Konstruksi Bertahap

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (3 SKS)

POKOK BAHASAN:
PERENCANAAN KONSTRUKSI BERTAHAP

1. PENDAHULUAN
Konstruksi bertahap adalah konstruksi perkerasan lentur dengan 2 lapis permukaan
yang sejenis dan dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu yang
ditetapkan dalam proses desain. Pekerjaan lapis desain ke 2, dikerjakan pada saat
kondisi perkerasan pertama masih stabil. Inilah yang membedakan dengan
pekerjaan peningkatan jalan, yang biasanya dikerjakan bila perkerasan mencapai
titik kritis/runtuh. Terdapat beberapa pertimbangan mengenai manfaat, yang
mendasari keputusan untuk membuat suatu konstruksi perkerasan bertahap yaitu:
• Memungkinkan peningkatan kondisi perkerasan dengan memperbaiki
kelemahan-kelemahan setempat struktur yang dijumpai pada waktu antara tahap
I dan II
• Jika perkiraan beberi lalu lintas tidak dapat diperkirakan dengan pasti (perkotaan
dengan perkembangan cepat), maka penyesuaian desain dapat dilakukan pada
tahap II
• Jika terdapat kesalahan desain/konstruksi/material, maka koreksi dapat
dilakukan dengan biaya lebih murah, walaupun dari integritas struktur hal ini
sebaiknya dihindari.
• Struktur perkerasan dapat didesain lebih efektif sebagai konsekwensi manfaat
dari 2 hal diatas
• Dapat dilakukan bila pendanaan pembangunan juga harus disediakan secara
bertahap.
2. METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR
Yang dimaksud perkerasan lentur (flexible pavement) dalam perencanaan ini
adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal
sebagailapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya.
Interprestasi, evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dikembangkan dari
hasil penetapan ini, harus juga memperhitungkan penerapannya secara ekonomis,
sesuai dengan kondisi setempat, tingkat lainnya, sehingga konstruksi jalan yang
direncanakan itu adalah optimal.

Gambar 1 Susunan Lapisan Perkerasan


Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan
Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.

1. Material Perkerasan Jalan


Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi lapis pondasi bawah (sub base
course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).
2. Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifatnya dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang
menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
• Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas.
• Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
• Daya dukung tanh yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan.
• Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tanah tertentu.
• Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (glanula soil) yang tidak dipadatkan
secara baik pada saat pelaksanaan.
3. Lapis Pondasi Bawah Fungsi lapis bawah antara lain :
• Sebagai bagian konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban
roda.
• Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan
selebihnya dapat dikurangi tebalnya (Penghematan Biaya Konstruksi).
• Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
• Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20 %, PI ≤ 10 %) yang relatif lebih
dari tanah dasar dapar juga digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen dalam beberapa
hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan
konstruksi perkerasan.
4. Lapis Pondasi Fungsi lapis pondasi antara lain :
• Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda
• Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan. Bermacam-macam bahan
alam/bahan setempat (CBR ≥ 50 %, PI ≤ 4 %) dapat digunakan sebagai bahan lapis
pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen
atau kapur.
5. Lapis Permukaan Fungsi lapis permukaan antara lain :
• Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban
• Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca
• Sebagai lapisan aus (Wearing Course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk
kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan
tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu
lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat
yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
6. Parameter-Parameter Perencanaan
Parameter-parameter Pendukung dalam perencanaan perkerasan lentur terdiri dari
parameter Lalu lintas dan daya dukung tanah dasar
6.1 Lalu Lintas
• Jumlah dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jalur rencana meru[akan salah satu
jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang manampung lalu lintas terbesar. Jika
jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar
perkerasan menurut daftar dibawah ini :

Tabel 1 Pedoman Penentuan Jumlah Jalur

Lebar Perkerasan (L) Jumlah jalur (n)


L < 5.50 m 1 jalur
5.50 m ≤ L ≤ 8.25 m 2 jalur
8.25 m ≤ L ≤ 11.25 m 3 jalur
11.25 m ≤ L ≤ 15.00 m 4 jalur
15.00 m ≤ L ≤ 18.75 m 5 jalur
18.75 m ≤ L ≤ 22.00 m 6 jalur

Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan


Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.

• Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)


ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :

• Lalu lintas Harian Rata-rata dan rumus-rumus Lintas Ekivalen.


1 lalu lintas Harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal
rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau
masing-masing arah pada jalan denga median.
2 Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Catatan : j = Jenis Kendaraan


Tabel 2. Koefisien Distribusi ke Lajur Rencana (C)

Jumlah Lajur Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**


1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 jalur 0,30 0,45
5 jalur 0,25 0,425
6 jalur 0,20 0,40

Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara


Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa
Komponen. 1989.

3 Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Catatan : i = perkembangan lalu lintas J = Jenis Kendaraan

4 Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

5 Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rimus sebagai berikut :


LER = LET x FP
Faktor penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus :
FP = UR/10

6.2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.


Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Yang
dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR
laboratorium.
CBR laboratorium ini biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru.
Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan data dukung tanah dasar hanya kepada
pengukuran nilai CBR. Cara-cara ini hanya digunakan bila telah disertai dat-data yang
dapat dipertanggungjawabkan. Cara-cara lain dapat berupa : Group Index, Plate
Bearing Test atau R-Value.
Grafik 4.13.1 Korelasi antara nilai CBR dan DDT

Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan


Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.

6.3 Faktor Regional (FR)


Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk
alinemen serta persentase kendaraan dengan berat ≥ 13 ton, kendaraan yang
berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun.
Tabel 3 Faktor Regional

Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan


Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.

6.4 Indeks Permukaan


Indeks Permukaan ini menyatakan daripada kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini:
IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

6.5 Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall
Test (untuk bahan dengan Aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilkan dengan
semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan pondasi bawah). Jika alat Marshall Test
tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan beraspal bisa diukur dengan cara lain
seperti hveem Test, Hubbart Field, dan Smith Triaxial.
Tabel 4 Koef. Kekuatan Relatif (a)

Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan


Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.

6.6 Tahap Perhitungan Perencanaan Perkerasan Pada tahap perhitungan perencanaan ini
hal-hal yang dilakukan adalah analisa komponen perkerasan dan metoda konstruksi
bertahap.
7. Analisa Komponen Perkerasan
Perhitungan perencanaan ini didasrkan pada kekuatan relatip masing-masing lapisan
perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP
(Indeks Tabel Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut :
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
a1,a2,a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan
D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan.
Angka 1,2, 3 = masing-masing untuk permukaan lapisan.

Tabel 5. Tebal Minimum Lapisan Permukaan

Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan Tebal
Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.
Tabel 6. Tebal Minimum Lapisan Pondasi

Sumber : Standar Nasional Indonesia; SNI 1732-1989-F . Tata Cara Perencanaan Tebal
Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. 1989.

8. Metode Konstruksi Bertahap


Metode perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep “sisa umur”.
Perkerasan berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai
keseluruhan “masa fatique”. Untuk itu tahap diterapkan bila jumlah kerusakan
(cumulative damage) pada tahap pertama mencapai k.l. 60 %. Untuk demikian
ketentuan diatas maka dipilih waktu tahap pertama antara 25 % -50 % dari waktu
keseluruhan. Misalnya ; UR = 20 tahun. Maka tahap I antara 5 -10 tahun.
 Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique, misalnya
timbul retak), maka tebal perkerasan tahap I didapat dengan memasukkan lalu
lintas sebesar LER1.
 Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur k.l. 40 % maka pekerjaan
tahap I perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER1.
 Dengan anggapan sisa umur linier dengan sisa lalu lintas, maka :
xLER1 = LER1+ 40% x LER1
(tahap I plus) (tahap I) (sisa tahap I)
diperoleh x = 1,67
 Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasantahap II didapat
dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER2.
 Tebal perkerasan tahap I + II dengan memasukkan lalu lintas sebesar y LER 2.
karena 60 % y LER 2 sudah dipakai pada tahap I, maka :
x LER2 = 60%yLER1+ 40% x LER1
(tahap I + II) (tahap I) (sisa tahap I) diperoleh y = 2.5
 Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal perkerasan tahap
I + II (lalu lintas y LER 2) terhadap tebal perkerasan I (lalu lintas x LER1).
 Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP2 dengan rumus :
ITP2 = ITP – ITP1
ITP dapat dari nomogram dengan LER = 2,5 LER2
ITP1 didapat dari nomogram dengan LER = 1,67 LER1.

9. CONTOH SOAL
Rencanakan tebal perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas tahun 1981 seperti di
bawah ini, dan umur rencana
a. 5+15 tahun
b. 7+13 tahun

Jalan dibuka tahun 2005 (i selama masa pelaksanaan 5%/th). Perkembangan lalu lintas untuk
UR 20 tahun (i = 6%). Data lalu lintas dan bahan sebagai berikut:
Penyelesaian:
• LHR pada awal umur rencana (2005), i = 5%, H = 4

• LHR pada tahun ke 5 dan tahun ke 20

• LHR tahun ke 7

Menentukan E masing-masing kendaraan

Lintas ekivalen permulaan (LEP) ε LHRj x Cj xEj


Lintas ekivalen akhir (LEA) = ε LHRj (1+i)UR x Cj x Ej

Lintas ekivalen tengah (LET) = (LEP + LEA)/2


LET5 = (88,643 +118,6)/2
= 104
LET15 = (118,6 + 248,297)/2
= 183
LET7 = (88,643 +133,253)/2
= 110
LET20 = (133,258 + 248,297)/2
= 191
Lintas ekivalen rencana (LER) = LET x(UR/10)
LER5 = 104 x (5/10) = 52
LER15 = 183 x (15/10) = 191
1,67 x LER5 = 87
2,5 x LER15 = 478

LER7 = 110 x (7/10) = 77


LER13 = 191 x (13/10) = 248
1,67 x LER7 = 129
2,5 x LER13 = 620

Menentukan ITP: CBR subgrade = 3,4%;


DDT = (4,3 log 3,4) + 1,7 4
IPt = 2,0
IPo = 3,9 - 3,5
FR = 1,0
Berdasar data tersebut, didapat nomogram no. 4, di SNI-1732-1989-F untuk
menentukan ITP
1,67 x LER5 = 87 ITP5 = 7,0
2,5 x LER.15 = 688 ITP5+15 = 9,7
1,67 x LER7 = 129 ITP7 = 7,5
2,5 x LER13 = 620 ITP7+13 = 9,6

Menetapkan tebal perkerasan


Untuk UR (5+15) tahun:
ITP1 = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
7,0 = 0,35.D1 +0,14x20+0,12x 10
7,0 = 0,35D1 + 4
D1 = 8,6cm = 9 crn

ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3


9,7=0,35.D1 + 0,14 x 20+0,12x 10
9,7 = 0,35 D1 + 4
D1= 16,3 cm = 16.5 cm
D1 ITP2 = D1 ITP – D1 ITP1
= 16.5 – 9 = 7.5 cm

Untuk tebal pondasi bawah (D3) berdasar SNI 1732-1 989-F DAFTAR VIII, tebal
minimum yang dipersyaratkan adalah 10 cm, sedangkan untuk lapis pondasi atas 20
cm (batu pecah, ITP 7,5 - 9,99). Susunan lapisan perkerasan dapat digambar sebagai
berikut:

D1 = 7,5 cm
a1 a1 Laston MS 744
D1 = 9 cm

D2 = 20 cm a2 a2 Batu Pecah CBR 100

D3 = 10 cm a3 a3 Sirtu CBR 50

Subgrade

Untuk UR (7+13) tahun:


lTP1 = a1.D1 + a2.D2 ± a3.D3
7,5 = 0,35.D1+0,14x20+0,12x 10
7,5 = 0,35 D1 +4
D1 = 10 cm

ITP = a1.D1 ± a7.D2 + a3.D3


9,6 = 0,35.D1 +0,14x20+0,12x 10
9,6 = 0,35 D1+4
D1 = 16 cm

D1 ITP2 = D1 ITP – D1 ITP1


= 16 – 10 = 6 cm
Untuk tebal pondasi bawah (D3) herdasar SNI 1732-1989-F DAFTAR VIII, tebal
minimum yang dipersyaratkan adalah 10 cm, sedangkan untuk lapis pondasi atas 20
cm (batu pecah, ITP 7,5-9,99). Susunan lapisan perkerasan dapat digambar sebagai
berikut:

D1 = 6 cm
a1 a1 Laston MS 744
D1 = 10 cm

D2 = 20 cm a2 a2 Batu Pecah CBR 100

D3 = 10 cm a3 a3 Sirtu CBR 50

Subgrade

Anda mungkin juga menyukai