Analisa Program Stanting Di Puskesmas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

ANALISA PROGRAM STANTING DI PUSKESMAS PURBALINGGA

Disusun guna memenuhi tugas keperawatan komunitas I


Dosen pembimbing Herni Rejeki, M. Kep, Ners, Sp. Kom.

Disusun oleh kelompok X :

1. Adi gunawan 17.1289.S


2. Laili hikmawati 17.1340.S
3. Wahyu agung Nugroho 17.1400.S

TINGKAT 3A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belajang masalah


Stunting adalah salah satu maslah kesehatan yang perlu menjadi sorotan. Jangankan
diberantas, angka stunting di indonesia masih masuk kategori sangat tinggi menurut
standar WHO. Setiap negara di dunia mengalami masalah terkait dengan permasalahan
gizi, Indonesia merupakan salahsatu negara dengan triple ganda permasalahan gizi.
Indonesia negara ke 5 dengan jumlah balita tertinggi mengalami stunting dengan jumlah
3,9% balita mengalami stunting. Penderita sunting tertinggi pada negara india sejumlah
31%, china 6,5 % , Nigeria 5,25 , Pakistan 5,1%.
Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh. Ini bisa dialami oleh anak-
anak yang mendpatkan gizi buruk, terkena infeksi berulang dan stimulasi psikososialnya
tidak memadai.. anak dikatakan stunting ketika pertumbuhan tinggi badannya tak sesuai
grafik pertumbuhan standar dunia. Menurut pakar nutrisi dan penyakit metabolic anak,
dampak stunting bukan sekadar tinggi badan anak. Damayanti mengatakan “kalua anak
pendek, ketika remaja dia bisa tumbuh lagi. Ada kesempatan kedua untuk menaikkan tinggi
badan. Tapi kalua sudah stunting terkait pertumbuhan otak, ketika sudah besar, anak tidak
bisa diobati lagi”. Data riset kesehatan nasional (riskesdes) 2018 yang diolah lokadata
bertigar.id menunjukkan, 30,8% balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini turun
jika dibandingkan data riskesdes 2013, tyakni 37,2%.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Memberikan pemahaman dan ketrampilan dasar kepada pengendalian, evaluasi,
penilaian kinerja dan pelaporan di puskesmas.
b. Tujuan khusus
1. menjelaskan tentang program nasional masalah sunting
2. menjelaskan program stunting di puskesmas
BAB II
PROGRAM NASIONAL

A. PROGRAM
Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif pada
sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun.
a. Intervensi Gizi Spesifik
Intervensi yang ditujukan kepada ibu hamil dan anak dalam 1.000 hari pertama
kehidupan. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, Intervensi spesifik
bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek
Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor
kesehatan.
I. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:
1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan
energi dan protein kronis.
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
3. Mengatasi kekurangan iodium.
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.
II. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:
1. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).
2. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.
III. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan:
1. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI.
2. Menyediakan obat cacing dan suplementasi zink.
3. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.
4. Memberikan perlindungan terhadap malaria.
5. Memberikan imunisasi lengkap.
6. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
b. Intervensi Gizi Sensitif
Intervensi yang ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor
kesehatan.
Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk sasaran 1.000 Hari
Pertama Kehidupan.
Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor
kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi
spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada
1.000 Hari PertamaKehidupan (HPK).
1. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.
2. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.
3. Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.
4. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7. Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
9. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.
10. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada
Remaja.
11. Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.
12. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.

B. Kebijakan Program
Pemerintah telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Penanganan Stunting pada
bulan Agustus 2017, yang menekankan pada kegiatan konvergensi di tingkat Nasional,
Daerah dan Desa, untuk memprioritaskan kegiatan intervensi Gizi Spesifik dan Gizi
Sensitif pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan hingga sampai dengan usia 6 tahun. Kegiatan
ini diprioritaskan pada 100 kabupaten/kota di tahun 2018.
Kebijakan ini didukung melalui :
1. Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Percepatan Perbaikan Gizi,
2. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Sehat
3. Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi
4. Indonesia bergabung dalam Gerakan Global Scaling Up Nutrition (SUN) movement
pada tahun 2011
5. Pencegahan stunting tercakup dalam RPJMN 2015-2019

C. Indikator

D. Kegiatan
Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan status gizi yang
optimal dengan cara melakukan perbaikan gizi secara terus menerus.dan kegiatannya
dilaksanakan melalui:
1. kampanye nasional dan daerah
2. advokasi dan sosialisasi lintas sektor dan lintas lembaga
3. dialog untuk menggalang kerja sama dan kontribusi
4. pelatihan
5. diskusi
6. intervensi kegiatan gizi langsung (spesifik)
7. intervensi gizi tidak langsung (sensitif)
BAB III
PROGRAM PUSKESMAS

A. Data Program
Dari data RISKIDES 2-13, prevalensi stunting purbalingga sebesar 36, 75% sedangkan
jumlah balita stunting 2013 ada 29.880 dari 70.000 balita. Sejak tahun 2013 sampai tahun
2017 penanganan stunting terus diupayakan sehingga berdasarkan data dari puskesmas
tahun2017 tentang stnting prosentasenya turun menjadi 22% dengan rincian 16% yang pendek
dan 6% sangat pendek. Dari 224 desa yang ada, maka ada 10 desa yang perlu mendapatkan
prioritas dalam penanganannya. Kecamatan kemangkon, desa pelumutan, kecamatan
kaligondang desa brecek, cilapar, dan sempor, kecamatan kutosari desa candinata kecamatan
mrebet, desa kradenan selagangeng dan sangkanayu.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka, pemkab yang dimotori oleh dinkes
melakukan langkah- langkah untuk menanganinya, pertama melalui advokasi kepada semua
desa yang termasuk dalam kasus stunting bersama puskesmas bahwa pentingnya menjaga
kesehatan bagi ibu dan anak sejak mulai dari kandungan sampai menginjak balita. Kedua
mengoptimalkan program dan kegiatan di bidang kesehatan dengan tujuan untuk
menanggulangi dan menangani kasus stunting yang dimaksud. Program dan kesgiatan
tersebut bukan hanya semata-mata menjadi tanggungjawab dinkes namun juga didukung oleh
semua program dan kegiatan yang ada di OPD maupun masyarakat.

B. Indikator program
1. Penurunan prevalensi stunting pada rumah tangga 1.000 HPK di tingkat nasional dan
kabupaten/kota prioritas
2. Jumlah kabupaten/kota prioritas yang berhasil menurunkan prevalensi stunting
bertambah setiap tahun
3. Jumlah kasus stunting yang berhasil dicegah setiap tahunnya
4. Insidens Diare
5. Insidens Kecacingan
6. Prevalensi Gizi Buruk
7. Prevalensi anemia pada ibu hamil
8. Prevalensi BBLR
9. Cakupan ASI Eksklusif
10. Cakupan hasil intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif di kabupaten/kota prioritas
11. Cakupan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitive pada sasaran prioritas (1.000 HPK)
12. Rembuk stunting tahunan di tingkat nasional
13. Nota kesepakatan (Memo of Agreement) pencegahan stunting yang ditandatangani oleh
pimpinan daerah di kabupaten/kota prioritas
14. Rembuk Stunting tahunan di tingkat kabupaten/kota prioritas dan desa
15. Persentase masyarakat yang menilai stunting sebagai 10 masalah penting dalam gizi dan
kesehatan anak
16. Pelaksanaan kampanye perubahan perilaku yang konsisten dan berkelanjutan di tingkat
pusat dan daerah
17. Terbitnya kebijakan daerah yang memuat kampanye publik dan komunikasi perubahan
perilaku
18. Pelaksanaan konvergensi program/kegiatan nasional untuk pencegahan stunting pada
kabupaten/kota prioritas
19. Kinerja pelaksanaan program/kegiatan di tingkat kabupaten/kota prioritas untuk
pencegahan stunting
20. Jumlah kabupaten/kota prioritas yang melaksanakan Aksi Konvergensi/Aksi Integrasi
21. Persentase pemanfaatan Dana Desa untuk kegiatan intervensi gizi prioritas
22. Persentase sasaran prioritas yang mendapat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
dan/atau bantuan pangan lainnya di kabupaten/kota prioritas
23. Kebijakan terkait peningkatan fortifikasi pangan
24. Akses sasaran prioritas kepada pangan bergizi

C. Identifikasi masalah
Pada tingkat individu, masalah gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi
yang saling terkait. Sedangkan di tingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi
oleh kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik jumlah ataupun
jenis sesuai dengan kebutuhan gizi, pola asuh anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan,
kebersihan pribadi dan masalah sanitasi.Beberapa tahun terakhir telah terjadi masalah status
gizi anak di Indonesia dapat dilihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya prevalensi stunting dari 39,4 persen pada tahun 2007
menjadi sebesar 49,2 persen pada tahun 2010. Dilihat dari angka ini prevalensi stunting masih
di atas ambang batas (cut off) yang telah disepakati secara universal, dimana masalah stunting
di atas 20 persen, maka masih merupakan masalah kesehatan pada masyarakat
Dari data RISKIDES 2-13, prevalensi stunting purbalingga sebesar 36, 75% sedangkan
jumlah balita stunting 2013 ada 29.880 dari 70.000 balita. Sejak tahun 2013 sampai tahun
2017 penanganan stunting terus diupayakan sehingga berdasarkan data dari puskesmas
tahun2017 tentang stnting prosentasenya turun menjadi 22% dengan rincian 16% yang pendek
dan 6% sangat pendek. Dari 224 desa yang ada, maka ada 10 desa yang perlu mendapatkan
prioritas dalam penanganannya. Kecamatan kemangkon, desa pelumutan, kecamatan
kaligondang desa brecek, cilapar, dan sempor, kecamatan kutosari desa candinata kecamatan
mrebet, desa kradenan selagangeng dan sangkanayu.

D. Analisis program (swot)


1. Strengths
a. Adanya program yang melembaga dan trencana berkaitan dengan stunting yang
diselenggarakan oleh WHO, UNICEF, MDGs
b. Melaksanakan program dalam Millenium Development Goals (MDGs) adalah
menanggulangi kemiskinan dan kelaparan yang menjadi akar masalah gizi
khususnya stunting.
2. Weaknesses
a. Minimnya pengetahuan dan sulitnya akses informasi tentang kesehatan pada saat
hamil dan gizi anak.
b. Sarana dan prasarana yang belum memadai khususnya sanitasi lingkungan,
sumber air dan pemukiman yang layak
c. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu
d. Kurangnya tenaga kesehatan di daerah terisolir dan terpencil.
3. Opportunities
a. Adanya jaminan kesehatan BPJS untuk semua masyarakat.
b. Adanya pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam upaya peningkatan
kesehatan ibu hamil dan anak.
c. Adanya kebijakan dan program pemerintah terkait masalah stunting
d. Tersedianya dana dalam program penanganan stunting
e. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga terkait dalam mengurangi prevalensi
stunting
f. Adanya program NS yang digalakkan untuk membantu masalah kesehatan di
daerah terpencil
g. Adanya tenaga gizi di setiap puskesmas sebagai jembatan dalam pelaksanaan
program .
h. Meningkatkan kualitas pelayan dan SDM kesehatan
4. Threats
a. Angka kematian anak karena stunting belum turun dan menjadi salah satu indeks
untuk derajat kesehatan
b. Menurunnya kualitas dan kuantitas SDM
c. Terjadinya penurunan IQ dan kemampuan kognitif
E. Solusi
Kepala dinkes purbalingga menjelaskan bahwa stunting dapat dicegah sebelum terjadi
pada anak yaitu mulai dari gaya hidup sehat, pemberian gizi yang baik, kontrol kesehatan dan
tumbuh kembang anak serta imunisasi serta dengan pemenuhan gizi pada 1000 hari pertama,
kehidupan dengan memperhatikan kecukupan gizi selama kehamilan, memberikan air susu
ibu ekslusif selama enam bulan, serta memberikan makanan pendamping asi (MPASI) sesuai
kecukupamn gizi anak.
F. Monitoring dan evaluasi
Saat ini, Kementerian PPN/Bappenas sedang mengembangkan kerangka rencana
monitoring dan evaluasi untuk intervensi pencegahan stunting terintegrasi. Pengembangan
sistem monitoring terpadu dan berbasis teknologi sangat diperlukan untuk memantau
perkembangan pencapaian pelaksanaan intervensi dan tantangan yang mungkin terjadi agar
dapat ditangani dalam waktu cepat.
Jika memperhatikan fakta yang ada seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, seperti
terkait masih banyaknya antara lain ibu hamil yang asupannya defisit dari sisi energi dan
protein.
Isu kesenjangan antara kebijakan dan implementasi program ketahanan pangan
penduduk, adalah:
1. Tidak pernah dilakukan perhitungan kekurangan gizi setiap keluarga miskin yang harus
dipenuhi berdasarkan fakta data defisit energi dan protein (seharusnya perhitungan
kekurangan gizi setiap keluarga miskin yang harus dipenuhi adalah 500 kkal dan 10 gram
protein/ kap/hari)
2. Di lapangan banyak sekali program pemberian bantuan pangan atau PMT dari sumber
yang tidak standar
3. Belum ada kebijakan yang khusus tentang pemenuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi,
balita dan kelompok rawan gizi lainnya.
Strategi ke depan, diharapkan, dapat rekomendasi untuk yang akan datang antara lain: 1.
Dapat disusun program yang secara khusus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
miskin meliputi target sasaran termasuk ibu hamil, bentuk jenis makanan harus memenuhi
standar gizi, terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang lain; dan 2. Perlu dibuat standar
bantuan pangan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencapaian target penurunan stunting pada anak-anak dan anemia pada wanita, serta
meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif diketahui dapat menjadi salah satu bentuk
investasi gizi yang sangat menguntungkan apabila dilakukan secara terus-menerus selama
sepuluh tahun ke depan. Investasi yang dilakukan dapat menyelamatkan 3.7 juta nyawa anak
di dunia, mengurangi 65 juta anak stunting, dan 265 juta wanita anemia (dibandingkan dengan
baseline data dunia tahun 2015). Kombinasi antara perbaikan kesehatan dan upaya
pengentasan kemiskinan dinilai mampu menyelamatkan sekitar 2,2 juta jiwa dan menurunkan
sekitar 50 juta kasus stunting pada tahun 2025.

B. Saran
Untuk membangun lingkungan yang mendukung optimalisasi investasi gizi,
diperlukan lingkungan yang mendukung melalui penguatan dalam aspek ilmu pengetahuan
dan hasil-hasil penelitian, pemerintah dan politik, serta kapasitas dan sumber daya. Investasi
melalui penguatan di masing-masing program perlu memperhatikan penguatan dari sisi
tujuan, desain/perencanaan, dan implementasinya; peningkatan target, jangka waktu untuk
penerapan intervensi; menyusun kegiatan berdasarkan kebutuhan program serta
mempertimbangkan penerima manfaat.
REFERENSI

Kementrian desa pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi 2017 “Buku Saku
Desa dalam Penanganan Stunting”
Kementrian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan 2018
“strategi nasional percepatan pencegahan anak kerdil (stunting)”
Kemenkes RI. 2018. “Buku Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan”
Satriawan, Elan. 2108. “Buku Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting”.

Anda mungkin juga menyukai