DT Sesak Nafas Dan Gagal Nafas
DT Sesak Nafas Dan Gagal Nafas
DT Sesak Nafas Dan Gagal Nafas
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
konsekuensi sesak nafas, agitasi atau kelesuan sebagai konsekuensi dari
hipoksia, kesdaran menurun akibat hiperkapnea.3
Diagnosis dari dyspnea memiliki keberagaman yang sangat luas dan dapat
dikategorikan menjadi empat, yaitu kardiak, pulmonal, gabungan kardiak atau
pulmonal, dan nonkardiak atau nonpulmonal.4
1. Kardiak
- Gagal jantung - Hiipertrofi ventrikel kiri
- Penyakit arteri koroner - Hipertrofi katup asimetrik
- Kardiomiopati - Perikarditis
- Disfungsi katup - Aritmia
2. Pulmonal
- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Asma
- Penyakit paru restriktif
- Penyakit paru herediter
- Pneumotoraks
- Efusi pleura
3. Gabungan kardiak atau pulmonal
- PPOK dengan hipertensi pulmonal atau cor pulmonale
- Emboli paru kronik
3
- Trauma
4. Nonkardiak atau nonpulmonal
- Kondisi metabolik, misal asidosis metabolik, hipertiroidism
- Nyeri
- Penyakit neurmuskular, misal muscular dystrophy syndrome,
- Penyakit otorinolaringeal
- GERD
- Penyakit hati, misal sirosis hati
- Penyait ginjal, misal gagal ginjal akut (AKI), gagal ginjal kronis
(CKD)
5. Fungsional: Gelisah, panic, hiperventilasi
6. Drug induce.
4
mengindikasikan ketidaknyamanan pernafasan mekanis. Bahkan pada
keadaan yang lebih berat dapat terlihat lemah karena kelelahan
pernafasan. 5
Jalan napas bagian atas. Dispnea disebabkan oleh penyumbatan
saluran napas atas biasanya terkait dengan kesulitan respirasi yang
berasal dari orofaring dan perubahan suara jika berhubungan secara
anatomi dengan trakea atau pita suara. Penyebab dispnea pada saluran
napas bagian atas biasanya terlihat pada pemeriksaan atau oleh cakupan
nasofaring. Gunakan radiograf atau computed tomography (CT) leher
untuk mengevaluasi pembengkakan jaringan lunak di dekat faring. 5
Bronkus. Bila dyspnea disebabkan oleh patologi bronkus ataupun oleh
benda asing, radang, infeksi, atau bronkospasme - biasanya
berhubungan dengan mengi (biasanya ekspirasi, tapi mungkin bersifat
inspirasi atau keduanya). Dada x-ray (CXR) dapat mengungkapkan
pembengkakan bronkial. 5
Alveolar. Fungsi alveoli adalah untuk memaksimalkan kontak antara
kantong udara dan kapiler. Dyspnea terjadi jika alveoli berisi cairan
seperti darah, nanah, atau air, atelektasis, atau emfisema. Alveolar
patologi biasanya dikaitkan dengan crackles atau rales pada
pemeriksaan fisik. Dapat juga terjadi pada ruang interstisial yang
menghambat transfer oksigen ke sel darah. 5
Diafragma. Diafragma bertanggung jawab untuk inspirasi aktif. Jika
diafragma dibatasi (misalnya, tekanan intra-abdomen meningkat dari
massa, kehamilan, atau asites atau paresis / kelumpuhan otot-otot),
volume tidal penuh tidak dapat dicapai. Pada pemeriksaan fisik,
ekspansi dinding dada asimetris atau distensi abdomen/asites dapat
menjadi petunjuk disfungsi diafragma. 5
Dinding dada. Ekspansi dinding dada penting untuk respirasi tanpa
hambatan. Kelainan apapun yang membatasi gerak dinding dapat
menyebabkan dyspnea (yaitu, paresis/kelumpuhan, disfungsi otot, nyeri
akibat fraktur atau fraktur tulang rusuk). Perhatikan terdapat jejas pada
5
dada atau tidak. Inspeksi dinding dada saat respirasi akan membantu
Anda menilai aspek pernapasan ini. 5
Ruang pleura. Ruang pleura adalah ruang potensial yang ada untuk
memudahkan pergerakan paru-paru di dalam dinding dada. Jika ruang
diisi dengan cairan (yaitu, efusi, nanah, darah) atau udara, dispnea dapat
terjadi. Jika ruang pleura ditempati, biasanya akan menyebabkan suara
nafas menurun pada sisi yang terkena. Cairan menyebabkan penurunan
resonansi, sedangkan udara menyebabkan peningkatan resonansi. 5
Jantung. Pompa jantung mengalirkan darah terdeoksigenasi ke paru-
paru dan darah beroksigen ke jaringan. Setiap gangguan fungsi pompa
(yaitu, iskemia, disritmia, disfungsi katup, defek septum, cairan
perikardial) dapat menyebabkan dyspnea. Jangan ragu untuk memulai
pemeriksaan jantung yang relevan saat pasien mengalami dyspnea.
Pada pemeriksaan fisik, catat murmur jantung, gallop, dan irama
penyimpangan. Ini adalah petunjuk penting untuk memperluas
perbedaan pada masalah jantung. 5
Hemoglobin. Harus ada cukup sel darah merah yang sehat untuk
membawa oksigen ke jaringan (yaitu, tidak ada anemia yang signifikan.
Kurangnya atau penurunan hemoglobin juga bisa bermanifestasi
sebagai dyspnea. Pertimbangkan anemia apabila pasien tampak pucat
dan terdapat riwayat transfusi darah sebelumnya. 5
Volume darah. Volume sirkulasi yang cukup diperlukan untuk
mengantarkan sel darah merah ke paru-paru dan kemudian
mendistribusikannya ke seluruh tubuh. Tentukan status volume dengan
menilai tanda vital, denyut nadi dan turgor kulit. 5
Pembuluh darah. Darah harus bisa mengalir bebas ke seluruh bagian
paru-paru untuk mengambil oksigen. Acute Pulmonary Embolism dapat
menghambat aliran darah ke jaringan paru-paru dan efek pertukaran
gas, yang mengakibatkan dyspnea. Sayangnya, pemeriksaan fisik
mungkin tidak dapat membantu diagnosis ini, meskipun mengi
mungkin terjadi. Terutama mencurigakan jika ada tanda pembengkakan
6
kaki unilateral. Arahkan pemikiran tentang emboli paru pada pasien
yang sesak napas, terutama jika penyebab dyspnea tidak jelas. 5
B. Gagal nafas
Gagal nafas didefinisikan secara numerik sebagai kegagalan pernapasan bila
tekanan parsial oksigen arteri (PO2) <60 mmHg berarti adanya gagal nafas
hipoksemia, berlaku bila bernafas pada udara ruangan biasa maupun
mendapat bantuan oksigen. Disebabkan oleh perubahan hubungan anatomik
dan fisiologik antara alveolus dan darah di kapiler paru menyebabkan
7
hipoksemia seperti pada pneumonia, aspirasi isi lambung, ARDS, emboli
paru, asma, penyakit paru interstisial, atau tekanan parsial karbondioksida
arteri (PCO2) >45 mmHg. Kecuali jika peningkatan PCO2 merupakan
kompensasi alkalosis. Berarti suatu gagal nafas hiperkapnea. Tetapi pada
pasien asidosis metabolik diagnosa hiperkapnea ditentukan bahkan jika PCO2
<45 mmHg. Contoh penyakit yang menyebabkan kelemahan otot pernafasan,
penyekit sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengendalian ventilasi,
kondisi yang mempengaruhi ukuran dan bentuk dinding dada, seperti
kifoskoliosis.6
1. Hipoksemia
Istilah hipoksemia menunjukkan PO2 yang rendah di dalam darah arteri
(PaO2) dan dapat digunakan untuk menunjukkan PO2 pada kapiler, vena
dan kapiler paru. Istilah tersebut juga dipakai untuk menekankan
rendahnya kadar O2 darah atau berkurangnya saturasi oksigen di dalam
hemoglobin. 6
Hipoksia berarti penurunan penyampaian (delivery) O2 ke jaringan atau
efek dari penurunan penyampaian O2 ke jaringan.
Hipoksemia berat akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia dapat pula
terjadi akibat penurunan penyampaian O2 karena faktor rendahnya curah
jantung, anemia, syok septic atau keracunan karbon monoksida, dimana
PaO2 dapat meningkat atau normal.6
Mekanisme fisiologi hipoksemia dibagi dalam dua golongan utama, yaitu
1) berkurangnya PO2 alveolar dan 2) meningkatnya pengaruh campuran
darah vena (venous admixture). 6
a) Penurunan PO2Alveolar
Tekanan total di ruang alveolar ialah jumlah dari PO2, PCO2, PH2O,
dan PN2. Bila PH2O dan PN2 tidak berubah bermakna, setiap
peningkatan pada PACO2 akan menyebabkan penurunan PaO2.
Hipoventilasi alveolar menyebabkan penurunan PAO2, yang
menimbulkan penurunan PaO2 bila darah arteri dalam keseimbangan
8
dengan gas di ruang alveolus. Persamaan gas alveolar, bila
disederhanakan menunjukkan hubungan antara PO2 dan PCO2
alveolar6:
PAO2 = FiO2 x PB - PACO2
R
9
Hipoksemia terjadi karena salah satu penyebab meningkatnya
pencampuran vena, yang dikenal sebagai pirau kanan ke kiri (right-
to-left-shunt). Sebagian darah vena sistemik tidak melalui alveolus,
bercampur dengan darah yang berasal dari paru, akibatnya adalah
percampuran arterial dari darah vena sistemik dan darah kapiler
paru dengan PO2 diantara PAO2 dan PVO2. Pirau kanan ke kiri
dapat terjadi karena: 1). Kolaps lengkap atau atelektasis salah satu
paru atau lobus sedangkan aliran darah dipertahankan. 2). Penyakit
jantung congenital dengan defek septum. 3). ARDS, dimana dapat
terjadi edema paru yang berat, atelektasis lokal, atau kolaps
alveolar sehingga terjadi pirau kanan ke kiri yang berat.6
Petanda terjadinya pirau kanan ke kiri ialah: 1). Hipoksemia
berat dalam pernapasan udara ruangan. 2). Hanya sedikit
peningkatan PaO2 jika diberikan tambahan oksigen. 3). Dibutuhkan
FiO2 > 0,6 untuk mencapai PaO2 yang diinginkan. 4). PaO2 < 550
mmHg saat mendapat O2 100%. Jika PaO2 < 550 mmHg saat
bernapas dengan O2 100% maka dikatakan terjadi pirau kanan ke
kiri.6
10
Darah yang melalui kapiler paru di area yang hipoventilasi
relatif, akan kurang mendapat oksigen dibandingkan keadaan
normal. Hal tersebut menimbulkan hipoksemia darah arteri. Efek
ketidaksesuaian V/Q terhadap pertukaran gas antara kapiler-
alveolus seringkali kompleks. Contoh dari penyakit paru yang
merubah distribusi ventilasi atau aliran darah sehingga terjadi
ketidaksesuaian V/Q adalah: Asma dan penyakit paru obstruktif
kronik lain, dimana variasi pada resistensi jalan napas cenderung
mendistribusikan ventilasi secara tidak rata. Penyakit vascular paru
seperti tromboemboli paru, dimana distribusi perfusi berubah.
Petunjuk akan adanya ketidaksesuaian V/Q adalah PaO2 dapat
dinaikkan ke nilai yang dapat ditoleransi secara mudah dengan
pemberian oksigen tambahan.6
11
Manifestasi gagal napas hipoksemik merupakan kombinasi dari
gambaran hipoksemia arterial dan hipoksemia jaringan. Hipoksemia
arterial meningkatkan ventilasi melalui stimulus kemoreseptor glomus
karotikus, diikuti dispnea, takipnea, hiperpnea, dan biasanya
hiperventilasi. Derajat respon ventilasi tergantung kemampuan
mendeteksi hipoksemia dan kemampuan sistem pernapasan untuk
merespon. Pada pasien yang fungsi glomus karotikusnya terganggu maka
tidak ada respon ventilasi terhadap hipoksemia. Mungkin didapatkan
sianosis, terutama di ekstremitas distal, tetapi juga didapatkan pada
daerah sentral di sekitar membrane mukosa dan bibir. Derajat sianosis
tergantung pada konsentrasi hemoglobin dan keadaan perfusi pasien.6
Manifestasi lain dari hipoksemia adalah akibat pasokan oksigen ke
jaringan yang tidak mencukupi atau hipoksia. Hipoksia menyebabkan
pergeseran metabolisme ke arah anaerobik disertai pembentukan asam
laktat. Peningkatan kadar asam laktat di darah selanjutnya akan
merangsang ventilasi. Hipoksia dini yang ringan dapat menyebabkan
gangguan mental, terutama untuk pekerjaan kompleks dan berpikir
abstrak. Hipoksia yang lebih berat dapat menyebabkan perubahan status
mental yang lebih lanjut, seperti somnolen, koma, kejang dan kerusakan
otak hipoksik permanen. Aktivitas sistem saraf simpatis meningkat.
Sehingga menyebabkan terjadinya takikardi, diaphoresis dan
vasokonstriksi sistemik, diikuti hipertensi. Hipoksia yang lebih berat lagi,
dapat menyebabkan bradikardia, vasodilatasi, dan hipotensi, serta
menimbulkan iskemia miokard, infark, aritmia dan gagal jantung.6
Manifestasi gagal napas hipoksemik akan lebih buruk jika ada gangguan
hantaran oksigen ke jaringan (tissue oxygen delivery). Pasien dengan
curah jantung yang berkurang, anemia, atau kelainan sirkulasi dapat
diramalkan akan mengalami hipoksia jaringan global dan regional pada
hipoksemia yang lebih dini. Misalnya pada pasien syok hipovolemik
yang menunjukkan tanda-tanda asidosis laktat pada hipoksemia arterial
ringan.6
12
2. Hiperkapnea
Berdasarkan definisi, pasien dengan gagal napas hiperkapnia mempunyai
kadar PaCO2 yang abnormal tinggi. Karena CO2 meningkat dalam ruang
alveolus, O2 tersisih di alveolus dan PaO2 menurun. Maka pada pasien
biasanya didapatkan hiperkapnia dan hipoksemia bersama-sama, kecuali
bila udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Paru mungkin normal atau
tidak pada pasien dengan gagal napas hiperkapnia, terutama jika penyakit
utama mengenai bagian nonparenkim paru seperti dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak. Penyakit paru obstruktif kronis yang parah
sering mengakibatkan gagal napas hiperkapnia. Pasien dengan asma
berat, fibrosis paru stadium akhir, dan ARDS (Acute Respiratory Distres
syndrome) berat dapat menunjukkan gagal napas hiperkapnia.6
Adapun yang menjadi patofisiologi hiperkapnea adalah.6
A) Hipoventilasi alveolar
13
ventilasi alveolar hanya dapat dibuat dengan menggunakan PaCO2
rumus diatas.6
B) Ventilasi Semenit
14
pasien dengan penyakit paru, sebagian besar peningkatan ruang rugi
total terdiri dari ruang rugi fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi
karena ventilasi regional melebihi jumlah aliran darah regional
(ventilation-perfusion [V/Q] mismatching). Walaupun V/Q
mismatching umumnya dianggap sebagai mekanisme hipoksemia
dan bukan hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan
menyebabkan peningkatan PaCO2. Kenyataannnya dalam hampir
semua kasus, kecuali dengan V/Q mismatching yang berat,
hiperkapnia merangsang peningkatan ventilasi, mengembalikan
PaCO2 ke tingkat normal. Jadi V/Q mismatching umumnya tidak
menyebabkan hiperkapnia, tetapi normokapnia dengan peningkatan
VE. 6
15
Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk
menentukan mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas
hiperkapnea karena penyakit paru versus penyakit nonparu. Pasien
dengan penyakit paru seringkali menunjukkan hipoksemia yang tidak
sesuai dengan derajad hiperkapnia. Hal ini dapat dinilai menggunakan
perbedaan PO2 alveolar-arterial. Tetapi pasien dengan masalah nonparu
dapat pula mempunyai hipoksemia sekunder sebagai efek kelemahan
neuromuscular (sebagai contoh) yang mengakibatkan atelektasis atau
pneumonia aspirasi. Kelainan pada paru berhubungan dengan
peningkatan VD/VT dan karenanya sering menunjukkan peningkatan VE
dan frekuensi pernapasan. Tetapi pasien yang mengalami kelumpuhan
otot pernapasan sering ditemui takipneu. Efek dari hiperkapnea dan
hipoksemia dapat menyamarkan gangguan neurologis, pengobatan
berlebih dengan sedative, mixedema, atau trauma kepala. 6
C. Terapi oksigen
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan.7
16
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian
air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %,9 Sejalan dengan hal
tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu tindakan
untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat
dilakukan dengan cara7 :
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik ).
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik).
Berikut ini jenis alat alat terapi oksigen beserta fraksi oksigen inspirasi dan
aliran oksigen yang dapat diberikan. 7
17
Berikut ini macam macam ke unrungan dan kerugian penggunaan alat
pemberian oksigen. 7
a. Sistem aliran rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran
kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara
ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka
FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan
FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan
volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok untuk pasien stabil
dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal, misalnya klien
dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali
permenit. 7
1) Low Flow Low Concentration
a) Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
secara kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24%
- 44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter
oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang
mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi
pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak. 7
Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan
dan berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama. 7
Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih
dari 44%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula
nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan
mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril,
maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril
lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir
18
nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah
tersumbat dan tertekuk. 7
b) Kanul Nasal/ Kanul Binasal/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen
sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti
tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen dengan
nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien
dengan pernafasan mulut. 7
Keuntungan pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal,
murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara,
lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada
pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut,
menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai
efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui
hidung. 7
Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari
44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut,
mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat
diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih
dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang
lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya
pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan
mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas
telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.7
19
2) Low Flow High Concentration
a) Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang.
Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau
selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 –
60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak
boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.7
Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari
kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan
melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapi aerosol.7
Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari
40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi
aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu
ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita
elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan.7
b) Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 –
60% dengan aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai
PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi,
sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir
menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke
dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas
kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit.7
20
Keuntungan Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir.7
Kerugian Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah,
kantong oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila
ini terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan
menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak
memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi
aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.7
c) Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi
mencapai 90 % dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi
dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum
dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan
pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar semua
diafragma karet harus pada tempatnya. 7
Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi
90%, tidak mengeringkan selaput lendir. 7
Kerugian Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah.
Kantong oksigen bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel
pengikat, dan tidak memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa
terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar
dan anak-anak. 7
b. Sistem aliran tinggi
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk
memberikan 2 atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk
pasien dengan pola nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang
21
mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen
dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan,
sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur. 7
1) Sungkup Muka Dengan Venturi / Masker Venturi (High Flow
Low Concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan
untuk konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Masker
dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran udara
ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan.
Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak
udara seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi
dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar
masker melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama
karbondioksida yang dihembuskan. Metode ini memungkinkan
konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan
pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK
yang terutama tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas,
dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat. 7
FiO2 estimation Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI.
tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
a) Biru : 2 : 24
b) Putih : 4 : 28
c) Orange : 6 : 31
d) Kuning : 8 : 35
e) Merah : 10 : 40
f) Hijau : 15 : 60
22
Keuntungan7
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai
dengan petunjuk pada alat.
FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat
diukur dengan O2 analiser.
Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
Tidak terjadi penumpukan CO2.
Kerugian7
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen
mengalir kedalam mata.
Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus
dilepaskan bila pasien makan, minum, atau minum obat.
Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan
sehingga tidak mengganggu konsentrasi O2.
2) Bag and Mask / resuscitator manual7
Digunakan pada pasien :
a) Cardiac arrest
b) Respiratory failure
c) Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter,
selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong
resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk
memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan
selang yang bengkok tidak digunakan sebagai reservoir untuk
kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15
liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang
konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan
kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual
bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen
tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan
penggunaan adalah vital :
d) Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
23
e) Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
f) Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal – hal yang harus diperhatikan :
a) Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja
dengan baik dan apakah terjadi distensi abdomen.
b) Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan
komplain paru.Risiko terjadinya peningkatan sekresi,
pneumothorak, hemothorak, atau spasme bronkus yang
memburuk.
Syarat – syarat Resusitator manual7 :
a) Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada
kondisi akut.
b) Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan
observasi terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan
aspirasi.
c) Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi
akut.
d) Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.
24
Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan
paru.7
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi
dengan O2, selanjutnya mengalami gangguan menahun yang
ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan paru (displasia
bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah
retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu
pembentukan jaringan vaskuler opak pada mata yang dapat
mengakibatkan kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100%
pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam
telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2
tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan
peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat
pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus
menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber
oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.7
D. Pembukaan dan pemeliharaan jalan nafas
1. Pembukaan jalan napas secara manuat
Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan mengangkat
kepala dan mendorong rahang bawah ke depan atau disebut angkat
kepala-angkat dagu (head tilt-chin Iift). Teknik dasar ini akan efektif
bila obstruksi jalan napas disebabkan oleh lidah atau relaksasiotot
pada jalan napas atas.7
Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera leher,
dilakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala. Karena
mengelola jalan napas yang terbuka dan memberikan ventilasi
merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepalatarik dagu bila
penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas.7
25
2. Pembukaan jalan napas dengan alat bantu
a. Alat bantu jalan napas orofaring (OPA)
Alat bantu jalan napas ini hanya digunakan pada pasien yang
tidak sadar bila angkat kepala-angkat dagu tidak berhasil
mempertahankan jalan napas atas terbuka. AIat ini tidak boleh
digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat
menyebabkan batuk dan muntah. Sehingga dapat
menstimulasiterjadinya muntah dan laringospasme.7
Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan OpA:
Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring
dan menyebabkan trauma pada struktur laring.
Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat
dapat menekan dasar lidah dari belakang dan menyumbat
jalan napas.
Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya
trauma jaringan lunak pada bibir dan lidah.
26
dari plastik yang lembut dan tidak berbalon yang berfungsi
sebagai jalan aliran udara antara lubang hidung dan faring.
Indikasi lain penggunaan NPA adalah bila ditemui kesulitan pada
penggunaan OPA seperti adanya trauma di sekitar mulut atau
trismus.7
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemasangan NPA:
Usahakan memasukkan NPA dengan lembut untuk
menghindari terjadinya komplikasi. NPA dapat
mengiritasi mukosa atau merobek jaringan adenoid dan
menyebabkan pendarahan, dengan kemungkinan
terjadinya aspirasi gumpalan ke trakea. Penyedotan dapat
dilakukan untuk mengeluarkan darah dan sekret.7
NPA dengan ukuran yang tidak tepat dapat masuk ke
dalam esofagus. Sehingga bila dilakukan ventilasi tekanan
positif dapat menyebabkan terjadinya pengembangan
lambung dan kemungkinan hipoventilasi.7
NPA dapat menyebabkan laringospasme dan muntah,
walaupun secara umum NPAdapat ditoleransi oleh pasien
dalam keadaan setengah sadar.7
NPA tidak boleh dipasang pada pasien yang mengalami
trauma wajah karena adanya risiko tefladinya penempatan
yang salah ke dalam rongga tengkorak melalui lapisan
cribiformis yang mengalami fraktur.7
27
3. Pemberian ventilasi manual
28
Indikasi intubasi endotrakea adalah:
Ventilasi tekanan postif dengan kantong napas-sungkup
muka yang tidak memungkinkan atau tidak efektif pada
hentijantung.7
Pasien gagal napas, hipoksia hipoksemia yang memerlukan
oksigen aliran tinggi yang gagal dengan alat alat ventilasi
yang tidak invasif.7
Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas sendiri
misalnya pasien koma.7
b. kanan krikoid (Perasat Sellick)
Maksud dari penekanan tulang rawan krikoid adalah untuk
mencegah aspirasi regurgitasi isi lambung ke dalam paru dan
membantu visualisasi orifisium trakea. Penekanan dilakukan
sampai pipa endotrakea masuk, balon pipa dikembangkan dan
posisi pipa dipastikan tepat.7
29
BAB III
PENUTUP
Sesak napas atau dyspneu merupakan suatu gela dari penyakit atau
kelainan yang dimiliki oleh pasien, dimana disaat kita memberikan
tatalaksana kita harus mencari penyakit atau kelainan yang mendasarinya
terlebih dahulu, seperti yang berasal dari paru itu sendiri, jantung, otak,
otot, organ lain seperti ginjal, dan hati atau bahkan bersifat psikis. Dengan
mencari kelainan yang ada kita secara perlahan dapat memperbaiki gejala
dyspneu tersebut.
Gagal napas merupakan ketidakmampuan sistem pernapasan untuk
mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan
sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan normal. Gagal napas
diklasifikasikan menjadi gagal napas hipoksemia, dan gagal napas
hiperkapnia. Gagal napas hipoksemia ditandai dengan PaO2 < 60 mmHg
dengan PaCO2 normal atau rendah. Gagal napas hiperkapnia, ditandai
dengan PaCO2 > 45 mmHg. Penyebab gagal napas dapat diakibatkan oleh
kelainan pada otak, susunan neuromuscular, dinding thoraks dan
diafragma, paru, serta sistem kardiovaskuler. Penatalaksanaan pasien
dengan gagal nafas akut yang utama adalah membuat oksigenasi arteri
adekuat, sehingga meningkatkan perfusi jaringan, serta menghilangkan
underlying disease, yaitu penyakit yang mendasari gagal nafas tersebut.
30
Daftar Pustaka
1. Kreit JW and Rogers RM. Approach to the patient with respiratory failure. In
Shoemaker, Ayres, Grenvik, Holbrook (Ed) Textbook of Critical Care. WB
Saunders, Philadelphia. 2010.
31