Jembatan Beton Bertulang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

Jembatan Beton Bertulang

KONSTRUKSI JEMBATAN BETON BERTULANG


DASAR TEORI
Pengertian umum
Jembatan merupakan salah satu bentuk konstruksi yang berfungsi
meneruskan jalan melalui suatu rintangan. Seperti sungai, lembah dan lain-lain
sehingga lalu lintas jalan tidak terputus olehnya.
Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang
merupakan satu kesatuan yang utuh yakni :
1. Bangunan Bawah ( Sub Struktur )
2. Bangunan Atas ( Super Struktur )
Bangunan atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran
dan gelagar.

Bangunan bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.
Syarat dan bentuk jembatan
Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi
jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan
tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata
lain bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa
ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan
sebagai berikut :
1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih
jembatan tidak terlalu panjang.
2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan
perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi
sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan
panjang.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan
penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan
konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap
menjadi bagian yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi;
penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas
pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
Mengenai bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan sesuai dengan:
Material yang digunakan
Jembatan kayu
Jembatan baja
Jembatan beton
Jembatan gabungan baja dan beton
Jenis konstruksinya
Jembatan ulir
Jembatan gelagar
Jembatan plat
Jembatan gantung
Jembatan dinding penuh
Jembatan lengkungan
Menurut penggolongan
Jembatan yang dapat digerakan, merupakan jenis jembatan baja yang pelaksanaannya
dibuat sebagai gelagar dinding penuh.
Jembatan tetep, jenis jembatan seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas.
Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.
Jembatan Beton Bertulang
Definisi
Jembatan beton merupakan jembatan yang konstruksinya terbuat dari
material utama bersumber dari beton.
Sifat Dasar Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat alam seperti kerikil,
pasir, dan bahan perekatBahan perekat yang biasa dipakai adalah air dan semen.
Secara umum, beton dibagi dalam dua bagian yaitu:
a. Beton bertulang
b. Beton tidak bertulang
Beton bertulang adalah suatu bahan bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat dibentuk
menjadi berbagai ukuran. Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan
mengkombinasikan segi-segi yang terbaik dari beton dan baja dengan demikian
apabila keduanya dikombinasikan, baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan
sebagian kekuatan geser.
Beton tidak bertulang hanya mampu atau kuat menahan kekuatan tekan dari beban
yang diberikan.
Beban Yang Dihitung Dalam Merencanakan Jembatan
Secara umum beban – beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan
dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban sekunder. Beban primer adalah beban
utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan, sedangkan
beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan – tegangan
yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan biasanya tergantung
dari bentang,bahan,sistem kontruksi,tipe jembatan dan keadaan setempat.
A. Beban Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan muatan utama dalam
perhitungan tegangan untuk setiap perencanaan jembatan.
Beban primer jembatan mencakup beban mati,beban hidup dan beban kejut.
1. Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan
atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang
dianggap merupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam
menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk
bahan-bahan bangunan.
Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat
pasangan bata, berat plesteran dll.
Rumus untuk berat sendiri:
QMS = b . h . wc
Dimana : QMS= Berat sendiri
b = Slab lantai jembatan
h = Tebal slab lantai jembatan
wc = Berat beton bertulang ( yang disyaratkan dalam RSNI T-02-2005 adalah dari
23,5-25,5 )
Beban mati tambahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana : QMA = Beban mati tambahan
ta = Tebal lapisan aspal + ovelay ( berat yang ditetapkan dalam RSNI T-02-2005
adalah 22,0 )
ha = Tebal genangan air hujan ( berat yang ditetapkan dalam RSNI T-02-2005 adalah
9,8 )
2. Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap
bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban hidup yang
ditinjau terdiri dari :
a. Beban “T”(Beban lantai kendaraan)
Beban “T” merupakan beban kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda
(Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja pada seluruh lebar bagian
jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.

Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk
(beban T) yang besarnya, T = 100 kN. Dengan menggunakan rumus:
PTT = ( 1 + DLA ) . T
Dimana :
PTT = Beban truk “T”
DLA = Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk
a. Beban “D”(Jalur lalu lintas )
Beban “D” adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri
dari beban garis “P” ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q”
ton per meter panjang per jalur sebagai berikut:
q = 2,2 t/m untuk L < 30 m.
q = 2,2 t/m – {(1,1/60) x (L – 30)} t/m untuk 30 m < L < 60 m.
q = 1,1{1 + (30/L)} untuk L > 60 m.
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan sebagai
berikut:
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan lebar selebihnya
dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
contoh beban hidup pada jembatan: beban kendaraan yang melintas, beban
orang berjalan dll.
1. Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getaran-
getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis (P)
harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban
terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien kejut
ditentukan dengan rumus:
Dimana : K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan
A. Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban pada jembatan-jembatan yang merupakan
beban atau muatan sementara, yang selalu bekerja pada perhitungan tegangan pada
setiap perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan tegangan-
tegangan yang relative lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat beban
primer, dan biasanya tergantung dari bentang, system jembatan, dan keadaan
setempat.
Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya
akibat perbedaan suhu.
1. Beban Angin ( EW )
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar 100 kg/cm2.
Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan
jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan ketentuan sebagai berikut:
 Untuk jmbatan berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi jembatan

 Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan
rumus :
TEW = 0.0012 . Cw . (Vw)2
Dimana :
Cw = koefisien seret = 1,2 ( RSNI T-02-2005 )
Vw = Kecepatan angin rencana
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan
dengan tinggi ( h ) = 2.00 m di atas lantai jembatan.
Jarak antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m
Transfer beban angin ke lantai jembatan dengan menggunakan rumus:

PEW = [ 1/2*h / x * TEW ]


1. Beban Gaya Rem
Gaya ini bekerja dalam arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan
traksi ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. pengaruh ini diperhitungkan senilai
dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari muatan D tanpa koefisien kejut yang
memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dalam satu jurusan.
2. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat.
Diasumsikan untuk baja sebesar C dan beton 10. Peninjauan khusus terhadap
timbulnya tegangan-tegangan akibat perbedaan suhu yang ada antara bagian-bagian
jembatan dengan bahan yang berbeda.
3. Beban Gempa
Untuk pembangunan jembatan pada daerah yang dipengaruhi oleh gempa,
maka beban gempa juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur jembatan
4. Beban angin
Beban angin dihitung pada daerah konstruksi jembatan yang harus menahan
beban angin.
A. Beban Khusus
Beban khusus adalah beban atau muatan yang merupakan pemuatan khusus
untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Muatan ini bersifat tidak
terlalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi,
tergantung pada keadaan setempat.
Yang termaksud beban khusus adalah:
1. Gaya akibat gempa bumi
2. Gaya akibat aliran air
3. Gaya akibat tekanan tanah dan lain-lain
Perencanaan Pipa Sandaran
Pada perencanaan pipa sandaran, ditentukan:
1. Beban hidup yang bekerja pada pipa sandaran
2. Luas penampang pipa
3. Momen tahanan
4. Diameter dan tebal pipa sandaraan dilihat pada tabel
5. Berat pipa = A x beton
Perencanaan Tiang Sandaran
Pada perencanaan tiang sandaran ditentukan:
1. Beban horizontal ( H1 )
2. Berat sendiri tiang sandaran + pipa sandaran
3. Tulangan tiang sandaran
Perencanaan Lantai Trotoar
Pada perencanaan lantai trotoar ditentukan:
1. Data-data perencanaan yang dibutuhkan:
beton = 2400 kg/m3
Tebal trotoar
Tebal kerb beton
Mutu beton ( fc )
Mutu baja (fy )
2. Beban-beban yang diperlukan:
Berat sendiri trotoar ( W1 )
Berat sendiri kerb beton ( W2 )
Beban hidup ( W3 )
Beban tiang sandaran + pipa ( W4 )
Beban horizontal pada tiang sandaran ( H1 )
Beban horizontal pada kerb beton ( H2 )
3. Perhitungan momen
Momen akibat beban mati
Momen akibat beban hidup
Momen berfaktor
4. Perhitungan tulangan
Pada perencanaan tulangan data yang diperlukan adalah:
Tinggi plat trotoar
Direncanakan tulangan utama
Selimut beton
Tinggi efektif
Dalam perhitungan tulangan ini Tinggi efektif dapat dihitung dengan rumus:
Tulangan bagi
Rumus untuk fy = 350 Mpa

Perhitungan Lantai Kendaraan


Perhitungan lantai kendaraan didasarkan pada:
A. Beban Pada Lantai
1. Beban mati
Akibat berat sendiri lantai kendaraan
Akibat berat aspal
Akibat berat air hujan
2. Beban hidup
Beban hidup yang bekerja pada lantai kendaraan adalah beban “T” yang
merupakan kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton.
Beban untuk jembatan kelas II diambil sebesar 70 % yaitu untuk jembatan
permanen.
Beban roda disebar merata pada lantai kendaraan berukuran (2,25 x 3,5) m2
yaitu pada jarak antara gelagar memanjang dan gelagar melintang. Bidang kontak
roda untuk beban 70 % adalah (14 x 35) cm2 (sumber: PPPJJR -1987, hal:23).
Besarnya T diambil 70 %, maka T = 70 % x 10 = 7 ton. Penyebaran gaya terhadap
lantai jembatan dengan sudut 450 dapat dilihat pada gambar berikut:

Penyebaran Gaya :
Untuk potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus:
u = a1 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)
Untuk potongan melintang lantai dengan menggunakan rumus:
v = b2 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)
3. Beban angin
Muatan angin merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987,
tekanan angin diambil sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang
bertekanan angin ditetapkan setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan jarak
as roda kendaraan adalah 1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :
Seperti terlihat pada gambar berikut:

B. Analisis Struktur pelat


Berdasarkan SKNI T-12-2004, Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus
ditentukan sesuai pasal 5.1.1.1 sampai pasal 5.1.1.4, kecuali apabila persyaratan
kekuatan minimum pada pasal 5.1.1.4 dianggap memenuhi dengan memasang
tulangan tarik minimum sesuai dengan pasal 5.5.3.
5.1.1.1 Asumsi perencanaan
Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus
memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta
konsisten dengan anggapan:
- Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.
- Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
- Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan beton.
- Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.
Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat
berbentuk persegi, trapesium, parabola atau bentuk lainnya yang menghasilkan
perkiraan kekuatan yang cukup baik terhadap hasil pengujian yang lebih
menyeluruh. Walaupun demikian, hubungan distribusi tegangan tekan beton dan
regangan dapat dianggap dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekivalen,
yang diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah
tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu
garis yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1c dari tepi tertekan terluar
tersebut.
Jarak c dari tepi dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral harus
diukur dalam arah tegak lurus sumbu tersebut.
Faktor β1 harus diambil sebesar:
β1 = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 MPa
tetapi β1 pada persamaan 5.1-2 tidak boleh diambil kurang dari 0,65.
5.1.1.2 Faktor reduksi kekuatan
Faktor reduksi kekuatan diambil sesuai dengan pasal 4.5.2.
5.1.1.3 Kekuatan rencana dalam lentur
Perencanaan kekuatan pada penampang terhadap momen lentur harus
berdasarkan kekuatan nominal yang dikalikan dengan suatu faktor reduksi
kekuatan Φ sesuai dengan pasal 4.5.2
5.1.1.4 Kekuatan minimum
Kekuatan nominal dalam lentur pada penampang kritis beton harus diambil
tidak lebih kecil dari 1,2 Mcr (momen retak), yang dipenuhi oleh suatu persyaratan
tulangan tarik minimum sebagaimana disampaikan dalam pasal 5.1.1.5.
5.1.1.5 Syarat tulangan minimum
a. Pada setiap penampang dari suatu komponen struktur lentur, bila berdasarkan
analisis diperlukan tulangan tarik, maka luas As yang ada tidak boleh kurang dari:
Dan tidak lebih kecil dari:
b. Pada balok T sederhana dengan bagian sayap tertarik, As min tidak boleh kurang
dari nilai terkecil di antara :
Dan
dengan pengertian :
bf = adalah lebar bagian sayap penampang.
c. Sebagai alternatif, untuk komponen struktur yang besar dan masif, luas tulangan
yang diperlukan pada setiap penampang, positif atau negatif, paling sedikit harus
sepertiga lebih besar dari yang diperlukan berdasarkan analisis.
Untuk pelat lantai satu arah di atas dua perletakan atau menerus, lebar pelat
yang menahan momen lentur akibat beban terpusat dapat ditentukan sesuai dengan
:
a. Bila beban tidak dekat dengan sisi yang tidak ditumpu:
dengan pengertian :
a* = jarak tegak lurus dari tumpuan terdekat ke penampang yang diperhitungkan.
ln = bentang bersih dari pelat.
b. Bila beban dekat dengan sisi yang tidak ditumpu, lebar pelat tidak boleh lebih besar
dari harga terkecil berikut ini:
1) harga sama dengan persamaan 5.5-1; atau
2) setengah dari harga di atas ditambah jarak dari titik pusat beban ke sisi yang tidak
ditumpu.
C. Penulangan
Syarat tulangan maksimum
Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang
dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang
dari nilai yang terkecil antara 0,1fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh
melampaui 0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas
berimbang untuk penampang.
Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb untuk
tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.
Jarak tulangan
Jarak tulangan harus cukup memadai untuk penempatan penggetar dan me-
mungkinkan ukuran terbesar dari agregat kasar dapat bergerak saat digetarkan.
Jarak bersih minimum antara tulangan sejajar, seikat tulangan dan sejenisnya tidak
boleh kurang dari:
a) 1,5 kali ukuran nominal maksimum agregat; atau
b) 1,5 kali diameter tulangan; atau
c) 40 mm
Jarak bersih antara tulangan yang sejajar dalam lapisan tidak boleh kurang
dari 1,5 kali diameter tulangan atau 1,5 kali diameter seikat tulangan.
Detail tulangan lentur
a) Penyebaran
Tulangan tarik harus disebarkan dengan merata pada daerah tegangan tarik
beton maksimum, termasuk bagian sayap balok T, balok L dan balok I pada
tumpuan.
b) Pengangkuran – umum
Bagian ujung dan pengangkuran dari tulangan lentur harus didasarkan pada
momen lentur hipotetis yang dibentuk oleh pemindahan secara merata dari momen
lentur positif dan negatif, sejarak h pada balok terhadap tiap sisi potongan momen
maksimum yang relevan.
Tidak kurang dari sepertiga tulangan tarik akibat momen negatif total yang
diperlukan pada tumpuan harus diperpanjang sejarak h melewati titik balik lentur.
c) Pengangkuran dari tulangan positif harus memenuhi :
Pada perletakan sederhana, tulangan angkur harus dapat menyalurkan gaya
tarik sebesar 1,5 Vu pada bagian muka perletakan.
1) Bila tulangan tarik diperlukan pada tengah bentang, tidak boleh kurang dari
setengahnya harus diperpanjang sejarak 12 db melalui muka perletakan, atau
sepertiganya harus diperpanjang 8 db ditambah h/2 melalui muka perletakan.
2) Pada balok menerus atau terkekang secara lentur, tidak kurang dari seperempat
dari tulangan positif total yang diperlukan di tengah bentang harus diperpanjang/
diteruskan melalui permukaan dekat perletakan.
d) Tulangan lentur tidak boleh dihentikan di daerah tarik kecuali bila salah satu
ketentuan berikut dipenuhi:
1) untuk batang D36 dan yang lebih kecil, dimana tulangan menerusnya
memberikan luas dua kali dari luas tulangan lentur yang diperlukan pada titik
pemutusan tulangan dan geser terfaktornya tidak melampaui tiga perempat dari kuat
geser rencana, ΦVn..
2) gaya geser terfaktor pada titik pemutusan tulangan tidak melebihi dua pertiga
dari kuat geser rencana ΦVn..
3) pada setiap pemutusan batang tulangan atau kawat, disediakan suatu luas
sengkang tambahan disamping sengkang yang diperlukan untuk menahan geser dan
puntir, sepanjang tiga perempat tinggi efektif komponen struktur diukur dari titik
penghentian tulangan. Luas sengkang tambahan Av tidak boleh kurang
dari.0,4bws/fy. Spasi s tidak boleh lebih dari d/8ρb, dimana ρb adalah rasio dari luas
tulangan yang diputus terhadap luas tulangan tarik total pada penampang tersebut.

Secara umum, jembatan beton bertulang dibagi menjadi 2 (dua) macam (Supriyadi,
2000), yaitu:

1). Jembatan beton bertulang tipe portal Struktur utama jembatan ini berupa plat datar
dengan gelagar memanjang (tanpa didukung gelagar ataupun balok melintang) yang
terbuat dari beton bertulang. Jembatan beton bertulang dengan tipe portal umumnya
digunakan pada bentang pendek (kurang dari 6 sampai 8 m). Perkuatan tulangan
harusdiberikan, baik dalam arah longitudinal (memanjang) ataupun arah transversal
(melintang).

2). Jembatan beton bertulang tipe gelagar Jembatan ini terdiri atas gelagar utama arah
memanjang dengan plat beton membentangi diantara gelagar. Penggunaannya akan
lebih ekonomis pada jarak bentang antara 15 m sampai 25 m. Umumnya antara gelagar
dan plat lantai jembatan dicor secara monolit, maka dari itu analisis gelagar dilakukan
sebagai satu kesatuan sebagai balok – T

2.2 Bagian-Bagian Konstruksi Jembatan Beton Bertulang Konstruksi jembatan beton


bertulang pada umumnya terdiri dari 4 bagian, yaitu: 2.2.1 Bangunan Atas Jembatan
Bangunan atas terletak pada bagian atas konstruksi yang menopang bebanbeban akibat
lalu lintas kendaraan, orang, barang ataupun berat sendiri dari konstruksi. Bagian-bagian
yang termasuk bangunan atas jembatan beton bertulang adalah: a. Tiang Sandaran
Tiang Sandaran digunakan untuk memberi rasa aman bagi kendaraan dan orang yang
akan melewati jembatan tersebut. Fungsi dari tiang sandaran adalah sebagai perletakan
dari pipa sandaran. Biasanya tingginya 125-145 cm dengan lebar 16 cm dan tebal 10 cm.
b. Trotoar Trotoar adalah bagian yang digunakan sebagai perlintasan bagi pejalan kaki.
Biasanya memiliki lebar 0,5-2,0 m. 5 c. Lantai Trotoar Lantai Trotoar adalah lantai tepi
dari plat jembatan yang berfungsi menahan beban-beban yang terjadi akibat tiang
sandaran, pipa sandaran, beban trotoar dan beban pejalan kaki. d. Lantai Kendaraan
Lantai Kendaraan adalah bagian tengah dari plat jembatan yang berfungsi sebagai
perlintasan kendaraan. Lebar jalur untuk kendaraan dibuat cukup untuk perlintasan dua
buah kendaraan yang besar sehingga kendaraan dapat melaluinya dengan leluasa. e.
Balok Diafragma Balok Diafragma merupakan pengaku dari gelegar-gelegar memanjang
dan tidak memikul beban plat lantai dan diperhitungkan seperti balok biasa. f. Balok
Memanjang Balok Memanjang merupakan balok utama yang memikul beban dari lantai
kendaraan maupun beban kendaraan yang melewati jembatan tersebut dan kemudian
beban-beban tersebut didistribusikan menuju pondasi. Besarnya ukuran balok
memanjang tergantung dari panjang bentang. 2.2.2 Bangunan Bawah Jembatan a.
Kepala Jembatan (Abutment) Kepala Jembatan atau abutment adalah tempat perletakan
bangunan bagian atas jembatan. Abutment disesuaikan dengan hasil penyelidikan tanah
dan sedapat mungkin harus diletakan diatas tanah keras supaya dapat tercapai tegang
tanah yang diizinkan. Dengan memperhitungkan resiko terjadinya erosi maka paling
tidak dasar abutment harus berada 2 m dibawah muka tanah asli, terutama untuk
abutment dengan pondasi langsung. 6 b. Pelat Injak Pelat injak adalah bagian dari
bangunan bawah suatu jembatan yang berfungsi untuk menyalurkan beban yang
diterima diatasnya secara merata menuju tanah dibawahnya dan juga untuk mencegah
terjadinya defleksi yang terjadi pada permukaan jalan. c. Pondasi Pondasi adalah dari
jembatan yang tertanam didalam tanah. Fungsi dari pondasi adalah untuk menahan
beban-beban bangunan yang berada diatasnya dan meneruskannya ketanah dasar, baik
kearah vertikal maupun kearah horizontala. Dalam perencanaan suatu konstruksi
bangunan yang kuat, stabil dan ekonomis, perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut:
 Daya dukung tanah serta sifat-sifat tanah  Jenis serta besar kecilnya bangunan yang
akan dibuat  Keadaan lingkungan lokasi pelaksanaan  Peralatan yang tersedia  Waktu
pelaksanaan kegiatan pelaksanaan konstruksi d. Dinding Sayap Dinding sayap adalah
bagian dari bangunan bawah jembatan yang berfungsi untuk menahan tegangan tanah
dan memberikan kestabilan pada posisi tanah terhadap jembatan. 2.2.3 Oprit Jembatan
Oprit Jembatan adalah bangunan yang terletak dibelakang abutment, sebagai
penghubung antara jalan dengan jembatan. Oprit juga dikenal sebagai timbunan tanah
yang berada dibelakang abutment. 7 2.2.4 Bangunan Pengaman Jembatan Bangunan
Pengaman Jembatan berfungsi sebagai pengaman terhadap pengaruh sungai yang
bersangkutan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Anda mungkin juga menyukai