Proposal Ronde Keperawatan (Sia)
Proposal Ronde Keperawatan (Sia)
Proposal Ronde Keperawatan (Sia)
Di susun oleh :
1. Tujuan
A. Tujuan umum :
Menyelesaikan masalah-masalah keperawatan klien yang belum teratasi
B. Tujuan khusus:
1) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari
masalah klien
2) Meningkatkan pola pikir sistematis
3) Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan ketua tim dan keluarga
klien
4) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan
2. Materi :
A. Konsep dasar penyakit ALL (Akut Limfoblastik Leukimia)
1) DEFINISI
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan
getah bening. Sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang
dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel
baru akan menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan
menyimpang. Sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya,
dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut
leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal
yang akhirnya mendesak sel-sel lain. Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat
ditemukan di dalam darah perifer/darah tepi.
Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit
neoplastik yang beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk
darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan
kematian.Disamping itu leukimia merupakan penyakit dengan proliferasi
neoplastik dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang secara maligna
melakukan transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian
unsur sum-sum yang normal.Pada sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat
dalam jumlah yang semakin meningkat didalam darah tepi. Beberapa
pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
1. Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah.
2. Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal
3. Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah
dalam sumsum tulang
4. Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasi patologis sel hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-
sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh yang lain
5. Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel
induk hematopoietik yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan
penggantian elemen sumsum normal
6. Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi
pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari
kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang kemudian sel leukemia beredar
secara sistemik
7. Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di
sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-
sum tulang (Corwin, 2009).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sum-sum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang
normal. Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ
non hematologis, seperti meningens, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. Leukemia
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah
sehingga mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas penderita.
2) ETIOLOGI
Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan
dijelaskan secara keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20 kali
lebih besar dari orang normal, sindroma bloom, fanconi’s anemia, sindroma
wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van creveld, sindroma kleinfelter, d-trisomy
sindrome, sindroma von reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-
kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal
pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
a) Saudara kandung (kembar)
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia
yang sangat tinggi.
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan misal: radiasi bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut(Wilson,
2011) .
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.
Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan
genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus sebagai
penyebab leukemia, yaitu enzime reverse transcriptase yang ditemukan dalam darah
manusia. Virus lain yang dapat menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus
leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.Salah satu virus yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis
leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell Leukemia .
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kronis dari bahan kimia (misal:benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida dan
ladang elektromagnetik.
4. Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
Racun lingkungan seperti benzene.
Bahan kimia industri seperti insektisida.
Obat-obatan untuk kemoterapi.
5. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal alkilator daninhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et.
al, 2009).
6. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut
(LMA), namun tidak berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis
(LLK). Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para pekerja yang
terekspos radiasi dan para radiologis. Data-data pendukung radiasi
sebagai penyebab leukemia :
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima
dan Nagasaki
7. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan
bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita
leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
8. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan
kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan
termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel
darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu
(misalnya benzena) dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko
terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu
(misalnya sindroma Down dansindroma Fanconi), juga lebih peka
terhadap leukemia.
9. Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan
yang menyebabkan reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia.
3) FAKTOR RESIKO
Usia
Usia seseorang akan berpengaruh terhadap imunitas seseorang. Semakin
bertambah usianya maka akan semakin berkurang imunitas tubuhnya yang
akan berpengaruh terhadap proliferasi sel abnormal ganas yang akan
menyerang tubuh.
Lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keparahan leukemia. Masyarakat
yang dekat/tinggal di area industri dapat terkena racun lingkungan seperti
benzena dan insektisida yang memperburuk kondisi pasien. Orang-orang
dengan paparan zat kimia (misal:benzene, Arsen, pestisida, kloram fenikol,
fenil Butazon, dan agen neoplastik) akan berisiko lebih tinggi untuk terjangkit
leukemia. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia.
Paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat
menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara luas di industri kimia
begitu juga dengan Formaldehyde yang beresiko leukemia lebih besar.
Genetik
Suatu studi Genetika Hematologi menemukan bahwa anak-anak yang lahir
dari beberapa pasangan yang telah dijadikan sample penelitian terbukti bahwa
anak-anak tersebut menderita leukemia karena membawa faktor genetik dari
orang tuanya. Kongenital dengan aneuloidi, misalnya Agranulositosis
congenital, sindrom Ellis Van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom,
anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomidapat menyebabkan
meningkatnya insiden leukemia limfoma. Beberapa penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan
resiko leukemia.Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi terdapat insiden
leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan
insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot/identik.
Gaya Hidup
Gaya hidup berhubungan dengan aktivitas pasien sehari-hari. Orang yang
terlalu sibuk dengan kegiatannya tanpa memperhatikan waktu istirahatnya
serta PHBS juga dapat membuatnya terkena Leukemia.
Asupan Nutrisi
Asupan nutrisi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
tubuh karena nutrisi ini juga akan mempengaruhi fungsi organ tubuh untuk
bekerja secara normal, terutama agar tidak terjadi hematopoiesis abnormal.
Asupan nutrisi yang kurang baik, seperti sering mengkonsumsi bahan yang
berpengawet dalam jangka lama bisa menyebabkan leukemia.
Riwayat Penyakit
Misalnya selain mengalami Leukemia, pasien juga mengalami anemia dan
pneumonia yang berkaitan dengan ikatan oksidasi hemoglobin, apabila tidak
mencapai standar normal yang dibutuhkan tubuh maka akan terjadi
hematopoiesis abnormal.
Radiasi Ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom akan berisiko relative
keseluruhan untuk berkembang menjadi leukemia akut.
Efek pengobatan
Seseorang dengan radioterapi dan kemoterapi bias meningkatkan resiko
terjangkit leukemia. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik, kelihatannya
merupakan predisposisi terhadap leukemia.
Faktor penyakit yang didapat
Penyakit yang didapat dengan resiko terkena leukemia mencakup
mielofibrosis, polisitemia vera, dan anemia refraktori sideroblastik. Mieloma
multipel dan penyakit Hodgkin juga menunjukkan peningkatan resiko
terhadap terjadinya penyakit ini (Tambayong, 2000).
Infeksi virus
Pada awal 1980, di isolasi virus HTLV-1 dan leukemia sel T manusia pada
limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dan sempel
serum penderita leukemia sel T.
4) KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut
terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML). Sedangkan Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu
Leukemia Mielogenus Kronis (CML)dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).
1. Klasifikasi secara khususnya:
a. Leukemia Akut (Mansjoer, 2010)
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal. Jumlahnya
berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri
dengan kematian. Leukemia akut dihubungkan dengan awitan (onset) cepat,
jumlah leukosit tidak matang berlebihan, dengan cepat menjadi anemia,
trombositopenia berat, demam tinggi, lesi infektif pada mulut dan tenggorok,
perdarahan dalam area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital dan infeksi
berat. Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat
cepat, mematikan dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka
penderita dapat meninggal.Leukemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
maturasi sel dan tipe sel asal. Menurut maturasinya menjadi akut dan kronis,
sedang tipe sel asal dibedakan berdasarkan mielositik dan limfositik.
b. Luekemia Limfositik Akut (ALL)
Dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-
anak (75-80%), laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden
usia 4tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Leukemia yang mengenai stem sel hematopoietik yang
kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid: monosit, granulosit (Basofil,
Neutrofil, dan Eusinofil), eritrosit dan trombosit. Penyakit ini juga terdapat
pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun/lebih.
Keganasan klonal dari sel-sel perkusor limfoit. Lebih dari 80% kasus,
sel-sel ganas berasal dari limfoit B dan sisanya merupakan leukemia sel T.
Leukemia jenis ini adalah leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Lebih sering terjadi pada anak laki-laki
Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
L1 Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak-anak. ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan
84% dari ALL.
L2 Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan
dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa. Sel lebih besar,
inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma agak
banyak, merupakan 14% dari ALL.
L3 Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel
Burkit yaitu sitoplasma basofil dengan banyak vakuola dan hanya merupakan
1% dari ALL. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis
yang buruk .
Gejala klinisnya : gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi
purpura, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu massa
abnormal. Pada pemeriksaan fisik didapat splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, nyeri
tekan pada tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.
c. Leukemia Mielogenus Akut (AML)
Mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok
usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Insiden AML
kira-kira 2-3/100.000 penduduk, LMA lebih sering ditemukan pada usia dewasa
(85%) daripada anak-anak (15%). Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada
wanita.
Gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah, pucat,
nafsu makan hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, serta infeksi dan
pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati, dan kelenjar mediastinum.
kadang-kadang juga ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut
monoblastik dan mielomonolitik.
d. MANIFESTASI KLINIS
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur/akumulasi sel darah putih
dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga
proliferasi di hati, limfa, dan nodus limfatikus, serta invasi organ nonhematologis,
seperti meningitis, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit.
1. Leukemia Akut (National Cancer Institute , 2010)
Limfosit imatur berproliferasi di sumsum tulang & jaringan perifer, serta
terakumulasi elisana. Hal diatas mengakibatkan adanya gangguan pada
perkembangan sel normal. Leukemia akut juga memperlihatkan gejala klinis
yang mencolok. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi 3 besar,
yaitu:
a) Gejala kegagalan sumsum tulang:
Anemia menimbulkan gejala pucat, lemah, letargi(kesadaran menurun),
pusing, sesak, nyeri dada.
Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga
mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai syok septik. Pasien
sering menunjukkan gejala infeksi/perdarahan/keduanya pada waktu
diagnosis.
Trombositopenia menimbulkan easy bruisisng, perdarahan mukosa, seperti
perdarahan gusi, epistaksis, ekimusis, (perdarahan dalam kulit), serta
perdarahan saluran cerna dan sistem saluran kandung kemih.
Anoreksia adalah tidak adanya/hilangnya selera makan.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam sirkulasi
(jumlahnya melebihi 200.000/mm³) dapat menunjukkan gejala
hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan,
kebingungan dan dispenia yang memerlukan leukoforensis segera
(pembuangan leukosit melalui pemisah sel).
b) Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:
Kaheksia
Keringat malam (gejala hipermetabolisme)
Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
Demam dan banyak keringat
c) Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain, seperti:
(1) Nyeri tulang & nyeri sternum karena infark tulang (infiltrate subperiosteal)
karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia.
(2) Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali
(3) Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
(4) Sindrom menigeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.
d) Perdarahan kulit :
Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada kulit/membran
mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk bercak biru/ungu yang
bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.
Petechiae
Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/ permukaan
serosa.
e) Hepatomegali : pembesaran Hati, Splenomegali : pembesaran Limpa,
Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe
f) Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T
g) Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan saraf otak terutama
saraf VI % VII, kelainan neurologik fokai.
h) Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil.
(Kumala. 1998)
ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum tulang.
penyakit ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik leukemia karena sel
leukemia berpindah ke sumsum tulang yang normal. Sebagian besar pasien
kehilangan berat badan. Mereka biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik.
Mereka Nampak pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari
rendahnya jumlah trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam yang terjadi
tanpa alasan yang terbukti atau karena injuri minor. Bintik-bintik merah dibawah
kulit disebut petekie atau perdarahan yang diperpanjang dari minor cots.
Ketidaknyamanan pada tulang, sendi dan demam mungkin terjadi. Selain itu
leukemia limfoblas mungkin berkumpul di limfa sehingga terjadi pembengkakan. Sel
leukemia dapat tersimpan dalam otak atau spinalcord dan menyebabkan sakit kepala
atau vomiting.
Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan neutropenia dan
trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada
membrane mukosa, abses perirektal, pneumonia septicemia disertai menggigil,
demam, takikardi, takipnea. Komplikasi ini bertanggung jawab atas tingginya angka
kematian yang berhubungan dengan leukemia akut. Penyebab infeksi paling umum:
staphilokokus, streptococcus dan bakteri gram negatif usus, serta berbagai spesies
jamur.
Trombositopenia mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan dengan petekie,
epitaksis (perdarahan hidung), hematoma pada membrane mukosa, serta pendarahan
saluran cerna dan system saluran kemih. Anemia bukan merupakan manifestasi awal
disebabkan karena umur eritrosit yang panjang (120 hari). Jika terdapat anemia akan
ditemukan pusing dan gejala kelelahan dan dipnea waktu kerja fisik disertai pucat.
e. PATOFISIOLOGI
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau
beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel
induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus menerus
berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk bertransformasi menjadi sel
ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian
morfologik menunjukkan bahwa pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi
hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang neoplastik memperlihatkan waktu
generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi sel blas
terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progeni menjadi sel matur
fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal hemopoetik
mengalami tekanan.
Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah kelainan
genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen suatu sel
mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali ini tcrjadi
kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan penghambatan pembentukan
sel darah lainnya dengan akibat terjadinya anemia, trombositopenia dan
granulositopenia.
Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis dan
prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik
(lingkungan).
pathway
Proliferasi SDP
imatur
Resiko infeksi
Produksi SDM Trombositopeni
Infiltrasi
teganggu a
Pembekuan
Anemia terganggu
Hati Tulang SSP Limpa
Perdarahan
Hepatomegali Sistem limpadenopati
neurologi
Resiko syok
terganggu
Penekanan sel hipovolemik
syaraf
Sakit kepala,
Penurunan suplai Gangguan
diplopia,
O2 perfusi
Pengeluaran penlihatan
jaringan
bradikinin kabur
perifer
Pucat, lesu,
Nyeri akut dyspnea, letargi
Nyeri Resiko injuri
tulang
Intoleransi
Aktivitas
Ketidaknyamanan
pd perut
Mual
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Farmakologis
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia
dan setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan
pengobatan pasien leukemia adalah meneapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu, penderita leukemia harus
menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit.Sebelum sumsum
tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel
darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat
kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai
berikut:
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat
atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas -
Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari
suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak
nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak
dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi
intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan
melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di
otak dan sumsum tulang belakang.
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
a. Fase induksiDimulasi
4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikanterapi
kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau
tidak ada dan dalam sumsum tulangditemukan jumlah sel muda kurang
dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabinedan
hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia
ke otak. Terapiirradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia
yang mengalami gangguan sistemsaraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisisdan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh. Secara berkala,mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsumtulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikansementara atau dosis obat dikurangi.
1) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
2) Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat
atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten
seperti vinkristin (Oncovin), rudidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia,
infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hatibila
jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3. Infeksi sekunder dihindarkan
(bila mungkin penderita diisolasi) dalam kamar yang suci hama.
2. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung
fleksibel yang dipasang di pembuluh darah besar di daerah dada atau leher.
Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan
infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis
tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik ataupun
transfusi darah untuk mencegah anemia. Apabila berhasil dilakukan
transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien sembuh sebesar 70-80%,
tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan
transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.
3. Imunoterapi
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengancara
ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,
sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah VCR
kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3
tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval
4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumit diteruskan.
4. Terapi Biologi
Orang dengan penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan
melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena). Bagi pasien dengan
leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah
antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia.
Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan
leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami
bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
5. Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut
Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi
hasilnya kurang baik. Rejimen yang tersering digunakan untuk AML adalah
kombinasi tiha obat citosin arabinosida, daunoribisin dan 6-tioguanin. Kasus
semua subtipe AML (FAB m1-m6) diobati serupa (kecuali bahwa DIC
mungkin ada pada varian promielositik (M3) dan “piatelet concentrates” dan
plasma beku segar untuk memlengkapi faktor pembekuan, digunakan sampai
dicapai remisi).
1) Angka remisi lebih rendah (60% - 80%).
2) Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.
3) Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang selektivitas
antara sel leukaemik dan sel sumsum tulang normal.
4) Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang intensif
dibutuhkan dan kematian dini biasa terjadi, khususnya pada pasien
diatas 50 tahun.
5) Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang jelas, dan jarang
bertahan hidup lama.
6. Pemberian Parasetamol dan Vitamin E
Parasetamol merupakan obat antipiretik analgetik yang sangat populer.
Metabolit parasetamol merupakan radikal bebas yang dalam dosis berlebih
bersifat hepatotoksik. Vitamin E sebagai antioksidan mampu memberi
perlindungan terhadap hati terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
radikal bebas. Vitamin E mampu mencegah kenaikan kadar SGOT dan
SGPT.
7. Pemberian ethanol
Penatalaksanaan Non-Farmakologu
1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan lemak tinggi
seperti, tahu kedelai hitam, ubi jalar, dan sayuran hijau.
2. Mengkonsumsi jahe
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :
Tes darah – laboratorium akan memeriksa jumlah sel – sel darah. Leukimia
menyebabkan jumlah sel–sel darah putih meningkat sangat tinggi, dan
jumlah trombosit dan hemoglobin dalam sel–sel darah merah menurun.
Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada
tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati atau ginjal.
Digunakan untuk mengetahui kadar Hb-Eritrosit, leukosit dan trombosit.
- Hb rendah < 10 g/100 ml
(N: dewasa: Pria 13,5-18 g/dl, wanita 12-16 g/dl; anak: 6 bln-1 th 10-15
g/dl, 5-14 th 11-16 g/dl)
- Trombositopenia < 50.000/mm
- Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau
menurun, kurang dari 1000/mm
Apusan Darah Tepi
Digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah berupa bentuk, ukuran,
maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.
3. Metode :
A. Diskusi
4. Media :
A. Makalah
5. Kegiatan ronde keperawatan
Waktu Tahap Kegiatan Pelaksana Kegiatan Tempat
pasien
1 hari Pra Pra Ronde: Kepala Ruang
sebelum ronde 1. Menentukan kasus & topik Ruangan : Kepala
ronde 2. Menentukan Tim ronde Adi
3. Informed Consent Sution
4. Membuat Pra planning
5. Diskusi
6. Mencari Sumber Literatur
5 menit Ronde Pembukaan: Perawat - Nurse
1. Salam pembuka Primer Station
2. Memperkenalkan tim ronde (PP) :
3. Menyampaikan identitas dan Andi
masalah pasien Syahyani
4. Menjelaskan tujuan ronde
10 Menit 1. Penyajian masalah PP (Andi Nurse
2. Memberi salam dan Syahyani) Station
memperkenalkan pasien dan
keluarga kepada tim ronde
3. Menjelaskan riwayat penyakit
dan keperawatan klien
4. Menjelaskan masalah klien dan
rencana tindakan yang telah
dilaksanakan dan menetapkan
prioritas yg perlu didiskusikan
1. Validasi data Tim Mendengarkan Kamar
15 Menit 2. Mencocokkan dan menjelaskan Ronde Pasien
kembali data yg telah
disampaikan
3. Diskusi antar anggota tim
(Karu, PP, DPJP, Ahli Gizi dan
Perawat Asosiate) tentang
masalah keperawatan
5 menit Pasca 1. Evaluasi dan rekomendasi Karu, Nurse
ronde intervensi keperawatan supervisor Station
2. Penutup , Tim
Ronde
6. Pengorganisasian :
a. Supervisor : Sakti Danang Kunjono, S.Kep.,Ns
b. Kepala ruang :Adi Sution
c. Perawat Primer : Andi Syahyani
d. DPJP : Eleonora C. N. Kahu
e. Ahli Gizi : Ervin Romyanti + Farida Alfiyanti
f. PA :
1) Charisma Hesa R
2) Devi Sutra Mawar
3) Ikfanda P. R
4) Siti Cholimah