BAB II Penyucian Diri
BAB II Penyucian Diri
BAB II Penyucian Diri
PEMBAHASAN
Tazkiyatun nafsi berasal dari bahasa Arab yaitu تزكية النفس, dimana kalimat
tersebut merupakan gabungan dari dua kata, yaitu tazkiyah ( )تزكيةyang berarti
bersih dan an-nafsi ( )النفسyang artinya jiwa. Yang kemudian digabungkan dua kata
tersebut sehingga mengandung arti bahwa tazkiyatun nafsi adala membersihkan hati.
Sedangkan secara istilah, Tazkiyatun Nafs adalah proses membersihkan jiwa
dan hati dari berbagai dosa dan sifat-sifat tercela yang mengotorinya, dan selanjutnya
peningkatan kualitas jiwa dan hati tersebut dengan mengembangkan sifat-sifat terpuji
yang di ridhoi Allah SWT, serta potensi-potensi positifnya dengan mujahadah,
ibadah, dan berbagai perbuatan baik lgjhainnya, sehingga hati dan jiwa menjadi
bersih dan baik serta berkualitas. Yanug selanjutnya menjadikannya sifat-sifat dan
perilaku yang baik dan terpuji
Pendapat lain mengatakan bahwa, tazkiyatun nafsi yaitu menghindarkan, atau
menjauhkan hati sesuai fitrahnya, yaitu fitrah iman, islam, dan ihsan kepa Allah. [5]
Dari tiga definisi di atas, yakni definisi secara etimologi dan definisi secara
terminologi, dapat kita turunkan maknanya bahwa tazkiyatun nafsi adalah bagaimana
seorang hamba berupaya untuk kembali kepada fitrahnya, yaitu menghindari sifat-
sifat tercela, dan menguatkan iman, islam, serta ikhsan yang merupakan basis
keutuhan seorang hamba di hadapan Tuhannya. Karena bagaimanapun, tidak dapat
dipungkiri, bahwa manusia adalah diciptakan oleh Dzat yang baik dan bersih,
sehingga pada intinya kita semua mampu untuk menginstall diri untuk menjadi bersih
dan suci dari sifat-sifat tercela.
2.2 Tujuan Tazkiyatun Nafs
الَّذِي يُؤْ ِتي َمالَهُ َيتَزَ َّكى. سيُ َج َّنبُ َها اْألَتْقَى
َ َو
Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang
yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail 92: 17-18).
Imam AL-Ghazali dalam ihya ulumudin mengatakan ada beberapa tujuan
tazkiyatun nafs sebagai berikut :
a. Pembentukan manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan
seluruh aktivitas hidupnya bernilai ibadah.
b. Membentuk manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan
dengan sesamanya, yang sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung
jawabnya.
c. Membentuk manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari
perilaku tercela yang membahayakan jiwa itu sendiri.
d. Membentuk manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap
Allah, diri sendiri maupun manusia sekitarnya.
Tujuan dari upaya persucian diri ini akan terlaksana apabila telah melampaui
beberapa tahap. Tahapan ini merupakan sarana sebagai upaya dari pelaksanaan an-
nafs. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tathahhur ( upaya mensucikan diri)
Upaya ini diawali dengan taubat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi
segala perbuatan yang bisa mengotori jiwa atau hati, seperti nifaq, berdusta,
khianat, hasad, riya dan lain-lain.
b. Takhallaq ( upaya menghiasi diri dengan akhlak karimah)
Setelah seseorang berusaha mensucikan diri dari perbuatan kotor pada
jiwanya, maka ia harus mengisinya dengan perbuatan-perbuatan yang mulia.
c. Tahaquqq ( upaya merealisasikan kedudukan-kedudukan mulia)
Upaya ini merupakan puncak dari proses tazkiyah an-nafs, karena tahaquqq
merupakan caea dan jalan bagaimana seorang muslim dapat berada sedekat mungkin
dengan Allah SWT sehingga ia akan memperoleh kedudukan yang mulia di sisi-Nya.
Untuk dapat berada dekat dengan Allah seorang muslim harus menempuh
perjalanan panjang yang dalam istilah arab dikenal dengan maqamat.
3. Penyakit lisan.
Lisan merupakan suatu nikmat besar dan rahmat dari Allah SWT. Mulut itu
kecil ukurannya, tetapi besar manfaat dan bahayanya. Kekufuran dan keimanan baru
tampak jelas lewat kesaksian lisan. Dengan demikian, keimanan merupakan puncak
ketaatan, sedangkan kekufuran merupakan puncak penentangannya. Yang wujud dan
yang tidak, pencipta dan makhluk, yang khayal dan yang nyata, keyakinan dan
dugaan, semua hanya dapat dijelaskan lewat lisan. Lisan juga dapat digunakan untuk
menolak atau menerima sesuatu, hak maupun batil.
Medan lisan tidak terbatas. Maka, siapa saja yang tidak dapat menjaga
lisannya, setan akan memanfaatkannya dan kita menjadi sesat. Penyakit lisan
antaranya, ghibah; namimah; dusta dalam ucapan dan sumpah; ucapan keji, caci
maki, dan cabul; ejekan dan sindiran; debat kusir; mengutuk; tenggelam
membicarakan hal-hal batil; pertengkaran; bergaya dalam berbicara; meracau; bicara
berlebihan; sanda gurau; nyanyi dan syair yang berlebiha; janji palsu; oportunis;
pujian dan celaan; membeberkan diri sendiri; bertanya tentang sifat-sifat Allah.
4. Marah.
Marah adalah nyalaapi yang di ambil dari api Allah yang dinyalakan. Hanya
saja, nyala api ini tidak sampai membakar hati; ia hanya tinggal di hati seperti bara
api di dalam abu. Kesombongan yang tertimbun dalam setiap orang yang angkuh dan
keras kepala akan memunculkan nyala api ini seperti nyala api memercik dari besi.
Bagi ahli Bashirah (melihat dengan mata hati), yang melihat dengan cahaya yaqin,
tampak dan tersingkap bahwa dari diri manusia ada urat yang memanjang sampai ke
setan terkutuk, jika di dalam diri seseorang api kemarahan menyala, maka pertalian
setan di dalam dirinya pun menguat.
6. Dendam
Dendam adalah menetapkan hati kesumat terhadap seseorang yang menjadi
sasaran dendamnya, membencinya dan melarikan diri darinya secara terus menerus.
Penyebab munculnya dendam adalah kemarahan yang terpendam. Apabila
kemarahannya tertahan kerena tidak mampu melampiaskannya seketika, ia akan
kembali ke dalam (membatin) dan mengkristal di batin, lalu memjadi dendam.
7. Sombong.
Sombong adalah perbuatan yang amat tercela. Ketercelaan sombong dapat
dilihat melalui firman-firman Allah, melalui khabar, dan melalui atsar para sahabat.
Rasulullah SAW bersabda, “Pada Hari Kiamat orang-orang sombong dibangkitkan
sebagai debu dalam rupa lelaki, segala sesuatu yang kecil berada lebih tinggi dari
mereka. Kemudian mereka digiring kepenjara jahannam yang disebut baws, di bawah
neraka. Lalu mereka diminumi thinah al-khabal, yaitu perasan penghuni neraka.”
8. Ujub.
Ujub atau bangga diri muncul dengan satu sifat kesempurnaan, seperti ilmu,
kezuhudan, dan ibadah. Seseorang tidak akan ujub dengan satu sifat hina. Seseorang
tidak akan ujub dengan kebakhilan dan perangai buruk. Tetapi dia bisa ujub dengan
kedermawanan dan perangai baik.
Ujub atau bangga diri adalah memandang besar sasuatu kenikmatan,
mencintaiinya, dan merasa nyaman dengan sambil menyandarkannya kepadadiri
sendiri. Berdasarkan keadaan ini, ada dua keadaan yang tidak
termasuk. Pertama, bila dia takut nikmat itu lenyap, khawatir tercemar atau terampas
dari pangkalnya. Dalam kondisi demikian dia tidak akan ujub.Kedua, dia tidak
merasa takut nikmat itu lenyap dari dirinya dan dia merasa gembira mendapatkannya
seraya menyadari bahwa nikmat itu berasal dari Allah tanpa menyandaarkannya pada
diri sendiri. Orang yang seperti ini tidak dianggap sebagai orang yang ujub.
Taubat adalah stasiun pertama. Taubat adalah pintu masuk untuk menapaki
jalan ruhani. Pilar-pilar taubat yaitu menyesal, segera meninggalkan maksiat, dan
bertekad untuk tidak mengulanginya, serta mengembalikan hak atau kehormatan yang
direnggut kepada pemiliknya atau meminta maaf dan kehalalan dirinya.
Taubat yang tulus ibarat sabun yang dapat menghilangkan kotoran yang
menempel pada wadah sehingga ia kembali bersih cemerlang. Seperti itulah taubat,
yang membersihkan hati dari segala noda maksiat dan dosa sehingga hati kembali
cemerlang memancarkan cahaya iman.
6. Tawakal.
Tawakal merupakan salah satu maqam agung di antara maqamat kaum abrar.
Seorang zahid berkata, “Tawakal adalah bergantung kepada Allah di setiap keadaan”.
Adapula yang berkata, “Tawakal adalah goncang tanpa tenang dan tenang tanpa
goncang.” Yang dimaksud tenang tanpa goncang adalah tenang hati karena
bergantung kepada Allah, sedangkan goncang tanpa tenang adalah desakan hati
berlindung dan memohon dengan sangat kepada Allah.
7. Niat.
Niat adalah ungkapan tentang al-iradah (kehendak) dan al-qashad (maksud).
Sebuah hadis menerangkan, “amal-amal tergantung niat, dan setiap orang akan
memperoleh apa yang diniatkannya. Barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsipa hijrahnya karena
dunia yang ingin dimilikinya, atau karena perempuan yang hendak dinikahainya,
maka hijrahnya karena apa yang padanya ia berhijrah.”
8. Al-Shidq.
Al-Shidq memiliki banyak makna, tidak bisadibatasai pada satu esensi, karena
pengertiannya berubah-ubah. Al-Shidq digunakan dalam lima makna, yaitu shidq
dalam ucapan, dalam niat, ‘azm dan al-wafa’ (pemenuhan janji) dan dalam perbuatan.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya al-shidq menunjukkan kepada
kebajikan, dan kebajikan menunjukkan ke surga. Seorang lelaki bersikap benar dan
jujur hingga dicatat disisi Allah sebagai Shiddiq. Sedangkan kebohongan
menunjukkan kepada dosa, dan dosa menunjukkan keneraka. Seorang lelaki
berbbohong hingga ia dicatat disisi Allah sebagai pembohong (kadzdzab).
9. Ikhlas.
Segala sesuatu memungkinkan utnuk tercampuri oleh sesuatu yang lain. Jika
ia tidak terkontaminasi berarti ia murni (khalis). Dan perbuatan yang bebas dan bersih
dinamakan sebagai perbuatan yang ihklas.
10. Tafakur.
Tafakur merupakan tempat mula dan kunci kebaikan. Al-nadhr (nalar), al-fikr
(fikir), al-ta’amul (penelitian), al-tadabur (renungan), al-ru’yah (kajian) memiliki
pengertian yang serupa (berdekatan). Hanya saja al-nadhr dan al-fikr digunakan lebih
umum dari sisi ia mengandung makrifat yang tiga. Barang siapa tidak berusaha
mendapat makrifat ini tidak disebut nadhir (yang nalar), tidak pula mutafakkir (yang
berpikir).
2.6 Upaya-upaya Melakukan Tazkiyatun Nafs
ب َو ْٱل ِح ْك َمةَ َوإِن َ َ وا َعلَ ْي ِه ْم َءا َٰ َيتِِۦه َويُزَ ِكي ِه ْم َويُ َع ِل ُم ُه ُم ْٱل ِك َٰت
۟ ُوًل ِم ْن أَنفُ ِس ِه ْم َيتْل
ۭس ا َ ٱَّلل ُ َعلَى ْٱل ُمؤْ ِمنِينَ ِإذْ َب َع
ُ ث فِي ِه ْم َر َّ لَقَدْ َم َّن
َٰ َ وا ِمن َق ْب ُل َل ِفى ۟ ُكَان
ٍ ض َل ٍۢ ٍل ُّم ِب
ين
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri,
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(QS Ali Imron Ayat 164)
Dengan merujuk ayat-ayat di atas, ibnu taimiyyah memastikan bahwa
mengikuti rasulullah merupakan salah satu upaya untuk tazkiyatun nafs dengan cara
mengikuti ucapan, perbuatan, dan akhlaqnya sesuai dengan salah satu misi rasul yaitu
mensucikan umat manusia.
a. Mensucikan hati secara total dari selain Allah (tathir al-qalb bil kulliyah
amma siwalah)
b. Secara total zikir kepada Allah (al-istigraq bi dzirillah)
Fungsi dzikir adalah sebagai alat pencuci jiwa(tazkiyatun nafs). Al-ghazali
mengatakan sebagaimana yang dikutib oleh Musthafa Zuhri, menyebutkan tazkiyatun
nafs menghindari segala sifat-sifat yang tercela, guna menuju makrifat Allah SWT.
Yang dimaskud sifat-sifat tercela meliputi hasad, su’udzan, riya’, ghibah dll, sifat
tercela semacam itulah yang mendominasi batin dan perilaku manusia yang hendak
dihilangkan dengan dzikir kepada Allah. Sebab dzikrullah menempati sentra amaliah
jiwa hamba Allah yang beriman.
Dzikir yang mengandung syifa’ itu mampu menenangkan perasaan dan
menenangkan qalbu. Sebagai hasil dari dzikir hati pun menjadi suci atau bersih
sehingga ia akan cenderung pada Allah Semata. Allah SWT berfirman :
ص َّل َٰى
َ َقَدْ أ َ ْفلَ َح َمن ت َزَ َّك َٰى َوذَك ََر ٱس َْم َر ِبِۦه ف
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (QS Al-A’laa ayat 14-
15)
Ayat ini mengingatkan bahwa kesucian hati itu menjadi bagian dari hidup
orang yang beriman, akan tetapi belum cukup hanya dengan mengetahui dan
merasakan saja. Hendaknya diikuti oleh pembersihan dengan terapi dzikrullah.
Dalam Al-Qur’an Allah menegaskan, bahwa kalau kita ingin menjadi manusia
yang beruntung, harus gemar membersihkan jiwa dan berusaha sekuat tenaga
menjauhkan diri dari hal-hal yang akan mengotorinya.
1. Muhasabatunnafs
Muhasabatunnafs artinya mengoreksi diri. Apabila kita merasa jiwa ini
kotor, segera bersihkan dengan taubat dan peningkatan amaliah-amaliah yang saleh.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
2. Taubat
Taubat artinya perbaikan diri. Taubat merupakan tindak lanjut dari
introspeksi diri. Saat kita melaksanakan introspeksi diri, tentu kita akan
menemukan kekurangan-kekurangan diri. Apabila kita mampu memperbaiki diri
dan tidak mengulangi lagi, berarti kita telah melakukan taubat.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang- orang yang
bertakwa”.
6. Doa
Berdoa dengan penuh kerendahan hati adalah cermin dari hamba
yang tunduk, patuh hanya kepada Allah, menyerahkan seluruh
kehidupannya secara total kepada Allah. Allah SWT berfirman,
Itulah enam cara agar kita termasuk orang-orang yang mensucikan jiwa. Jiwa
kita akan terkotori dengan perbuatan-perbuatan maksiat dan amalan-amalan yang
mendatangkan murka Allah SWT. Artinya, setiap kali kita melakukan kemaksiatan
berarti kita sedang mengotori jiwa. “Dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotori jiwanya”.