Prediksi Banjir Dengan Metode Fuzzy Mamdani
Prediksi Banjir Dengan Metode Fuzzy Mamdani
Prediksi Banjir Dengan Metode Fuzzy Mamdani
LOGIKA FUZZY
“Prediksi Banjir Dengan Metode Mamdani”
Oleh :
Pahrul
NIM. 1611016110011
Dosen Pengampu :
Andi Farmadi, S.Si., M.T.
2018
I. Pendahuluan
Risiko bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 adalah potensi kerugian
yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat
(Perka BNPB No. 15 Tahun 2012). Frekuensi kejadian paling besar dan banyak
menimbulkan kerugian dari suatu bencana karena iklim adalah banjir. Banjir
didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang
melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah yang dapat menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi (PROMISE Indonesia, 2009).
Beberapa cara mitigasi persoalan banjir dapat dilakukan baik dengan
eksperimen, teoritik ataupun pemodelan. Pemodelan yang digunakan salah satunya
adalah dengan logika fuzzy. Logika fuzzy merupakan logika bernilai banyak yang
mampu mendefinisikan nilai diantara keadaan yang konvesional seperti benar atau
salah, ya atau tidak, hitam atau putih dan sebagainya. Penalaran logika fuzzy
menyediakan cara untuk memahami kinerja sistem dengan menilai masukan dan
keluaran sistem dari hasil pengamatan. Kelebihan dari logika fuzzy adalah dalam
perancangannya tidak memerlukan persamaan matematis yang kompleks dari
objek yang akan dikendalikan. Prediksi banjir dengan pengaruh tinggi muka air
merupakan metode yang sering digunakan dalam kondisi daerah yang data
kuantitasnya pasti dengan satu pengaruh. Pemodelan dengan logika fuzzy menjadi
alat sederhana prediksi banjir dengan data tidak pasti dan dipengaruhi dari
beberapa kondisi. Prediksi datangnya banjir dalam kasus ini setidaknya
dipengaruhi oleh beberapa kondisi misalnya luas penampang, kemiringan lereng
daerah aliran sungai, intensitas curah hujan, debit air di sungai dan aspek fisik
lainnya yang bisa mempengaruhi risiko banjir (Risma, 2014).
Lotfi Zadeh (1960) mengemukakan bahwa fuzzy merupakan suatu aspek
ketidaktentuan yang berbeda dengan keacakan. Kemudian Zadeh mengusulkan
bentuk matematika untuk melihat bagaimana ketidakjelasan dapat dinyatakan
dalam bahasa manusia yang pendekatannya disebut “logika fuzzy”. Dalam fuzzy
dikenal derajat keanggotaan yang memiliki interval [0,1]. Dalam teori logika fuzzy
suatu nilai bisa bernilai benar atau salah secara bersama, namun berapa besar
keberadaan dan kesalahan tergantung pada bobot keanggotaan yang dimilikinya.
Bahaya maupun bencana sudah ada sejak zaman dahulu. Bencana pada masa
tersebut antara lain banjir yang dialami oleh Nuh dan masyarakatnya. Penjelajahan
arkeologis juga menunjukkan bahwa manusia pra sejarah menghadapi resiko sama
seperti yang dihadapi manusia saat ini seperti kelaparan, kejahatan dari manusia
lain, penyakit, serangan hewan liar, dll. Mereka juga berupaya untuk mengurangi
atau memitigasi resiko antara lain dengan hidup atau tinggal di dalam gua
(Coppola, 2007).
Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering seperti pada
lahan pertanian, permukiman, pusat kota. Banjir dapat juga terjadi karena
debit/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran drainase melebihi
atau diatas kapasitas pengalirannya. Luapan air biasanya tidak menjadi persoalan
bila tidak menimbulkan kerugian, korban meninggal atau luka-2, tidak merendam
permukiman dalam waktu lama, tidak menimbulkan persoalan lain bagi kehidupan
sehari-hari. Bila genangan air terjadi cukup tinggi, dalam waktu lama, dan sering
maka hal tersebut akan mengganggu kegiatan manusia. Dalam sepuluh tahun
terakhir ini, luas area dan frekuensi banjir semakin bertambah dengan kerugian
yang makin besar (BNPB, 2013). Di Indonesia banjir sudah lama terjadi. Di
Jakarta, misalnya, banjir sudah terjadi sejak 1959, ketika jumlah penduduk masih
relative sedikit. Banjir Jakarta terjadi sejak 1621, kemudian disusul banjir 1878,
1918, 1909, 1918, 1923, 1932 yang menggenangi permukiman warga karena
meluapnya air dari sungai Ciliwung, Cisadane, Angke. Setelah Indonesia merdeka,
banjir masih terus terjadi di Jakarta a.l pada 1979, 1996, 1999, 2002, 2007
(kompasiana, 2012; Fitriindrawardhono, 2012).
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, selama musim hujan seperti bulan
Januari-Februari, semua pihak (baik pemerintah maupun masyarakat) biasanya
khawatir datangnya bencana banjir. Curah hujan pada periode tersebut biasanya
lebih tinggi dari bulan lainnya (BMKG, 2013). Oleh karena itu masyarakat yang
bertempat tinggal di kawasan rawan banjir (bantaran sungai, dataran banjir, pantai,
dll) atau yang rutin mengalami banjir, biasanya sudah siap dengan kemungkinan
terburuk mengalami banjir, apalagi bila tempat tinggalnya berada dekat tubuh
perairan khususnya sungai.
II. Pembahasan
Penelitian ini menghimpun variabel-variabel masukan yang mempengaruhi
terjadinya banjir. Masukan yang menjadi indikator terjadinya banjir dalam
penelitian ini berupa luas penampang, kemiringan daerah saluran, intensitas curah
hujan dan koefisien limpasan aliran. Setelah itu dianalisa serta ditentukan
membership function dan rule, kemudian dibuat simulasi prediksi banjir dengan
logika fuzzy. Jenis logika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
mamdani karena lebih tepat untuk masukan yang berasal dari manusia. Pada model
mamdani, logika operasi yang digunakan adalah AND dan semua aturan saling
bergantung dan mempengaruhi.
Himpunan fuzzy adalah suatu himpunan berisi elemen yang mempunyai
berbagai derajat keanggotaan dalam himpunan. A adalah himpunan fuzzy A.
Fungsi akan memetakan elemenelemen suatu himpunan fuzzy A ke suatu nilai real
pada interval [0,1]. Jika X adalah suatu elemen dalam himpunan semesta, x adalah
anggota himpunan fuzzy A, dan A
adalah suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan
suatu elemen x dalam suatu himpunan A, maka pemetaan dinotasikan pada
persamaan.
Fungsi Keanggotaan Di dalam sistem fuzzy, fungsi keanggotaan memainkan
peranan yang sangat penting untuk merepresentasikan masalah. Fungsi
keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data
ke dalam nilai keanggotaannya. Fungsi keanggotaan yang bayak digunakan adalah
fungsi keanggotaan segitiga dan fungsi keanggotaan trapesium
1. Fungsi Keanggotaan Segitiga Kurva segitiga pada dasarnya merupakan
gabungan antara dua garis (linear). Fungsi ini terdapat hanya satu nilai x yang
memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1.
2. Fungsi Keanggotaan Trapesium Kurva segitiga pada dasarnya seperti bentuk
segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.
Sistem Inferensi Fuzzy Inferensi Fuzzy merupakan proses dalam
memformulasikan pemetaan dari input yang diberikan ke dalam output
menggunakan logika fuzzy. Empat tahapan untuk memperoleh output dalam
Sistem Inferensi Fuzzy tipe Mamdani, yaitu [8]: 1. Membandingkan variabel-
variabel input dengan membership function pada anteseden Proses ini dapat
dibentuk dengan cara membandingkan variabel input dan fungsi keanggotaan
untuk memperoleh nilai keanggotaan masing-masing variabel linguistik. 2.
Mengkombinasikan semua variabel input dengan menerapkan t-norm Langkah
berikutnya yaitu mengkombinasikan semua variabel input dengan menerapkan t-
norm. t-norm adalah operasi irisan pada himpunan fuzzy. Sistem aturan yang
digunakan adalah min atau multikonjungtif dengan penghubung “AND” [5]. 3.
Menghasilkan konsekuensi yang memenuhi syarat atau masing-masing aturan
berdasar bobotnya Komposisi aturan adalah proses himpunan fuzzy yang
menyatakan output dari setiap aturan untuk dikombinasikan bersama ke dalam
suatu himpunan fuzzy [9]. 4. Agregasi seluruh bagian konsekuensi Bentuk proses
agregasi bagian konsekuensi dinamakan defuzzifikasi. Defuzzifikasi adalah
sebuah model konversi dari bentuk nilai fuzzy ke dalam besaran/nilai yang lebih
presisi. Salah satu metodenya adalah metode Centroid dengan formulasi matematis
pada persamaan (5).
Predeiksi ini berdasarkan 3 variabel input dan 1 variabel output dimana ada
variabel luas penampang, tingkat kemiringan lereng, intensitas curah hujan dan
varabel output prediksi tingkatan banjir.
Luas penampang ini merupakan besar sempitnya sungai dimana air tersebut
mengalir.
Kemiringan lereng merupakan bagaimana curam atau tidaknya tepi sungai
tersebut, kemiringan ini juga berpengaruh dalam pehitungan debit air. Jikam
kelerangan landai makan debit ai yan ditampung sedikit,tapi jika kemiringan
curam maka debit air banyak.
Intensitas curah hujan merupakan debit air hujan yang masuk ke dalam sungai
tersbut
Untukvariabel output merupakan adalah prediksi banjir di wakilkan oleh level,
apakah banjir ini besar sedang atau kecil.
Nilai
Tingkatan Fuzzy (m2)
Sempit 0-40
Luas
Melebar >61
Landai 0-8
Kemiringan
lereng DAS Kritis 9-30
Curam >31
Tingkatan Nilai
Fuzzy (mm/jam)
Gerimis 1-6,25
Tingkatan
Fuzzy Nilai
Level I 0-0,5
Gambar 6. Rule
Gambar 7. View Rule
Jadi metode yang digunakan dalam prediksi banjir ini adalah dengan metode
mamdani yang mana data berasal dari iputan 3 variabel. Dengan metode ini kta dapat
mengetahui prediksi banjir berdasarkan curah hujan, kemiringan lereng, dan luas
penampang. Dengan inputan tersebut didapat output berdasarkan level banjir yang
nantinya akan diketahui.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, bahwa semakin tinggi nilai dari intensitas curah
hujan akan menimbulkan kemungkinan besar terjadi banjir namun dengan pengaruh dari
indeks kerapatan, luas penampang serta kemiringan lereng DAS. Jika luas penampang
semakin besar dan kemiringan semakin curam maka kemungkinannya tidak ada resiko
banjir. Adapun hubungan antara tiap variabel inputan, semakin besar kemiringan lereng
suatu DAS semakin cepat laju debit pengaruh dari tingginya indeks kerapatan aliran dan
akan mempercepat respon DAS terhadap curah hujan. Luas penampang DAS yang sempit
cenderung menurunkan laju limpasan daripada DAS yang berbentuk melebar meski luas
keseluruhan dari keduanya sama.
Curah hujan yang terus mengalami peningkatan menyebabkan prediksi banjir pada
level I atau tidak ada ancaman pada kondisi 1 hingga 11, dan dari 17 hingga 25. Ancaman
atau level II pada nomor kondisi 12 hingga 15 dengan nilai intensitas curah hujan yang
terjadi adalah 32,137 mm/jam. Banjir atau level III terjadi pada intensitas curah hujan 39,4
mm/jam. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan dari topografi sungai.
III. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Prediksi curah hujan dengan menerapkan metode Fuzzy Inference System,
diperoleh model berbasis aturan, yaitu model pada musim penghujan dan
model pada musim kemarau.
2. Penelitian ini telah menghasilkan model prediksi banjir dengan menggunakan
kontrol logika fuzzy. Hasil menunjukkan bahwa banjir terjadi pada level III
dengan kombinasi luas penampang.
3. Dengan ada fuzzy ini maka dapat memprediksi apabila jumlah curah hujan dan
semua varibel akan berpengaruh terhadap output.