Pedoman PMKP Rsuk
Pedoman PMKP Rsuk
Pedoman PMKP Rsuk
1
KATA PENGANTAR
Kotamobagu, 05 Agustus
2019
Penyusun
Tim PMKP
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 6
BAB II PENINGKATAN MUTU ................................................................... 8
A. Latar Belakang ....................................................................................... 8
B. Pengertian ............................................................................................ 11
C. Ruang Lingkup ..................................................................................... 13
D. Struktur Organisasi .............................................................................. 20
BAB III KESELAMATAN PASIEN ............................................................. 33
A. Standar Keselamatan Pasien ................................................................. 33
Standar I. Hak Pasien ........................................................................... 33
Standar II. Mendidik Pasien dan Keluarga............................................. 33
Standar III. Keselamatan Pasien Dalam Kesinambungan
Pelayanan ............................................................................................. 34
Standar IV. Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja
Untuk Melakukan Evaluasi Dan Program Peningkatan
Keselamatan Pasien .............................................................................. 35
Standar V. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan
Keselamatan Pasien .............................................................................. 35
Standar VI. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien ........................ 37
Standar VII. Komunikasi Sebagai Kunci Bagi Staff Untuk
Mencapai Keselamatan Pasien .............................................................. 38
B. Sasaran Keselamatan Pasien Nasional (Skpn) ....................................... 38
Sasaran 1: Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar ................................ 39
Sasaran 2: Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif .............................. 40
Sasaran 3: Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan Yang Harus
Diwaspadai ........................................................................................... 41
Sasaran 4. Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar,
Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar ................ 42
Sasaran 5: Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan
Kesehatan............................................................................................. 44
Sasaran 6 : Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh .............. 45
C. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien ......................................... 45
Langkah 1 Bangun Budaya Keselamatan .............................................. 46
Langkah 2 Pimpin dan Dukung Staf Anda ............................................ 47
Langkah 3 Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko Anda .................... 48
Langkah 4 Bangun Sistem Pelaporan .................................................... 49
Langkah 5 Libatkan dan Berkomunikasi Dengan Pasien dan
Masyarakat ........................................................................................... 49
Langkah 6 Belajar dan Berbagi Tentang Pembelajaran
Keselamatan ......................................................................................... 50
Langkah 7 Implementasikan Solusi-Solusi Untuk Mencegah
Cidera ................................................................................................... 50
BAB IV MANAJEMEN RISIKO................................................................. 52
A. Pengertian ............................................................................................ 52
B. Tujuan .................................................................................................. 53
C. Ruang Lingkup ..................................................................................... 53
D. Tata Laksana ........................................................................................ 53
E. Dokumentasi ........................................................................................ 56
LAMPIRAN ............................................................................................ 57
3
YAYASANKARTIKA TOTABUAN
RUMAH SAKIT UMUM KINAPITKOTAMOBAGU
Jl. S.Parman No. 201, Kotamobagu. Telp (0434)21192, Fax (0434)21144
Email : [email protected] Website : rsukinapitktg.com
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RSU KINAPIT KOTAMOBAGU
4
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
Ditetapkan di : Kotamobagu
Pada Tanggal : 05 Agustus 2019
Direktur RSU Kinapit Kotamobagu
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
Kotamobagu, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RSU Kinapit
Kotamobagu dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien di Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan
tentang prinsip upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, langkah-
langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
7
BAB II
PENINGKATAN MUTU
A. LATAR BELAKANG
8
ini mengabsahkan akreditasi RumahSakit menurut standar yang ditentukan
oleh JCAH.
Sejak saat itu RumahSakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak
dapat ikut program asuransikesehatan pemerintah federal (medicare),
padahal asuransi di Amerikasangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena
hanya 9,3% biaya RumahSakit berasal dari pembayaran langsung oleh
pasien.Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agardapat
lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai
programpengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.Di Australia,
Australian Council on Hospital Standards (ACHS)didirikan dengan susah
payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambatlaun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalamupaya peningkatan mutu
pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHSetelah mencakup semua
negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu diAustralia pada dasarnya
hampir sama dengan di Amerika.Di Eropa Barat perhatian terhadap
peningkatan mutu pelayanansangat tinggi, namun masalah itu tetap
merupakan hal baru dengankonsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesikesehatan.Sedangkan pendekatan secara
Amerika sukar diterapkan karenaperbedaan sistem kesehatan di masing-
masing negara di Eropa. Karena itukantor Regional WHO untuk Eropa pada
awal tahun 1980-an mengambilinisiatif untuk membantu negara-negara
Eropa mengembangkanpendekatan peningkatan mutu pelayanan
disesuaikan dengan system pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku
tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di
Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan.
Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang
dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa. Walaupun secara regional WHO telah
melakukan berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada
bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan
mutu di berbagai Negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal. Di
Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu
dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini
banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia
mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan
ahli dari Negeri Belanda, Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar
dan terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka
9
upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara
umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B,
C, dan D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar
baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk
masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen
Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka
meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.Sejak tahun 1984
Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit
pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi
dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi
selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara.
Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan
instrumen mengukur kemampuan pelayanan.Evaluasi penampilan Rumah
Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality
Improvement (CQI).Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam
monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada
CQI focus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian
pemilik,manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat
mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.Selain itu secara sendiri-
sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan evaluasi
mutu pelayanan Rumah Sakitnya.
Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian
mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah
Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit
Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian
perilaku dan penampilan kerja perawat.Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya
menilai mutu melalui penilaian infeksi nosocomial sebagai salah satu
indikator mutu pelayanan.Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan
upaya penggunaan obat secara rasional.Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu
(Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah
mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada
yang dilaporkan. Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan
10
telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk
meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya
sering ada perbedaan.
B. PENGERTIAN
11
4. Peningkatan mutu adalah proses pembelajaran dan perbaikanyang
terus menerus dalam proses penyediaan pelayanan kesehatansesuai
kebutuhan pasien dan pihak-pihakyang berkepentingan lainnya
berdasarkan siklus penjaminan mutu yang berkelanjutan (PDSA) dan
perencanaan peningkatan mutu di semua unit padasemua tingkatan
dalam sistem.
5. Upaya peningkatan mutu adalah upaya yang
menggunakanpendekatan pendidikan (edukasi) berkelanjutan dan
perbaikanproses-proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhanpasien dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
6. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukanpelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas,
peralatan,bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain.
Pelayanankesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yangbermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan
kesehatanadalah perencanaan dan pergerakan pelaksanaan
pelayanankesehatan
7. Proses adalah aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan
interaksiprofesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian
mutuyang penting.
8. Output adalah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unitkerja/rumah
sakit.
9. Outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahanyang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat),
termasukkepuasan dari konsumen tersebut.
10. Clinical pathway adalah pedoman kolaboratif untuk merawatpasien
yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapanpelayanan
atau dapat diartikan sebagai suatu alur yangmenunjukkan secara detail
tahap-tahap penting dari pelayanankesehatan termasuk hasil yang
diharapkan mulai saat penerimaanpasien hingga pemulangan pasien
dimana dalam pelaksanaannyamenggabungkan standar asuhan setiap
tenaga kesehatan secarasistematik. Tindakan yang diberikan
diseragamkan dalam suatustandar asuhan, namun tetap
memperhatikan aspek individu daripasien
11. Indikator adalah suatu cara yang sensitif dan spesifikuntukmenilai
penampilan dari suatu kegiatan, atau dengan kata lainmerupakan
variabel yang digunakan untuk menilai perubahan
12
12. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman
untukmengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan
berdampakterhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara
langsunguntuk mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat
dianalogikansebagai "bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah
spesifikdan memerlukan monitoring dan evaluasi.
13. Indikator manajemen adalah ukuran kuantitas sebagai pedomanuntuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas proses manajerial yangdan
berdampak langsung atau tidak langsung terhadap pelayanan
14. Indikator sasaran keselamatan pasien adalah ukuran kuantitas
sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi enam
sasarankeselamatan pasien.
C. RUANG LINGKUP
13
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur
denganmenggunakan variabel di bawah ini :
1) Struktur, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukanpelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas,
peralatan,bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain.
Pelayanankesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang
bermutupula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan
adalahdalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan
pelayanankesehatan.
2) Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah
merupakaninteraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel
penilaian mutuyang penting.
3) Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yangterjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan
darikonsumen tersebut.
RSU Kinapit Kotamobagu adalah suatu institusi pelayanan kesehatan
yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul
karena pelayanan di RSU Kinapit Kotamobagu menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, serta mencakupberbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar
RSU Kinapit Kotamobagu kompleks, harusmemiliki sumber daya manusia
yang profesional baik di bidang teknismedis maupun administrasi
kesehatan.Untuk menjaga dan meningkatkanmutu, RSU Kinapit Kotamobagu
harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua
tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSU Kinapit Kotamobagu
diawali dengan penilaian akreditasi RSU Kinapit Kotamobagu yang mengukur
dan memecahkan masalah pada tingkat inputdan proses. Pada kegiatan ini
RSU Kinapit Kotamobagu harus menetapkan standar input, proses, output,
dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah
ditetapkan. RSU Kinapit Kotamobagu dipacu untuk dapat menilai diri (self
assessment) danmemberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat
ukuryang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RSU Kinapit Kotamobagu
yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output danoutcome).
Tanpa mengukur hasil kinerja RSU Kinapit Kotamobagu tidak dapat diketahui
apakah input dan proses yang baik telahmenghasilkan output yang baik pula.
Indikator RSU Kinapit Kotamobagu disusun dengan tujuan untuk dapat
mengukur kinerja mutu RSU Kinapit Kotamobagu secara nyata.
14
Lingkup kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, meliputi :
1. Perencanaan program, monitoring, proses dan mekanisme
pengawasanserta pelaporan peningkatan mutu dan keselamatan
pasienProgram peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui
2. pendekatan multidisiplin semua bagian/departemen dan unit
kerjadengan peran rancang dan rancang ulang dalam proses
peningkatan
3. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, berlaku di seluruh
rumah sakit
4. Koordinasi semua komponen antara berbagai unit kerja rumah
sakitterkait dengan mutu dan keselamatan seperti pengendalian mutu
dilaboratorium klinis, program manajemen risiko, program
manajemenrisiko fasilitas, dan program lainnya.
5. Pendekatan sistematik dalam hal aplikasi proses dan pengetahuanyang
seragam dalam melaksanakan semua kegiatan peningkatan mutudan
keselamatan pasien
6. Menetapkan prioritas rumah sakit dalam kegiatan evaluasi
untukpeningkatan mutu dan keselamatan pasien
7. Menetapkan sasaran keselamatan pasien sebagai salah satu prioritas
8. Membangun sistem informasi dan teknologi guna mendukun program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien
9. Menginformasikan hasil dan kemajuan peningkatan mutu
dankeselamatan pasien kepada seluruh staf melalui rapat
struktural,laporan pagi, apel pagi, sistem informasi pencapaian indikator
mutudan atau melalui website
10. Mengadakan program pelatihan staf yang sesuai dengan peranan staf
dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, yang
dilakukan baik out-house training maupun in-house training oleh staf
yang berpengetahuan luas dan terlatih
11. Rancangan proses baru atau modifikasi proses lama
menggunakanprinsip peningkatan mutu dan alat ukur dari program,
yang meliputi :
a) Konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit
b) Memenuhi kebutuhan pasien, keluarga, staf dan lainnya
c) Menggunakan pedoman praktik terkini, standar pelayanan
klinis,kepustakaan ilmiah dan berbagai informasi berbasis bukti
yangrelevan dalam hal rancangan praktik klinik
d) Sesuai dengan praktik business yang sehat
e) Mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko yangrelevan
15
f) Dibangun pengetahuan dan ketrampilan yang ada di rumah sakit
g) Dibangun praktik klinis yang baik/lebih baik/sangat baik darirumah
sakit lain
h) Menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan terkait
i) Mengintegrasikan dan menggabungkan berbagai proses dengan
system
12. Menyusun pedoman praktik klinik dan clinical pathway dan atau protocol
klinis digunakan sebagai pedoman dalam memberikanasuhan klinis.
Sasaran dari rumah sakit meliputi :
a) Standarisasi dari proses asuhan klinis
b) Mengurangi risiko dalam proses asuhan klinis, terutama hal-halyang
terkait dengan langkah pengambilan keputusan yang kritis
c) Memberikan asuhan klinis tepat waktu, cara yang efektif
denganmenggunakan sumber daya secara efisien
d) Secara konsisten menghasilkan mutu pelayanan yang tinggi
melalui cara-cara berbasis bukti (evidence based)
13. Pedoman praktik klinis, clinical pathway, alur klinis, protocol
klinisrelevan dengan populasi dari pasien Rumah Sakit dan misinya,
meliputi :
1) Dipilih dari yang dianggap cocok dengan pelayanan dan
pasienrumah sakit
2) Dievaluasi berdasarkan relevansinya untuk mengidentifikasipopulasi
pasienJika perlu disesuaikan dengan teknologi, obat-obatan, dan
sumberdaya lain di rumah sakit atau dengan norma professional
yangditerima secara nasional
3) Dinilai untuk bukti ilmiah
4) Diakui secara resmi atau digunakan oleh rumah sakit
5) Diterapkan dan dimonitor agar digunakan secara konsisten dan
efektif
6) Didukung oleh staf terlatih melaksanakan pedoman atau pathways
7) Diperbarui secara berkala berdasarkan perubahan dalam bukti
danhasil evaluasi dari proses dan hasil
14. Menentukan paling sedikit lima area prioritas dengan fokus penggunaan
panduan praktik klinik dan clinical pathway
15. Melaksanakan pedoman praktik klinik dan clinical pathway di setiap
area prioritas yang ditetapkan
16. Menunjukkan penggunakan panduan praktik klinik dan clinicalpathway
mampu mengurangi adanya variasi dari proses dan outcome
16
17. Menetapkan indicator kunci untuk struktur, proses dan hasil(outcome)
upaya klinis, yang meliputi :
a) Asesmen pasien
b) Pelayanan laboratorium
c) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
d) Prosedur bedah
e) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
f) Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cidera
g) Penggunaan anestesi dan sedasi
h) Penggunaan darah dan produk darah
i) Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
j) Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilans dan pelaporan
18. Menetapkan indicator kunci untuk struktur, proses dan hasil(outcome)
upaya perbaikan manajerial, yang meliputi :
a) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat
b) Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh perundangan
c) Manajemen risiko
d) Manajemen penggunaan sumber daya
e) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f) Harapan dan kepuasan staf
g) Demografi pasien dan diagnosis klinis
h) Manajemen keuangan
i) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang
dapatmenimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga
pasiendan staf
19. Menetapkan indicator kunci untuk struktur, proses dan hasil(outcome)
sasaran keselamatan pasien, yang meliputi :
a) Ketepatan identifikasi pasien
b) Komunikasi efektif
c) Pengelolaan obat high alert
d) Tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
e) Pencegahan dan pengendalian infeksi
f) Pencegahan risiko jatuh
20. Setiap indicator mutu memuat : proses, prosedur dan hasil yang
akandinilai, ketersediaan bukti, bagaimana penilaian dilakukan,
mencakup struktur, proses dan hasil (outcome), bagaimana cakupan,
serta metodologi dan frekuensi pengambilan data.
17
21. Data dikumpulkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi oleh
stafyang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dengan metode
danteknik statistic dalam melakukan analisis
22. Frekuensi melakukan analisis disesuaikan dengan data yang dikaji
danketentuan rumah sakit, yaitu per tiga bulan.
23. Proses analisis dilakukan dengan cara :
a) Membandingkan dari waktu ke waktu
b) Membandingkan dengan rumah sakit lain
c) Membandingkan dengan standar atau ketentuan yang ditetapkan
dalam undang-undang atau peraturan Membandingkan dengan
praktik baik.
24. Validasi data secara internal dilakukan dalam hal :
a) Indikator baru, khususnya indikator klinis
b) Diketahui public
c) Ada perubahan pengambilan data dalam profil indikator
d) Perubahan data dalam profil indikator
e) Ada perubahan sumber data
f) Ada perubahan subyek dari pengumpulan data
25. Proses validasi data meliputi :
a) Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak
terlibatdalam pengumpulan data sebelumnya
b) Menggunakan sample statistik, sampel 100% digunakan hanyabila
jumlah kasus/data sangat sedikit
c) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang
d) Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data
yangditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan
100
e) Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama
dengancatatan alasannya dan dilakukan tindakan koreksiKoleksi
sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukanuntuk
memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang
diharapkan.
26. Menetapkan kejadian sentinel yang sekurang-kurangnya meliputi :
a) Kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalananalamiah
penyakitnya.
b) Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidakterkait
dengan perjalanan alamiah penyakitnya
c) Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi
18
d) Penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang
yangbukan orang tuanya
27. Malakukan analisis akar masalah (RCA) terhadap semua kejadian
sentinel.
28. Analisis dilakukan terhadap hal-hal tersebut di bawah ini :
a) Semua reaksi transfusi yang terjadi di rumah sakit
b) Semua kesalahan obat yang signifikan
c) Semua kesalahan medis (medical error) yang signifikan
d) Semua ketidakcocokan yang besar antara diagnosis pre-operasidan
post-operasi
e) Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau pola kejadian yang
tidakdiharapkan selama pemberian sedasi moderat atau dalam
dananestesi
f) Kejadian lain, seperti wabah penyakit infeksi.
29. Menentukan kejadian nyaris cidera yang harus dilaporkan
30. Mewujudkan program manajemen risiko dengan FMEA yang meliputi
komponen :
a) Identifikasi risiko
b) Menetapkan prioritas risiko
c) Pelaporan tentang risiko
d) Manajemen risiko
e) Ivestigasi KTD
f) Manajemen klaim-klaim yang terkait
19
D. STRUKTUR ORGANISASI
Direktur
RSU
KINAPIT
Komite KMKP
-Ketua
-Sekretaris
20
URAIAN TUGAS
1. Kepala RSUK.
a. Kepala RSUK bertanggung jawab dalam menyusun perencanaan
upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
Perencanaan tersebut meliputi pembuatan pedoman, penetapan
prioritas atas kegiatan-kegiatan, penetapan prioritas pemantauan
kegiatan, penetapan proses atau mekanisme pengawasan
terhadap program peningkatan mutu, program keselamatan pasien
b dan program pencegahan dan pengendalian infeksi
b. Kepala RSUK bertanggungjawab dalam penyelenggaraan upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan
c. Penyelenggaraan upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di rumah sakit sesuai standar yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam butir bsecara operasional
dikoordinasikan oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSU
Kinapit Kotamobagu
d. Kepala RSUK berpartisipasi dalam pemantauan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSU Kinapit
Kotamobagu
e. Kepala RSUK bertanggung jawab untuk melaporkan hasil program
manajemen mutu, program manajemen risiko, program manajemen
keselamatan pasien dan program manajemen pencegahan dan
pengendalian infeksi kepada Walikota.
21
Keselamatan Pasien, Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi, Manajer dan Supervisor Unit Kerja
c. Melakukan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran seluruh
staf RSU Kinapit Kotamobagu akan mutu dan keselamatan
pelayanan di rumah sakit
22
Safety :
1. Berpartisipasi dan berkontribusi terhadap pengembangan
program Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) dan
Keselamatan Pasien di RSU Kinapit Kotamobagu
2. Melakukan monitoring terhadap jalannya program program
Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) dan
KeselamatanPasien di Unit masing-masing.
3. Mencatat dan melaporkan kejadian tidak diharapkan (KTD),
Kejadian Nyaris Cidera (KNC) dan kejadian sentinel
(sentinel event) yang terjadi di Unitnya masing-masing
kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
4. Mencata dan melaporkan kejadian kecelakaan kerja yang
terjadi di Unitnya masing-masing kepada Tim Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
5. Melakukan pembinaan tentang pelaksanaan kepatuhan
terhadap standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3),
keselamatan pasien pada setiap personil ruangan di unit
rawatnya masing-masing.
b. Kualifikasi
1. Pendidikan minimal D3
2. Sudah bekerja di RSU Kinapit Kotamobagu minimal 1 tahun
3. Mempunyai komitmen dalam meningkatkan kualitas pelayanan
dan kualitas keselamatan pasien dan karyawan secara
berkesinambungan.
4. Mempunyai kemampuan mengumpulkan, mengolah dan
menyajikan data
TATA LAKSANA
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan
aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta
standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan RSU Kinapit
Kotamobagu Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga
menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang
digunakan untuk bisa melihat perubahan.Indikator yang baik adalah yang
sensitif tapi juga spesifik.Sedangkan kriteri merupakan spesifikasi dari
indikator.
Standar merupakan :
1) Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang
yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang
23
bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau
kondisi tersebut.
2) Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang
sangat baik.
3) Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai
atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka
harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut :
1. Keprofesian
2. Efisiensi
3. Keamanan pasien
4. Kepuasan pasien
5. Sarana dan lingkungan fisik
Indikator yang dipilih :
1. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output dari pada input dan
proses
2. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok
dari pada untuk perorangan.
3. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain,
baik di dalam maupun luar negeri.
4. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih
untuk dimonitor
5. Didasarkan pada data yang ada. Kriteria yang digunakan harus dapat
diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat
sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak
baik.
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
24
b. Melakukan konfirmasi daftar masalah
c. Menetapkan prioritas masalah
d. Merumuskan pernyataan masalah
e. Menetapkan sumber masalah
2. Menetapkan penyebab masalah mutu
Menetapkan penyebab masalah mutu Yang dimaksud dengan
penyebab masalah mutu adalah setiap kesenjangan yang ditemukan
pada setiap unsur masukan, proses dan atau lingkungan.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu :
a. Menyusun daftar penyebab masalah
b. Menyederhanakan daftar penyebab masalah
c. Melakukan konfirmasi daftar penyebab masalah
d. Melakukan urutan prioritas penyebab masalah
e. Menyajikan urutan prioritas penyebab masalah
3. Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu
Cara penyelesaian masalah mutu adalah setiap usaha yang dilakukan
untuk meniadakan kesenjangan antara hasil akhir pelayanan
kesehatan atau proses manajerial dengan standar yang telah
ditetapkan.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu :
a. Menyusun daftar cara penyelesaian masalah
b. Menetapkan prioritas cara penyelasaian masalah
4. Melaksanakan cara penyelesaian masalah mutu.
Metode penyelesaian masalah mutu (quality improvement) yang
diterapkan di RSU Kinapit Kotamobagu adalah:
a. Perencanaan (Plan)
b. Pelaksanaan (Do)
c. Pemeriksaan berkala (Check/Study)
d. Perbaikan & tindakan (Action)
5. Melakukan penilaian tindak lanjut
Yang dimaksud dengan penilaian tindak lanjut adalah penilaian
terhadap pelaksanaan cara penyelasaian masalah dan penyusunan
rekomendasiuntuk tindak lanjut.Salah satu toolsyang diterapkan di
RSU Kinapit Kotamobagu dalam menyelesaikan masalah adalah
analisa akar masalah (Root Cause Analysis). Analisa akar masalah
(Root Cause Analysis) adalah suatu metoda evaluasi terstruktur untuk
mengidentifikasi penyebab dasar masalah dan tindakan-tindakan
untuk mencegah terulangnya kembali masalah tersebut Proses ini
25
merupakan langkah penting dalam menjawab berbagai permasalahan
dalam manajemen mutu, risiko dan keselamatan.
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram
sebab akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone).Diagram tulang ikan
adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu
masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses
identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus
perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali
penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut
(Koentjoro, 2007).
PROBLEM
26
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada
siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-
Action” (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan –laksanakan –periksa aksi). Pola
P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali
dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun
dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut
“siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu
disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan
secara terus menerus (Continous Improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer
untuk proses perbaikan kualitas (Quality Improvement) secara terus menerus
tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan
diseluruh bagian organisasi.
Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan
koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan
yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai
patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar
pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan
perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and
Improvement under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 3.
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika
sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 4.
27
ACTION
PLAN DO CHECK
CORECTION FOLLOW UP
ACTION
IMPROVMENT
28
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan
berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya.
Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan
dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu
dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti
dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh
semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar
kerja.Agar dapat dipahami oleh Penanggung Jawab terkait, dilakukan
program pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan
program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang
dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang
selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para
karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang
timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar
kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan
dengan baik atau tidak.Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti
pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada
karyawan adalah atas dasarapa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat
dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan
pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer.Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang
timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka
penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
29
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan system
yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai
kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua
karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan
dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan
(sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat
yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut
yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan
juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan
mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama
merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan
dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi
terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat
pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama
yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai
tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari
kelompok, sebagai mata rantaidari suatu proses.
I. INDIKATOR MUTU
Indikator mutu adalah parameter yang dapat diukur, yang mewakili
input, proses maupun hasil akhir dari suatu pelayanan dan proses
manajerial yang digunakan untuk mengukur mutu dari pelayanan dan
proses manajerial tersebut.
Untuk menetapkan indikator, para supervisor, manajer dan direksi
melakukan analisa alur-alur pelayanan serta proses manajerial yang ada
di masing-masing unit. Setelah itu, para supervisor, manajer dan direksi
menetapkan skala prioritas dari pelayanan-pelayanan klinis maupun
proses-proses manajerial mana yang akan dijadikan indicator. Kemudian
indikator-indikator tersebut diajukan kePanitia Mutu dan Keselamatan
Pasien untuk secara bersama-sama membuat rumusan cara pengukuran,
frekuensi pengukuran & periode analisis, rentang nilai yang diharapkan
serta mengintegrasikan proses pengumpulan data indicator tersebut ke
30
dalam aktivitas kerja harian Penanggung Jawab
unit/departemen/direktorat terkait. Indikator mutu yang ditetapkan oleh
RSU Kinapit Kotamobagu meliputi :
1) Indikator mutu area klinis
2) Indikator mutu area manajemen
3) Indikator mutu sasaran keselamatan pasien
Rentang nilai yang diharapkan diperoleh dari :
1. Data dari RSU Kinapit Kotamobagu
2. Data dari rumah sakit yang serupa / selevel jika memungkinkan.
3. Data dari standar baik nasional maupun internasional yang sesuai.
4. Data dari praktek-praktek baik yang disepakati bersama.
II. DOKUMENTASI
1) Pencatatan dan Pelaporan
a. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan
indicator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai
dengan kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit.
b. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indicator
kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
c. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut
kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
d. Pencatatan hasil pemenuhan indicator dimasukkan dalam system
pengelolaan data indikator mutu RSU Kinapit Kotamobagu
e. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Kinapit Kotamobagu
melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat
laporan kegiatan kepada Kepala Rumah Sakit secara berkala.
31
d. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien memberikan laporan mutu
dan keselamatan pasien kepada Kepala RSU Kinapit Kotamobagu
e. Kepala melaporkan pencapaian peningkatan mutu dan keselamatan
pasien kepada Kepala RSUK
f. Hasil pencapaian peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang
telah diberi feedback Kepala RSUK, disosialisasikan kepada seluruh
staf melalui laporan pagi, apel pagi, rapat structural dan atau melalui
website.
32
BAB III
KESELAMATAN PASIEN
Standar :
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang
rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya insiden
33
Standar :
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, difasilitas pelayanan kesehatan harus ada system dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarganya.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan
kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Standar :
Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam
kesinambungan pelanayan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar
unit pelayanan.
Kriteria :
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari fasilitas
pelayanan kesehatan
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pabutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi
antar unit pelayanan dapat berjalan dengan baik dan lancer.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencangkup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
34
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapinya koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.
Kriteria :
4.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan
fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan factor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
4.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan
data kinerja yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden,
akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi
intensif terkati dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan
evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua
data dan infiormasi hasil analisis untuk menentukan perubahan
system yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.
35
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta
meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien.
Kriteria :
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden.
Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD). Selain Insiden diatas, terdapat KTD yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang
temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan
kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan
perjalanan penyakit atau keadaan pasien yang dikenal dengan
kejadian sentinel.
Contoh Kejadian sentinel antara lain Tindakan invasif/pembedahan
pada pasien yang salah, Tindakan invasif/ pembedahan pada bagian
tubuh yang keliru, Ketinggalan instrumen/alat/ benda-benda lain di
dalam tubuh pasien sesudah tindakan pembedahan, Bunuh diri pada
pasien rawat inap, Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan
kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi darah
akibat inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian bayi
“Full-Term” yang tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi tertukar,
Perkosaan /tindakan kekerasan terhadap pasien, staf, maupun
pengunjung.
Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang
berdampak luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah
terlanjur di “blow up” oleh media, Kejadian yang menyangkut pejabat,
36
selebriti dan publik figure lainnya, Kejadian yang melibatkan berbagai
institusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain, Kejadian yang
sama yang timbul di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam
kurun waktu yang relatif bersamaan, Kejadian yang menyangkut
moral, misalnya : perkosaan atau tindakan kekerasaan.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi
dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near
miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien
mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses
pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
37
2. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner
dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
6.1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru
yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya
masing-masing.
6.2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
6.3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.
Kriteria :
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
halhal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
38
kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang
baik, sasaran biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku
untuk keseluruhan sistem.
39
seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi
menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien)
dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa
digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang
berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan ambulatori
atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi.
Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu
proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang
memungkinkan untuk diidentifikasi.
40
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat
NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur
mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan
kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam
situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
41
Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di
unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana
mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat
darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas
pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga
mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara
klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti
di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang
jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa,
sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.
42
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting)
dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang
sering terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk
definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang
menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada
tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau
menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap
lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini dijalankan.
Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s
Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong
Person Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan
dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara
konsisten di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh
orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan
sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan
diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level
(tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
43
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses
lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman
proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.
44
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan
45
tepat. Tujuh langkah ini juga bisa membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan
mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola Klinik, Manajemen Risiko,
dan Pengendalian Mutu.
46
dalam lingkungan Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan
lingkungan dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani melapor
dan penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya adil
dan terbuka ini pasien, staf dan Fasilitan Kesehatan akan memperoleh
banyak manfaat.
47
c. Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan
pada tingkat manajemen dan unit.
d. Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan bagi
staf dan pastikan ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihan-pelatihan
tersebut.
48
c. Lakukan proses asesmen risiko secara reguler untuk tiap jenis risiko dan
lakukan tindaka-tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.
d. Pastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses
asesmen risiko di tingkat organisasi dan risk register.
49
c. sBerikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan-pelatihan dan
dorongan agar mereka mampu melaksanakan keterbukaan kepada
pasien dan keluarganya.
50
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau
sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan
Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan
komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.
51
BAB IV
MANAJEMEN RISIKO
A. PENGERTIAN
Risiko adalah potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul dari proses
kegiatan saat sekarang atau kejadian di masa datang. Manajemen risiko
adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasikan, mengevaluasi dan
mem kan risiko untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien,
karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasi sendiri.
Berikut di bawah ini merupakan pengertian terkait manajemen risiko di
RSU Kinapit Kotamobagu:
1. Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan berdampak
pada tujuan
2. Jenis-jenis risiko dalam pelayanan rumah sakit
a. Risiko organisasi adalah kejadian yang akan memberikan
dampak negatif terhadap tujuan organisasi
b. Risiko non klinis adalah bahaya potensial akibat lingkungan
c. Risiko klinis adalah bahaya potensial akibat pelayanan klinis
d. Risiko finansial adalah risiko pada keuangan yang secara
negatif akan berdampak pada kemampuan organisasi dalam
mencapai tujuan.
3. Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk
mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan
tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya
4. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan berupa
identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan
kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan
organisasinya sendiri
5. Failure Mode and Cause Analysis (FMEA) adalah suatu alat
mutu untuk mengkaji suatu prosedur di rumah sakit secara rinci
dan mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada
suatu prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap model
kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perbaikan desain atau prosedu
6. Analisis akar masalah/ Root Cause Analysis (RCA) adalah :
a. sebuah pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi berbagai
faktor dari kejadian-kejadian di masa lalu untuk
mengidentifikasi penyebab masalah yang bisa diperbaiki untuk
mencegah masalah yang sama terjadi kembali. RCA juga
52
berguna untuk mengidentifikasi pelajaran yang dapat dipetik
untuk mencegah kerugian kembali terjadi dalam proses.
b. Suatu proses berulang yang sistematik dimana faktorfaktor
yang berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan
merekonstruksi kronologis kejadian menggunakan pertanyaan
‘kenapa’ yang diulang hingga menemukan akar penyebabnya
dan penjelasannya. Pertanyaan ‘kenapa’ harus ditanyakan
hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil
spekulasi.
B. TUJUAN
C. RUANG LINGKUP
D. TATA LAKSANA
53
11. Survey
12. Self Assessment
13. Brainstorming
14. Ronde dll
2) Analisis Risiko
Dalam tahapan ini, dilakukan pembahasan secara rinci dan
pencatatanselengkap mungkin segala sesuatu tentang semua resiko
yangteridentifikasi, meliputi bagaimana hal itu bisa terjadi, akibat
yangditimbulkan, tingkat keparahan, frequensi kejadian, cara
pencegahannyaatau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut.
Salah satu tools yang digunakan di RSU Kinapit Kotamobagu
untuk menganalisis suatu risiko adalah Analisa Modus Dampak dan
Kegagalan (Failure Mode Effect Analysis).
3) Evaluasi Risiko
Dalam tahapan ini dilakukan prediksi tingkat risiko dan
menentukan prioritas risiko dengan menggunakan penilaian matriks
risiko.Penilaian Matriks Risiko adalah suatu metoda analisis kualitatif
untuk menentukan derajat resiko suatu insiden berdasarkan DAMPAK
dan PROBABILITAS.
4) Pengelolan Risiko
Setelah dilakukan penilaian risiko langkah selanjutnya adalah
menentukan tindakan pengelolaan risiko sebagai berikut :
a. Risk Retention : dilakukan pada risiko yang tingkatnya rendah
(probability dan dampak yang rendah), misalnya kerusakan pada
peralatan yang tidak membahayakan. Resiko dalam hal ini
umumnya dapat dikelola atau diatasi oleh rumah sakit
b. Risk Transfer : dilakukan pada risiko yang jarang terjadi tapi bisa
berakibat serius (probability rendah, dampaknya tinggi). Dalam
keadaan seperti ini dilakukan pengalihan risiko agar pihak lain ikut
menanggung melalui kontrak, kerjasama, joint venture dan
asuransi.
c. Risk Reduction : dilakukan pada risiko yang sering terjadi, tetapi
akibatnya tidak membahayakan (probability tinggi, dampaknya
rendah), misalnya kecelakaan kerja yang berakibat cidera ringan.
Dalam keadaan ini dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi risiko
dengan penerapan teknologi pengendalian.
d. Risk Avoidance : dilakukan pada risiko yang sering terjadi dan
berdampak tinggi (probability & dampak tinggi) misalnya
54
kecelakaan yang sering terjadi dan berakibat fatal. Dalam keadaan
ini kegiatan yang menimbulkan resiko tersebut sebisa mungkin
dihindari atau tidakdilaksanakan.
Dalam melaksanakan tindakan pengelolaan resiko, dilakukan
langkah langkah sebagai berikut :
1) Perencanaan (Plan)
2) Pelaksanaan (Do)
3) Pemeriksaan berkala (Check)
4) Perbaikan & tindakan (Action)
55
E. DOKUMENTASI
56
LAMPIRAN
57
YAYASANKARTIKA TOTABUAN
RUMAH SAKIT UMUM KINAPITKOTAMOBAGU
Jl. S.Parman No. 201, Kotamobagu. Telp (0434)21192, Fax (0434)21144
Email : [email protected] Website : rsukinapitktg.com
58
5. Insiden terjadi pada* :
Pasien
Lain-lain (sebutkan)
:..................................................................................
Mis.: Karyawan/ Pengunjung / Pendamping/ Keluarga pasien,
lapor ke K3RS
6. Kejadian menyangkut :
Pasian Rawat Inap :
Pasien Rawat Jalan :
Pasien IGD :
Lain-lain (sebutkan)
:.................................................................................
7. Tempat Insiden
Lokasi kejadian (tempat pasien
berada):............................................................
8. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit /
spesialisasi)
Penyakit Dalam
Anak
Bedah
Obstetri Ginekologi
THT
Mata
Saraf
Anesthesi
Jantung
Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab
:.......................................................................................
9. Akibat Insiden Terhadap Pasien*
Kematian
Membahayakan Jiwa (Life Threatening)
Perlu Perawatan Intensif
Perpanjangan Waktu Perawatan
Timbul Cidera
Timbul Kecacatan (permanent disability)
Timbul cacat lahir
Memerlukan tindakan/Intervensi Untuk Mencegah
Kecacatan
59
Tidak Cidera
10. Tindakan yang segera dilakukan segera setelah kejadian
dan hasilnya:
(Bila perlu dapat ditulis di lembar kosong di balik lembar ini)
....................................................................................................
.. ......
....................................................................................................
.........
....................................................................................................
.........
....................................................................................................
.........
60
....................................................................................................
......................
....................................................................................................
......................
....................................................................................................
......................
14. Kemungkinan Penyebab : Obat
a. Nama Obat
……………………………………………………………………
…...………………………………………………………………
………………………
b. Dosis
……………………………………………………………………
………….
c. Cara Pemberian
…………………………………………………………………..
d. Indikasi
……………………………………………………………………
………..
e. Saat Pemberian
…………………………………………………………………..
f. Gejala yang tidak diharapkan berhenti setelah pemberian
obat dihentikan :
Ya Tidak
15. Kemungkinan Penyebab : Alat Kesehatan
a. Nama Alat :
……………………………………………………………………
…...
b. Tipe/Model dan Tahun/Batch no.
………………………………………………..
c. Yang mengoperasikan alat :
Penanggung Jawab Kesehatan
Pasien Sendiri
Lain-lain
d. Apakah alat masih tersedia untuk dievaluasi?
Ya Tidak Dikembalikan ke Pabrik
16. Tanggal Pengiriman Laporan Kejadian
:…………………………….
61
Pembuat :............................. Penerima :.............................
Laporan Laporan
62
YAYASANKARTIKA TOTABUAN
RUMAH SAKIT UMUM KINAPITKOTAMOBAGU
Jl. S.Parman No. 201, Kotamobagu. Telp (0434)21192, Fax (0434)21144
Email : [email protected] Website : rsukinapitktg.com
Formulir 1b
KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT UMUM KINAPIT KOTAMOBAGU
63
Kapan? Langkah/Tindakan yang telah diambil pada unit kerja
tersebut
Untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama?
64
YAYASANKARTIKA TOTABUAN
RUMAH SAKIT UMUM KINAPITKOTAMOBAGU
Jl. S.Parman No. 201, Kotamobagu. Telp (0434)21192, Fax (0434)21144
Email : [email protected] Website : rsukinapitktg.com
Formulir 2
Laporan ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien. Laporan
ini bersifat anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan rincian kejadian,
analisa penyabab dan rekomendasi
Untuk mengisi ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden
KeselamatanPasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai dengan
pemahamanyang ada.
Isi semua data laporn insiden keselamatan pasien dengan lengkapJangan
dikosongkan agar data dapat dianalisis
Segera kirimkan laporan ini langsung ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS)
Kode RS : ......................................
1. DATA RUMAH SAKIT
Kepemilikan Rumah Sakit* : Pemerintah/Pemerintah Daerah/TNI
Polri/Swasta/Bumn
Jenis Rumah Sakit* : Umum/Khusus
Kelas Rumah Sakit* : A/B/C/D
Kapasitas Tempat Tidur :
Propinsi (Lokasi RS) :
Tanggal Laporan Insiden Dikirim Ke KKP-RS :
2. DATA PASIEN
Nama
Umur : ........... tahun Berat Badan : .................. kg
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Tgl. Masuk RS : .......................................................................
Penanggungjawab biaya pasien : ...........................................
3. RINCIAN KEJADIAN
a. Tanggal dan Waktu Insiden
65
Tanggal : .............................. Pukul : .............................
b. Insiden : ........................................................................
Kronologis Insiden : (bisa ditulis di lembar kosong di balik lembar ini)
c. Jenis Insiden
Kejadian Tidak Diharapakan (Advance Event)
Kejadian “ Nyaris Cidera “ (Near Miss)
Kejadian Sentinel
d. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
Karyawanan : Dokter/ Perawat / Penanggung Jawab Lainnya
Pasien
Keluarga / Pendamping Pasien
Pengunjung
Lain-Lain ( Sebutkan ) : ..............................................................
e. Insiden Terjadi Pada* :
Pasien
Lain-Lain (Sebutkan) : .................................................................
Misalnya :Karyawan/Pengunjung/Pendamping/Keluarga pasien,lapor ke
K3RS
f. Kejadian menyangkut :
Pasien Rawat Inap
Pasien Rawat Jalan
Pasien UGD
Lain-Lain ( Sebutkan ) : ................................................................
g. Tempat Insiden
Lokasi Kejadian (tempat pasien berada) : ........................................
h. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit/spesialisasi)
Penyakit dalam
Anak
Bedah
Obstetri Ginekologi
THT - KL
Mata
Saraf
Anesthesi
Jantung
Kedoteran Fisik dan Rehabilitasi
i. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab : ...............................................................
66
j. Akibat Insiden Terhadap Pasien*
Kematian
Cacat Seumur Hidup (Cidera Berat)
Cedera Dapat Pulih (Cidera Sedang)
Cedera Ringan
Tidak Cidera
k. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadiah, dan hasilnya :
(Bila perlu dapat ditulis di lembar kosong di balik lembar ini) :
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………..
67
SubTipe Insiden: ..............................................................................
Kirim segera laporan ini dalam amplop tertutup dan Lewat POS atau KURIR ke
Alamat :
68
Jl. S.Parman No. 201, Kotamobagu. Telp (0434)21192, Fax (0434)21144 Email :
[email protected] Website : rsukinapitktg.com
69