Karbohidrat Revisii Ke 2
Karbohidrat Revisii Ke 2
Karbohidrat Revisii Ke 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan aktivitas. Energi
yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tersebut di peroleh dari bahan
makanan yang kita makan. Pada umumnya, bahan makanan itu mengndung
tiga kelompok utama senyawa kimia yaitu karbohidrat, protein, dan lemak.
Pada praktikum ini, kami akan melakukan praktikum tentang uji kandungan
karbohidrat pada suatu zat.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang
menyediakan 4 kalori energi pangan per gram. Karbohidrat juga mempunyai
peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya
rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk
mencegah timbulnya ketois, pemecahan tubuh protein yang berlebihan,
kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan
protein. Karbohidrat adalah sumber kalori terbesar dalam makanan sehari-
hari dan biasanya 40-45% dari asupan kalori kita. Selain menjadi sumber
energi utama makhluk hidup, karbohidrat juga menjadi komponen struktur
penting pada makhluk hidup dalam serat (fiber), seperti selulosa, pektin serta
lignin. Ada dua macam karbohidrat yaitu karbohidrat kompleks dan
karbohidrat simpleks. Karbohidrat kompleks misalnya nasi, biji-bijian,
kentang, dan jagung, sedangkan contoh karbohidrat simpleks adalah gula dan
pemanis lainnya. Nama lain dari karbohidrat adalah sakarida. Melihat
struktur molekulnya, karbohidrat lebih tepat didefenisikan sebagai
polihidroksialdehid atau polihidroksiketon.
Berbagai uji telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat baik analisa
kualitatif maupun kuantitatif terhadap keberadaan kandungan karbohidrat.
Mulai dari yang membedakan karbohidrat dari senyawa lain sampai uji yang
mampu membedakan jenis-jenis karbohidrat secara spesifik. Berdasarkan
teori-teori yang telah ada tentang karbohidrat untuk membuktikannya maka
kami melakukan beberapa percobaan uji karbohidrat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glukosa
Glukosa merupakan salah satu gula monosakarida dan salah satu
karbohidrat penting yang biasa digunakan sebagai sumber tenaga bagi
tumbuhan dan hewan. Glukosa juga merupakan salah satu hasil utama
fotosintesis. Glukosa sering disebut juga dengan dekstrosa, d-glukosa
ataupun gula buah. Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di
mana-mana dalam biologi. Glukosa (C6H12O6) adalah heksosa monosakarida
yang mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida
(mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk
cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa
berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping
hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom
karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH. Struktur
cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif,
yang proporsinya 0.0026% pada pH 7 (Kusnandar. F, 2010).
Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik,
sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif. Hal yang lebih
penting bagi organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa,
dibandingkan dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara
nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi)
mereduksi atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju
glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada dalam isomer
siklik yang kurang reaktif.
MSDS Glukosa
Sifat fisika :
1. Wujud zat : Padat
2. Berat molekul : 164,16 gr/mol
3. Titik leleh : 147 oC
4. Densitas : 1,057 g/cm3
5. Warna : Putih
Sifat Kimia
1. Tidak bersifat korosif.
2. Bentuk rantai terbuka.
3. Dapat mengkristal dengan air.
4. Mudah larut dalam air.
5. Bersifat stabil.
2.2 Larutan Asam Sulfat Pekat
Asam sulfat adalah asam mineral (zat anorganik) yang sangat kuat. Zat
ini larut di dalam air. Asam Sulfat memiliki rumusan kimia H2SO4, dan
memiliki massa molar sebesar 98,08 g/mol. Asam sulfat berpenampilan
seperti cairan higroskopis, berminyak, tak bewarna, dan tak berbau (Hala
Yusmina, 2011). Asam sulfat ini juga disebut minyak vitriol. Asam Sulfat
memiliki titik lebur sebesar 10 °C (283 K) serta titik didih sebesar 337 °C
(610 K). Asam ini bersifat korosif.
Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara
alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian,
asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang terjadi karena
oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam
sulfit). Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida,
misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan
disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-
logam yang ada dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna
cerah yang beracun.
MSDS Asam sulfat pekat
Sifat Fisika :
1. Berat molekul : 98,08 gr/mol
2. Densitas : 1,84 g/cm3
3. Titik leleh : 10 oC
4. Titik diih : 337 oC
5. Viskositas : 26,7 cP
Sifat Kimia :
1. Dihasilkan dari pengenceran oleum.
2 Bersifat korosif.
3. Bereaksi dengan air.
4. Bersifat higroskospis.
5. Bersifat toksik.
2.3 Larutan Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat
ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah
salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2 H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional
dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan “Et”
merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol adalah cairan tak
berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Etanol terbakar
tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat
terlihat pada cahaya biasa (Witarto Budi, 2001).
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut
organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida,
kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan
toluena. Etanol juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti
pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti
trikloroetana dan tetrakloroetilena.
2.4 Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa
ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).
Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di
bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan
kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kerusakan paru-paru dan bahkan kematian (Winarno F.G, 1997). Sekalipun
amonia diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan
kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan
kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa
yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam
bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut
larutan Sorensen. Natrium hidroksida bersifat lembap cair dan secara spontan
menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Natrium hidroksida sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Natrium hidroksida juga
larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua
cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH namun, tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan
meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Pudjaatmaka. A, 2002).
MSDS natrium hidroksida
Sifat fisika
1. Bau` : Berbau
2. Molekul Berat : 40 g/mol
3. Warna : Putih
4. pH (1% soln / air) : 13,5
5. Titik Didih : 1388 °C (2530,4 °F)
6. Melting Point : 323 °C (613,4 °F)
7. Spesifik Gravity : 2.13 (Air = 1)
8. Properti Dispers : Lihat kelarutan dalam air.
9. Kelarutan : Mudah larut dalam air dingin.
2.6 Asam Klorida
Asam klorida (HCl) adalah senyawa kimia bersifat asam kuat, yang
terdiri dari ikatan kimia antara atom hidrogen dan atom klorin. Asam klorida
(HCl) adalah larutan dari gas hidrogen klorida (HCl). Asam klorida adalah
asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung (Keenan,
1992). Senyawa ini digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida
umumnya dibuat dari larutan garam NaCl yang dielektrolisa. Elektrolisa
NaCl menghasilkan larutan NaOH (soda api), gas Cl2 (gas klorin), dan gas H2
(gas hidrogen). Gas Cl2 dan H2 selanjutnya disatukan untuk sintesa gas HCl.
Sintesa gas HCl adalah reaksi eksotermik yang menghasilkan panas tinggi.
Gas HCl yang terbentuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air murni, dan
larut sebagai larutan asam klorida. Karena sifatnya dalam suhu normal
berfase gas, maka larutan HCl pekat selalu mengeluarkan asap berupa gas
HCl. Makin tinggi konsentrasinya, makin banyak asap yang keluar ketika
larutan ini terbuka di udara bebas. Oleh karena itu larutan HCl komersil
hanya tersedia dalam konsentrasi 32% dan maksimum 36%.
Asam klorida digunakan secara luas dalam ribuan aplikasi industri.
Larutan ini umumnya digunakan sebagai prekursor (bahan baku) untuk
pembuatan produk kimia baru. Misalnya untuk pembuatan senyawa PAC
(poly aluminium chloride), PVC (poly vinil chloride), ferri chloride, dan
ratusan jenis senyawa kimia lainnya. HCl juga digunakan untuk pengerjaan
baja dan proses demineralisasi air. Asam klorida juga banyak digunakan
untuk proses metalurgi mineral.
MSDS asam klorida
1. Titik Didih : 108.58 oC, 760 mmHg (untuk 20,22% HCl dalam air)
dan 83 oC, 760 mmHg (untuk 31% HCl dalam air)
50,5 oC (untuk 37% HCl dalam air)
o
2. Melting Point : -62,25 °C (20,69% HCl dalam air), -46,2 C
(31,24% HCl dalam air), -25,4 °C (39,17% HCl
dalam air)
3. Spesifik Gravity : 1,1-1,19 (Air = 1), 1.10 (20% dan 22% HCl solusi),
1,12 (24% HCl solusi), 1,15 (29,57% HCl solusi),
1,16 (32% HCl solusi), 1,19 (37% dan 38% HCl
solusi)
4. Tekanan Uap : 16 kPa ( 20 °C) rata-rata
5. Kepadatan uap : 1,267 (Air = 1)
6. Bau Threshold : 0,25 sampai 10 ppm
7. Properti Dispersi : Lihat kelarutan dalam air, dietil eter.
8. Kelarutan : Larut dalam air dingin, air panas, dietil eter.
9. Stabilitas : Produk ini stabil.
fruktosa, dan pati negatif dengan pereaksi benedict. Contoh dari gula
pereduksi adalah monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa) dan
disakarida (laktosa dan maltose) kecuali sukrosa dan pati.
2.10 Uji Fehling
Uji Fehling bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aldehid.
Reagent yang digunakan dalam pengujian ini adalah Fehling A (CuSO4)
dan Fehling B (NaOH dan KNa tartarat). Pemanasan dalam reaksi ini
bertujuan agar gugus aldehida pada sampel terbongkar ikatannya dan dapat
bereaksi dengan ion OH- membentuk asam karboksilat. Cu2O (endapan
merah bata) yang terbentuk merupakan hasil sampingan dari reaksi
pembentukan asam karboksilat.
Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan
tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam
pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi
Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Dalam pereaksi ini ion Cu2+
direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan
diendapkan sebagai Cu2O. Dengan larutan glukosa 1%, pereaksi Fehling
menghasilkan endapan berwarna merah bata, sedangkan apabila digunakan
larutan yang lebih encer misalnya larutan glukosa 0,1%,
endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan (Hala Yusmina, 2011).
2.11 Uji Barfoed
Uji barfoed atau tes barfoed digunakan untuk membedakan antara
monosakarida dan disakarida. Monosakarida akan teroksidasi oleh ion
Cu2+ membentuk gugus karboksilat dan endapan tembaga (I) oksida yang
berwarna merah bata serta mengendap. Reaksi positif ditunjukkan dengan
munculnya endapan berwarna merah (Hala Yusmina, 2011). Reaksi ini
terjadi dalam suasana asam (sekitar pH 4,6), oleh karena itu digunakan
asam asetat dalam pembuatan reagen barfoed. Hasil negatif ditandai dengan
tidak munculnya endapan merah dan larutan tetap berwarna biru.
Disakarida pereduksi dapat juga bereaksi dengan reagen barfoed
(menghasilkan endapan merah pula) namun dalam waktu pemanasan yang
lebih lama.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Skema Percobaan
3.1.1 Skema Percobaan Uji Fehling pada Sukrosa dan Glukosa
Uji Fehling
Glukosa Sukrosa
Uji Benedict
Glukosa Sukrosa
Glukosa Sukrosa
Menambahkan 2 mL Menambahkan 2 mL
larutan sakarosa 2% dan larutan sakarosa 2% dan
memanaskannya selama 30 memanaskannya selama 30
menit + NaOH 10% menit + NaOH 10%
Uji Barfoed
Memanaskan 1 mL larutan
Barfoed + 1 mL larutan
glukosa dan sukrosa dalam
tabung reaksi
Mengamati perubahan
yang terjadi
Uji Fehling
Memanaskan 2 mL larutan
fehling A dan fehling B
dalam tabung reaksi + 3
tetes larutan tepung
Mengamati perubahan
yang terjadi
BAB IV
DATA HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
4.1.1 Data Hasil Percobaan Monosakarida dan Disakarida
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Monosakarida dan Disakarida
4.2 Pembahasan
Pada praktikum karbohidrat dilakukan dengan beberapa macam uji. Uji
yang pertama dilakukan adalah uji fehling terhadap larutan glukosa 2%,
larutan sukrosa 2% dan tepung. Glukosa adalah monosakarida berkarbon
enam. Monosakarida adalah karbohidrat yang paling sederhana dan tidak
dapat dihirolisis menjadi karbohidrat lain. Sedangkan sukrosa adalah
disakarida yang terbentuk dari monomer-monomernya. Uji fehling adalah
pengujian secara kualitatif yang didasarkan adanya gugus aldehid atau keton
yang bebas dan bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya gula pereduksi
pada suatu sampel. Untuk melakukan uji fehling digunakan dua larutan
fehling, yaitu larutan fehling A dan larutan fehling B. Pada pengujian fehling
ini yang pertama dilakukan adalah melarutkan 2 mL larutan fehling A dan
larutan fehling B, kemudian memanaskankannya hingga mendidih.
Pemanasan dalam reaksi bertujuan untuk membongkar ikatan gugus aldehid
pada sampel agar dapat bereaksi dengan ion OH-. Setelah larutan tersebut
mendidih, kemudian meneteskan larutan glukosa 2%. Pada saat menambahkan
larutan glukosa 2% sebanyak tiga tetes larutan berubah warna menjadi coklat
kemerah-merahan dari yang semula berwarna biru. Perubahan warna tersebut
menunjukkan bahwa pada larutan glukosa 2% terdapat gula pereduksi.
Perlakuan yang sama dilakukan untuk larutan sukrosa 2% dan larutan tepung.
Ketika larutan fehling A dan larutan fehling B dipanaskan hingga mendidih,
kemudian ditambahkan dengan larutan sukrosa 2%, larutan tersebut juga
mengalami perubahan warna menjadi coklat dari warna asal biru dan
terbentuk endapan berwarna merah bata pada larutan, akan tetapi ada sedikit
perbedaan antara larutan glukosa dan larutan sukrosa, untuk penambahan
larutan sukrosa pada larutan fehling A dan B dilakukan sebanyak 4 kali
dengan masing-masing penambahan adalah tiga tetes. Karena perubahan
warna yang lama dan dengan penambahan larutan yang dilakukan berkali-kali
menunjukkan bahwa larutan sukrosa tidak mengandung gula pereduksi. Hal
yang sama juga terjadi larutan tepung, ketika larutan fehling A dan B
dipanaskan hingga mendidih, kemudian ditambahkan dengan larutan tepung
sebanyak tiga tetes, kemudian terjadi perubahan warna dari biru terang
menjadi biru gelap. Perubahan warna pada larutan tersebut juga menunjukkan
bahwa pada larutan tepung juga mengandung gula pereduksi.
Uji yang kedua adalah uji benedict pada larutan glukosa 2% dan larutan
sukrosa 2%. Uji benedict adalah uji yang dilakukan menggunakan larutan
benedict dengan tujun untuk mengetahui ada atau tidaknya gula pereduksi
pada sampel. Uji benedict prinsipnya sama dengan uji fehling, akan tetapi
pada uji benedict ini larutan yang digunakan adalah larutan benedict. Pada uji
benedict, ketika larutan benedict dipanaskan hingga mendidih, kemudian
ditambahkan dengan larutan glukosa 2% sebanyak 3 tetes, maka larutan
tersebut mengalami perubahan warna menjadi merah bata. Hal ini
menunjukkan bahwa pada larutan glukosa 2% terdapat gula pereduksi.
Perlakuan yang sama dilakukan pada larutan sukrosa, akan tetapi ketika
menambahkan larutan sukrosa dilakukan sebanyak kurang lebih 15 tetes
hingga terjadi perubahan warna. Perubahan warna yang lama ini menunjukkan
bahwa larutan sukrosa 2% tidak mengandung gula pereduksi.
Uji yang ketiga adalah uji hidrolisa sukrosa untuk larutan glukosa 2% dan
larutan glukosa 2%. Uji hidrolisa sukrosa bertujuan untuk mengurai
karbohidrat monosakarida menjadi karbohidrat disakarida. Pada uji hidrolisa
sukrosa yang pertama dilakukan adalah mencampurkan 2 mL HCl encer
dengan larutan sukrosa 2%, kemudian memanaskannya selama setengah jam.
Setelah 30 menit, kemudian menambahkan NaOH 10% sebanyak tiga tetes.
Setelah ditambahkan dengan NaOH 10% kemudian mencampurkan larutan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Macam-macam uji yang dapat digunakan untuk mengetahui kandunga
karbohidrat adalah uji fehling, uji benedict, uji hidolisa sukrosa, uji
barfoed dan uji hidroksi asam.
2. Perubahan yang terjadi pada uji golongan karbohidrat monosakarida dan
disakarida, yaitu pada uji fehling larutan glukosa mengalami perubahan
warna menjadi coklat sedangkan larutan sukrosa berubah warna menjadi
merah bata, untuk uji benedict larutan glukosa berubah warna menjadi
coklat sedangkan larutan sukrosa terdapat endapan merah bata, untuk uji
hidrolisa sukrosa larutan glukosa dan larutan sukrosa berubah warna
menjadi oren bening, dan untuk uji barfoed terjadi perubahan warna
menjadi biru kehitaman.
3. Perubahan yang terjadi pada uji tepung yaitu, pada uji fehling larutan
berubah warna menjadi biru tua keruh dan untuk uji hidroksi asam, larutan
berubah warna menjadi kuning keruh.
4. Dari percobaan yang kami lakukan, disimpulkan bahwa glukosa termasuk
golongan monosakarida dan sukrosa termasuk golongan disakarida.
5.2 Saran
1. Pada saat memanaskan larutan pada tabung reaksi menggunakan bunsen,
sebaiknya lebih berhati-hati lagi karena, larutan sampel dapat
menimbulkan ledakan kecil.
2. Pada saat memanaskan tabung reaksi menggunakan bunsen, sebaiknya
menggunakan handscoon dan masker.
3. Sebaiknya lebih teliti lagi pada saat pencampuran bahan-bahan.
DAFTAR PUSTAKA
Winarno F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Witarto Budi. 2001. The Role of Protein Engineering in Bioindustry and its
Prospect in Indonesia. Sinergy Forum-PPl Tokyo Institute of Technology.
LAMPIRAN
1. Monosakarida dan Disakarida
Uji Pengamatan
glukosa
Fehling
Sukrosa
Glukosa
Benedict
Sukrosa
Uji Pengamatan
Glukosa
Hidrolisa
Sukorsa
Sukrosa
Glukosa
Barfoed
Sukrosa
2. Tepung
Uji Pengamatan
Fehling
Hidroksi Asam