Jembatan Beton Bertulang
Jembatan Beton Bertulang
Jembatan Beton Bertulang
Bangunan bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lain-lain.
Syarat dan bentuk jembatan
Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi
jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan
tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata
lain bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa
ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan
sebagai berikut :
1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih
jembatan tidak terlalu panjang.
2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan
perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi
sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan
panjang.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan
penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan
konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap
menjadi bagian yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi;
penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas
pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
Mengenai bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan sesuai dengan:
Material yang digunakan
Jembatan kayu
Jembatan baja
Jembatan beton
Jembatan gabungan baja dan beton
Jenis konstruksinya
Jembatan ulir
Jembatan gelagar
Jembatan plat
Jembatan gantung
Jembatan dinding penuh
Jembatan lengkungan
Menurut penggolongan
Jembatan yang dapat digerakan, merupakan jenis jembatan baja yang pelaksanaannya
dibuat sebagai gelagar dinding penuh.
Jembatan tetep, jenis jembatan seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas.
Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu.
Jembatan Beton Bertulang
Definisi
Jembatan beton merupakan jembatan yang konstruksinya terbuat dari
material utama bersumber dari beton.
Sifat Dasar Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat alam seperti kerikil,
pasir, dan bahan perekatBahan perekat yang biasa dipakai adalah air dan semen.
Secara umum, beton dibagi dalam dua bagian yaitu:
a. Beton bertulang
b. Beton tidak bertulang
Beton bertulang adalah suatu bahan bangunan yang kuat, tahan lama dan dapat dibentuk
menjadi berbagai ukuran. Mamfaat dan keserbangunannya dicapai dengan
mengkombinasikan segi-segi yang terbaik dari beton dan baja dengan demikian
apabila keduanya dikombinasikan, baja akan dapat menyediakan kekuatan tarik dan
sebagian kekuatan geser.
Beton tidak bertulang hanya mampu atau kuat menahan kekuatan tekan dari beban
yang diberikan.
Beban Yang Dihitung Dalam Merencanakan Jembatan
Secara umum beban – beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan
dibagi atas dua yaitu beban primer dan beban sekunder. Beban primer adalah beban
utama dalam perhitungan tegangan untuk setipa perencanaan jembatan, sedangkan
beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan – tegangan
yang relatif kecil daripada tegangan akibat beban primer dan biasanya tergantung
dari bentang,bahan,sistem kontruksi,tipe jembatan dan keadaan setempat.
A. Beban Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan muatan utama dalam
perhitungan tegangan untuk setiap perencanaan jembatan.
Beban primer jembatan mencakup beban mati,beban hidup dan beban kejut.
1. Beban Mati
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan
atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang
dianggap merupakan satu satuan dengan jembatan (Sumantri, 1989:63). Dalam
menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan nilai berat volume untuk
bahan-bahan bangunan.
Contoh beban mati pada jembatan: berat beton, berat aspal, berat baja, berat
pasangan bata, berat plesteran dll.
Rumus untuk berat sendiri:
QMS = b . h . wc
Dimana : QMS= Berat sendiri
b = Slab lantai jembatan
h = Tebal slab lantai jembatan
wc = Berat beton bertulang ( yang disyaratkan dalam RSNI T-02-2005 adalah dari
23,5-25,5 )
Beban mati tambahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana : QMA = Beban mati tambahan
ta = Tebal lapisan aspal + ovelay ( berat yang ditetapkan dalam RSNI T-02-2005
adalah 22,0 )
ha = Tebal genangan air hujan ( berat yang ditetapkan dalam RSNI T-02-2005 adalah
9,8 )
2. Beban Hidup
Yang termasuk dengan beban hidup adalah beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan bergerak lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap
bekerja pada jembatan. Berdasarkan PPPJJR-1987, halaman 5-7, beban hidup yang
ditinjau terdiri dari :
a. Beban “T”(Beban lantai kendaraan)
Beban “T” merupakan beban kendaraan truk yang mempunyai beban roda ganda
(Dual Wheel Load) sebesar 10 ton, yang bekerja pada seluruh lebar bagian
jembatan yang dingunakan untuk lalu lintas kendaraan.
Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh Truk
(beban T) yang besarnya, T = 100 kN. Dengan menggunakan rumus:
PTT = ( 1 + DLA ) . T
Dimana :
PTT = Beban truk “T”
DLA = Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk
a. Beban “D”(Jalur lalu lintas )
Beban “D” adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri
dari beban garis “P” ton per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q”
ton per meter panjang per jalur sebagai berikut:
q = 2,2 t/m untuk L < 30 m.
q = 2,2 t/m – {(1,1/60) x (L – 30)} t/m untuk 30 m < L < 60 m.
q = 1,1{1 + (30/L)} untuk L > 60 m.
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan sebagai
berikut:
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan < 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh jembatan.
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, beban “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedangkan lebar selebihnya
dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
contoh beban hidup pada jembatan: beban kendaraan yang melintas, beban
orang berjalan dll.
1. Beban Kejut
Menurut Anonim (1987:10) beban kejut diperhitungkan pengaruh getaran-
getaran dari pengaruh dinamis lainnya., tegangan-tegangan akibat beban garis (P)
harus dikalikan dengan koefisien kejut. Sedangkan beban terbagi rata (q) dan beban
terpusat (T) tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Besarnya koefisien kejut
ditentukan dengan rumus:
Dimana : K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter dari bentang yang bersangkutan
A. Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban pada jembatan-jembatan yang merupakan
beban atau muatan sementara, yang selalu bekerja pada perhitungan tegangan pada
setiap perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan tegangan-
tegangan yang relative lebih kecil dari pada tegangan-tegangan akibat beban
primer, dan biasanya tergantung dari bentang, system jembatan, dan keadaan
setempat.
Sedangkan Beban Sekunder terdiri dari beban angin, gaya rem, dan gaya
akibat perbedaan suhu.
1. Beban Angin ( EW )
Pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah horizontal sebesar 100 kg/cm2.
Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan
jumlah luas bagian jembatan pada setiap sisi digunakan ketentuan sebagai berikut:
Untuk jmbatan berdinding penuh diambil sebesar 100% terhadap luas sisi jembatan
Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% terhadap luas sisi jembatan.
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung dengan
rumus :
TEW = 0.0012 . Cw . (Vw)2
Dimana :
Cw = koefisien seret = 1,2 ( RSNI T-02-2005 )
Vw = Kecepatan angin rencana
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan
dengan tinggi ( h ) = 2.00 m di atas lantai jembatan.
Jarak antara roda kendaraan ( x ) = 1.75 m
Transfer beban angin ke lantai jembatan dengan menggunakan rumus:
Penyebaran Gaya :
Untuk potongan memanjang lantai dengan menggunakan rumus:
u = a1 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)
Untuk potongan melintang lantai dengan menggunakan rumus:
v = b2 + 2 (1/2 x tebal plat beton + tebal aspal)
3. Beban angin
Muatan angin merupakan muatan sekunder. Berdasarkan PPPJJR 1987,
tekanan angin diambil sebesar 150 kg/m2. Luas bidang muatan hidup yang
bertekanan angin ditetapkan setinggi 2 m di atas lantai kendaraan, sedangkan jarak
as roda kendaraan adalah 1,75 m. Reaksi pada roda akibat angin (R) :
Seperti terlihat pada gambar berikut:
Secara umum, jembatan beton bertulang dibagi menjadi 2 (dua) macam (Supriyadi,
2000), yaitu:
1). Jembatan beton bertulang tipe portal Struktur utama jembatan ini berupa plat datar
dengan gelagar memanjang (tanpa didukung gelagar ataupun balok melintang) yang
terbuat dari beton bertulang. Jembatan beton bertulang dengan tipe portal umumnya
digunakan pada bentang pendek (kurang dari 6 sampai 8 m). Perkuatan tulangan
harusdiberikan, baik dalam arah longitudinal (memanjang) ataupun arah transversal
(melintang).
2). Jembatan beton bertulang tipe gelagar Jembatan ini terdiri atas gelagar utama arah
memanjang dengan plat beton membentangi diantara gelagar. Penggunaannya akan
lebih ekonomis pada jarak bentang antara 15 m sampai 25 m. Umumnya antara gelagar
dan plat lantai jembatan dicor secara monolit, maka dari itu analisis gelagar dilakukan
sebagai satu kesatuan sebagai balok – T