BAB II Penyucian Diri

Anda di halaman 1dari 22

mBAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tazkiyatun Nafs ( Penyucian Diri)

Tazkiyatun nafsi berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ تزكية النفس‬, dimana kalimat
tersebut merupakan gabungan dari dua kata, yaitu tazkiyah (‫ )تزكية‬yang berarti
bersih dan an-nafsi (‫ )النفس‬yang artinya jiwa. Yang kemudian digabungkan dua kata
tersebut sehingga mengandung arti bahwa tazkiyatun nafsi adala membersihkan hati.
Sedangkan secara istilah, Tazkiyatun Nafs adalah proses membersihkan jiwa
dan hati dari berbagai dosa dan sifat-sifat tercela yang mengotorinya, dan selanjutnya
peningkatan kualitas jiwa dan hati tersebut dengan mengembangkan sifat-sifat terpuji
yang di ridhoi Allah SWT, serta potensi-potensi positifnya dengan mujahadah,
ibadah, dan berbagai perbuatan baik lgjhainnya, sehingga hati dan jiwa menjadi
bersih dan baik serta berkualitas. Yanug selanjutnya menjadikannya sifat-sifat dan
perilaku yang baik dan terpuji
Pendapat lain mengatakan bahwa, tazkiyatun nafsi yaitu menghindarkan, atau
menjauhkan hati sesuai fitrahnya, yaitu fitrah iman, islam, dan ihsan kepa Allah. [5]
Dari tiga definisi di atas, yakni definisi secara etimologi dan definisi secara
terminologi, dapat kita turunkan maknanya bahwa tazkiyatun nafsi adalah bagaimana
seorang hamba berupaya untuk kembali kepada fitrahnya, yaitu menghindari sifat-
sifat tercela, dan menguatkan iman, islam, serta ikhsan yang merupakan basis
keutuhan seorang hamba di hadapan Tuhannya. Karena bagaimanapun, tidak dapat
dipungkiri, bahwa manusia adalah diciptakan oleh Dzat yang baik dan bersih,
sehingga pada intinya kita semua mampu untuk menginstall diri untuk menjadi bersih
dan suci dari sifat-sifat tercela.
2.2 Tujuan Tazkiyatun Nafs

Berdasarkan makna diatas bahwa tazkiyatun nafs mempunyai tujuan untuk


membawa kualitas jiwa seseorang menjadi hamba Allah yang selalu taat beribadah
kepada Allah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rosulnya. Dengan nilai takwa maka
seseorang telah melakukan pembersihan jiwa, karena kebersihan jiwa tidak dapat
terlaksana tanpa ada rasa taqwa kepada Allah SWT. Hal ini telah Allah SWT
sampaikan melalui firmannya yang berbunyi :

‫َاب َمن دَسَّاهَا‬ َ ‫ فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬. ‫س َّواهَا‬


َ ‫ َوقَدْ خ‬. ‫ قَدْ أ َ ْفلَ َح َمن زَ َّكاهَا‬. ‫ورهَا َوت َ ْق َواهَا‬ َ ‫َونَ ْف ٍس َو َما‬
“ Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang
yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya” (QS. Asy-
Syams/91 : 7-10)
Ayat ini menerangkan bahwa untuk membersihkan jiwa seseorang harus
bertaqwa kepada Allah SWT. Dalam ayat lain Allah berfirman :

‫ الَّذِي يُؤْ ِتي َمالَهُ َيتَزَ َّكى‬. ‫سيُ َج َّنبُ َها اْألَتْقَى‬
َ ‫َو‬
Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang
yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail 92: 17-18).
Imam AL-Ghazali dalam ihya ulumudin mengatakan ada beberapa tujuan
tazkiyatun nafs sebagai berikut :
a. Pembentukan manusia yang bersih akidahnya, suci jiwanya, luas ilmunya, dan
seluruh aktivitas hidupnya bernilai ibadah.
b. Membentuk manusia yang berjiwa suci dan beakhlak mulia dalam pergaulan
dengan sesamanya, yang sadar akan hak dan kewajiban, tugas seta tanggung
jawabnya.
c. Membentuk manusia yang berjiwa sehat dengan terbebasnya jiwa dari
perilaku tercela yang membahayakan jiwa itu sendiri.
d. Membentuk manusia yang berjiwa suci dan berakhlak mulia, baik terhadap
Allah, diri sendiri maupun manusia sekitarnya.

Tujuan dari upaya persucian diri ini akan terlaksana apabila telah melampaui
beberapa tahap. Tahapan ini merupakan sarana sebagai upaya dari pelaksanaan an-
nafs. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tathahhur ( upaya mensucikan diri)
Upaya ini diawali dengan taubat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi
segala perbuatan yang bisa mengotori jiwa atau hati, seperti nifaq, berdusta,
khianat, hasad, riya dan lain-lain.
b. Takhallaq ( upaya menghiasi diri dengan akhlak karimah)
Setelah seseorang berusaha mensucikan diri dari perbuatan kotor pada
jiwanya, maka ia harus mengisinya dengan perbuatan-perbuatan yang mulia.
c. Tahaquqq ( upaya merealisasikan kedudukan-kedudukan mulia)
Upaya ini merupakan puncak dari proses tazkiyah an-nafs, karena tahaquqq
merupakan caea dan jalan bagaimana seorang muslim dapat berada sedekat mungkin
dengan Allah SWT sehingga ia akan memperoleh kedudukan yang mulia di sisi-Nya.
Untuk dapat berada dekat dengan Allah seorang muslim harus menempuh
perjalanan panjang yang dalam istilah arab dikenal dengan maqamat.

2.3 Hakikat Hati

Nama hati (qalb) memiliki dua pengertian yang berbeda. Pertama,hati


diartikan sebagai salah satu organ tubuh manusia yang tempatnya berada di dalam
tubuh, tepatnya di sisi kiri dada manusia.Kedua, nama hati digunakan untuk
menunjukkan realitas yang lembut dan besifat ketuhanan (lathiful ilahiyah) yang
berhubungan dengan masalah keagamaan. Lathifah inilah yang mengetahui dan
mempersepsi.Lathifah ini adalah hakikat manusia; ialah yang dititah, dituntut, diberi
pahala dan hukuman. Lathifah ini memiliki keterkaitan dengan hati jasmani (jantung).
Kebanyakan orang kebingungan untuk memahami bentuk hubungan antara
keduanya. Apakah sama seperti hubungan antara watak dan tubuh serta sifat dan yang
disifati, atau seperti antara bayangan dan cermin.
Allah telah memberikan nikmat syahwat, kemampuan, hidup dan indra lahir
kepada seluruh hewan dan manusia, bahkan Allah telah mengilhami mereka beberapa
bentuk ilham yang mengagumkan, yang memberikan kemaslahatan bagi mereka dan
bagi hamba-hamba Allah.
Allah telah mengaruniai hati manusia dengan berbagai keistimewaan yang
karenanya mereka lebih mulia dari pada binatang dan membuatnya layak dekat
dengan Allah. Yaitu ilmu-ilmu tentang perkara duniawi dan ukhrawi serta hakikat-
hakikat akali. Perkara-perkara ini berada dibalik perkara-perkara indrawi, dan ini
teristimewa bagi manusia, tidak dimiliki binatang.
Jadi manusia memiliki dua keistimewaan. Keistimewaan pertama adalah ilmu.
Keistimewaan kedua adalah hikmah. Manusia akan memiliki keutamaan lebih dari
pada makhluk lainnya hanya dengan memperoleh dua hal tersebut. Karena dari sisi
tumbuhdan makan, manusia adalah tumbuhan. Dan dari sisi mengindra dan bergerak,
manusia adalah hewan. Dari sisi rupa dan postur, menusia seperti bentuk yang bisa
dihasilkan dari lilin atau kayu. Yang menjadi ciri khas manusia adalah menetahui
hakikat segala sesuatu. Manusia yang memfokuskan perhatian pada pemenuhan
kelezatan-kelezatan badaniah, makan seperti binatang makan, berarti ia telah terjatuh
ke derajat binatang.
Allah menyusun manusia dengan sangat menakjubkan dan membentuknya
dalam bentuk yang paling baik. Ada tiga amsal yang menunjukkan puncak hikmah
penciptaan manusia. Amsal pertama, jiwa di dalam badan manusia seperti seorang
penguasa di kota dan kerajaannya. Badan adalah kerajaan bagi jiwa. Badan
merupakan alam tempat tinggal dan daerah kekuasaan jiwa. Anggota-anggota
badannya seperti para ahli dan aparat pekerjanya. Akal seperti penasihat dan
menterinya yang bijak. Syahwat seperti budak jelek pengimpor makanan dan
perbekalan ke kota. Kemarahan dan fanatisme seperti aparat keamanan. Si budak
yang pengimpor perbekalan ini pendusta, pengkhianat, penipu, dan jahat. Ia
menampakkan diri dalam rupa seorang penasihat, namun dibalik nasihat-nasihatnya
ada racun mematikan serta kejahatan yang mengerikan. Ia selalu membantah sang
menteri dalam setiap pengaturannya. Jika dalam kerajaannya ini si penguasa tersebut
mengikuti nasihat sang menteri yang bijak, yaitu akal, maka kerajaannya akan baik
dan keadaannya pun damai sejahtera. Sedangkan jika ia mengikuti petunjuk si budak
yang jahat, keadaannya akan kacau dan kerajaannya pun rusak.
Demikian pula keadaan jiwa, jika ia mengikuti syahwat dan berpijak dengan
kakinya, ia akan menjadi sebagaimana difirmankan oleh Allah, “Maka pernahkah
kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya”. (QS. Al-Jatsiyah (45): 23). Sedangkan
jika ia manut akal maka keadaannya akan seperti dalam firman Allah, “Dan adapun
orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”. (QS. Al-Nazi’at
(79): 40-41).
Amsal kedua, badan seperti kota dan akal adalah raja pengaturnya. Indra
serupa tentara dan pasukan, dan anggota tubuh adalah rakyat. Nafsu yang selalu
menyuruh berbuat buruk (syahwat) dan kemarahan (ghadhab) serupa musuh yang
selalu menentang raja di kerajaannya dan terus berusaha menghancurkan rakyatnya.
Jika sang raja ini memerangi dan menundukkan musuhnya untuk melakukan apa
yang ia suka, jejak langkahnya akan dipuji dan kerajaannya stabil. Jika sang raja
malah membiarkan musuhnya mengambil alih kuasa dan menelantarkan rakyatnya,
jejak langkahnya akan dinistakan dan disia-siakan, dan ia pun merugi dalam
pandangan Allah.
Amsal ketiga, akal seperti pemburu berkuda, syahwat adalah kudanya dan
murka adalah anjingnya. Jika si pemburu ini cerdik, kudanya gesit dan anjingnya
terlatih, maka ia akan berhasil. Namun jika si pemburu ini dungu, kudanya lamban,
dan anjingnya liar, kudanya tidak bisa dikendarai dan anjingnya tidak bisa mengikuti
isyaratnya maka ia akan mudah surut dan kalah, terutama untuk menangkap
buruannya. Kedunguan si pemburu merupakan amsal bagi ketidaktahuan manusia dan
keminiman hikmahnya. Kelambanan kuda merupakan amsal bagi dominasi syahwat
dalam perutdan kelamin. Sedangkan keliaran anjing merupakan amsal bagi murka
dan penguasanya.
Hati merupakan tempat ilmu-ilmu. Terkait dengan realitas objek-objek
pengetahuan. Hati seperti cermin dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk yang
terpantul di dalam cermin. Tiap objek pengetahuan memiliki realitasnya, dan realitas
itu memiliki bentuk. Bentuk realitas itu terpantul di cermin hati dan tampak nyata
padanya. Cermin adalah sesuatu, bentuk realitas adalah sesuatu yang lain, dan cara
bayangan realitas itu muncul di cermin juga sesuatu yang lain. Ini adalah tiga hal.
Demikian pula hati, realitas objek pengetahuan, dan cara realitas objek itu sampai di
hati.
Ketahuilah, bahwa hati merupakan tempat turun rahmat dan malaikat serta
medan peperangan setan dan ghadhab.[4]Kebaikan dihasilkan dari pengaruh yang
muncul dalam hati, demikian pula keburukan. Yang mendorongnya muncul pengaruh
itu ada tiga, yaitu Pertama, sebab-sebab lahiriyah, seperti pancaindra.Kedua, sebab-
sebab batiniah, seperti khayalan, syahwat, murka, dan perangai-perangai yang
tersusun dalam bentukan manusia. Ketiga,khawatir yang terbersit dalam hati.
maksudnya adalah sesuatu-sesuatu yang muncul dari dalam pikiran-pikiran dan
ingatan. Khawatir merupakan penggerak kehendak. Khawatir yang menggerakkan al-
raghbah ini terbagi dua. Pertama yang mengajak kepada keburukan (disebut Waswas)
dan khawatir yang mengajak kebaikan (Ilham).
Waswas berhadapan dengan Ilham, setan berhadapan dengan malaikat, tawfiq
berhadapan dengan khidzlan. Hati terombang-ambing di antara tarikan setan dan
malaikat. Setan menyesatkan dan memperdayainya, sementara malaikat membimbing
dan memberinya petunjuk yang benar. Apabila manusia berjuang melawan nafsunya
dengan membuang syahwat, tidak membiarkan syahwat menguasai dirinya, lalu
meniru-niru akhlak malaikat, maka hatinya akan menjadi tempat kediaman malaikat.
Sedangkan jika ia mengikuti tuntunan syahwat dan ghadhab, dominasi setan akan
muncul dengan perantaraan hawa nafsunya, sehingga hati menjadi sarang dan
kediaman setan. Sungguh hawa nafsu merupakan tempat hiburan dan padang rumput
setan.
Dari sini harus adanya pokok pelurusan dan penyucian akhlak dari hal yang
menodainya yaitu yang disebut husn al-khuluq(berakhlak baik). Ia merupakan sifat
Rasulullah SAW dan merupakan amal utama ahl al-shidq(pemangku kebenaran). Ia
merupakan separuh agama, buah mujahadah ahli takwa dan hasil olah jiwa ahli
ibadah. Sedangkan akhlak yang buruk merupakan racun-racun yang mematikan,
petaka yang membinasakan, aib-aib yang mencemarkan, kehinaan-kehinaan yang
amat jelas, kebusukkan-kebusukkan yang menjauhkan dari Allah, yang membawa
pelakunya pada jalan setan yang terkutuk. Akhlak-akhlak yang buruk ini merupakan
pintu-pintu yang terbuka ke api neraka, yang dinyalakan dan membakar sampai ke
hati. Sebagaimana akhlak-akhlak yang bagus merupakan pintu-pintu terbuka dari hati
ke kenikmatan surga-surga dan perlindungan Allah.

2.4 Hal-Hal Yang Mengotori Hati

Ada sepuluh sifat yang memcelakakan manusia. Sifat tersebut bertempat di


hati. kesepuluh sifat itu mencelakakan walau pun hanya satu yang bersarang di
dalam hati. sifat-sifat itu antara lain:

1. Ketercelakaan dunia dan cinta dunia.


Cinta dunia merupakanbiang semua kesalahan sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah SAW, maka dunia menjadi musuh Allah, musuh para wali Allah, dan
musuh para musuh Allah. Dunia merupakan musuh Allah karena ia memutus jalan
antara Dia dan para wali-Nya. Oleh karena itu Allah tidak lagi melirik dunia sejak
Dia menciptakannya. Dunia juga merupakan musuh para wali Allah, karena dunia
memikat mereka dengan perhiasannya, membenamkan mereka dengan keindahannya,
menyilaukan mereka dengan pemandangannya, sehingga mereka harus menenggak
pahit sabar dalam memutusnya dna menanggung darita jauhdarinya.
Bagaimana dengan dunia sebagai musuh para musuh Allah ? Ya, karena dunia
telah melimpahi mereka dengan muslihat dan tipu dayanya, mengikat mereka dengan
tali-talinya, memburu mereka dengan anak panahnya, sehingga mereka
mempercayainya dan menjadikannya sebagai sandaran. Lalu dunia menelantarkan
mereka saat mereka amat membutuhkannya, mengkhianatinya saat mereka merasa
amat nyaman dan tenang dengannya, sehingga mereka menjauhinya dalam duka yang
amat dalam. Dunia telah menghalangi mereka dari kebahagiaan ukhrawi sepanjang
masa.

2. Syahwat perut dan seksual.


Perkara yang paling membinasakan anak Adam adalah syahwat perut. Karena
syahwat perut ini, Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga kerumah kehinaan,
kerendaha, dan kefakiran. Adam dan Hawa dilarang makan dari pohon itu, namun
syahwat menguasai mereka hingga mereka melanggar larangan itu. Keduanya makan
dari pohon itu, lalu tampaklah aurat mereka. Perutlah yang menumbuhkan berbagai
syahwat dan memekarkan berbagai wabah. Karena syahwat seksual muncul
mengikuti syahwat perut.

3. Penyakit lisan.
Lisan merupakan suatu nikmat besar dan rahmat dari Allah SWT. Mulut itu
kecil ukurannya, tetapi besar manfaat dan bahayanya. Kekufuran dan keimanan baru
tampak jelas lewat kesaksian lisan. Dengan demikian, keimanan merupakan puncak
ketaatan, sedangkan kekufuran merupakan puncak penentangannya. Yang wujud dan
yang tidak, pencipta dan makhluk, yang khayal dan yang nyata, keyakinan dan
dugaan, semua hanya dapat dijelaskan lewat lisan. Lisan juga dapat digunakan untuk
menolak atau menerima sesuatu, hak maupun batil.
Medan lisan tidak terbatas. Maka, siapa saja yang tidak dapat menjaga
lisannya, setan akan memanfaatkannya dan kita menjadi sesat. Penyakit lisan
antaranya, ghibah; namimah; dusta dalam ucapan dan sumpah; ucapan keji, caci
maki, dan cabul; ejekan dan sindiran; debat kusir; mengutuk; tenggelam
membicarakan hal-hal batil; pertengkaran; bergaya dalam berbicara; meracau; bicara
berlebihan; sanda gurau; nyanyi dan syair yang berlebiha; janji palsu; oportunis;
pujian dan celaan; membeberkan diri sendiri; bertanya tentang sifat-sifat Allah.

4. Marah.
Marah adalah nyalaapi yang di ambil dari api Allah yang dinyalakan. Hanya
saja, nyala api ini tidak sampai membakar hati; ia hanya tinggal di hati seperti bara
api di dalam abu. Kesombongan yang tertimbun dalam setiap orang yang angkuh dan
keras kepala akan memunculkan nyala api ini seperti nyala api memercik dari besi.
Bagi ahli Bashirah (melihat dengan mata hati), yang melihat dengan cahaya yaqin,
tampak dan tersingkap bahwa dari diri manusia ada urat yang memanjang sampai ke
setan terkutuk, jika di dalam diri seseorang api kemarahan menyala, maka pertalian
setan di dalam dirinya pun menguat.

Hakikat marah menyebabkan darah kalbu mendidih untuk mencari


pelampiasan, dan kekuatan itu dihasilkan dalam kalbu. Jika marah muncul dari kalbu
seseorang,akan tampak padanya empat efek. Pertama, wajahnya memerah
padam,amat gemetar di sekujur tubuh, muncul busa disudut-sudut mulutnya, mata
memerah liar, hidung kembang-kempis, gerakannya kacau balau dan karakternya
berubah. Kedua,efek yang muncul di lisan berupa umpatan, caci maki, sumpah
serapah, kata-kata kotor dan berbagai umpatan yang tidak baik. Ketiga, efek yang
muncul dalam tindakan tubuh, misalnya memukul, membunuh, melukai, dan lain-
lain. Keempat, efek yang muncul di dalam kalbu terhadap sasaran amarahnya, berupa
dendam dan kedengkian, menyembunyikan derita melihat sasaran amarahnya senang,
menampakkan rasa senang melihat sasaran amarahnya susah, dan lain-lain.
5. Dengki.
Dengki hanya terjadi dalam hal nikmat. Apabila Allah memberikan suatu
nikmat kepada seseorang lain, maka ada dua kemungkinan keadaan terhadap diri
kita. Pertama, kita tidak menyukai nikmat itu ada padanya dan menghendaki nikmat
itu lenyap darinya. Kondisi ini disebut dengan dengki. Kedua, kita tidak menyukai
nikmat itu enyah darinya dan tidak membenci keadaan serta kelestariannya, tetapi
kita menginginkan nikmat yang sama bagi diri kita. Keadaan ini disebut ghibthah
(iri).

6. Dendam
Dendam adalah menetapkan hati kesumat terhadap seseorang yang menjadi
sasaran dendamnya, membencinya dan melarikan diri darinya secara terus menerus.
Penyebab munculnya dendam adalah kemarahan yang terpendam. Apabila
kemarahannya tertahan kerena tidak mampu melampiaskannya seketika, ia akan
kembali ke dalam (membatin) dan mengkristal di batin, lalu memjadi dendam.

7. Sombong.
Sombong adalah perbuatan yang amat tercela. Ketercelaan sombong dapat
dilihat melalui firman-firman Allah, melalui khabar, dan melalui atsar para sahabat.
Rasulullah SAW bersabda, “Pada Hari Kiamat orang-orang sombong dibangkitkan
sebagai debu dalam rupa lelaki, segala sesuatu yang kecil berada lebih tinggi dari
mereka. Kemudian mereka digiring kepenjara jahannam yang disebut baws, di bawah
neraka. Lalu mereka diminumi thinah al-khabal, yaitu perasan penghuni neraka.”

8. Ujub.
Ujub atau bangga diri muncul dengan satu sifat kesempurnaan, seperti ilmu,
kezuhudan, dan ibadah. Seseorang tidak akan ujub dengan satu sifat hina. Seseorang
tidak akan ujub dengan kebakhilan dan perangai buruk. Tetapi dia bisa ujub dengan
kedermawanan dan perangai baik.
Ujub atau bangga diri adalah memandang besar sasuatu kenikmatan,
mencintaiinya, dan merasa nyaman dengan sambil menyandarkannya kepadadiri
sendiri. Berdasarkan keadaan ini, ada dua keadaan yang tidak
termasuk. Pertama, bila dia takut nikmat itu lenyap, khawatir tercemar atau terampas
dari pangkalnya. Dalam kondisi demikian dia tidak akan ujub.Kedua, dia tidak
merasa takut nikmat itu lenyap dari dirinya dan dia merasa gembira mendapatkannya
seraya menyadari bahwa nikmat itu berasal dari Allah tanpa menyandaarkannya pada
diri sendiri. Orang yang seperti ini tidak dianggap sebagai orang yang ujub.

9. Bakhil dan gila harta.


Sebagian orang berpendapat bahwa bakhil adalah mencegah yang wajib.
Sebagiannya lagi berpendapat bahwa bakhil adalah orang yang memandang lemah
pemberian yang sedikit. Ada pula ulama yang berkata, “Orang yang memberikan
setengah dan menyisakkan sebagiannya, dia dermawan. Orang yang mengorbanan
lebih dari setengahnya dan hanya menyisakkan sedikit untuk dirrinya sendiri adalah
pemurah. Orang yang sanggup menanggung derita dan mengutamakan yang lain
adalah shahib itsar (yang lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya),
sedangkan orang yang bahkan tidak mau sedikit pun harnya, dia adalah si bakhil”.

10. Riya serta gila pangkat dan popularitas.


Riya serta gila pangkat dan popularitas merupakan salah satu bahaya terbesar
yang mengancam agama. Riya merupakan popularitas tersembunyi dan syahwat yang
samar yang lebih halus daripada langkah semut hitam di batu besar di malam gulita.
Riya merupakan muslihat nafsu dan jebakan setan yang paling besar.
Riya merupaka ujian terbesar yang ditimpakan kepada para ulama dan hamba-
hamba Allah yang bersiap menempuh jalan akhirat. Karena ketika mereka memaksa
nafsu, melawan dan memenjarrakan nafsu mereka dari syahwat, menjaganya dari
berbagai syubhat, membawanya secara paksa untuk melaksanakan berbagai ketaatan
hingga nafsu mereka menanggung beban berat peribadatan, nafsu tidak sanggup lagi
tamak melakukan kemaksiatan-kemaksiatan lahiriah yang dilakukan tubuh. Lalu
nafsu cenderung mencari istirahat dan penghiburan dengan menampakkan
kebaikan,amal,dan ilmu,agar mereka dikenal sebagai ahli kebaikan dan ahli ibadah.
Mereka tergoda dan terjebak oleh riya yang demikian samar. Mereka
memandang bahwa diri mereka adalah diri yang ikhlas dalam menaati Allah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya, sementara nafsu menyembunyikan noda dan cacat
yang hina ini dan membuatnya tampak indah di mata mereka.

2.5 Cara Mengobati Penyakit Hati

Ada banyak sifat yang dapat menyelatkan hamba. Di antaranya yaitu:


1. Taubat kepada Allah.
Taubat berarti kembali. Jelasnya kembali dari sesuatu yang tercela menurut
syariat menuju sesuatu yang terpuji. Kembali kepada Allah setelah jauh dari-Nya
akibat dosa dan maksiat.

Taubat adalah stasiun pertama. Taubat adalah pintu masuk untuk menapaki
jalan ruhani. Pilar-pilar taubat yaitu menyesal, segera meninggalkan maksiat, dan
bertekad untuk tidak mengulanginya, serta mengembalikan hak atau kehormatan yang
direnggut kepada pemiliknya atau meminta maaf dan kehalalan dirinya.

Taubat yang tulus ibarat sabun yang dapat menghilangkan kotoran yang
menempel pada wadah sehingga ia kembali bersih cemerlang. Seperti itulah taubat,
yang membersihkan hati dari segala noda maksiat dan dosa sehingga hati kembali
cemerlang memancarkan cahaya iman.

2. Sabar dan syukur.


Sabar dan syukur merupakan dua pilar iman. Sabar merupakan ungkapan
tentang menyalahi hawa nafsu dan berpaling dari syahwat-syahwat dunia. Sabar
berarti mengamalkan tuntunan keyakinan. Karena keyakinan memberitahunya bahwa
maksiat itu membahayakan dan behwa ketaatan itu bermanfaat. Meninggalkan
maksiat dan menekuni ketaatan tidak bisa dilakukan tanpa kesabaran. Yaitu
mengaktifkan dorongan agama untuk mengalahkan dorongan hawa nafsu dan
kemalasan.

Syukur di dalam kesempurnaannya mesti memenuhi beberapa hal.


Pertama, mengetahui nikmat dan maksud Allah dalam nikmat tersebut agar nikmat
itu menjadi nikmat. Kedua, tawaduk dan tunduk kepada Allah. Ketiga ,mengamalkan
tuntutan nikmat. Apabila ketiga hal ini terpenuhi, syukur tentu akan tercapai.

3. Khawf dan Raja’ (takut dan harap).


Khawf dan Raja’ merupakan sepasang sayap bagi para muqarrabun untuk
terbang kesetiap maqam terpuji, dua kendaraan bagi mereka untuk menempuh semua
jalan yang sulit di jalan-jalan akhirat.
Tidak ada jalan untuk sampai ke kedekatan dengan Yang Mahakasih dan
kesenangan surga-surga yang amat jauh nan sulit serta rapat dikelilingi berbagai hal
yang tidak menyenangkan hatidan memedihkan tubuh selain dengan azmah al-raja’
(pengharapan yang amat kuat). Dan tidak ada alat untuk memalingkan hamba dari
neraka Jahim serta siksa yang amat pedih nan abadi, yang dikelilingi dengan berbagai
syahwat dan kesenangan yang mankjubkan selain cambuk takhwif (menakutkan) dan
teror kecaman.

4. Fakir dan zuhud


Fakir berarti kehilangan (baca: ketidakpunyaan) hal yang dibutuhkan. Adapun
kehilangan hal yang tidak dibutuhkan tidak dinamakan fakir. Semua maujud selain
Allah adalah fakir. Karena ia membutuhkan kelestarian wujud dalam setiap
keadaannya, dan wujudnya itu berasal dari karunia dan kemurahan-Nya. Jika di
dalam wujud ini ada maujud yang keberadaannya tidak membutuhkan siapa pun
selain dirinya sendiri, berarti ia mutlak kaya, dan wujud yang seperti ini pasti hanya
ada satu. Di dalam wujud ini hanya ada satu yang kaya, dan semua yang lain dia pasti
butuh kepadanya untuk melestarikan wujudnya.
Zuhud berarti memalingkan keinginan dari sesuatu dari sesuatu yang lain yang
lebih baik, atau yang setara, atau yang lebih rendah, dengan pertukaran (barter), atau
jual beli, atau dengan cara lainnya. Ia berpaling dari sesuatu karena ketidaksukaannya
terhadap sesuatu itu, dan ia berpaling kepada sesuatu karena kesukaannya terhadap
sesuatu itu.
Orang yang menjual dunianya dengan akhirat, ia adalah orang yang zuhud
dalam dunia. Orang yang menjual akhiratnya dengan dunia, ia juga termasuk orang
yang zuhud, tetapi zuhud dalam akhirat. Hanya saja adat yang berlaku
mengkhususkan nam zuhud bagi orang yang zuhud dalam dunia.

5. Muraqabah dan Muhasabah.


Muraqabah adalah mengawasi pengawasan sang pengawas dan mengarahkan
perhatian kepadanya. Orang yang waspada dari satu hal karena orang lain dikatakan
bahwa ia mewaspadainya dan menjaga pihaknya. Muraqabah adalah kondisi hati
yang menghasilkan makrifat kepada Allah, dan kondisi itu membuahkan berbagai
amal dalam tubuh, berupa tindak ketaatan dan menahan diri dari maksiat. Sedangkan
Muhasabah adalah memeriksa kembali hati, amal-amal lisan, dan amal-amal anggota
tubuh lainnya.

6. Tawakal.
Tawakal merupakan salah satu maqam agung di antara maqamat kaum abrar.
Seorang zahid berkata, “Tawakal adalah bergantung kepada Allah di setiap keadaan”.
Adapula yang berkata, “Tawakal adalah goncang tanpa tenang dan tenang tanpa
goncang.” Yang dimaksud tenang tanpa goncang adalah tenang hati karena
bergantung kepada Allah, sedangkan goncang tanpa tenang adalah desakan hati
berlindung dan memohon dengan sangat kepada Allah.

7. Niat.
Niat adalah ungkapan tentang al-iradah (kehendak) dan al-qashad (maksud).
Sebuah hadis menerangkan, “amal-amal tergantung niat, dan setiap orang akan
memperoleh apa yang diniatkannya. Barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsipa hijrahnya karena
dunia yang ingin dimilikinya, atau karena perempuan yang hendak dinikahainya,
maka hijrahnya karena apa yang padanya ia berhijrah.”

8. Al-Shidq.
Al-Shidq memiliki banyak makna, tidak bisadibatasai pada satu esensi, karena
pengertiannya berubah-ubah. Al-Shidq digunakan dalam lima makna, yaitu shidq
dalam ucapan, dalam niat, ‘azm dan al-wafa’ (pemenuhan janji) dan dalam perbuatan.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya al-shidq menunjukkan kepada
kebajikan, dan kebajikan menunjukkan ke surga. Seorang lelaki bersikap benar dan
jujur hingga dicatat disisi Allah sebagai Shiddiq. Sedangkan kebohongan
menunjukkan kepada dosa, dan dosa menunjukkan keneraka. Seorang lelaki
berbbohong hingga ia dicatat disisi Allah sebagai pembohong (kadzdzab).
9. Ikhlas.
Segala sesuatu memungkinkan utnuk tercampuri oleh sesuatu yang lain. Jika
ia tidak terkontaminasi berarti ia murni (khalis). Dan perbuatan yang bebas dan bersih
dinamakan sebagai perbuatan yang ihklas.

10. Tafakur.
Tafakur merupakan tempat mula dan kunci kebaikan. Al-nadhr (nalar), al-fikr
(fikir), al-ta’amul (penelitian), al-tadabur (renungan), al-ru’yah (kajian) memiliki
pengertian yang serupa (berdekatan). Hanya saja al-nadhr dan al-fikr digunakan lebih
umum dari sisi ia mengandung makrifat yang tiga. Barang siapa tidak berusaha
mendapat makrifat ini tidak disebut nadhir (yang nalar), tidak pula mutafakkir (yang
berpikir).
2.6 Upaya-upaya Melakukan Tazkiyatun Nafs

A. Berikut ini upaya-upaya yang harus dilakukan dalam rangka tazkiyatun


nafs menurut ibnu tamiyyah yaitu :

a. Iman dan Tauhid Kepada Allah SWT


Untuk memenuhi pilar pertama, seseorang harus melakukan pengesaan
kepada Allah (tauhid al-ibadah),pengesaan dalam kepatuhan(tauhid al-
inkiyad), pengesaan total kepada syari’at-Nya dan memiliki rasa hina (tazalul) serta
cinta kepada Allah (mahabbah).Selanjutnya secara argumentative ibnu tamiyyah
menjelaskan :
“ Hati seseorang tidak akan lepas dari ketergantungan dengan makhluk
manakala dia dapat menjadikan Allah sebagai pemimpinnya dan dia tidak
menyembah kecuali hanya kepada-Nya, tidak meminta kecuali kepada-Nya, tidak
berserah diri kecuali kepada-Nya, tidak bergembira kecuali kepada yang diridhoi-
Nya, tidak benci kecuali kepada yang dimurkai dan di benci-Nya, tidak mengasihi
kecuali yang dikasihi-Nya, tidak memusuhi kecuali yang dimusuhi-Nya, tidak
mencintai kecuali karena-Nya, tidak membenci karena-Nya, tidak memberi kecuali
karena-Nya, tidak menolak kecuali karena-Nya. Manakala keikhlasan kepada agama
Allah telah kuat, maka akan menjadi sempurnalah ibadahnya kepada Allah dan
ketidakterikatnya dengan makhluk serta kesempurnaan ibadah dengan Allah maka
dia akan terbebas dari sifat sombong dan syirik yang mengotori keimanan dan
ketauhidannya.”
Tauhid dan iman kepada Allah merupakan tazkiyatun nafs yang utama
sebagaimana syirik merupakan pengotoran batin yang utama pula. Tazkiyatun nafs
juga di lakukan dengan malaksanakan amal-amal kebaikan sebagai perwujudan dari
iman dan tauhid kepada Allah.
b. Mengikuti Rasulullah
Tazkiyatun nafs dengan mengikuti rasulullah adalah mengikuti ucapan,
perbuatan, dan akhlanya karena semua kehidupan nabi rasulullah merupakan
perbuatan yang baik bagi tazkiyatun nafs. Kehadiran rosulullah dibumi merupakan
anugerah bagi manusia sebab tanpa kehadiran rosulullah manusia akan rusak dan
tetap jahiliyah, selain itu rasulullah juga membawa umat manusia kepada kesucian
baik iman maupun akhlaq. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :

‫ب َو ْٱل ِح ْك َمةَ َوإِن‬ َ َ ‫وا َعلَ ْي ِه ْم َءا َٰ َيتِِۦه َويُزَ ِكي ِه ْم َويُ َع ِل ُم ُه ُم ْٱل ِك َٰت‬
۟ ُ‫وًل ِم ْن أَنفُ ِس ِه ْم َيتْل‬
ۭ‫س ا‬ َ ‫ٱَّلل ُ َعلَى ْٱل ُمؤْ ِمنِينَ ِإذْ َب َع‬
ُ ‫ث فِي ِه ْم َر‬ َّ ‫لَقَدْ َم َّن‬
َٰ َ ‫وا ِمن َق ْب ُل َل ِفى‬ ۟ ُ‫كَان‬
ٍ ‫ض َل ٍۢ ٍل ُّم ِب‬
‫ين‬
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri,
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(QS Ali Imron Ayat 164)
Dengan merujuk ayat-ayat di atas, ibnu taimiyyah memastikan bahwa
mengikuti rasulullah merupakan salah satu upaya untuk tazkiyatun nafs dengan cara
mengikuti ucapan, perbuatan, dan akhlaqnya sesuai dengan salah satu misi rasul yaitu
mensucikan umat manusia.

c. Melaksanakan Kewajiban-kewajiban Agama


Seperti diketahui bahwa kewajiaban-kewajiban agama islam termasuk hal-hal
yang disunnahkan pada ujung-ujungnya adalah untuk tazkiyatun nafs manusia.
Bahkan semua perintah agama, wajib maupun sunnah, demikian pula larangan agama
sangat berpengaruh terhadap penyucian jiwa. Contoh kewajiban agama yang dapat
mensucikan jiwa adalah sholat, puasa, zakat, haji.
B. Upaya-upaya tazkiyatun nafs menurut imam al-ghazali sebagai berikut :

a. Mensucikan hati secara total dari selain Allah (tathir al-qalb bil kulliyah
amma siwalah)
b. Secara total zikir kepada Allah (al-istigraq bi dzirillah)
Fungsi dzikir adalah sebagai alat pencuci jiwa(tazkiyatun nafs). Al-ghazali
mengatakan sebagaimana yang dikutib oleh Musthafa Zuhri, menyebutkan tazkiyatun
nafs menghindari segala sifat-sifat yang tercela, guna menuju makrifat Allah SWT.
Yang dimaskud sifat-sifat tercela meliputi hasad, su’udzan, riya’, ghibah dll, sifat
tercela semacam itulah yang mendominasi batin dan perilaku manusia yang hendak
dihilangkan dengan dzikir kepada Allah. Sebab dzikrullah menempati sentra amaliah
jiwa hamba Allah yang beriman.
Dzikir yang mengandung syifa’ itu mampu menenangkan perasaan dan
menenangkan qalbu. Sebagai hasil dari dzikir hati pun menjadi suci atau bersih
sehingga ia akan cenderung pada Allah Semata. Allah SWT berfirman :
‫ص َّل َٰى‬
َ َ‫قَدْ أ َ ْفلَ َح َمن ت َزَ َّك َٰى َوذَك ََر ٱس َْم َر ِبِۦه ف‬
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (QS Al-A’laa ayat 14-
15)
Ayat ini mengingatkan bahwa kesucian hati itu menjadi bagian dari hidup
orang yang beriman, akan tetapi belum cukup hanya dengan mengetahui dan
merasakan saja. Hendaknya diikuti oleh pembersihan dengan terapi dzikrullah.

c. Lebur (fana) kedalam zat Allah


Fana’ secara bahasa, berasal dari kata fayana, yang artinya musnah atau
lenyap. Ibnu Arabi memeberikan 2 pengertian tentang fana’ yaitu :
 Fana’ dalam pengertian mistik yaitu hilangnya ketidaktahuan dan
tinggallah pengetahuan sejati yang diperoleh melalui isi tentang kesatuan
esensial keseluruhan itu.
 Fana’ dalam pengertian metafisika yaitu hilangnya bentuk-bentuk dunia
fenomena dan berlangsungnya substansi universal yang satu.
Abu Bakr Al-kalabadzi (w. 378/988 M) mendefinisikan fana’ dengan
hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala
perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannyadan dapat
membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan kepentingan ketika
berbuat sesuatu.
Fana’ mempunyai beberapa pengertian :
 Fana’ ash-shifat, yaitu Lenyapnya sifat tercela, berganti dengan baqa’
(tetapnya sifat baik atau terpuji)
 Fana’ al-iradah yaitu Fana’nya manusia dari kehendakNya berganti
dengan tetapnya Tuhan pada dirinya.
 Fana’ an-nafs yaitu hilang kesadaran manusia terhadap dirinya berganti
dengan tetapnya kesadaran tentang Allah pada diri sufi.
Diantara tahapan paling dominan dalam fana’ adalah pemusnahan jiwa
pendukung kejahatan (An-Nafs Al-Ammarah), pemusnahan jiwa yang tercela (An
Nafs Al-Lawwamah), kemudian kedudukannya menjadi jiwa yang damai (An-nafs
Al-Muthma’innah).

2.7 Metode-metode Penyucian An-nafs

Metode-metode penyucian an-nafs yang harus dilakukan untuk mencapai


tingkatan kesucian hati sebagai berikut :
1. Metode Muhasabah (instropeksi). Kita melakukan perhitungan baik dan buruk
terhadap perbuatan yang sudah dilakukan.
2. Metode Mu’aqabah (sanksi terhadap pelanggaran). Bila kita melakukan
keburukan kemudian kita mengecam diri kita, mempersoalkannya dan
kemudian menghukumnya.
3. Metode Muhasanah (memperbaiki situasi masa kini) kita berjanji untuk
membiasakan perbuatan baik atau menghindari keburukan.
4. Metode Mujahadah (optimlisasi) kita berjuang keras untuk mengoptalisasikan
segala yang baik
5. Metode Istiqomah (disiplin) kita menjaga kesenambungan untuk terus
menerus dalam kebaikan.
6. Metode Muraqoba (merasakan pengawasan Allah)
7. Metode Mukasyafah atau musyahadah (terbukanya tabir diri dengan Allah)

2.8 Metode Tazkiyatun Nafs

Dalam Al-Qur’an Allah menegaskan, bahwa kalau kita ingin menjadi manusia
yang beruntung, harus gemar membersihkan jiwa dan berusaha sekuat tenaga
menjauhkan diri dari hal-hal yang akan mengotorinya.

1. Muhasabatunnafs
Muhasabatunnafs artinya mengoreksi diri. Apabila kita merasa jiwa ini
kotor, segera bersihkan dengan taubat dan peningkatan amaliah-amaliah yang saleh.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.

2. Taubat
Taubat artinya perbaikan diri. Taubat merupakan tindak lanjut dari
introspeksi diri. Saat kita melaksanakan introspeksi diri, tentu kita akan
menemukan kekurangan-kekurangan diri. Apabila kita mampu memperbaiki diri
dan tidak mengulangi lagi, berarti kita telah melakukan taubat.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang- orang yang
bertakwa”.

3. Mengisi detik-detik yang dilewati dengan berbagai amal saleh


Jiwa akan bersih apabila kita mengisi detik-detik yag dilewati dengan
amaliah saleh. Tetap konsisten dalam melakukan kebajikan. Rasulullah SAW.
bersabda,
“….Beramallah semaksimal yang kamu mampu, karena Allah tidak akan
bosan sebelum kamu bosan dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah
adalah amal yang kontinu (terus menerus) walaupun sedikit”. (H.R. Bukhari)

4. Bergaul dengan orang-orang saleh


Manusia adalah makhluk sosial. Dengan demkian, lingkungan memiliki peran
penting dalam pembentukan karakter dan kepribadiannya. Kalau kita ingin memiliki
jiwa yang bersih, bergaulah dengan orang-orang yang jiwanya bersih.

“Dan Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang


menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan- Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan
dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya Telah kami lalaikan
dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.”[20]

5. Menghadiri majlis ta’lim


Orang yang berada di majlis ilmu untuk belajar bersama dengan orang-
orang saleh, untuk mengingat Allah, ikhlas untuk mencari keridloan-Nya,
akan mendapatkan rahmat dari-Nya dan jiwanya akan suci. Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada kaum yang duduk untuk mengingat Allah kecuali malaikat
akan menghampirinya, meliputinya dengan rahmat, dan diturunkan ketenangan
kepada mereka…” (H.R. Muslim).

6. Doa
Berdoa dengan penuh kerendahan hati adalah cermin dari hamba
yang tunduk, patuh hanya kepada Allah, menyerahkan seluruh
kehidupannya secara total kepada Allah. Allah SWT berfirman,

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan


Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".

Syahr bin Hausyah r.a. mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada


Ummu Salamah, “Wahai ibu orang-orang yang beriman, doa apa yang selalu
diucapkan Rasulullah saw. saat berada di sampingmu?” Ia menjawab, “Doa yang
banyak diucapkan ialah,

“ Ya Muqllibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinika (wahai yang membolak


balik jiwa, tetapkanlah jiwaku pada agama-Mu).” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi).

Itulah enam cara agar kita termasuk orang-orang yang mensucikan jiwa. Jiwa
kita akan terkotori dengan perbuatan-perbuatan maksiat dan amalan-amalan yang
mendatangkan murka Allah SWT. Artinya, setiap kali kita melakukan kemaksiatan
berarti kita sedang mengotori jiwa. “Dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotori jiwanya”.

Anda mungkin juga menyukai