utama. Sering dihubungkan dengan hendaya dalam fungsi
kognitif, dan kategori campuran ini hanya digunakan jika terjadi tumpang tindih yang
jelas. Jadi kategori II harus digunakan jika dipenuhi kriteria dari dua atau lebih pada F80.-
, F81.-, dan F82.
F84 Gangguan Perkembangan Pervasif

Kelompok gangguan ini ditandai oleh abnormalitas kualitatif dalam interaksi sosial dan
pola komunikasi, kecenderungan minat dan meskipun gambaran gerakan terbatas,
stereotiptik, berulang, abnormalitas kualitatif ini merupakan gambaran yang meluas
(pervasif) dari fungsi individu dalam segala situasi, meskipun dapat berbeda dalam
derajat keparahannya. Sering terdapat riwayat perkembangan yang abnormal sejak masa
bayi, kebanyakan kondisinya nyata dalam 5 tahun pertama. Dapat terjadi hendaya
kognitif umum tapi gangguannya batasan umum sebagai prilaku yang menyimpang dalam
hal hubungan dengan usia mental (tak peduli individu retardasi atau tidak).
9. F90-98 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan
Remaja

Dengan onset biasanya terjadi pada masa kanak dan remaja. Onset dini ditandai
gangguan-gangguan aktivitas&perhatian, gangguan perilaku, gangguan emosi termasuk
gangguan “tic”, enuresis-enkopresis, pika, gagap.

F90 Gangguan Hiperkinetik: Berkurangnya perhatian dan aktivitas yang


berlebihan
F91 Gangguan Tingkah Laku
F92 Gangguan campuran tingkah laku dan emosi
F93 Gangguan Anxietas perpisahan masa kanak
F94 Gangguan Fungsi sosial awitan khas pada masa kanak
F95 Gangguan “Tic”
F98 Gangguan perilaku dan emosional lainnya

10. F99 Gangguan Jiwa YTT

Aksis II
Aksis II merupakan klasifikasi dari gangguan kepribadian yaitu melibatkan kekakuan yang
berlebihan, terus menerus dan maladaptif dalam hal berhubungan dengan orang lain dan
penyesuaian terhadap permintaan eksternal. Misal: skizoid, paranoid, skizotipal, antisosial,
dsb.
Retardasi Mental melibatkan suatu perlambatan atau hendaya di dalam perkembangan
kemampuan intelektual dan adaptif

F21 Gangguan kepribadian skizotipal


F60 Gangguan kepribadian khas
Gambaran kepribadian maladaptif yang menonjol dan mekanisme defensi
yang
ditampilkan
F70-F79 Retardasi mental:
Menurut The American Association on Mental Deficiency (AAMD), definisi retardasi mental
mencakup dua dimensi utama yaitu perilaku adaptif dan kecerdasan. Retardasi mental
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana fungsi intelektual umum dibawah rata-rata
normal disertai dengan kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif yang muncul pada
periode perkembangan (Grossman, 1983 cit Drew, 1986, Cytryn dan Lourie, 1980).
Perkembangan mental dianggap terhenti atau tidak berkembang secara lengkap dimana
ditandai terutama oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan sehingga
mempengaruhi kemampuan kognitif, bahasa, motorik, sosial.
Pada PPDGJ III disebutkan bahwa secara umum faktor etiologi retardasi mental terdiri dari
faktor biologis, faktor psikososial atau interaksi keduanya. Faktor biologik yang paling sering
terdapat adalah kelainan kromosom atau metabolisme seperti pada sindroma down, phenil
keton uria dan ibu yang banyak minum alkohol sewaktu hamil. Retardasi mental tanpa
etiologi biologik dapat dikaitkan dengan berbagai jenis deprivasi psikososial seperti deprivasi
stimulasi, sosial, bahasa dan intelektual (PPDGJ II, 1983).
Menurut PPDGJ III (1993) kriteria diagnosis untuk retardasi mental meliputi:
1. Fungsi intelektual umum secara bermakna dibawah rata-rata IQ 70 atau lebih rendah
pada tes yang dilakukan individual (pada bayi karena tes intelegensi yang tersedia
tidak dapat dinilai dengan angka, fungsi intelektual rata-rata dapat dibuat berdasarkan
pertimbangan klinik).
2. Bersamaan dengan itu, terdapat kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif yang
dipertimbangkan menurut umur dan budaya.
3. Timbul sebelum usia 18 tahun
Dalam PPDGJ III (1993), retardasi mental diberi nomor kode F70-F73, F78 dan F79.
Karakter keempat digunakan untuk menentukan luasnya hendaya perilaku, bila hal ini bukan
disebabkan oleh suatu gangguan lain yang menyertai:
F7x.0 = Tidak ada, atau terdapat hendaya perilaku minimal
F7x.1 = Terdapatnya hendaya perilaku yang bermakna&memerlukan perhatian atau
terapi
F7x.8 = Hendaya perilaku lainnya
F7x.9 = Tanpa penyebutan dari hendaya perilaku
Bila penyebab retardasi mental diketahui, maka suatu kode tambahan dari ICD-10 harus
digunakan (misalnya F72 Retardasi Mental Berat ditambah E00 Sindroma Defisiensi Yodium
Kongenital).
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70 : Ringan Taraf IQ : 50-69
F71 : Sedang Taraf IQ : 35-49
F72 : Berat Taraf IQ : 20-34
F73 : Sangat Berat Taraf IQ : dibawah 20
F78 : Lainnya, bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai prosedur
biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik atau fisik
misalnya buta, bisu tuli dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak
mampu.
F79 : Yang Tidak Tergolongkan (unspecified), bila jelas terdapat retardasi mental, tetapi
tidak ada informasi yang cukup untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut
diatas.
Untuk klasifikasi yang tidak tergolongkan dipakai apabila terdapat dugaan kuat adanya
retardasi mental tetapi individu tidak dapat dites dengan tes intelegensi standar karena
gangguannya terlalu berat atau mereka tidak kooperatif untuk dites. Keadaan ini dapat terjadi
pada anak, remaja atau dewasa. Pada bayi karena tes yang tersedia tidak menghasilkan nilai
IQ menurut angka, maka penggolongan kedalam diagnosis ini dapat juga dilakukan bila
terdapat pertimbangan klinik yang menunjukkan fungsi intelektual dibawah rata-rata.

AKSIS III

Bab I A00-B99 Penyakit infeksi dan parasit tertentu

Bab II C00-D48 Neoplasma

Neoplasma adalah massa abnormal jaringan sebagai akibat dari neoplasia. Neoplasia adalah
proliferasi sel abnormal. Pertumbuhan sel melebihi, dan tidak terkoordinasi dengan jaringan
normal di sekitarnya. Pertumbuhan tetap dengan cara yang sama berlebihan bahkan setelah
penghentian rangsangan. Biasanya menyebabkan benjolan atau tumor. Neoplasms mungkin
jinak, pre-malignant atau ganas.
Bab III D50-D53 Penyakit darah dan organ pembentukan darah & gangguan
tertentu yang menyangkut mekanisme kekebalan

Macam-macam Penyakit pada Sistem Peredaran Darah

1. Amenia
Penyakit yang disebabkan kekurangan sel darah merah atau sel darah merah
kekurangan homoglobin

2. Hemofilia
Penyakit yang disebabkan karena darah sukar membeku dan penyakit ini
biasanya turun menurun.

3. Varises
Penyakit yang diakibatkan oleh pembuluh darah kaki yang melebar karena
tekanan darah, sehingga fungsinya sedikit terganggu dan mengakibatkan
pembuluh darah jadi terlihat.

4. Leukemia
Penyakit yang disebabkan adanya kelebihan produksi sel darah putih.

Bab IV E00-E90 Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik

Penyakit endokrin adalah penyakit yang pada umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan
dalam beberapa bagian dari sistem endokrin, yang terdiri dari kelenjar yang bertanggung
jawab untuk menciptakan dan mengatur hormon-hormon yang diperlukan untuk fungsi-
fungsi tubuh penting.

Bab VI G00-G99 Penyakit susunan saraf

Penyakit Sistem Saraf pada Manusia : Gangguan dan Kelainan - Seperti halnya sistem tubuh
yang lain, sistem saraf juga dapat mengalami kelainan atau kerusakan sel sehingga
tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
misalnya kecelakaan, makanan atau minuman seperti alkohol, virus, dan lain-lain.
Beberapa gangguan pada susunan saraf antara lain sebagai berikut.

Bab VII H00-H59 Penyakit mata dan adneksa

Bab VIII H60-H95 Penyakit telinga dan proses mastoid


Bab IX J00-J99 Penyakit sistem sirkulasi

Bab X J00-J99 Penyakit sistem pernafasan

Bab XI K00-K93 Penyakit sistem pencernaan

Bab XII L00-L99 Penyakit kulit & jaringan subkutan

Bab XII M00-M99 Penyakit sistem muskuloskeletal jaringan ikat

1.osteoporosis
2.osteomalacia
3.scoliosis
4.osteomielitis
5.osteoarthtritis
6.rheumatoidarthtritis
7.spondylitis
8.kanker tulang
9.kelainan otot
10.amputasi
11.fraktur
12.sport injuries
13.strains
14.dislokasi dan sublukasi

Bab XIV N00-N99 Penyakit sistem genitourinaria

System genitourinaria terdiri atas:

· Ginjal : Organ pengatur volume dan komposisi kimia darah ( homeostasis )

· Ureter : Saluran yang mengalirkan urin dari ginjal ke kandung kemih

· Kandung kemih : kantung penyimpanan urin/kemih sebelum keluar tubuh

· Uretra : saluran kecil yang berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh

· Meatus Urinarius : Tempat pengeluaran urin

Bab XV O00-O99 Kehamilan, kelahiran anak & masa nifas


Bab XVI P00-P96 Kondisi tertentu yang bermula pada masa perinatal

Bab XVII Q00-Q99 Malformasi kongenital, deformasi & kelainan kromosom

Malformasi kongenital atau cacat lahir adalah suatu kelainan struktural, perilaku, faal, dan
metabolik yang terdapat pada waktu lahir. Cacat lahir merupakan penyebab kematian kelima,
kira-kira 21% dari semua kematian bayi, ilmu yang mempelajari sebab-sebab terjadinya
malformasi kongential adalah teratologi. Faktor penyebabnya adalah faktor lingkungan dan
faktor genetik.

Deformasi disebabkan oleh gaya-gaya mekanik dalam jangka waktu yang lama. Deformasi
sering kali mengenai sistem kerangka otot. Anomali ini dapat sembuh setelah lahir.

Bab XVIII R00-R99 Gejala, tanda & penentuan klinis & lab. Yg abnormal YTK

Bab XIX S00-T98 Cedera, keracunan & akibat yang tertentu dari kausa eksternal

Bab XX V01-Y98 Kausa eksternal dari morbiditas dan mortalitas

Bab XXI Z00-Z99 Faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan berhubungan
dengan pelayanan kesehatan Kecuali yang tercantum dalam lampiran PPDGJ-III

AKSIS IV

Pada aksis IV, para ahli mengelompokkan masalah psikososial yang dapat menyebabkan
penyakit mental, seperti :

-masalah pekerjaan

-masalah rumah tangga

-masalah ekonomi

-kesulitan interpersonal

AKSIS V
Penilaian Fungsi secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)
Pada aksis V ini para ahli mengelompokkan fungsi adaptif seseorang kepada level-level
tertentu dalam sebuah Global Assesment of Functioning (GAF) scale. Skala ini digunakan
agar dapat melihat bagaimana hubungan sosial seseorang, fungsi pekerjaannya, serta
bagaimana seseoarng menggunakan waktu luangnya. . Aksis V ini yang nanti akan banyak
terjadi perubahannya pada DSM V.
Aksis V adalah skala penilaian secara global mencakup assessment menyeluruh tentang
fungsi psikologis sosial dan pekerjaan klien.
Adalah skala penilaian global terhadap fungsi-sering. Fungsional diartikan sebagai kesatuan
dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi pekerjaan, fungsi psikologis. Fungsi berupa
skala dengan 100 poin. 100 mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang.
Pasien yang memiliki tingkat fungsional tertinggi sebelum suatu episodepenyakit biasanya
mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat
fungsioal rendah. Digunakan juga untuk mengindikasikan taraf keberfungsian tertinggi yang
mungkin dicapai selama beberapa bulan pada tahun sebelumnya.

91-100 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
81-90 : gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
71-80 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial
61-70 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
baik
51-60 : gejala dan disabilitas sedang
41-50 : gejala dan disabilitas berat
31-40 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi
21-30 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam
hampir semua bidang
11-20 : bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi
dan mengurus diri
01-10 : persisten dan lebih serius
0 : informasi tidak adekuat
Struktur Klasifikasi PPDGJ-III
informasi Gangguan F0 Gangguan Mental Organik F00-F03 Demensia
tidak adekuat organik dan termasuk Gangguan Mental F04-F07, F09 Sindrom Amnesik dan Gangguan Mental Organik
Gangguan simtomatik Simptomatik
mental Gangguan F1 Gangguan Mental dan Perilaku F10 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol
organik akibat alkohol Akibat Penggunaan Alkohol dan F11, F12, F14 Gangguan mental dan perilaku akibat pengunaan
dan obat/zat Zat Psikotif Lainnya opioida/kanabinoida/kokain
F13, F15, F16 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau
hipnotika/stimulansia lain/halusinogenika
F17, F18, F19 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
tembakau/pelarut yang mudah menguap/zat multipel dan zat psikoaktif lainnya
Gangguan Skizofrenia dan F2 Skizofrenia, Gangguan F20, F21. F23 Skizofrenia, gangguan skizotipal, psikotik akut dan sementara
mental gangguan yang Skizotipal dan Gangguan Waham F22, F24 Gangguan waham menetap, gangguan waham terinduksi
psikotik terkait F25 Gangguan Skizoafektif
F28, F29 Gangguan Psikoaktif non organik lainnya, atau YTT (yang tidak
tergolongkan)
Gangguan F3 Gangguan Suasana Perasaan F30, F31 Episode manik, gangguan afektif bipolar
afektif (Mood [Afektif]) F 32-F39 Episode depresif, gangguan depresit berulang, gangguan suasana
perasaan (mood/afektif) menetap/lainnya/YTT
Gangguan Gangguan F4 Gangguan neurotik, Gangguan F40, F41 Gangguan anxietas fobik atau lainnya
neurotik dan neurotik Somatotrof, dan Gangguan Terkait F42 Gangguan obsesif kompulsif
gangguan Stress F43, F45, F48 reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian, gangguan
kepribadian somatoform, gangguan neurotik lainnya
F44 Gangguan disosiatif (konversi)
Gangguan F5 Sindrom Perilaku yang F50-F55, F59 Gangguan makan, Gangguan tidur, disfungsi seksual atau
kepribadian dan Berhubungan dengan Gangguan gangguan perilaku lainnya
perilaku masa Fisiologis dan Faktor Fisik
dewasa F6 Gangguan Kepribadian dan F60-F69 Gangguan kepribadian, gangguan kebiasaan dan impuls, gangguan
Perilaku Masa Dewasa identitas atau prefensi seksual
Gangguan Retardasi F7 Retardasi Mental F70-F79 Retardasi mental
masa kanak, mental
remaja, dan Gangguan masa F8 Gangguan Perkembangan F80-F89 Gangguan perkembangan psikologis
perkemabanga kanak, remaja, Psikologis
n dan F9 Gangguan Perilaku dan F90-F98 Gangguan hiperkinetik, gangguan tingkah laku, gangguan emosional
perkembangan Emosional dengan Onset Biasanya atau fungsi sosial khas, gangguan “Tic” atau gangguan perilaku dan emosional
Pada Masa Kanak dan Remaja lainnya
STRUKTUR KLASIFIKASI ICD-10 TENTANG GANGGUAN JIWA DAN PERILAKU

Gangguan mental organik 1. Gangguan mental F0 Gangguan mental


organik dan simtomatik organik termasuk
Gangguan mental
simtomatik

2. Gangguan akibat F1 Gangguan mental


alkohol dan obat/zat dan perilaku akibat
penggunaan alkohol
dan zat psikoaktif
lainnya

Gangguan mental psikotik* 1. Skizofrenia dan F2 Skizofrenia,


gangguan yang terkait gangguan skizotipal dan
gangguan
waham

2. Gangguan afektif F3 Gangguan suasana


perasaan (mood
[afektif])

1. Gangguan Neurotik * F4 Gangguan Neurotik,


gangguan somatoform
dan gangguan yang
berkaitan dengan stres
Gangguan neurotik dan gangguan
2. Gangguan F5 Sindrom perilaku
kepribadian
kepribadian dan yang berhubungan
perilaku masa dewasa dengan gangguan
fisiologis dan faktor
fisik
F6 Gangguan
kepribadian dan
perilaku masa dewasa

1. Retardasi mental * F7 Retardasi mental

2. Gangguan masa F8 Gangguan


Gangguan masa kanak, remaja dan kanak, remaja dan perkembangan
perkembangan perkembangan * psikologis

F9 Gangguan perilkaku
dan emosional dengan
onset pada masa kanak
dan remaja
Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa (DSM-IV) = “Mental disorder is a conceptualised as clinically significant


behavioural or psychological syndrome or pattern that occurs in an individual and that is
associated with present distress (e.g., a painful symptom) or disability (i.e., impairment in one
or more important areas of functioning) or with significant increased risk of suffering death,
pain, disability, or an important loss of freedom.” Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III
menggunakan pendekatan deskriptif. Urutan hierarki blok diagnosis gangguan jiwa diciptakan
berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan
gejala yang semakin luas/kompleks:

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA MENURUT PPDGJ

I. F0 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik


Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan
sistemik atau otak. Gangguan mental simtomatik = pengaruh terhadap otak merupakan
akibat sekunder penyakit/gangguuan sistemik di luar otak.
Gambaran utama:
Gangguan fungsi kongnitif
Gangguan sensorium – kesadaran, perhatian
Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi),
isi pikir (waham), mood dan emosi
II. Fl Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif
Lainnya
III. F2 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham
Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran
dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan
kemampuan intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang
kemudian
IV. F3 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif] )
Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah
depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang
meningkat). Perubahan afek biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas
dan kebanyakan gejala lain adalah sekunder terhadap perubahan itu.
V. F4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres
VI. F5 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor
Fisik
VII. F6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa
VIII. Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi
pola hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun
orang lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi
dan pengalaman hidup, sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.
IX. F7 Retardasi Mental
Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh
pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan
jiwa atau gangguan fisik lain. Hendaya perilaku adaptif selalu ada.
X. F8 Gangguan Perkembangan Psikologis
Gambaran umum
Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak
Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan
erat dengan kematangan biologis susunan saraf pusat
Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak
gangguan jiwa
Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruji termasuk bahasa, ketrampilan visuo-
spasial, koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia
XI. F9 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak
dan Remaja
Pada beberapa jenis gangguan jiwa ( misalnya gangguan mental organik ) terdapat berbagai
tanda dan gejala yang sangat luas. Pada beberapa gangguan lainnya (seperti gangguan cemas)
hanya terdapat tanda dan gejala yang sangat terbatas. Atas dasar ini, dilakukan suatu penyusunan
urutan blok-blok diagnosis yang berdasarkan suatu hierarki, dimana suatu gangguan yang
terdapat dalam urutan hierarki yang lebih tinggi, mungkin memiliki ciri-ciri dari gangguan yang
terletak dari hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Terdapatnya hubungan hierarki ini
memungkinkan untuk penyajian diagnosis banding dari berbagai jenis gejala utama.
Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ-III :
I. Gangguan Mental Organik dan Simptomatik ( F00-F09 )
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif ( F10-F19 )
a. Ciri khas : etiologi organik / fisik jelas
II. Skizofrenia, gangguan Skizotipal dan gangguan Waham ( F20-F29 )
a. Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organic tidak jelas
III. Gangguan Suasana Perasaan ( Mood / Afektif ) ( F30-F39 )
a. Ciri khas : gangguan afek ( psikotik non psikotik )
IV. Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan Gangguan Stress ( F40-F48 )
a. Ciri khas : gejala non psikotik, gejala non organik
V. Sindrom Perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologisa dan faktor fisik(F50-
F59 )
a. Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non organik
VI. Gangguan Kepribadian dan Gangguan Masa Dewasa ( F60-F69 )
a. Ciri khas : gejala perilaku, etiologi non organik
VII. Retardasi Mental ( F70-F79 )
a. Ciri khas : gejala perkembangan IQ, onset masa kanak.
VIII. Gangguan Perkembangan Psikologis ( F80-F89 )
a. Ciri khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak.
IX. Gejala Perilaku dan Emosional dengan Onset Masa Kanak dan Remaja ( F90-F98 )
a. Ciri khas : gejala perilaku / emosional, onset masa kanak
X. Kondisi Lain yang menjadi fokus perhatian klinis ( Kode Z )
a. Ciri khas : tidak tergolong gangguan jiwa
Sindrom Terkait Budaya

Hal ini tidak ada penjelasan khusus pada DSM IV, akan tetapi ada bagiannya sendiri dalam
PPDGJ II. Dari sumber lain didapatkan penjelasan mengenai sindrom atau patologi terkait
budaya adalah sebagai berikut :

Stress Budaya Pencetus Patologi

Awal terbentuknya culture bound syndrome-Stress budaya dapat dialami individu atau
kelompok dalam masyarakat, saat kebudayaan memberikan tekanan-tekanan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Seperti sebuah kebudayaan yang melalui aturan-aturan serta
sangsi-sangsinya membuat para penganutnya terikat kedalam dan tidak memungkinkan
penganutnya untuk bertindak di luar form baku yang telah ditetapkan. Dalam menghadapi stress,
individu selain mengerahkan pertahanan psikologis (psychological defenses), juga mengerahkan
pertahanan budayanya (culture defenses) yaitu dalam bentuk “sistem kepercayaan”, dalam upaya
adaptasinya. Misalnya, terbentuknya organisasi dari suku-budaya tertentu di kota-kota besar atau
timbulnya kelompok aliran agama dan kepercayaan baru, merupakan cara budaya untuk
menolong individu yang mengalami konflik dan stress. Adanya kepercayaan dan ritual budaya
untuk mengurangi ketegangan merupakan faktor penting dalam menentukan berapa besarnya
stress budaya tersebut. Jelaslah bahwa berbagai budaya menyokong atau memperkuat berbagai
corak psikopatologik dan menyediakan berbagai peranan untuk mengekspresikannya.

Sumber stress budaya dapat berupa:

1. Perubahan budaya yang cepat dan penyakit kejiwaan kehilangan budaya lama, misalnya
pada urbanisasi dan modernisasi,
2. Kontak dan interaksi antar budaya, misalnya kawin antar suku, agama, ataupun
transmigrasi.

Jenis-jenis culture bound syndrome and Psychopathology yang ada di Indonesia

1. Kesurupan (umum)

Kesurupan berasal dari bahasa Jawa yang berarti kemasukan sesuatu hal yang gaib.
Kesurupan memang selalu dikaitkan dengan fenomena gaib, yaitu seseorang yang kerasukan
makhluk halus sehingga manusia yang kerasukan mempunyai kepribadian ganda dan mulai
berbicara sebagai individu lain. Menurut ilmu medis modern, kondisi ini adalah suatu keadaan
perubahan kesadaran yang disertai tanda–tanda yang tergolong dalam gangguan disosiatif atau
kepribadian ganda atau dapat pula merupakan gejala serangan akut dari gangguan psikotik
schizophreniform. Masyarakat JawaTimur misalnya selalu menggunakan bantuan para dukun
atau kyai dalam mengobati seseorang yang kesurupan.

2. Bebainan (Bali)

Bebainan adalah kemasukkan “bebai“, yaitu roh yang dapat menguasai manusia,
menyakiti, atau membunuh. Bebai diperoleh dengan pemeliharaan dari kecil sampai dewasa,
kemudian siap dipakai oleh yang memelihara. Yang dapat mengobati bebainan adalah “balian“
(dukun). Gejalanya adalah perubahan kesadaran, tingkah laku agitatif yang terjadi mendadak,
disertai kebingungan, halusinasi dan gejolak emosi. Episode ini cepat menghilang dan disertai
periode amnesia.

Contoh penelitian mengenai bebainan ini adalah dari Suryani (1981) mengenai fenomena
bebainan di beberapa desa di Bali. Suryani melaporkan bahwa lebih sering wanita usia muda
atau belum kawin pernah mengalami bebainan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hari raya Bali
dan stress emosional.

3. Cekik (Jawa Tengah)

Cekik adalah suatu histeria konversi dengan kejang–kejang seluruh badan dan kesadaran
menurun, sebelum jatuh kejang selalu menunjukkan seperti orang tercekik lehernya. Sebagian
besar mengalami halusinasi visual menjelang atau saat serangan. Terjadi di desa Babalan,
kecamatan Wedung, kabupaten Demak, Jawa Tengah, pada setiap tahun dalam bulan puasa
menjelang lebaran. Santoso dan Pranowo menyebutnya sebagai “sindroma tekak“. Contoh
penelitian mengenai cekik ini adalah penelitian Sumitro (1981) di desa Babalan, dan melaporkan
bahwa wanita lebih sering mengalami cekik dari pada pria, hampir merata pada umur dewasa,
tingkat pendidikan dan sosial-ekonomi rendah, serta berhubungan dengan kepercayaan mistik
bahwa roh halus akan mengambil orang-orang tertentu di desa. Ternyata epidemi ini hilang
dengan sendirinya sesudah bulan Puasa terlewati.
Masyarakat lokal Demak manganalisa fenomena cekik sebagai gangguan dari hantu cekik
yang muncul setahun sekali. Analisa tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat
akan penyakit-penyakit gangguan kejiwaan akibat budaya.

4. Koro (Sulawesi Selatan)

Koro adalah sindroma anxietas yang mendadak sampai dengan panik disebabkan oleh
adanya waham bahwa alat kelaminnya akan mengkerut masuk dan menghilang ke dalam
tubuhnya sehingga dirinya akan mati, pada umumnya terjadi pada laki–laki. Orang itu berusaha
mencegah dengan cara memegang erat– erat alat kelaminnya atau mengikat dengan tali, kalau
perlu minta bantuan orang lain memegang alat kelaminnya secara terus menerus. Dalam keadaan
koro, orang–orang jenis kelamin berlawanan dilarang berada di sekitar pasien, oleh karena dapat
menyebabkan kematiannya. Serangan ini pada suatu saat dapat menghilang sendiri dan
pasienpun menjadi tenang kembali.

5. Amok

Amok terjadi pada suatu episode tunggal dimana terdapat kegagalan menekan impuls
atau rangsangan, yang mengakibatkan suatu tindak kekerasan yang ditujukan ke luar dirinya
sehingga mengakibatkan malapetaka bagi orang lain. Derajat tindak kekerasan yang terjadi
sangat hebat bila dibandingkan dengan stressor psikososial yang mendahuluinya. Setelah episode
itu selesai, pasien tenang kembali dan menyesal. Ia mengalami amnesia tentang sebagian atau
seluruh perbuatannya itu.

6. Latah (Umum)

Latah adalah suatu keadaan yang sering timbul pada wanita setengah tua, tidak bersuami
yang biasanya berasal dari kalangan rendah dengan kehidupan dan cara berpikir yang sederhana,
gejalanya sering diawali dengan mimpi–mimpi tentang alat kelamin laki–laki atau sesuatu yang
melambangkan alat kelamin yang bergantungan di dinding atau di dalam kamar tidurnya, dan
apabila ia dikagetkan oleh suara atau gerakan ia segera bereaksi koprolalia, echolalia atau
echopraxia (hiper sugestibilitas). Setelah episode ini berakhir, ia merasa malu, menyesal dan
minta maaf atau menyalahkan orang yang telah mengejutkan dirinya. Oleh masyarakat keadaan
ini tidak dianggap sebagai gangguan jiwa dan terbanyak terdapat di pulau Jawa.
Latah sendiri juga bisa terjadi dengan sengaja, saat seseorang ingin eksistensinya diakui
di masyarakat, dia berpura-pura menjadi seorang yang latah saat dikejutkan agar dilabeli sebagai
orang yang lucu dan gaul. Saat kejadian tersebut berlangsung kontinum, maka latah dalam arti
penyakit kejiwaan yang asli akan timbul dalam individu tersebut.

7. Gemblakan (Jawa Timur)

Gemblakan adalah suatu aktivitas homoseksual di kalangan pemuda yang diterima oleh
tradisi masyarakat setempat di Ponorogo, Jawa Timur. Aktivitas ini akan berakhir setelah mereka
kawin. Contoh penelitian mengenai gemblakan adalah dari Yusuf dan Husodo (1982) di desa
Bancar, Kabupaten Ponorogo. Mereka menemukan bahwa gemblakan tersebut mempunyai
dampak positif dalam masyarakat, dengan timbulnya rasa kekeluargaan dan gotong royong.
Karena orang yang melakukan gemblakan biasanya orang-orang berpengaruh di kampung
setempat, sehingga yang di gemblak merasa bangga.

8. Ludruk (Jawa Timur)


Ludruk adalah kesenian panggung Jawa Timur, dahulu semua pemainnya adalah pria, termasuk
mereka yang memainkan peranan wanita, sebagian tergolong dalam “male transvestite“,“
wedhokan ludruk ” atau dalam bahasa Indonesia berarti wanita ludruk. Jadi, dalam hal ini
seorang pria yang memerankan peran wanita baik dalam karakter fisik maupun tingkah laku
dengan alasan apapun juga dianggap mempunyai sutau gangguan jiwa yang disebut dengan
ludruk.

Anda mungkin juga menyukai