Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
Oleh:
Riska Indah Pematasari, S.Kep
NIM 192311101124
Hari :
Tanggal : … Desember 2019
TIM PEMBIMBING
………………………….… ……………………….
NIP. …………………… NIP. ………………..
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ADENOKARSINOMA
COLON
3. Epidemiologi
Menurut American Cancer Society, adenokarsinoma colon merupakan
kanker ketiga terbanyak dan merupakan penyebab kematian kedua terbanyak
pada polulasi laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat (Pantow, 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2016) keganasan dari
adenokarsinoma colon di Indonesia sekitar 19,1 pada pria dan 15,6 pada wanita
per 100.000 penduduk.
4. Etiologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya adeno ca kolon, yaitu:
a. Usia
Menurut ACA (2017), risiko adeno ca kolon berbanding lurus dengan
bertambahnya usia seseorang. Proporsi usia dibawah 50 tahun meningkat
dari 6% pada tahun 1990 menjadi 11% pada tahun 2013, usia diatas 40 tahun
sebanyak 72%.
b. Riwayat keluarga
Hampir 30% penderika adeno ca kolon memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit ini, 5% disebabkan oleh kelainan genetic yang diwariskan.
Individu dengan riwayat keluarga adeno ca kolon memiliki risiko 2 sampai
4 kali dibandingkan mereka tidak memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit ini.
c. Riwayat penyakit
d. Mengonsumsi alkohol
Konsumsi alkohol sedang dan berat (<12,5 gram perhari) dikaitkan dengan
peningkatan risiko kanker kolon.
e. Merokok
f. Gaya hidup (obesitas)
Pria obesitas memiliki 50% risiko adeno ca kolon dan wanita 20% risiko ca
kolon.
5. Patofisiologi
Adenomatous polip atau adenoma merupakan proses yang mengawali
terjadinya kanker, lebih dari 95% kanker kolon disebabkan oleh adenomas.
Adenomas terdiri dari tiga jenis yaitu; tubular, tubulovillous dan villous. Jenis
villous yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kanker. Polip tumbuh secara
pelan-pelan sekitar 5-10 tahun atau lebih untuk berubah menjadi maligna atau
keganasan. Polip yang mengalami keganasan akan terjadi peningkatan ukuran
dalam lumen dan selanjutnya akan menyerang dan merusak dinding kolon.
Tumor dalam kolon yang cenderung terus membesar dapat menyebabkan
ulserasi, infeksi sekunder dan nekrosis. Umumnya ini terjadi pada belahan kanan
kolon dan ampula rekti (Black & Hawks, 2009).
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang dalam, biasanya
mencapai atau melebihi tunika muskularis termasuk dalam tipe ulseratif.
Tipe ini merupakan jenis kanker kolon yang paling sering dijumpai.
Karakteristik tipe ulseratif adalah massa terdapat tukak yang dalam dan bentuk
luar mirip kawah gunung merapi, tepi kokoh dan keras menonjol, dasar tidak
rata, nekrosis, derajat keganasan tinggi, metastase limfogen lebih awal, dibawah
mikroskop sebagai adenokarsinoma diferensiasi buruk. Tipe kedua yaitu
infiltrasi, tumor menginfiltrasi lapisan dinding usus secara difus, sehingga
dinding usus setempat menebal, tepi tampak dari luar sering kali tidak jelas
terdapat tukak atau tonjolan. Tumor sering mengenai sekeliling saluran usus
disertai dengan hiperplasie abnormal jaringan ikat, lingkaran usus menyusut,
permukaan serosa sering tampak cincin kontriksi yang memudahkan terjadinya
ileus. Pemeriksaan mikroskopis tampak sebagai adenokarsinoma berdeferensi
sangat buruk (Desen, 2011).
Klasifikasi histologik tumor ganas kolon terdiri dari; adenokarsinoma
papiler, adenokarsinoma tubular, adenokarsinoma musinosa, karsinoma signet
ring, karsinoma tak berdeferensiasi, adenokarsinoma skuamosa, karsinoma sel
skuamosa, karsinoid. Tumor ganas kanalis analis terdiri dari; karsinoma sel
skuamosa, karsinoma sel basaloid, karsinoma epidermaoid musinosa,
adenokarsinoma, karsinoma tak berdeferensiasi, dan maligna malignum.
Meskipun klasifikasinya banyak, karsinoma kolon lebih dari 90% adalah
adenokarsinoma (Desen,2011).
6. Manifestasi Klinis
Adeno ca kolon dapat dideteksi dengan metode skrining, menurut Smeltzer
(2015) tanda dan gejala adeno ca kolon adalah:
a. Keluarnya darah di dalam atau pada feses
b. Penurunan berat bandan
c. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang tumpul
dan melena
d. Lesi sisi kiri dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen, penyempitan
ukuran feses, konstipasi, dan distensi) dan darah berwarna merah terang di
feses.
e. Tanda komplikasi: obstruksi usus parsial atau komplet, esktensi tumor dan
ulserasi ke pembuluh darah sekitar
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Asmorohadi (2014) pemeriksaan yang dapat dilakukan seperti :
a. Pemerikasaan fisik
Pemerikasaan fisik dengan infeksi dan palpasi abdomen untuk menentukan
ada tidaknya massa. Kanker kolon belahan kanan 90% lebih teraba massa
dengan colok dubur. Pemeriksaan ini dapat diketahui lokasi massa, bentuk,
ukuran dan lingkup sirkumferens yang terkena dan derajat mobilitas
dasarnya, ada tidaknya lesi mengenai organ sekitarnya. Ada tidaknya nodul
di dasar pelvis dapat dilihat dari sarung tangan pada jari terdapat noda darah
dan feses. Pemeriksaan yang lebih dalam dengan menggunakan endoskopi
mampu melihat lesi pada kolon sampai 25 cm dengan menggunakan
kolonoskopi fibrotik.
b. Pemeriksaan sinar x
Pemeriksaan sinar x dengan barium enema diperlukan untuk kanker di
segmen tengah kolon sigmoid dapat menemukan lokasi tumor terdapat
defek pengisian menetap, distruksi mukosa usus, kekakuan dinding usus dan
konstriksi lumen usus. Namun pada kasus ileus pemeriksaan ini tidak boleh
dilakukan apalagi dengan memasukkan barium enema dengan ditelan.
Pencitraan USG dapat menemukan lesi metastasik hati diatas 1 cm
Pemeriksaan ini harus dijadikan pemeriksaan rutin dalam tindak lanjut
sebelum dan sesudah operasi (Desen, 2011).
c. Pemeriksaan CT, MRI, kolonoskopi dan Virtual CT (CTVC).
Pemeriksaan CT dan MRI sulit untuk membedakan lesi jinak dan ganas,
kelebihan utamanya adalah mampu menunjukkan situasi terkenanya
jaringan sekitar, ada tidaknya metastase kelenjar limfe ke organ jauh,
sehingga membantu dalam penentuan stadium klinis dan memperkirakan
operasi. CTV menggabungkan CT dan tehnik piranti lunak pencitraan
mutakhir hingga menghasilkan gambar 3 dimensi dan 2 dimensi. PET
(Tomografi emisi positron) dan PET/CT dapat mendeteksi lesi primer
kanker kolon dengan kepekaan tinggi, tepi pencitraan seluruh tubuh
terutama bertujuan untuk mengetahui luas lesi secara menyeluruh,
menetapkan stadium klinis dan menjadi dasar seleksi terapi yang rasional
(Desen, 2011).
d. Zat penanda tumor
Zat penanda tumor seperti antigen karbohidrat 19-9 (CA 19-9) bukan
antigen spesifik kanker kolon sehingga tidak bisa dijadikan diagnosis dini,
sedangkan antigencarsinoembrionic (CEA) dapat dijadikan pedoman untuk
melihat perkembangan penyakit kanker (Black & Hawks, 2009).
8. Penatalaksanaan
Terapi primer untuk pengobatan adeno ca kolon adalah dengan pembedahan.
Terapi kemoterapi digunakan sebagai tambahan untuk menjaga tumor tidak tumbuh
lagi. Kemoterapi digunakan untuk menghilangkan atau menekan pertumbuhan
tumor yang ada di hepar. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan sendiri-sendiri
atau bersama-sama. Terapi kombinasi dapat meningkatkan survival pasien kanker
kolon (Black & Hawks, 2009).
a. Pembedahan
Tiga dari empat pasien menjalani operasi adeno ca kolon dan 60% menjalani
pengobatan. Intervensi operasi tergantung dari jenis kanker, lokas, stadium dan
keadaan umum pasien (Black & Hawks, 2009). Kontraindikasi operasi apabila
kondisi fisik umum tidak baik. Jenis operasi yang sering dilakukan adalah
operasi radikal, paliatif, dan operasi untuk mengurangi gejala. Tindakan operasi
radikal dilakukan dengan prinsip jarak dari tumor minimal 5-10cm bersama-
sama lesi primer, masenterium dan kelenjar limfe regional dilakukan reseksi
untuk mencegah penyebaran sel kanker. Walaupun tidak dilakukan eksisi
radikal, namun eksisi lesi pada operasi paliatif. Operasi ini dilakukan untuk
menunjang kemoterapi atau terapil lainnya serta memperbaiki gejala. Tindakan
operasi untuk mengurangi gejala dalam bentuk operasi pemintasan dan operasi
fistulasi kolon dilakukan untuk mengatasi ileus, ligasi arteri iliaka interna yang
dapat mengurangi perdarahan kanker rektum (Desen, 2011). Operasi kanker
kolon kadang diperlukan tindakan pembentukan kolostomi. Prosedur kolostomi
dilakukan dengan membuat lubang dinding perut atau abdomen yang berfungi
sebagai tempat untuk mengeluarkan feses (Kozier, 2009). Karena fungsi dari
usus besar untuk absorbsi air kolostomi akan lebih mudah dalam mengelola jika
dibuat di dekat sigmoid sehingga feses dapat berbentuk. Biasanya pasien sudah
mampu melakukan perawatan stoma secara mandiri antara 4-6 minggu sehingga
direncanakan untuk terapi atau radiasi pasien sudah siap (Black & Hawks,
2009).
b. Perawatan Perawatan pre Operasi dan Post Operasi
Perawatan pre operasi pasien sering ditemukan dengan penurunan berat
badan dan perubahan kebiasaan buang air besar. Untuk mendapatkan gambaran
yang akurat dari manifestasi klinik pada pasien diperlukan pengkajian faktor
resiko seperti riwayat keluarga dengan kanker, ulserasi kolitis, atau poliposis
familial. Pengkajian abdomen seperti ada tidaknya ketidaknormalan abdomen,
nyeri, distensi dan adanya massa. Diet tinggi kalori, protein dan karbohidrat
dapat diberikan secara parenteral jika dibutuhkan. Pemeriksaan untuk
memastikan bakteri pada tingkat yang rendah pada saat preoperasi untuk
menurunkan resiko infeksi (Black & Hawks, 2009). Perawatan Post Operasi
dilakukan setelah pasien keluar dari ruang operasi atau ICU dan dikirim ke ruang
perawatan, perawat tetap melakukan pengkajian dan intervensi seperti pada
ruang perawatan intensif. Pengkajian dan intervensi pada keadaan post anestesi
general dapat menyebabkan komplikasi sehingga tetap memerlukan monitoring
sistem respiratori, kardiovaskular, renal dan cairan elektrolit. Perawat harus
melakukan monitoring output dan melakukan perwatan khusus stoma terutama
menjaga kontaminasi bakteri ke luka insisi. Pengkajian stoma apakah stoma
mengalami iskemia. Stoma harus dalam keadaan merah dan lembab, seandainya
stoma gelap dan kehitam-hitaman maka segara laporkan ke dokter bedah untuk
dilakukan tindakan secepatnya. Jika dilakukan abdominoperineal reseksi dengan
kolostomi dan drain maka penggantian dressing dan memonitor output drain
harus dilakukan dengan baik. Diagnosa keperawatan pada kondisi seperti ini
adalah resiko injuri dan efektifitas managemen terapi regimen (Black & Hawks,
2009).
c. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk menurunkan metastase dan mengontrol
manifestasi adeno ca kolon (Black & Hawks, 2009). Umumnya digunakan
sebagai terapi adjuvan intra dan paska operasi serta dapat digunakan pada pasien
dengan stadium lanjut. Obat yang sering dipakai adalah fluorourasil (5FU, FT-
207, UFT, dll), nitrosourea (CCNU, MeCCNU), dan sekarang xeloda,
oksaliplatin, irinoteka, avastin dll. Obat ini secara klinis terbukti berefek
terapeutik tertentu terhadap kanker kolorektal stadium lanjut. Formula
kombinasi dan tambahan mempunyai efektifitas 46-57% dapat menghambat
aktifasi tiroksinkinase yang berefek pada anti tumor (Desen, 2011).
d. Radiasi
Tindakan terapi radiasi digunakan sebelum tindakan operasi adalah untuk
mengecilkan ukuran tumor sehingga tumor dapat direseksi (Black & Hawks,
2009). Tujuan radioterapi pre, paska atau intra operasi radikal karsinoma
kolorektal bertujuan untuk memperkuat kontrol lokal, mengurangi angka
rekuensi lokal dan meningkatkan survival. Radioterapi murni memiliki survival
5 tahun (Desen, 2011).
B. Clinical Pathway
Adenoma ca colon
2. Diagnose keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan, kurang asupan makanan
b. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (infeksi)
c. Ansietas b.d pembedahan yang akan dilakukan
d. Risiko ketidakseimbangan volume cairan
3. Intervensi
No Masalah NOC NIC
keperawatan
1 (00002) Nafsu makan (1014): Manajemen gangguan
Ketidakseimbangan 1. Keinginan untuk makan(1030):
nutrisi: kurang dari makan meningkat 1. Monitor input dan
kebutuhan tubuh 2. Menyenangi output cairan
makanan 2. Anjurkan pasien
mendiskusikan
kebutuhan
makanan dengan
ahli diet
3. Identifikasi alergi
pasien pada
makanan
4. Menentukan
pilihan makanan
pasien
5. Berikan terapi IV
2 (00132) Nyeri akut Kontrol nyeri (1605): Manajemen nyeri
1. Mengenali nyeri (1400):
yang 1. Kaji nyeri pasien
terjadi 2. Observasi TTV
2. Menggambarkan pasien
faktor penyebab 3. Gunakan strategi
3. Melaporkan nyeri komunikasi
yang terkontrol terapeutik
Tingkat nyeri (2102): 4. Kolaborasi
1. TTV dalam rentang pemberian
normal analgesic
2. Ekspresi wajah Terapi relaksasi
menunjukkan nyeri (6040):
ringan 1. Ciptakan
3. Nafsu makan lingkungan aman
kembali dan nyaman untuk
normal pasien
4. Pasien dapat 2. Minta pasien untuk
beristirahat dengan merasakan sensai
baik rileks
3. Berikan informasi
terkait terapi
relaksasi
4. Ajarkan terapi
relaksasi nafas
dalam dengan mata
tertutup
3 (00146) Ansietas Tingkat kecemasan Terapi relaksasi
(1211): (6040):
1. Pasien dapat 5. Ciptakan
beristirahat lingkungan aman
2. Perasaan gelisahh dan nyaman untuk
menurun pasien
3. Dapat 6. Minta pasien untuk
menyampaikan merasakan sensai
rasa takut secara rileks
lisan 7. Berikan informasi
terkait terapi
relaksasi
8. Ajarkan terapi
relaksasi nafas
dalam dengan mata
tertutup
4. Discharge planning
a. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
b. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
c. Minum obat sesuai dengan resep dan segera periksa jika ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2017. Colorectal Cancer. Facts & Figures 2017-2019.
Atlanta: American Cancer Society.
Black, J.M., Hawks, J.H. 2009. Medical Surgical Nursing. Ed 8. Sauder Elsevier.
Desen Wan, 2011. Onkologi Klinik. Ed.2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Pantow. 2017. Profil Adenokarsinoma Kolon di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou dan
Siloam Hospitals Periode Januari 2016 – Juni 2017. Journal E-Clinic. 5(2):
326-331
Sherwood. 2011. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 8. Jakarta :
EGC